Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH SEJARAH PERADAPAN ISLAM

Dosen Pengampu : Dahrul, M.pd.I

DISUSUN OLEH :

Ramadina Fitria
Ruri Dzah Fitri

UNIVERSITAS ALWASHLIYAH SUMATERA UTARA

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah SWT


yang telah memberikan Kesehatan, kenikmatan, kesempatan, dan
rahmatNya untuk terus menuntut ilmu dan memperbaiki diri agar
menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya.

Sholawat dan Salam kiranya tidak pernah lupa kita panjatkan kepada
Baginda kita Nabi Besar kita yakni, Rasulullah Muhammad Saw,
Semoga kita selalu mendapatkan syafa’atnya di Yaumil Akhir kelak.
Aamin ya Robballamin.

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada


pengampu matakuliah Sejarah Peradapan Islam telah memberikan kami
kesempatan untuk menyampaikan pendapat kami sedikit tentang Masa
Kemunduran Tiga Kerajaan(1700-1800).

Semoga bermanfaat dengan apa yang akan kami paparkan melalui


makalah ini kepada teman-teman. Dan sudi kiranya teman-teman
menyampaikan kritik,saran maupun pertanyaan jika ada yang ingin
didiskusikan. Demikian kata pengantar dari kami. Kesempurnaan hanya
Milik Allah SWT.

Penyusun, Medan 21 Oktober 2020

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR .................................................................................... i

DAFTARISI ................................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar Belakang ............................................................................... 1

BAB II : PEMBAHASAN ............................................................................. 2

A. Kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi dipersia ................. 2

B. Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Mughal di India .............. 5

C. Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Usmani di Turki ............. 8

BAB III : PENUTUP ..................................................................................... 12

A. Kesimpulan ..................................................................................... 12

DAFTARPUSTAKA ..................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seperti takdir yang telah Allah tentukan disetiap kejayaan tentu
akan berganti dengan kemunduran bahkan sebuah kehancuran. Demikian
pula yang terjadi pada ketiga kerajaan tersebut. Setelah pemerintahan
yang gilang gemilang dibawah kepemimpinan tiga raja besar, masing-
masing kerajaan mengalami fase kemunduran. Akan tetapi penyebab
kemunduran tersebut berlangsung dengan kecepatan yang berbeda-beda.

B. Rumusan Masalah
1. Sejarah singkat tentang kemunduran tiga kerajaan besar?
2. Apa saja faktor penyebab kemunduran tiga kerajaan besar?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Sejarah Sinngkat Kemunduran Tiga kerjaaan
besar ?
2. Untuk mengetahui Faktor-faktor penyebab Kemunduran Tiga
Kerajaan besar ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi di Persia


Kerajaan safawi di Persia meraih puncak keemasan dibawah
pemerintahan Syah Abbas I selama periode 1588-1628 M. Abbas I
berhasil membangun kerajaan safawi sebagai kompetitor seimbang bagi
Kerajaan Turki Usmani. Sepeninggal Abbas I kerajaan Safawi berturut-
turut diperintah oleh enam raja, yaitu:

1. Safi Mirza (1628 – 1642 M)


Safi Mirza merupakan pemimpin yang lemah dan kelemahan
ini dilengkapinya oleh kekejaman yang luar biasa terhadap pembesar-
pembesar kerajaan karena sifatnya yang pecemburu. Pada masa
pemerintahan Mirza inilah kota Qandahar lepas dari penguasaan
Safawi karena direbut oleh kerajaan Mughal yang pada saat itu
dipimpin oleh Syah Jehan. Baghdad sendiri direbut oleh Kerajaan
Usmani

2. Abbas II (1642-1667 M)
Abaas II konon seorang raja pemabuk, akan tetapi di tangannya
dengan bantuan wazir-wazirnya kota Qandahar bisa direbut kembali.

3. Sulaiman (1667-1694 M)
Sulaiman adalah seorang pemabuk dan selalu bertindak kejam
terhadap pembesar istana yang dicurigainya. Akibatnya rakyat
bersikap masa bodoh terhadap pemerintahan.1

1
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,
2004, hlm.

