Anda di halaman 1dari 41

IMPELEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN DINIYAH

FORMAL WUSTHA DI PONDOK PESANTREN


ABINNUR AL-ISLAMI DESA MOMPANG JAE

PROPOSAL SKRIPSI

Sebagai Syarat untuk Penulisan Skripsi pada Program Studi


Pendidikan Agama Islam

Oleh:
Muhammad Basri
20010034

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
MANDAILING NATAL
TAHUN 2024/2025
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..........................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................. 7
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 8
E. Penjelasan Istilah .................................................................... 9
F. Sistematika Pembahasan ........................................................ 10

BAB II KAJIAN TEORI ...................................................................... 11

A. Impelementasi Kebijakan ....................................................... 11


B. Pendidikan Diniyah Formal .................................................... 12
C. Penyelenggaraan Pendidikan Diniyah Formal ....................... 14
D. Kurikulum Pendidikan Diniyah Formal ................................. 16
E. Pendidik Dan Tenaga Pendidik .............................................. 18
F. Standar Penilaian Pendidikan Diniyah Formal ....................... 23
G. Penelitian yang Relevan ......................................................... 24

BAB III METODE PENELITIAN ...................................................... 32

A. Jenis Penelitian ....................................................................... 32


B. Tujuan Penelitian .................................................................... 32
C. Sumber Data Penelitian .......................................................... 33
D. Tekhnik Pengumpulan data .................................................... 33
E. Tekhnik Keabsahan Data ........................................................ 34
F. Tekhnik Analisis Data ............................................................ 35
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Salah satu pendidikan keagamaan yang berkembang di masyarakat
ialah pendidikan pesantren/madrasah. Pendidikan ini artinya evolusi asal
pendidikan agama yang diselenggarakan rakyat Islam, terutama di pesantren
Salafiyah. Seiring perkembangan zaman pendidikan diniyah mengalami
perubahan yaitu asal sistem halaqoh ke sistem klasikal yang didalamnya tidak
hanya sekedar membaca Al-Qur’an dan ilmu dasar agama, namun juga
mencakup ilmu-ilmu keislaman lainnya. Sistem klasikal ini mulai
dilaksanakan sekitar pertengahan abad ke-19 sejalan dengan yang
dilaksanakan pemerintah Belanda. Sistem ini kemudian banyak
menyampaikan imbas terhadap perkembangan pendidikan di tanah air
termasuk pendidikan Islam (Dudin, 2019).
Salah satu pendidikan Islam di Indonesia adalah pesantren. Pesantren
adalah sebuah institusi pendidikan Islam yang telah lama berdiri dan menjadi
bagian penting dari budaya pendidikan di Indonesia. Pesantren mampu
memberikan kontribusi yang besar dalam membentuk karakter dan moral
generasi muslim. Sejalan dengan firman peryataan tersebut sejalan dengan
firman Allah SWT terdapat pada surah Ali Imron ayat 110:

َ‫ف َوتَ ْن َه ْىنَ َع ِه ْال ُم ْن َك ِر َوتُؤْ ِمنُ ْىن‬ ِ ‫اس تَأ ْ ُم ُر ْونَ ِب ْال َم ْع ُر ْو‬ ْ ‫ُك ْنت ُ ْم َخي َْر ا ُ َّم ٍة ا ُ ْخ ِر َج‬
ِ َّ‫ت ِللن‬
ِ ‫اّللِ َولَ ْى ٰا َمهَ ا َ ْه ُل ْال ِك ٰت‬
َ‫ب لَ َكانَ َخي ًْرا لَّ ُه ِۗ ْم ِم ْن ُه ُم ْال ُمؤْ ِمنُ ْىنَ َوا َ ْكث َ ُر ُه ُم ْال ٰف ِسقُ ْىن‬ ِۗ ٰ ِ‫ب‬
Artinya: Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk
manusia (selama) kamu menyuruh (berbuat) yang makruf, mencegah
dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Seandainya
Ahlulkitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara
mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-
orang fasik. (Kemenag, n.d.)
2

