Anda di halaman 1dari 5

SPI: KEMUNDURAN DAN

KEHANCURAN KERAJAAN

SAFAWIYAH

Latar Belakang

Kerajaan Syafawiyah dalam perkembangannya menjadi sebuah

kerajaan yang sangat besar bahkan luas daerahnya pun semakin bertambah

luas. Hal ini tidak terlepas dari berbagai kemajuan yang telah dicapai

Kerajaan Safawiyah terutama pada masa Syah Abbas I diantaranya

kemajuan di bidang ekonomi, pembangunan infrastruktur masyarakat, ilmu

pengetahuan, dan yang paling mencolok adalah kemajuan di bidang politik.

Hal ini di dukung oleh kekuatan militer yang dimiliki Kerajaan Safawiyah

yaitu Qizilbash.

Syah Abbas 1 berpendapat bahwa tentara Qizilbash yang pernah

menjadi tulang punggung Kerjaan Safawiyah pada awal-awal pendirian

pada masa Syah Ismail perlahan tidak bisa diharapkan lagi hal ini terkait

dengan loyalitas mereka yang sudah beralih pada suku masing-masing.

Melihat realitas ini Syah Abbas kembali membangun pasukan tentara yang

bersifat reguler/tetap yang ia bangun dengan merekrut dari para bekas

tawanan perang yang berasal dari orang-orang Kristen di daerah Georgia

dan Sirkasia. Selanjutnya mereka diberi gelar oleh Syah Abbas I yaitu

Ghulam dan dibina dengan pendidikan militer yang militan, dilengkapi

dengan senjata modern pada waktu itu.

Polemik Kerajaan Safawiyah Sepeninggal Abbas I

Salah satu penyebab kehancuran Kerajaan Safawiyah adalah retak dan

patahnya pilar-pilar agung penopang kemajuan yang dimiliki Kerajaan

Safawiyah pada masa jayanya. Pilar-pilar agung tersebut retak satu demi

satu dan akhirnya patah sama sekali. Sehingga, kemunduran yang telah

merayapi batang tubuh kerajaan itu bertambah parah hingga mwmbawanya

menjadi hancur berantakan. (Ading Kusdiana, 2013:197)

Hal ini dipertegas oleh Prof. Dr. H. Abd. Rahim Yunus, M.A., dan Drs.
Abu Hnif M.Hum dalam buku Sejarah Islam Pertengahan (2013:258)

Bahwa bentuk-bentuk institusi kenegaraan, kesukuan dan institusi

keagamaan tersebut yang telah di ciptakan oleh Abbas 1 telah mengalami

perubahan secara mencolok pada akhir abad tujuh belas dan awal abad ke

delapan belas. Jika kencnderungan abad enam belas dan abad tujuh belas

pada memperkuat kekuasaan negara dan pembentukan keagamaan kalangan

Syiah, maka pada priode berikutnya mengantarkan pada sebuah

kemunduran yang tajam bagi kerajaan Safawiah, kehancurannya yang parah

terjadi pada pasukan kesukuan, dan penglepasan islam syiah dari kekuasaan

terhadap negara.

Sepeninggal Abbas I Kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh

enam raja, yaitu Safi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M),

Sulaiman (1667-1694 M), Husain (1694-1722 M), Tahmasp (1722-1732

M), Dan Abbas III (1733-1736 M). Pada masa raja-raja tersebut,kondisi

kerajaan Safawi tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi

justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa kepada

kehancuran.

Safi Mirza, cucu Abbas I, adalah seorang pemimpin yang lemah. Ia

sangat kejam terhadap pembesar-pembesar kerajaan karena sifat

pencemburunya.