2
4. Husain (1694-1722 M)
Syah Husain adalah raja yang alim, tetapi kealiman Husain
adalah suatu kefanatikan tehadap Syi’ah. Karena dia Syi’ah berani
memaksakan pendiriannya terhadap golongan Sunni. Inilah yang
menyebabkan timbulnya kemarahan golongan Sunni di Afghanistan,
sehingga mereka berontak dan berhasil mengakhiri kekuasaan Dinasti
Safawi.2
Pemberontakan bangsa Afghan dimulai pada 1709 M di bawah
pimpinan Mir Vays yang berhasil merebut wilayah Qandahar. Lalu
disusul oleh pemberontakan suku Ardabil di Herat yang berhasil
menduduki Mashad. Mir Vays digantikan oleh Mir Mahmud sebagai
penguasa Qandahar. Dibawahnyalah, keberhasilan menyatukan suku
Afghan dengan suku Ardabil. Dengan kekuatan yang semakin besar,
Mahmud semakin terdorong untuk memperluas wilayah
kekuasaannya dengan merebut wilayah Afghan dari tangan Safawi.
Bahkan ia melakukan penyerangan terhadap Persia untuk menguasai
wilayah tersebut. Penyerangan ini memaksa Husain untuk mengakui
kekuasaan Mahmud. Oleh Husain, Mahmud diangkat menjadi
gubernur di Qandahar dengan gelar husain Quli Khan yang berarti
Budak Husain. Dengan pengakuan ini semakin mudah bagi Mahmud
untuk menjalankan siasatnya. Pada 1721 M ia berhasil merebut
Kirman. Lalu menyerang Isfahan, mengepung ibu kota Safawi itu
selama enam bulan dan memaksa Husain menyerah tanpa syarat.
Pada 12 Oktober 1722 M Syah Husain menyerah dan 25 Oktober
menjadi hari pertama Mahmud memasuki kota Isfahan dengan
kemenangan.3

2
Hamka, Sejarah Umat Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1981, hlm. 71-73
3
3P. M. Holt, dkk, (ed.), The Cambridge History Of Islam, vol. I A, (London:
Cambridge University Press, 1970), hlm. 42

3
5. Tamnasp II (1722-1732 M)
Tahmasp II yang merupakan salah seorang putra Husain
dengan dukungan penuh suku Qazar dari Rusia, memproklamirkan
diri sebagai penguasa Persia dengan ibu kota di Astarabad. Pada 1726
M, Tahmasp bekerja sama dengan Nadir khan dari suku Afshar untuk
memerangi dan mengusir bangsa Afghan yang menduduki Isfahan.
Asyraf sebagai pengganti Mir Mahmud berhasil dikalahkan
pada 1729 M, bahkan Asyraf terbunuh dalam pertempuran tersebut.
Dengan kematian Asyraf, maka dinasti Safawi berkuasa lagi.

6. Abbas III (1733-1736 M)


Pada Agustus 1732 M, Tahmasp II dipecat oleh Nadir Khan
dan digantikan oleh Abbas III yang merupakan putra Tahmasp II,
padahal usianya masih sangat muda. Ternyata ini adalah strategi
politik Nadir Khan karena pada tanggal 8 maret 1736, dia
menyatakan dirinya sebagai penguasa persia dari abbas III. Maka
berakhirlah kekuasaan dinasti Safawi di Persia.4
Pada masa raja-raja tersebut kondisi kerajaan Safawi tidak
menunjukkan perkembangan, tetapi justru memperlihatkan
kemunduran yang akhirnya membawa pada kehancuran.
Diantara sebab-sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan
Safawi ialah:
 Konflik berkepanjangan dengan kerajaan Usmani.5

 Dekadensi moral yang melanda sebagian besar para pemimpin


kerajaan Safawi.

4
Ibid, hlm. 428-429
5
Ibid, hlm. 428-429

4
 Lemahnya pasukan Ghulam (budak-budak) yang diandalkan oleh
safawi pasca penggantian tentara Qizilbash.

 Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan


kekuasaan dikalangan keluarga istana.6

Demikianlah dinamika kekhalifahan Safawi di Persia. Sistem


Syi’ah ini, diakui atau tidak, walau safawi telah hancur, masih
memiliki sisa-sisanya.

B. Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Mughal di India


Sepeninggalan Aurangzeb pada 1707 M, kesultanan Mughal
mulai menunjukkan tanda-tanda kemunduran karena generasi
pemimpin selanjutanya sangat lemah. Tercatat sultan-sultan pasca
Aurangzeb.
1. Bahadur Syah I (1707-1712 M)
Bahadur Syah I menganut aliran Syi’ah. Pada masa
pemerintahannya ia dihadapkan pada perlawanan penduduk Lahore
karena sikapnya yang terlampau memaksanakan ajaran Syi’ah kepada
mereka.
2. Azimus Syah (1712 M)
Masa pemerintahan Azimus Syah (putra Bahadur Syah)
ditentang oleh Zulfkar Khan, putera Azad Khan, wazir Aurangzeb.
3. Jihandar Syah (1713 M)
Pada masa pemerintahan Jihandar Syah (putra Azimus Syah),
mendapat tantangan dari Farukh Siyar, adiknya sendiri.

