Anda di halaman 1dari 17

SEJUMLAH DINASTI KEKUASAAN MASA ABBASIYAH

DOSEN PEMBIMBING:
Elismayanti Rambe, M.Kom.I

OLEH KELOMPOK 2
1. Nurmayanti Fitri Simbolon
2. Fadilah Rahmadani
3. Raja Ali Dai Lubis

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
MANDAILING NATAL
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan
makalah ini tepat waktu.

Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua


tentang pembinaan kancah umat dalam kehidupan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah
ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha
kita. Aamiin.

Panyabungan, Juni 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Kekuasaan Dinasti Buwaihi …………………………………………3


B. Kekuasaan Dinasti Saljuk…………………………………………....5
C. Kekuasaan Dinasti Fatimiyah………………………………………..8
D. Kekuasaan Dinasti Mamluk………………………………………….9

BAB III PENUTUP


Kesimpulan..............................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada masa kekuasaan Dinasti Abbasiyah, umat Islam telah mencapai
puncak kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaannya.
Menurut asal usul penguasanya selama masa 508 tahun Daulah Abbasiyah
mengalami tiga kali pergantian penguasa. Yaitu Bani Abbas, Bani Buwaihi, dan
Bani Saljuk. Posisi Daulah Abbasiyah ketika di bawah kekuasaan Bani Buwaihi,
keadaan Kekhalifahanya lebih buruk ketimbang di masa sebelumnya, lebih-lebih
karena Bani Buwaihi menganut aliran Syiah. Akibatnya kedudukan Khalifah tidak
lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji. Sementara itu Bani
Buwaihi telah membagi kekuasaannya kepada tiga bersaudara. Ali menguasai
wilayah bagian selatan negeri Persia, Hasan menguasai wilayah bagian utara, dan
Ahmad menguasai wilayah Al-Ahwaz, Wasit dan Baghdad. Selama abad
kekuasaan mereka (masa-masa kejayaan mereka) yaitu tahun 945-1055, Dinasti
buwaihi menaikkan dan menurunkan kholifah sekehendak hatinya. Irak sebagai
sebuah provinsi di perintah dari ibukota Buwaihi, syiraz di Faris.1
Bani Buwaihi mulai dikenal dalam sejarah adalah pada awal abad ke-4
Hijriah. Bani Buwaihi yang kemudian memegang kekuasaan di dalam Daulah
Abbasiyah pada mulanya berasal dari tiga orang bersaudara, yaitu Ali, Al Hasan
dan Ahmad. Ketiganya adalah putra dari seorang yang bernama Buwaihi.2
Itulah asal usul keluarga Buwaihi yang pada mulanya berasal dari keluarga
miskin di negeri Dailam kemudian menjadi penguasa di dalam Daulah Abbasiyah
selama hampir satu seperempat abad.3
Kekuasaan Buwaihi mencapai puncaknya di bawah kepemimpinan ‘Adud
Al Dawlah (949-983), putra Rukn Al Dawlah. ‘Adud Al Dawlah bukan hanya
seorang penguasa Buwaihi yang paling unggul., tetapi ia juga yang paling
1
A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1995) hal 210
2
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta : Pustaka Book
Publisher, 2009), hal. 155
3
Taufik Abdullah dkk , Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Khilafah, (Jakarta: PT Ichtiar
Baru Van Hoeve, 2002), hal 69
1
masyhur pada zamanya. Di bawah kendalinya, pada 977 dia berhasil
mempersatukan beberapa kerajaan kecil yang sudah muncul sejak periode
kekuasaan Buwaihi di Persia dan Irak, sehingga membentuk satu Negara yang
besarnya hampir menyerupai Imperium.
Teladan yang di perlihatkan ‘Adud Al Dawlah dalam dukunganya
terhadap pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan sastra antara lain
memperindah Baghdad, memperbaiki kanal-kanal yangs sudah using dan di
beberapa kota-kota lain, mendirikan sejumlah masjid, rumah sakit dan gedung-
gedung publik, sebagaimana di catat sejarawan (Ibnu maskawaih) yang menjadi
bendahara ‘Adud Al Dawlah. Teladan yang di perlihatkan ‘Adud Al Dawlah ini
juga di ikuti oleh putranya yang bernama Syaraf al Dawlah (983 - 989). Untuk
meniru Al Makmun, maka Syaraf al Dawlah, setahun sebelum kematiaanya
membangun sebuah observatorium terkenal.4 Inilah kekuasaan Dinasti Buwaihi
atas Dinasti Abbasiyah yang berlangsung dari tahun 945 - 1055 M.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Kekuasaan Dinasti Buwaihi?
2. Bagaimana Kekuasaan Dinasti Saljuk?
3. Bagaimana Kekuasaan Dinasti Fatimiyah?
4. Bagaimana Kekuasaan Dinasti Mamluk?

