Anda di halaman 1dari 9

Runtuhnya

Dinasti Syafawi
Kelompok 6
Anggota

Febri Asriyanti Hamzah Miftah H. Intan Gita Saputri


Absen 10 Absen 12 Absen 14

Jasmine Azzahra Y.P Rayyan Maula Ifzaldi


Absen 16 Absen 26
Dinasti ini mulai melemah pada abad ke-17. Ia mengalami penyerangan dari berbagai arah
oleh berapa dinasti lainnya. Penyerangan tersebut dilakukan oleh Turki Usmani, Afghanistan, dan
Arab. Selain itu, Syafawi juga mendapat serangan dari Kekaisaran Rusia dari arah utara dan
Dinasti Mughal dari arah Timur. Selain kekuatan militer yang melemah, kekuatan ekonomi dinasti
ini juga merosot akibat perubahan jalur perdagangan barat dan timur.

Kemunduran dan kejatuhan Dinasti Syafawi yang berkuasa di Persia selama dua abad lebih
(1501-1736 M) merupakan peristiwa sejarah yang penting untuk dikaji karena secara tidak
langsung peristiwa sejarah tersebut merupakan bagian dari penyebab munculnya kembali otoritas
nonformal yang dimiliki ulama di kawasan tersebut. Di Persia, negeri yang kemudian berubah nama
menjadi Iran, para ulama mendapatkan posisinya di masyarakat dan dapat memerintahkan ketaatan
dan kepatuhan orang-orang Iran lebih efektif daripada dah yang manapun sehingga ulama di Iran
memiliki kekuasaan yang tidak ada duanya di dunia muslim. Pada masa kemunduran ini, para
ulama mendapatkan posisinya di masyarakat Dinasti Syafawi mengalami kemunduran setelah
pemerintahan Abbas 1.
Enam sultan setelahnya tidak mampu mempertahankan kemajuan yang sudah diraih oleh
pendahulunya. Para sultan juga lemah dalam memimpin dan memiliki sifat buruk yang juga
memengaruhi jalannya pemerintahan sehingga Dinasti Syafawi banyak mengalami kemunduran dan
tidak mengalami perkembangan. Pada masa raja-raja setelah Abbas I, kondisi Dinasti Syafawi tidak
menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya
membawa kepada kehancuran. Selain itu, juga karena adanya perjanjian dengan Dinasti Usmani
pada tahun 1639 M. Pada saat itu pasukan militer dinasti syafawiyah terbengkalai dan terpecah
menjadi sejumlah resimen kecil. Kemudian, pada akhir abad ke-17, kekuatan militer Dinasti Syafawi
tidak lagi sekuat sebelum nya, bahkan tidak terkesan seperti militer pada umumnya. Selain itu,
administrasi pusat juga mengalami perpecahan, bahkan beberapa prosedur penertiban pajak dan
distribusi pendapatan negara menjadi tidak terkendali.

Sepeninggal Abbas 1, pemerintahan diambil alih oleh Safi Mirza. Ia merupakan cucu dari Abbas 1.
Pada masa pemerintahannya, ia dikenal sebagai sultan yang lemah dan kejam terhadap para
pembesar-pembesar kerajaan. Ia juga tidak mampu mempertahankan kemajuan-kemajuan yang
berhasil dilakukan Abbas I. Selain itu, kota Kandahar berhasil dikuasai oleh Dinasti Mughal dipimpin
oleh Sultan Syah Jehan. Begitu pula dengan Baghdad yang berhasil direbut oleh Turki Usmani
Setelah Safi Mirza, pemerintahan dipegang oleh Abbas II. la adalah sultan yang suka minum-
minuman keras, suka menaruh curiga terhadap para pembesar, dan memperlakukannya dengan
kejam. Rakyat pun tidak begitu peduli dengan pemerintahan Abbas II. Meskipun demikian, dengan
bantuan wazir-wazirnya, pada saat Dinasti Mughal dipimpin oleh Aurangzeb, kota Qandahar yang
dikuasai Dinasti Mughal yang ketika itu dipimpin Sultan Syah Jehan, dapat direbut kembali. Abbas
II meninggal dikarenakan sakit.