6
Badri Yatim, Op. Cit, hlm. 158-159

5
4. Farukh Siyar (1713-1719 M)
Pemerintahan Farukh Siyar mendapat dukungan kelompok
sayyid, tapi ia malah tewas di tangan para pendukungnya sendiri.
5. Muhammad Syah (1719-1748 M)
Muhammad Syah terusir oleh suku Asyfar di bawah pimpinan
Nadir Syah yang sebelumnya telah berhasil melenyapkan kekuasaan
Safawi di Persia. Muhammad Syah tidak dapat bertahan dan mengaku
tunduk kepada Nadir Syah. Muhammad Syah kembali berkuasa di
Delhi setelah ia bersedia memberi hadiah yang sangat besar kepada
Nadir Syah.
6. Ahmad Syah (1748-1754 M)
7. Alamghir II (1754-1759 M)
8. Syah Alam (1761-1806 M)

Tahun 1761 M Mughal diserang oleh Ahmad Khan Durrani


dari Afghan. Kerajaan Mughal tidak dapat bertahan dan sejak itu
Mughal berada dibawah kekuasaan Afghan, meskipun Syah Alam
tetap diizinkan memakai gelar Sultan. Pada tahun itu juga,
perusahaan Inggris (EIC) yang semakin kuat akhirnya mengangkat
senjata melawan pemerintah Kerajaan Mughal. Akhirnya, Syah Alam
membuat perjanjian damai dengan menyerahkan Oudh, Bengal, dan
Orisa kepada Inggris.7
Sementara itu, Najib Al-Daula, wazir Mughal dikalahkan oleh
aliansi Sikh-Hindu, sehingga Delhi dikuasai Sindhia dari Marathas.
Akan tetapi, Sindhia dapat dihalau kembali oleh Syah Alam dengan
bantuan Inggris (1803 M).

7
Hamka, Op. Cit, hlm. 163

6
9. Akbar (1806-1837 M).
Akbar memberi konsesi kepada EIC untuk mengembangkan
usahanya di anak benua India, tapi pihak perusahaan harus menjamin
kehidupan raja dan keluarga istana. Dengan demikian, kekuasaan
sudah berada ditangan Inggris, meskipun kedudukan dan gelar Sultan
dipertahankan.
10. Bahadur Syah II (1837-1858 M)
Bahadur Syah II tidak menerima isi perjanjian antara EIC
dengan ayahnya itu, sehingga terjadi konflik antara dua kekuatan
tersebut. Namun dalam konflik tersebut, Inggris dapat
memenangkannya. Maka Bahadur Syah II, raja Mughal terakhir,
diusir dari istana. Dengan demikian, berakhirlah sejarah kekuasaan
dinasti Mughal di daratan India, dan tinggallah di sana umat Islam
yang harus berjuang mempertahankan eksistensi mereka.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti


Mughal itu mundur dan membawa kepada kehancurannya pada tahun
1858 M, yaitu:
1. Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga
operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat
dipantau oleh kekuatan maritim Mughal. Begitu juga kekuatan
pasukan darat. Bahkan mereka kurang terampil dalam
mengoperasikan persenjataannya.
2. Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elite politik.
3. Pendekatan Aurangzeb yang terlampau “kasar” dalam
melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya,
sehingga konflik antar agama sangat sukar diatasi oleh sultan-

7
sultan sesudahnya.Semua pewaris tahta kerajaan pada paro
terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan.8

C. Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Usmani di Turki


Setelah Sultan Sulaiman al-Qanuni wafat (1566 M), kerajaan
Turki Usmani mulai memasuki fase kemundurannya. Akan tetapi,
sebagai sebuah kerajaan yang sangat besar dan kuat, kemunduran itu
tidak langsung terlihat. Sepeninggal Sultan Sulaiman al-Qanuni
kerajaan Usmani berturut-turut diperintah oleh:

1. Sultan Salim II (1566-1574 M)


Saat kekuasaan Salim II, ia menderita kekalahan dari serangan
pasukan gabungan armada Spanyol, Bandulia, dan Armada Sri Paus
di tahun 1663 M. Pasukan Usmani juga mengalami kekalahan dalam
pertempuran di Hungaria di tahun 1676 M. Pada 1669 M, Turki
Usmani mengalami kekalahan di Mohakez sehingga terpaksa
menandatangani perjanjian Karlowitz yang isinya kerajaan Usmani
harus menyerahkan seluruh wilayah hungaria dan pada 1770 M
pasukan Rusia mengalahkan pasukan Usmani di Asia kecil.9

2. Sultan Murad III (1574-1595 M)


Walaupun kepribadian Sultan Murad III yang jelek dan suka
memperturutkan hawa nafsunya, Kerajaan Usmani pada masanya
berhasil menyerbu Kaukasus dan menguasai Tiflis di Laut Hitam
(1577 M), merampas kembali Tabriz, ibu kota Safawi, menundukkan

8
Badri Yatim, Op. Cit, hlm 163
9
Badri Yatim, Op. Cit, hlm 163

8
Georgia, mencampuri urusan dalam negeri Polandia, dan
mengalahkan gubernur Bosnia pada tahun 1593 M.10
Namun, kehidupan moral Sultan yang jelek menyebabkan
timbulnya kekacauan dalam negeri.

3. Sultan Muhammad III (1595-1603 M)


Sultan Muhammad III membunuh semua saudara laki-lakinya
berjumlah 19 orang dan menenggelamkan janda-janda ayahnya
sejumlah 10 orang demi kepentingan pribadi.11
Dalam situasi yang kurang baik itu, Austria berhasil memukul
Kerajaan Usmani.
4. Sultan Ahmad I (1603-1617 M)
Sultan Ahmad I sempat bangkit untuk memperbaiki situasi
dalam negeri, tetapi kejayaan Kerajaan Usmani di mata bangsa-
bangsa Eropa sudah memudar.
5. Sultan Mustafa I, masa pemerintahan pertama (1617-1618), dan
kedua (1622-1623 M)
Keadaan kerajaan Usmani semakin memburuk karena gejolak
politik dalam negeri tidak dapat diatasinya, Syaikh al-Islam
mengeluarkan fatwa agar Sultan Mustafa I turun dari tahta.
6. Sultan Usman II (1618-1622 M)
Sultan Usman II juga tidak mampu memperbaiki keadaan.
Dalam situasi demikian, bangsa Persia bangkit mengadakan
perlawanan merebut wilayahnya kembali. Kerajaan Usmani sendiri
tidak mampu berbuat banyak dan terpaksa melepaskan wilayah Persia
tersebut.

10
Ibrahim Hassan Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Yogyakarta, Kota
Kembang, 1989, hlm. 339
11
Carl Brockkmann, History of the Islamic Peoples, London, Routledge &
Kegan Paul, 1982, hlm. 328

9
7. Sultan Murad IV (1623-1640 M)
Langkah-langkah perbaikan kerajaan mulai diusahakan oleh
Sultan Murad IV. Pertama-tama ia mencoba menyusun dan
menertibkan pemerintahan. Pasukan Jenissari yang pernah
menumbangkan Usman II dapat dikuasainya. Akan tetapi, masa
pemerintahannya berakhir sebelum ia berhasil menjernihkan situasi
negara keseluruhan.

8. Sultan Ibrahim (1640-1648 M)


Sultan Ibrahim termasuk orang yang lemah. Pada masanya ini
orang-orang Venetia melakukan peperangan laut dan berhasil
mengusir orang-orang Turki Usmani dari Cyprus dan Creta tahun
1645 M. Kekalahan itu membawa Muhammad Koprulu sebagai wazir
yang diberi kekuasaan penuh.12
Ia berhasil mengembalikan peratuaran dan mengkonsolidasikan
stabilitas keuangan negara. Setelah Koprulu meninggal (1661 M),
jabatannya dipegang oleh anaknya, Ibrahim. Ibrahim menyangka
bahwa kekuatan militernya sudah pulih, namun Ibrahim selalu kalah
dalam peperangan. Usmani yang luas itu sedikit demi sedikit terlepas
dari kekuasaannya dan direbut oleh negara-negara Eropa.
Tahun 1699 M terjadi Perjanjian Karlowith yang memaksa
Sultan untuk menyerahkan seluruh Hongaria, sebagian besar Slovenia
dan Croasia kepada Hapsburg; dan Hemenietz, Padolia, Ukraina,
Morea, dan sebagian Dalmatia kepada orang Venetia. Tahun 1770 M,
tentara Rusia mengalahkan armada kerajaan Usmani di sepanjang
pantai Asia Kecil.