4
Philip K. Hitti, Dinasti-Dinasti di Timur, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), hal 600
2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Dinasti Buwaihi
Dinasti Buwaihi terbentuk semenjak Ahmad Ibn Buwaihi memasuki kota
Baghdad dan diserahi kekuasaan oleh Khalifah Al-Mustakfiy sebagai
pelindungnya dari bahaya orang Turki. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 12
Jumadil Awwal 334 H. Kemudian lima hari setelah itu oleh khalifah Al-
Mustakfiy, Ahmad ibn Buwaihi dipercaya memegang jabatan atas nama khalifah.
Inilah titik awal terbentuknya Dinasti Buwaihi di dalam Daulah Abbasiyah.5
Sebelum Dinasti Buwaihi berkuasa di dalam Daulah Abbasiyah, yang
berkuasa adalah orang-orang keturunan Turki. Penguasa yang terakhir dari orang-
orang Turki adalah Mardawij, pada masa inilah ketiga putra Buwaihi datang untuk
bekerja di bawah pimpinan Mardawij. Oleh Mardawij mereka diterima dengan
baik, karena mereka memiliki kecakapan yang tinggi dan ketiganya diangkat
menjadi panglima untuk wilayah-wilayah yang luas, dan kepada mereka diberi
gelar sultan. 6
‘Ali ibn Buwaihi putra Buwaihi yang tertua diberi kekuasaan untuk
seluruh wilayah Persia, Al-Hasan adik ‘Ali diberi kekuasan untuk wilayah
Ray,  Hamadzan dan Isfahan, sedangkan Ahmad ibn Buwaihi adik ‘Ali  yang
paling muda diberikan kekuasaan untuk wilayah Ahwaz dan Kirman.
Dengan diberikan wilayah kekuasaan yang luas kepada Bani Buwaihi
mulailah terbuka celah bagi mereka untuk mendapatkan kemungkinan merebut
kekuasaan nantinya. Selain menguasai wilayah, mereka juga sekaligus menjadi
panglima. Karena itu kekuasaan militer juga berada di tangan mereka yang pada
suatu ketika bisa dimanfaatkan. Ahmad Ibn Buwaihi yang pada waktu itu ibu kota
Baghdad berada dalam kekuasaannya selalu mencari peluang yang baik untuk
menduduki Baghdad yang menjadi tempat kedudukan khalifah. Kota ini dikawal