Secara faktanya lingkungan pesantren merupakan salah satu aspek


pendidikan yang diajarkan adalah pendidikan diniyah. Pendekatan ini
memberikan ruang yang luas bagi anak-anak untuk belajar dan memahami
agama Islam dan dapat mengembangkan nilai-nilai spiritual yang kuat sesuai
dengan ayat Al Qur’an diatas. Pondok pesantren tidak akan lepas dari wacana
pendidikan di Indonesia karna pondok pesantren pendidikan pertama dan
tertua di Indonesia (Herman, 2013).
Keberadaanya menggambarkan model dan sistem-sistem yang
ditemukan saat ini. Ia juga tidak lapuk dimakan zaman dengan segala
perubahan yang terjadi. Maka banyak ahli, baik lokal maupun internasional,
melihat Pondok Pesantren sebagai bahan kajian yang menarik. Pondok
pesantren pertama kali didirikan pada abad ke-13 sampai 17 M, dan mulai
terkenal pada abad 15 sampai 16 M, di pribumi Nusantara dan di pulau Jawa
(Pulungan, 2019). Ini menunjukkan bahwa pesantren di Nusantara dan di
pulau Jawa merupakan sebuah bentuk pengakuan dari masyarakat sebagai
pusat pendidikan Islam yang otoritatif. Hal ini dimulai dari kepercayaan
masyarakat terhadap Kiyai dan kemudian dipercaya untuk memberikan
dakwah Islam dan ajran islam.
Sejak berdirinya pesantren dari abat ke-13 sampai sekarang masih
menjadi misteri sekaligus fakta yang tidak terbantahkan. Dari awal pesantren
dan pemerintah berjalan beriringan namun tidak bersentuhan secara formal,
meskipun dalam hal nilai tetap bersinggungan. Dengan rekaman jejak
kualifikasi pesantren dalam pembangunan bangsa dan eksistensinya yang
masih terlihat secara kuantitaf hingga hari ini, sepertinya cukup wajar jika
muncul langkah-langkah strategis untuk membangun sinerginitas antara
pemerintah dan pesantren secara formal (Ikbal et al., 2021).
Pemerintah mulai mengambil langkah sebagai perhatiannya kepada
pondok pesantren, mulai dari subtansi dalam system pendidikan Nasional.
Diterbitkan PMA No. 18 Tahun 2014 tentang pendidikan keagamaan Islam,
PMA No. 18 Tahun 2014 tentang satuan pendidikan Muadalah pada pondok
pesantren, dan keputusan Dirjen pendidikan Islam No. 5839 Tahun 2014
3

tentang pendirian Pendidikan Diniyah Formal. Dari langkah-langkah yang


diambil pemerintah menunjukkan perkembangan baru pesantren dalam
pembangunan bangsa melalui menanamkan pendidikan agama islam.
Akomodasi dari Pemerintah khususnya Kementerian Agama RI adalah
dengan memberikan alternatif baru yaitu membuka Pendidikan Diniyah
Formal (PDF) sebagai langkah konstruktif dalam dunia pendidikan. Langkah
ini menjadi angin segar bagi dunia pesantren yang tetap mempertahankan
tradisi lama dengan tetap memelihara dan melestarikan nilai-nilai lama
melalui kitab kuning akan tetapi membuka dan menerima nilai-nilai baru
melalui pendidikan umum. Melalui PDF ini pondok pesantren tidak
kehilangan jati dirinya sebagai lembaga pencetak para ulama sekaligus
lembaga pewaris ilmu karya ulama Salaf (Taruna, 2018).
Lembaga pendidikan diniyah telah ada dan berkembang seiring waktu
di Indonesia, termasuk di daerah Kalimantan Selatan. Hal ini karena
masyarakat menyadari pentingnya memberikan pendidikan agama Islam
kepada anak-anak. Meskipun anak-anak telah memperoleh pendidikan agama
di sekolah dasar, masih dirasa belum cukup. Oleh karena itu, lembaga
pendidikan diniyah sangat diperlukan dalam upaya menumbuhkan
keberagamaan pada anak secara optimal. Namun, dalam penyelenggaraannya,
diperlukan pengelolaan dan pembinaan yang efektif dari pihak Kementerian
Agama untuk mencapai tujuan yang diinginkan (YAQIN, 2022).
Pendidikan diniyah formal dikembangkan oleh M. Nur Ali sebagai
respons terhadap kurangnya kualitas lulusan dalam menjawab tantangan dunia
dengan perspektif Islam, serta mengatasi berbagai masalah yang dihadapi oleh
umat. Dalam konteks ini, sekolah dan madrasah dianggap tidak mampu
memberikan pendidikan agama yang memadai karena hanya memberikan 2-3
jam pelajaran Agama per minggu di sekolah, dan di madrasah sekalipun, mata
pelajaran agama hanya meliputi Alquran-Hadis, Akidah-Akhlak, Fiqh, Sejarah
Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab. Melalui Program PDF, proporsi
pembelajaran agama menjadi lebih tinggi, yakni sebesar 75%, sementara
hanya 25% untuk pelajaran umum. Bahkan, pelajaran umumnya pun akan
4