B. Faktor-Faktor Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawiyah

Secara khusus, M. Zurkani Yahya (1984:18-19) meneyebutkan ada tiga

faktor yang mempercepat kemunduran dan kehancuran Kerajaan

Safawiyah, diantaranya:

1. Adanya sistem pergantian syah yang tidak konsisten.

Sebagai sebuah dinasti, pergantian syah diturunkan kepada

anak saudaranya. Namun, realitas dalam sejarah Safawi, hal

tersebut tidak berlaku. Banyak sekali syah yang membinasakan

keluarganya, termasuk anaknya sendiri karena dianggap

membahayakan kelestarian tahtanya.

2. Petulangan para tokoh pemerintahan yang oportunis


Petualangan para tokoh pemerintahan yang oportunis dari

golongan qizilbash, gulam, harem, dan ulama, yang ada saat-saat

tertentu mereka mendapat kesempatan untuk menentukan roda

pemerintahan di bawah syah-syah yang lemah. Namun, mereka

tidak melaksanakan amanah itu dengan baik, bahkan

memanfaatkannya secara sewenang-wenang. Akibatnya, timbullah

permusuhan antargolongan dalam kerajaan, sehingga kerajaan

menjadi lemah. Sebagai contoh, pada pemerintahan Syah Husein

para Ulama Syi’ah yang memerintah banyak yang berlaku kejam,

yang mengakibatkan bangkitnya golongan Sunni untuk

menumbangkannya.

3. Menurunnya loyalitas para pendukung kerajaan kepada Kerajaan

Safawiyah.

Loyalitas Qizilbash bergeser pada suku masing-masing,

setelah Syah Ismail meninggal. Munculnya Ghulam yang dibina

oleh Syah Abbas telah berhasil menopang kerajaan dengan

monoloyalitasnya yang tinggi terhadap Safawi. Akan tetapi, setelah

Syah Abbas I meninggal, loyalitas mereka juga menurun dan mulai

bergeser kepada asal-usul bangsa mereka sebagai bangsa Georgia.

C. Faktor Utama Penyebab Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan

Safawiyah

Ading Kusdiana dalam Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode

Pertengahan (2013:200) menjelaskan Penyebab langsung kehancuran

Kerajaan Safawiyah adalah penyerbuan bangsa Afghan terhadap ibukota

Isfahan pada tahun 1722 sehingga dengan terpaksa Syah Husein

menyerahkan mahkota kerajaan kepada Mir Mahmud, pemimpin Afghan.

Perlu diketahui bahwa Kandahar sebagai tempat bangsa Afghan berdiri,

terletak disebalah timur Persia, berkali-kali menjadi daerah jajahan Safawi

dan Mughal di India.

Pada waktu Syah Husein menyerahkan politik dan birokrasi

pemerintahan kepada orang-orang lain yang dipercayainya, pada satu pihal,


ia memercayakan kepada orang-orang asing, seperti George XI dan Kay

Khusraw untuk menentukan balance politik, tetapi pada pihak lain ia

memercayakan birokrasi pemerintahan kepada tokoh-tokoh ulama Syi’ah

ini melaksanakan pemerintahan secara otoriter, khususnya dalam

memaksakan mazhab Syi’ah kepada rakyatnya.

Penduduk Kandahar yang fanatic dengan mazhab Sunni merasa

tertekan dan berusaha mngkonsolidasikan kekuatan mereka untuk

mengadakan perlawanan terhadap pemerintahan Syi’ah tersebut. (Marshal

G.S. Hodsgon, 1974:57)

Selanjutnya, bangsa Afghan mulai bangkit di bawah pimpinan Mir

Vays. Pada tahun 1709 M mereka melakukan pemberontakan terhadap

Kerajaan Safawiyah di Kandahar. Mereka berhasil menghancurkan pasukan

Isfahan, sehingga Kandahar terlepas dari Kerajaan Safawiyah. Kemudian,

pada tahun 1715 M, Mir Mahmud menggantikan ayahnya menjadi

pemimpin Afghan. Untuk menjinakkan amir Afghan yang baru ini, Syah

Husein mengangkatnya sebagai gubernur Kandahar dengan gelar Husein

Qulli Khan yang artinya budak Husein.