Selanjutnya, Dinasti Syafawi dipimpin oleh Sulaiman. Ia memiliki kebiasaan buruk seperti
Abbas II yang juga merupakan seorang pemabuk. Banyak terjadi penindasan dan pemerasan,
terutama terhadap para ulama dan penganut paham Sunni serta cenderung memaksakan paham
Syiah sehingga tidak ada perkembangan yang berarti pada masa pemerintahannya. Akibatnya,
rakyat bersikap masa bodoh terhadap pemerintahan. Sulaiman tidak memiliki kepedulian terhadap
masalah sosial kemasyarakatan sehingga posisi ulama rasionalis memainkan peran politiknya.
Misanya, peran Syaikh al-Islam Muhammad Badir Majlisi lebih didengar daripada Sulaiman.
Pasukan militer yang dirintis oleh Abbas I terbengkalai dan terpecah menjadi resimen kecil dan
lemah. Konflik berkepanjangan dengan Dinasti Usmani dan sering terjadi konflik internal dalam hal
perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana.
pada masa pemerintahan Husein I, Ia memberikan kebebasan kepada para ulama Syiah untuk
memaksakan paham Syiah dan pendapatnya terhadap penganut Sunni. Hal ini memicu kemarahan
dari golongan Sunni di Afghanistan sehingga mereka melakukan pemberontakan. Afghanistan
melakukan pemberontakan pertama kali pada tahun 1709 dipimpin Mir Vays dan berhasil me rebut
wilayah Qandahar. Di sisi lain, pemberontakan terjadi di Herat yang dilakukan oleh suku Ardabil
Afghanistan dan berhasil menduduki Marsyad. Mir Vays diganti oleh Mir Mahmud dan ia dapat
mempersatukan pasukannya dan pasukan Ardabil sehingga ia mampu merebut kembali wilayah-
wilayah Afghanistan dari kekuasaan Syafawi.

Syah Husein merasa terdesak karena ancaman-ancaman dari Mir Mahmud. Akhirnya, Syah
Husein mengakui kekuasaan dan mengangkat Mir Mahmud menjadi Gubernur di Qandahar dengan
gelar Husein Quli Khan (budak Husein). Kekuasaan ini dimanfaatkan oleh Mir Mahmud untuk
memperluas wilayah. Ia berhasil merebut Kirman dan Isfahan serta kembali memaksa Syah Husein
untuk menyerah tanpa syarat. Pada tanggal 12 Oktober 1722 M, Syah Husein menyerah dan pada
25 Oktober Mir Mahmud memasuki kota Isfahan dengan penuh kemenangan. Kemudian, Mir
Mahmud digantikan oleh Asyraf untuk menguasai Isfahan.
Pemerintahan dilanjutkan oleh salah seorang putra Husein bernama Tahmasp II, ia mendapat
dukungan penuh dari suku Qazar dari Rusia. Dengan demikian, ia mem proklamasikan dirinya
sebagai penguasa yang sah dengan pusat pemerintahan di kota Astarabad. Tahmasp II melakukan
kerja sama dengan Nadir Khan dari suku Afshar untuk menaklukkan bangsa Afghan yang berada di
Isfahan pada tahun 1726 M. Pasukan Nadir Khan berhasil merebut Isfahan pada tahun 1729 M.
Asyraf terbunuh dalam peperangan itu. Dinasti Syafawi kembali berkuasa. Namun, Tahmasp II
dipecat oleh Nadir Khan dan digantikan oleh Abbas III yang merupakan anak dari Nadir Khan.
Anaknya masih sangat kecil sehingga pada 8 Maret 1736, Nadir Khan mengangkat dirinya sendiri
sebagai sultan. Pada masa pemerintahan Nadir Khan, Dinasti Syafawi berhasil ditaklukkan oleh
Dinasti Qazar dan berakhirlah kekuasaan Dinasti Syafawi di Persia.
Jadi, penyebab kemunduran dan kehancuran Dinasti Syafawi adalah sebagai berikut.
1. Adanya konflik yang berkepanjangan dengan Dinasti Usmani.
2. Terjadinya dekandensi moral yang melanda sebagian pemimpin Dinasti Syafawi, yang juga ikut
mempercepat proses kehancuran dinasti ini.
3. Pasukan ghulam (budak-budak) yang dibentuk Abbas I ternyata tidak memiliki semangat
perjuangan yang tinggi seperti semangat Qizilbash.
4. Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana.
5. Lemahnya para sultan penerus akibat tidak adanya sistem pengkaderan yang terencana bagi
calon penerus kekuasaan.
6. Lemahnya ekonomi karena ketamakan sultan mendapatkan meriam Eropa sehingga mereka
membebaskan para pedagang Eropa dari bea masuk dan keluar bagi komoditas Eropa serta
Syafawi.
THANKS
!
Do you have any question?

Anda mungkin juga menyukai