Anda di halaman 1dari 4

B.

Faktor kemunduran dinasti safawiyah

Setelah wafatnya Abbas I (1628 M), Dinasti Safawi diperintah oleh enam
orang raja, yaitu Syafi Mirza (1628- 1742 M), Abbas II (1742- 1667 M),
Sulaeman (1669- 1694 M), Husain (1694- 1722 M), Tahmasab II (1722- 1732 M)
dan Abbas III (1732- 1736 M). Pada masa raja-raja tersebut pasca kepemimpinan
Abbas I kondisi dinasti Safawi tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang,
tetapi justru memperlihatkan kemunduran, yang akhirnya membawa kepada
kehancuran. Raja Safi Mirza (cucu Abbas I) juga menjadi penyebab kemunduran
Safawi, karena dia seorang raja yang lemah dan sangat kejam terhadap
pembesar-pembesar dinasti. Di lain sisi dia juga seorang pencemburu yang
akhirnya mengakibatkan mundurnya kemajuan-kemajuan yang telah diperoleh
dalam pemerintahan sebelumnya (Abbas I).

Faktor kemunduran dinasti safawi (dalam Yatim, 2006:158 - 159) antara lain:

1. Pada masa Safi Mirza dan Syah Abbas II, administrasi pemerintahan
dirubah, beberapa propinsi kaya dibawahi oleh pemerintahan pusat, di-
perintah langsung oleh Syah.

Kebijaksanaan ini membawa akibat negatif bagi dinasti yaitu;


melemahkan kelompok Qizilbasy yang menguasai daerah propinsi-propinsi
sehingga dinasti kehilangan kekuatan, karena kelemahan tersebut tidak
segera ditanggulangi dan kekuatan yang Ghulam (budak-budak) yang tidak
memiliki mutu tempur seperti kelompok Qizilbasy. Hal ini disebabkan
karena pasukan tersebut tidak disipakan secara terlatih dan tidak melalui
proses pendidikan rohani seperti yang dialami oleh Qizilbash. Sementara
itu, anggota Qizilbash yang baru ternyata tidak memiliki militansi dann
semangat yang sama dengan anggota Qizilbash sebelumnya.

2. Dekadensi moral para raja-raja danwatak mereka yang kejam


Seperti Safi Mirza yang tidak segan-segan membunuh pembesar
pembesar dinasti. Abbas II adalah raja yang suka minum minuman
16
keras sehingga ia jatuh sakit dan meninggal. Meskipun demikian, dengan
bantuan wazir-wazirnya, padamasa kota Qandahar dapat direbut kembali.
Sebagimana Abbas II, Sulaiman juga seorang pemabuk. Ia bertindak kejam
terhadap para pembesar yang dicurigainya. Akibatnya, rakyat bersikap masa
bodoh terhadap pemerintah. Ia diganti oleh Syah Husein yang alim.
Pengganti Sulaiman ini memberi kekuasaan yang besar kepada para ulama
Syi’ah yang sering memaksakan pendapatnya terhadap penganut aliran
Sunni. Sikap ini membangkitkan kemarahan golongan Sunni Afghanistan,
sehingga mereka berontak dan berhasil mengakhiri kekuasaan Dinasti
Safawi. (Yatim, 2006:156-157)

3. Konflik berkepanjangan dengan Turki Usmani dengan Safawi


Konflik yang tidak pernah berhenti, mengakibatkan lemahnya
kekuasaan Safawi Bagi Turki Usmani berdirinya Daulah Safawiyah yang
beraliran Syi’ah menjadi ancaman langsung terhadap wilayah
kekuasaannya, akibatnya harus diperanginya. Konflik antara keduanya
boleh dibilang tidak pernah padam, kecuali dulu Sultan Abbas I pernah
mengadakan perjanjian perdamaian dengan Turki Usmani, setelah
itukonflik kembali.

4. Menurunnya loyalitas para pendukung kepada Dinasti Safawiyah


Loyalitas Qizilbash bergeser pada suku masing-masing, setelah
Syah Ismail meninggal. Munculnya Ghulam yang dibina oleh Syah Abbas
telah berhasil menopang dinasti dengan monoloyalitasnya yang tinggi
terhadap Safawi. Akan tetapi, setelah Syah Abbas I meninggal, loyalitas
mereka juga menurun dan mulai bergeser kepada asal-usul bangsa mereka
sebagai bangsa Georgia. Oleh karena itu, pada masa Syah Hussein, ada
beberapa pemimpin Georgian yang sangat menentukan politik diibukota
Isfahan, seperti George XI dan Kay Khusraw. Dengan munculnya suatu
bangsa dengan tingkatashabiyah- nya tinggi seperti bangsa Afghan yang
berusaha menghancurkan Safawi, Safawi tidak dapat diperintahkan lagi,
karena ditinggalkan oleh para pendukungnya. (Kusdiana, 2013:198- 199)