5
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam (Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 2004), hal. 119
6
Nur Ahmad Fadhil Lubis, Dinasti Abbasiyah dalam Ensiklopedi Tematis, (Jakarta : PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), hal. 81
3
ketat oleh sejumlah pengawal yang dipimpin oleh Tauzon, seorang diktator militer
yang bergelar Amir al-Umara’. Pada masa khalifah al-Muttaqiy, Ahmad ibn
Buwaihi pernah diminta oleh khalifah datang ke Baghdad guna melindungi
dirinya, karena pada waktu itu terjadi keretakan hubungan antara khalifah dengan
Tauzon. Pada tahun 332 H ia berangkat menuju Baghdad, namun sebelum masuk
kota itu ia dicegat oleh Tauzon, sehingga ia gagal masuk ke sana.7
Sebagai penghargaan terhadap keluarga Buwaihi, khalifah memberikan
gelar kepada Ahmad Ibn Buwaihi dengan Mu’iz al-Daulah (Penegak Negara),
kepada Ali ibn Buwaihi dengan Imad al-Daulah (Tiang Negara) dan kepada Hasan
ibn Buwaihi dengan Rukn al-Daulah (Penopang Negara). Mulai saat itu resmilah
keluarga Buwaihi sebagai pemegang kekuasaan dalam Daulah Abbasiyah.
Selanjutnya kekuasaan dipegang secara turun temurun oleh keluarga ini hingga
mereka dijatuhkan oleh Bani Saljuk pada tahun 447 H/ 1055 M.8
Kemajuan Dinasti Buwaihi
Kemajuan yang dicapai pada pemerintahan dinasti Buwaihi sangat banyak.
Adud al-Daulah (367-372 H putra Ahmad bin Buwaih) adalah seorang penguasa
dinasti Buwaih dianggap paling berhasil mencapai banyak kemajuan. Ia berhasil
menyatukan dinasti-dinasti kecil (di Irak, Persia Selatan, dan Oman) di bawah
komando dinasti Buwaihi. Ia adalah penguasa yang cinta keadilan dan kebenaran,
bahkan sangat terkenal kedermawanannya. Ia membangun kota Bagdad hingga
menjadi lebih megah, mendirikan masjid, dan sejumlah bangunan lainnya.9
Pada bidang ilmu pengetahuan, muncullah ilmuan-ilmuan dan filosof-
filosof kenamaan antara lain: al-Kohi seorang ilmuwan di bidang fisikan, Abdul
Wafa ilmuwan di bidang matematika, al-Farabiy, Abd. Rahman Sufi, Umar bin
Khattab seorang filosof Islam dan tabib kenamaan. Kemajuan lain dicapai pada
masa Syaraf al-Daulah (376 H/987 M) dan Baha’ al-Daulah (379 H/989 M) yaitu
pembangunan gedung peneropong bintang dengan nama Dar al-Rasyid, serta
kemajuan-kemajuan pada bidang lain.10
7
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di ... hal. 134
8
Su'ud, Abu. Islamologi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), hal 72
9
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta Rajawali Pers,2010), hal. 67
10
E. Abdul Aziz Tibrizi, Diktat II Sejarah Kebudayaan Islam, (Tangerang, :Pon-pest
DaaEl- Qolam), hal 46
4
Kemunduran Dinasti Buwaihi
Setelah Adhd al-Daulah meninggal pada tahu 372 H, ia digantikan oleh
putranya yang bernama Abu Kalyajar al-Marzuban yang bergelar Sham-sham al-
Daulah. Pada waktu Sham-sham al-Daulah menggantikan ayahnya hubungan baik
dengan khalifah masih dapat dipertahankan. Namun tidak lama kemudian suatu
hal yang menggoncang kekuasaannya terjadi yaitu terjadi sengketa dengan
saudaranya sendiri bernama Abu al-Fawaris yang bergelar Syaraf al-Daulah yang
berambisi merebut kekuasaan dari tangannya. Meskipun ia berusaha mengadakan
perdamaian dengan saudaranya tersebut tetapi tidak berhasil. Pada tahun 736 H
Syaraf al-Daulah berhasil merebut kekuasaan dari tangan Sham-sham al-Daulah,
dan menahannya sampai meninggal dunia pada tahun 376 H. Setelah memegang
kekuasaan selama 3 tahun 11 bulan, sejak terjadinya sengketa antara Sham-sham
al-Daulah dengan Syaraf al-Daulah inilah Dinasti Buwaihi mulai mengalami
kemunduran.
B. Kekuasaan Dinasti Saljuk