12
Hassan Ibrahim Hassan, Loc. Cit.

10
9. Sultan Mustafa III (1757-1774 M)
Pada masa pemerintahan Sultan Mustafa, berhasil memukul
mundur kembali tentara Rusia.
10. Sultan Abd al-Hamid (1774-1789 M)
Sultan Abd al-Hamid seseorang yang lemah. Tidak lama naik
tahta, di Kutchuk Kinarja ia mengadakan perjanjian yang dinamakan
“Perjanjian Kinarja” dengan Catherine II dari Rusia, yang isinya:
11. Kerajaan Usmani harus menyerahkan benteng-benteng yang
berada di Laut Hitam kepada Rusia dan memberi izin kepada armada
Rusia untuk melintasi selat yang menghubungkan Laut Hitam
dengan Laut Putih .
12. Kerajaan Usmani mengakui kemerdekaan Kirman (Crimea).13
Faktor yang menyebabkan Kerajaan Usmani mengalami
kemunduran, yaitu:
1. Wilayah yang sangat luas, sementara administrasinya tidak beres.
2. Heterogenitas penduduk.
3. Kelemahan para penguasa.
4. Budaya pungli.
5. Pemberontakan tentara Jenissari.
6. Merosotnya ekonomi.
7. Terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi.

Demikianlah proses kemunduran kerajaan besar Usmani. Pada


masa selanjutnya, kelemahan kerajaan ini menyebabkan kekuatan-
kekuatam Eropa tanpa segan-segan menjajah dan menduduki daerah-
daerah muslim yang dulunya berada di bawah kekuasaan Kerajaan
Usmani, terutama di Timur Tengah dan Afrika Utara.14

13
Carl Brockkmann, Op. Cit, hlm. 336
14
Badri Yatim, Op. Cit, hlm. 167-168

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Keruntuhan tiga kerajaan islam ini umumnya ditandai oleh


konflik dalam kalangan keluarga kerajaan yang saling berebut
kekuasaan. Hal ini mengakibatkan sistem pemerintahan dan keluasan
wilayah yang telah berhasil dibangun pada masa sebelumnya menjadi
tidak berarti lagi karena para penerusnya lebih sibuk untuk saling
merebut kekuasaan dari tangan keluarganya sendiri.

Masalah ekonomi juga sangat berperan, seperti misalnya


kedatangan Inggris di Mughal sangat mempengaruhi kehidupan
ekonomi istana yang pada ujungnya malah bergantung kepada
Inggris. Demikian pula di Turki Usmani, sikap boros dan hidup
kemewahan berbanding lurus dengan kekalahan demi kekalahan yang
dialami sehingga membuat kas negara berwarna merah karena tak
mendapatkan ghanimah maupun wilayah baru.

Sistem politik juga sangat mempengaruhi, di Safawi misalnya


kebijakan memaksakan madzhab syi’ah membuat secara politik
orang-orang Sunni tidak senang dan akhirnya justru memberontak
melepaskan diri dari kekuasaan Safawi dan bahkan Sunni melalui
suku Afghan berhasil menguasai wilayah Safawi.

Ambisi perluasan wilayah juga mengakibatkan kehancuran


Turki Usmani itu sendiri karena tenyata semangat juang lagi sekuat

12
dulu. Demikian juga Ghulam di Safawi tidak memiliki semangat
seperti Qizilbash, demikian pula generasi Qizilbash selanjutnya tidak
seperti generasi Qizilbash terdahulu.

Kelemahan teknologi yang sangat mencolok membuat


perlawanan di Mughal maupun usaha mempertahankan diri oleh
Turki Usmani mengalami kegagalan karena bangsa Eropa pada saat
itu telah memiliki perangkat perang yang selangkah lebih maju
dibandingkan dengan yang dimiliki oleh dua kerajaan tersebut.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Yatim, Badri. 2004. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada
2. Hamka. 1981. Sejarah Umat Islam. Jakarta: Bulan Bintang
3. Holt, P. M, dkk. 1970. The Cambridge History Of Islam. London:
Cambridge University Press
4. Hassan, Ibrahim Hassan. 1989. Sejarah dan Kebudayaan Islam.
Yogyakarta: Kota Kembang
5. Brockkmann, Carl. 1982. History of the Islamic Peoples. London:
Routledge & Kegan Paul

14

Anda mungkin juga menyukai