16
Masa pemerintahan Safi Mirza, Safi Mirza, cucu ‘Abbās I,
menggantikan kakeknyadan memerintah Safawiyah mulaitahun 1628
sampaidengan 1642 M. Raja Safawiyah, yang dikenal sebagai raja yang lemah
menghadapi musuh dan kejam terhadap pembesar-pembesar kerajaan, ini tidak
mampu mempertahankan kejayaan yang telah dicapai pada masa pemerintahan
eyangnya. Ia tidak mampu menahan serangan dari dua kerajaan Usmani dan
Moghul. Kerajaan Usmani yang sangat membenci Syi’ah dengan pasukannya
yang kuat dapat merebut Baghdad.

Masa pemerintahan Abbas II, Abbas II menggantikan Safi Mirza dan


memerintah Safawiyah mulai tahun 1642 sampai dengan 1667 M. Raja kerajaan
Safawiyah yang ke tujuh ini dikenal sebagai raja yang suka minum minuman
keras sehingga ia jatuh sakit dan meninggal. Meskipun demikian, dengan
bantuan wazir- wazirnya, pada saat Moghul dipimpin oleh Aurangzeb, kota
Qandaharyangdikuasai kerajaan Moghul yang ketika itu dipimpin Sultan
Syah Jehan, dapat direbut
kembali. (Yatim, 2006:156)

Masa pemerintahan Sulaiman, Sulaiman menggantikan Abbas II dan


memerintah Safawiyah mulai tahun 1667 sampai dengan 1694 M. Raja
kerajaan Safawiyah yang ke delapan ini dikenal sebagai raja yang suka minum-
minuman keras sebagaimana raja sebelumnya bahkan ia juga diikenal sebagai
raja yang kejam terhadap para pembesar yang dicurigainya. Akibatnya, rakyat
bersikap masa bodoh terhadap pemerintahan. Ia diganti oleh Shah Ḥusyn yang
alim dan memberikan kekuasaan yang besar kepada para ulama Syi’ah
yang berbuntut kepada pemberontakan golongan Sunni Afghanistan.

Dalam literatur lain, Ading Kusdiana dalam Sejarah dan Kebudayaan


Islam Periode Pertengahan (2013:200) menjelaskan Penyebab langsung
kehancuran Dinasti Safawiyah adalah penyerbuan bangsa Afghan terhadap
ibukota Isfahan pada tahun 1722 sehingga dengan terpaksa Syah Husein
menyerahkan mahkota dinasti kepada Mir Mahmud, pemimpin Afghan. Perlu
diketahui bahwa Kandahar sebagai tempat bangsa Afghan berdiri, terletak
16
disebalah timur Persia, berkali-kali menjadi daerah jajahan Safawi dan Mughal
di India.

Kejatuhan safawiyah bermula dari pemberontakan kelompok Sunni


Afghanistan. Pemberian kekuasaan besar oleh Shah Ḥusayn, pengganti
Sulaymān dan memerintah Safawiyah mulai tahun 1694 sampai dengan 1722 M,
kepada para ulama Syi’ah yang sering memaksakan pendapatnya terhadap
penganut aliran Sunni memunculkan pemberontakan golongan Sunni
Afganistan. Pemberontakan bangsa Afghan tersebut muncul pertama kali pada
tahun 1709 M di bawah pimpinan Mir Vays dan berhasil merebut wilayah
Qandahar. Pemberontakan lainnya terjadi di Herat dan suku Ardabil
Afghanistan berhasil menduduki Mashad. Mir Mahmud yang berkuasa di
Qandahar menggantikan Mir Vays berhasil mempersatukan pasukannya dengan
pasukan Ardabil. Dengan kekuatan gabungan ini, Mir Mahmud dapat merebut
negri-negri Afghan dari kekuasaan Safawiyah. Setelah posisinya di Afghan
semakin kuat, Mir Mahmud dengan kekuatan gabungannya berusaha
menguasai Persia. Pada tahun 1721, ia berhasil merebut Kirman. Tak lama
kemudian, ia menyerang Isfahan, mengepungnya selama enam bulan dan
mendesak Shah Ḥusayn untuk menyerah tanpa syarat dan pada tanggal 12
Oktober 1722 M, Shah Ḥusayn menyerah. Pada tanggal 25 Oktober Mir
Mahmud memasuki kota Isfahan dengan penuh kemenangan.

16

Anda mungkin juga menyukai