Saljuk adalah sebuah dinasti Muslim-Sunni yang dari Abad 11 sampai


abad ke-14 menguasai Asia Tengah dan Timur Tengah. Mereka mendirikan
kesultanan Islam yang dikenal dengan Kesultanan Saljuk Agung. Wilayah
kekuasan Kesultanan Saljuk terbentang dari Anatolia sampai Rantau Punjab di
Asia Selatan. Dinasti ini didirikan  oleh salah seorang dari suku Oghuz Tirki yang
berasal dari Asia Tengah. Menjelang akhir abad ke-2 H/ke-8 M, orang-orang
Oghuz pindah ke arah barat melalui dataran tinggi Siberia ke Laut Arab, dan
sebagian lagi ke Rusia. Pada mulanya, kepala suku mereka yang bernma Saljuk
masuk Islam sekitar tahun 956. Saljuk bin Tuqaq yang bergelar Timuryalighadalh
Timuryalighadalh adalah seorang pemimpin orang-orang Turki  yang tinggal di
Asia Tengah (tepatnya Transoxania atau MA Wara’ al-Nahar atau Mavarranahr),
kira-kira 80 mil dari Bukhara.
Saljuk bin Duqaq (yang dikenal seorang pemimpin konfederasi suku-suku
Turki yang mengabdi kepada salah seorang Khan di Turkistan) mempersatukan
suku Saljuk. Saljuk bin Duqaq bersama seluruh anggota sukunya pindah dari