Pengangkatan yang bernada penghinaan ini menambah panas hati sang

amir, sehingga ia bertekad menyerang ibukota Isfhan dalam waktu dekat.

Kebetulan di sebelah utara, juga terdapat bangsa Afghan yang memberontak

dan berhasil menduduki Herat dan mengepung Mashdad. Pada tahun 1721

M, Mir Mahmud melakukan tindakan ofensifnya menuju Isfahan. Pada

tahun itu juga kirman dapat didudukinya. Ia langsung mengepung Isfahan

dengan ketat. Selama terjadinya pengepungan, penduduk Isfahan

mengalami penderitaan hebat. Kelaparan dan penyakit merajalela. Lebih

dari 8.000 penduduk meninggal akibat kelaparan, penyakit, dan peperangan.

Mayat-mayat manusia tertimbun dan membusuk di jalan-jalan. Akhirnya

pada tanggal 12 Oktober 1722/1 Muharram 1135, Syah Husein menyerah

kepada Mir Mahmud. Setengah bulan berikutnya, Mir Mahmud memasuki

Kota Isfahan dengan penuh kemenangan dan sekaligus menerima mahkota

Kerajaan Safawiyah dari Syah Husein, sebagai Syah terakhir kerajaan


tersebut. Akan tetapi, salah seorang putra Husein yang bernama tahmasap

II, dengan pusat kekusaan di kota Astarabad. Pada tahun 1726 M, Tahmasap

II bekerja sama dengan Nadir Khan dari suku Afshar memerangi dan

mengusir bangsa Afghan yang menduduki Isfahan. (C.E. Bosworth,

1993:198) Asyraf, pengganti Mir Mahmud, yang berkuasa di Isfahan

digempur dan dikalahkan oleh pasukan Nadir Khan pada Tahun 1729 M. Ia

pun tewas dalam peperangan ini.

Kerajaan Safawiyah kembali berkuasa, tetapi pada bulan Agustus 1732

M, Tahmasap II dipecat Nadir Khan dan digantikan oleh Abbas III yang saat

itu masih kecil. Selanjutnya, empat tahun setelah itu, tepatnya pada tanggal

8 Maret 1736 M, Nadir Khan mengangkat dirinya sebagai raja pengganti

Abbas III. Dengan semikian, berakhirlah kekuasaan Kerajaan Safawi di

Iran. Dengan peristiwa ini, Kerajaan Safawiyah lenyap ditelan “hukum

sejarah” (Badri Yatim, 2013:157-158) yang tentunya berdampak terhadap

perkembangan peradaban Islam itu sendiri. Dengan berakhirnya Kerajaan

Safawiyah, masa depan peradaban Islam di wilayah ini untuk untuk

sementara bergerak stagnan sampai kemudian tampil sebuah kekuatan baru

yang menggantikannya.

Kehadiran Kerajaan Safawi ke panggung sejarah dalam periode 1501-

1736 M/907-1149 H memiliki arti sangat besar bagi umat Islam dan bangsa

Persia sendiri. Bagi umat Islam, kemajuan yang telah ditampilkan Safawi

pada masa jayanya dapat dimaknai sebagai kebangkitan kembali Islam di

bidang politik, ekonomi, dan budaya, setelah mengalami kemunduran

beberapa abad lamanya. Adapun bagi bangsa Persia sendiri, kehadiran

Safawi telah memberikan semacam ‘negara nasional” kepada bangsa Iran

dengan identitas barunya, yaitu aliran Syi’ah, yang sampai sekarang masih

menjadi elemen nasionalisme mereka yang ampuh.

Dirujuk dari Kerajaan Safawi di Persia: Asal Usuk,

Kemunduran dan Kehancuran, Makalah. Jakarta: Fakultas Pascasarjana

Anda mungkin juga menyukai