5
daratan tinggi Kirghiz (Kazakhstan) ke Jand di provinsi Bukhara, dan mereka
mendiami wilayah tersebut atas izin penguasa Dinasti Samaniyah. Ketika Dinasti
Gaznawiyah (367 H/977 M) mengalahkan Dinasti Samniyah (Samanid), Saljuk
membebaskan dan memerdekakan diri dan mantap menguasai wilayah yang
sebelumnya dikuasai oleh Dinasti Samaniyah. Berdirinya Dinasti Saljuk
merupakan petanda munculnya kekuasaan bangsa Turki di Timur Tengah. Pada
masa kepemimpinan Tughril Beq, Dinasti Saljuk berhasil mengalahkan Dinasti
Gaznawiyah dan menguasai wilayah tersebut. Tughril Beq menduduki jabatan
sultan dan secara resmi mendapat pengakuan dari Khalifah Abbasiyah saat itu.
Daerah kekuasaannya meliputi Iran dan Transoksiana. Lalu memperluas
kekuasaannya hingga hampir ke seluruh Iran. Pada masa kejayaannya Dinasti
Saljuk yang di pimpin oleh Tughril Beq mengontrol kekhalifan Abbasyiyah.
Kekaisaran Seljuk Agung yang mulai menancapkan kekuasaan pada abad
ke-11 M hingga 14 M itu didirikan suku Oghuz Turki yang memeluk Islam mulai
abad ke-10 M. Sejatinya, Kekaisaran Seljuk dirintis oleh Seljuk Beg. Namun,
Kerajaan Seljuk yang berdiri pada 1037 M itu baru terwujud pada era
kepemimpinan Tugrul Beg yang berkuasa hingga 1063 M. Sejarah mencatat
Dinasti Seljuk sebagai kerajaan yang mampu menghidupkan kembali
kekhalifahan Islam yang ketika itu nyaris tenggelam. Dalam waktu yang singkat,
wilayah kekuasaan Kerajaan Seljuk pun kian bertambah luas. Dinasti Seljuk
mencapai puncak kejayaannya ketika menguasai negeri-negeri di kawasan Timur-
Tengah seperti Irak, Persia, Suriah serta Kirman. Sebagai negara yang sangat kuat,
Dinasti Seljuk amat disegani. Pada tahun 1055 M, Kerajaan Seljuk sudah mampu
menembus kekuasaan Dinasti Abbasiyah, Dinasti Fatimiah. Dua dasawarsa
berikutnya, ketangguhan militer Seljuk mampu memukul mundur Bizantium yang
bercokol di Palestina — kota suci ketiga bagi umat Islam — dalam pertemuran
Minzikert 1071 M. Pemerintahan Dinasti Seljuk yang berpusat di Anatolia itu
amat toleran. Kehadirannya seakan menjadi penerang bagi rakyatnya. Meski
berasal dari salah satu suku di Turki, para penguasa Seljuk sangat menghargai
perbedaan ras, agama, dan jender. Tak heran, bila bangunan tempat ibadah umat
Nasrani dan Yahudi berdiri berdampingan dengan masjid. Di bawah bendera
6
Seljuk, umat Islam dapat hidup dalam kedamaian, keadilan serta kemakmuran.
Pada era dinasti ini aktivitas keagamaan berkembang dengan pesat. Hal itu
ditandai munculnya kegiatan sufisme. Tak cuma itu, ilmu pengetahuan pun turut
berkembang.
Penyebab Kemunduran & Kehancuran Dinasti Saljuk
Terdapat sebab-sebab internal dan eksternal bagi kejatuhan kekuasaan
dinasti Saljuk.
1) Terjadinya disintegrasi wilayah kekuasaan dinasti karena sistem otonomi
semi-independen yang memberi peluang bagi gubernur wilayah untuk
memisahkan diri dari kekuasaan pusat menjadi negara-negara kecil.
Wilayah-wilayah kekuasaan dibagi-bagi kepada anggota keluarga dari
Turki dan memerintah dengan otonomi yang luas.
2) Persaingan antara pemimpin-pemimpin Seljuq di Iraq, syiria dan Parsi
setelah kematian Maliksyah. Konflik perebutan kekuasaan dipicu oleh
persaingan antaradua orang putra Maliksah, Ghiyath al-Din Muhammad I
dan Mu’izz al-Din Sanjar. Sejumlah perang sipil antara kedua putra
Maliksyah dan ditambah berbagai kerusuhan telah melemahkan otoritas
Saljuk dan mengakibatkan hancurnya pemerintahan.
3) Tidaknya sosok pemimpin yang kuat dan memiliki kapasitas
kepemimpinan seperti ketiga sultan sebelumnya dan tidak
adanya wazir ahli tata negara yang cerdas dan handal yang setara dengan
Nizham al-Mulk. Menurut Hitti, Imperium Saljuk yang dibangun atas
dasar kesukuan oleh sekelompok orang yang bentuk organisasinya
bersandar pada kebiasaan mengembara, hanya bisa disatukan oleh pribadi
yang memiliki pengaruh dominan.
4) Intervensi dan perebutan dominasi pengaruh para Atabeg (Panglima, wali
asuh para pangeran dan putra mahkota Saljuq). Pengaruh mereka yang
semakin besar dalam percaturan politik pemerintahan menyebabkan
semakin melemahnya otoritas dan pengaruh sultan.
5) Terlaksananya sistem iqta’. Menurut sistem ini, para panglima tentara
diberikan tanah-tanah di wilayah yang dikuasai mereka. Akhirnya lahirlah
7
golongan iqta’ (golongan feodal dan tuan tanah). Golongan ini memeras
kaum tani dengan mengenakan cukai pertanian untuk menapatkan hasil
yang banyak dan mengupah buruh tani dengan upah yang sangat rendah.
Hal ini menyebabkan rasa tidak puas dan sakit hati yang menyebar luas di
kalangan kaum tani dan memicu terjadinya pemberontakan.
6) Penentangan kaum Syi’ah Isma’iliyah yang digelar al-hasyasyun
(Assasins) pimpinan al-hasan bin al-Sabah. Gerakan batiniyah ini
merektrut pengikutnya dan melatih menjadi tentara pemberontak. Pada
tahun 483 H/1092 M, al-Hasan dan tentaranya berhasil menguasai benteng
pertahanan Saljuq di kawasan pengunungan di dekat laut Kaspia. Bahkan,
pada tahun 485 H/1092 M komplotan mereka membunuh Nizam al-Mulk.
7) Ancaman dan serangan dari tentara Byzantium yang beragama kristen.
Adanya ancaman dari luar ini telah memaksa pemerintah kerajaan untuk
meningkatkan anggaran belanja negara di bidang militer. Peralatan senjata,
tentara dan biaya ekspedisi perang telah menyedot anggaran yang besar
sehingga mengurangi anggaran di bidang pembangunan sektor lain.
C. Kekuasaan Dinasti Fatimiyah
Dinasti Fathimiyah berkuasa tahun 297-567 H/ 909-1171 M di Afrika Utara
tepatnya di Mesir dan Syiria. Dinamakan dinasti Fathimiyah karena dinisbatkan
nasabnya kepada keturunan Ali Fathimiyah, puteri Rasululloh SAW, istri Ali bin
Abi Thalib dan Fatimiyah dari Ismail  anak Ja’far Sidiq keturunan keenam dari
Ali. Awalnya kelompok ini dibangun dan dibentuk menjadi sistem agama dan
politik oleh Abdullah Ibn Maimun. Setelah itu berubah menjadi gerakan kekuatan,
dengan tokohnya Said ibn Husein. Kemudian sekte ini menyebar dan menjadi
landasan munculnya dinasti Fathimiyah.
Awal munculnya dinsti Fathimiyah dimulai dari seorang pendukung dari
Yaman bernama Abu Abdullah Al-Husein yang berhasil mengibarkan pidato dan
mendapatkan kekuatan di Afrika Utara. Kemudian ia mengangkat Said Ibn Husein
sebagai pemimpin atau imam pertana dengan gelar Ubaidullah Al Mahdi. Said
berhasil mengusir Zidatullah, seorang penguasa Aglabiyah terakhir dari negerinya
yang merupakan kekuatan islam di sunni diwilayah Afrika. Pada mulanya dinasti
8
Fatimiyah berbasis di Ifrikiyah. Kemudian berpusat di Maroko, dengan alasan
keamanan, pemerintahannya dipindahkan ke Mesir setelah dapat menaklukan
dinasti Ikhsyidiyah dan kemudian mendirikn ibukota bari di Qahorah (Qairo).
Setelah kekuasaan berjalan sekitar dua setengah abad, kemudian khilafah
Fathimiyah mengalami kehancurannya. Kehancuran khalifah ini terjadi  pada
masa kekhalifahan al-Adhid.
Diantara faktor yang menyebabkan dinasti Fathimiyah mengalami
kehancuran, antara lain :
1. Perpecahan yang terjadi di kalangan pemimpin.
2. Kebijakan mengimpor tentara dari Turki dan Negro yang tidak patut aturan
dan pertikaian dengan pasukan suku Berber.
3. Munculnya perang salib yang disebabkan oleh dirusaknya gereja masa
pemerintahan Al-Manshur.
4. Al-Adhid (Raja Terakhir Fathimiyah) meminta bantuan Shalahuddin al-
Ayyubi untuk mempertahankan Mesir dari tentara salib, yang kemudian
peperangan dimenangkan Shalahuddin. Maka pemerintahan Mesir
berpindah ke tangan bani Ayyubiyah.
5. Perlawanan masyarakat Mesir yang semakin meluas terhadap ajaran Syiah
yang di bawa oleh Daulah Fathimiyyah.
D. Dinasti Mamluk
Kata Mamluk bentuk jamaknya adalah Mamalik berarti budak atau hamba
yang dibeli dengan uang. Seorang Mamluk berasal dari ibu-bapak yang merdeka
(bukan budak atau hamba). Mereka adalah orang-orang merdeka secara penuh dan
penjualan mereka adalah bathil.Ini berbeda dengan ‘abd yang berarti hamba
sahaya yang dilahirkan oleh ibu-bapak yang juga berstatus sebagai hamba dan
kemudian dijual. Perbedaan lain adalah Mamluk berkulit putih, sedangkan ‘abd
berkulit hitam. Mereka didatangkan oleh para sultan pemerintahan Ayyubiyyah
dari berbagai negeri. Di antaranya yang terpenting adalah turkistan, Kaukasus,
asia kecil, dan negeri-negeri di Asia Tengah. Setelah itu mereka dibeli pada saat
mereka masih kecil-kecil dan mereka di tempatkan secara terisolir dari
kebanyakan manusia di sebuah benteng khusus. Mereka di didik dan dijadikan
9
tentara. Oleh penguasa ayubiyah yang terakhir, al-Malik al Saleh, mereka
dijadikan pengawal untuk menjamin kelangsungan kekuasaannya. Pada masa itu
mereka mendapat hak-hak istimewa, baik dalam ketentaraan maupun dalam
imbalan-imbaan meteriil.
Kemajuan-Kemajuan Yang Di Capai Oleh Dinasti Mamalik Dalam
Dunia Islam
1. Dalam bidang pemerintahan, Kemenangan dinasti Mamalik atas tentara
Mongol di 'Ayn al-Jalut menjadi modal besar untuk menguasai daerah-daerah
sekitarnya. Banyak penguasa-penguasa dinasti kecil menyatakan setia kepada
kerajaan ini. Untuk menjalankan pemerintahan di dalam negeri, Baybars
mengangkat kelompok militer sebagai elit politik. Dengan demikian, khilafah
Abbasiyah, setelah dihancurkan oleh tentara Hulaghu Khan di Baghdad,
berhasil dipertahankan oleh daulah ini dengan Kairo sebagai pusatnya.
Sementara itu, kekuatan-kekuatan yang dapat mengancam kekuasaan Baybars
dapat dilumpuhkan, seperti tentara Salib di sepanjang Laut Tengah, Assasin
di pegunungan Syria, Cyrenia (tempat berkuasanya orang-orang Armenia),
dan kapal-kapal Mongol di Anatolia.
2. Dalam bidang ekonomi, Dinasti Mamalik membuka hubungan dagang dengan
Perancis dan Italia melalui perluasan jalur perdagangan yang sudah dirintis
oleh dinasti Fathimiyah di Mesir sebelumnya. Disamping itu, hasil pertanian
juga meningkat. Keberhasilan dalam bidang ekonomi ini didukung oleh
pembangunan jaringan transportasi dan komunikasi antarkota, baik laut
maupun darat. Ketangguhan angkatan laut Mamalik sangat membantu
pengembangan perekonomiannya.
3. Di bidang ilmu pengetahuan, Mesir menjadi tempat pelarian ilmuwan-
ilmuwan asal Baghdad dari serangan tentara Mongol. Karena itu, ilmu-ilmu
banyak berkembang di Mesir, seperti sejarah, kedokteran, astronomi,
matematika, dan ilmu agama. Dalam ilmu sejarah tercatat nama-nama besar,
seperti Ibn Khalikan, Ibn Taghribardi, dan Ibn Khaldun. Di bidang astronomi
dikenal nama Nashiruddin ath-Thusi. Di bidang matematika Abul Faraj
al-'Ibry . Dalam bidang kedokteran: Abul Hasan 'Ali an-Nafis, penemu
10
susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia, Abdul Mun'im ad-
Dimyathi, seorang dokter hewan, dan Ar-Razi’, perintis psykoterapi. Dalam
bidang opthalmologi dikenal nama Shalahuddin ibn Yusuf. Sedangkan dalam
bidang ilmu keagamaan, tersohor nama Syaikhul Islam ibn Taimiyah
Rahimahullah, seorang mujaddid, mujahid dan ahli hadits dalam Islam, Imam
As-Suyuthi Rahimahullah yang menguasai banyak ilmu keagamaan, Imam
Ibn Hajar al-'Asqalani Rahimahullah dalam ilmu hadits, ilmu fiqih dan lain-
lain.
4. Daulah Mamalik juga banyak mengalami kemajuan di bidang arsitektur.
Banyak arsitek didatangkan ke Mesir untuk membangun sekolah-sekolah dan
masjid-masjid yang indah. Bangunan-bangunan lain yang didirikan pada
masa ini di antaranya adalah rumah sakit, museum, perpustakaan, villa-villa,
kubah dan menara masjid.11
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemunduran Dan Keruntuhan
Dinasti Mamalik Di Mesir
1. Faktor interal
a. Pola hidup para penguasa yang suka hidup mewah dan berfoya-foya.
b. Perilaku buruk dari para sultan atau para pegawainya seperti, tipudaya,
pembunuhan dan pembantaian.
c. Korupsi dan monopoli ekonomi dilakukan oleh para sultan dalam
mengelola pembangunan.
d. Terjadinya perpecahan dan konflik internal serta terjadi banyak
peperangan diantara mereka.
e. Menurunnya solidaritas antarsesama militer.
f. Banyaknya penguasa yang bermoral rendah dan tidak menyukai ilmu
pengetahuan.
2 Faktor external
a. Munculnya kekuatan Ustmani di Turki yang nantinya akan mengakhiri
pemerintan dinasti Mamalik.
11
Abu Bakar, Istianah. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Malang : UIN-Malang Press.
Hal. 88

11
b. Kegagalan mereka membendung serangan orang-orang portugis yang saat
itu telah sampai di Laut Tengah dan Laut Merah.
c. Ditemukanya tanjung harapan oleh Eropa tahun 1498 M, yang
menyebabkan jalur perdagangan Asia-Eropa lewat Mesir menurun
fungsinya sehingga mengganggu perekonomian negara.
d. Kemarau panjang dan berjangkitnya wabah penyakit.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian dalam pembahasan tentang Dinasti Buwaihi di atas dapat di
simpulkan bahwa, menurut asal usul penguasanya selama masa 508 tahun Daulah
12
Abbasiyah mengalami tiga kali pergantian penguasa. Yaitu Bani Abbas, Bani
Buwaihi, dan Bani Saljuk.
Banyak kemajuan-kemajaun yang terjadi di zaman Dianasti Buwaihi,
terutama ketika kepemimpinan ‘Adhd Al Daulah. Dalam dukunganya terhadap
pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan sastra beliau melakukan
pengembangan antara lain memperindah Baghdad, memperbaiki kanal-kanal yang
sudah usang dan di beberapa kota-kota lain, mendirikan sejumlah masjid, rumah
sakit dan gedung-gedung publik, observatorium terkenal dan lain-lain.

Dinasti Fathimiyah berkuasa tahun 297-567 H/ 909-1171 M di Afrika Utara


tepatnya di Mesir dan Syiria. Dinamakan dinasti Fathimiyah karena dinisbatkan
nasabnya kepada keturunan Ali Fathimiyah, puteri Rasululloh SAW, istri Ali bin
Abi Thalib dan Fatimiyah dari Ismail  anak Ja’far Sidiq keturunan keenam dari
Ali. Awalnya kelompok ini dibangun dan dibentuk menjadi sistem agama dan
politik oleh Abdullah Ibn Maimun. Setelah itu berubah menjadi gerakan kekuatan,
dengan tokohnya Said ibn Husein. Kemudian sekte ini menyebar dan menjadi
landasan munculnya dinasti Fathimiyah.

DAFTAR PUSTAKA

A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1995)


M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta : Pustaka
Book Publisher, 2009)
13
Taufik Abdullah dkk , Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Khilafah, (Jakarta: PT
Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002)
Philip K. Hitti, Dinasti-Dinasti di Timur, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997)
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam (Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada, 2004)
Nur Ahmad Fadhil Lubis, Dinasti Abbasiyah dalam Ensiklopedi Tematis,
(Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002)
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta Rajawali Pers,2010)
Abdul Aziz Tibrizi, Diktat II Sejarah Kebudayaan Islam, (Tangerang, :Pon-pest
DaaEl- Qolam)
Abu Bakar, Istianah. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Malang : UIN-Malang
Press
Hitti, Philip K. 1997. Dinasti-Dinasti di Timur. Jakarta: PT. Rineka Cipta

14

Anda mungkin juga menyukai