disampaikan dalam bentuk kitab yang ditulis dalam bahasa Arab. Dengan
demikian, PDF memberikan pendekatan yang berbeda dalam mengembangkan
pengetahuan agama dan umum bagi para siswa (Ali, 2020).
Saat ini, lembaga pendidikan diniyah telah berkembang menjadi dua
bentuk, yaitu Madrasah diniyah takmiliyah dan Pendidikan diniyah formal
atau PDF. PDF mulai berkembang dengan didukung terbitnya PMA Nomor 13
tahun 2014 yang memberikan persyaratan yang ditentukan secara jelas bagi
pesantren yang menjadi tempat pelaksanaan program ini. Pesantren yang
memenuhi persyaratan tersebut dapat menerapkan PDF sebagai bentuk
pendidikan formal di lembaganya. Hal ini memungkinkan pesantren untuk
memberikan pendidikan yang lebih terstruktur dan efektif bagi peserta
didiknya (YAQIN, 2022).
Pendidikan Diniyah Formal telah mendapatkan muadalah
(penyetaraan) ijazah Ma’had Buus Islamiyah Al-Azhar (sederajat SMA) dari
Sidang Majelis Tinggi Al-Azhar Mesir. Dari keputusan ini mendapat apresiasi
dari Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. “Alhamdulillah, setelah melalui
proses panjang, akhirnya ijazah Pendidikan Diniyah Formal yang umumnya
diselenggarakan Pesantren Salafiyah mendapat muadalah dari Al-Azhar
(Kontributor, 2021). Berita ini merupakan momen yang mengembirakan bagi
Pendidikan Diniyah Formal karna memiliki prestasi yang membanggakan,
yaitu pengakuan ijazahnya oleh lembaga ternama Al-Azhar di Mesir. Hal ini
memberikan kesempatan yang sangat baik bagi lulusan PDF untuk
melanjutkan pendidikan mereka di Al-Azhar.
PMA No. 13 tahun 2014 tentang pendidikan diniyah formal dijelaskan
secara tersendiri dalam Keputusan Dirjen Pendidikan Islam No. 5839 tahun
2014 tentang Pedoman pendirian Pendidikan Diniyah Formal (Direktur,
2014). Dalam peraturan menteri agama menjelaskan tentang pendidikan
diniyah formal, antara lain tentang persyaratan pendirian pendidikan diniyah
formal, pembagian kewenangan antara pemangku kebijakan di lingkungan
Kementerian Agama dari Pusat hingga kabupaten/kota, Prosedur permohonan
izin pendirian pendidikan diniyah formal, Jadwal kegiatan proses pemberian
5

izin, Masa berlaku izin, pembinaan dan evaluasi, dan prosedur penutupan
pendidikan diniyah formal, serta standar format dalam pelayanan pemberian
izin pendirian PDF.
Hingga saat ini sudah ada 61 sekolah yang sudah mendapatkan izin
operasional berdirinya satuan pendidikan Muadalah SPM dan pendidikan
diniyah formal, yang sudah diserahkan Prof. Waryono Abdul Ghofur. Dari 61
lembaga itu terdiri dari 44 satuan pendidikan muadalah dan 17 pendidikan
diniyah formal. Bersama penyerahan SK, dan juga dilakukannya
penandatanganan fakta integritas (Kemenag, 2022). Khususnya di Sumatra
Utara keberadaan lembanga pendidikan diniyah formal ini cuman terdapat satu
sekolah yang sudah mendapatkan izin operasional, yaitu pada jenjang Wustha,
lembanga pendidikan diniyah formal ini terdapat di pondok pesantren Abinnur
Al-Islami. Yang dimana artinya penomena perkembangan PDF ini sangat
signifikan. Dikhawatirkan perkembangan PDF itu tidak dikawali dengan
sistem jaminan mutu.
Menurut hasil wawancara dengan Aisah M, Pd. Pesantren Abinnur Al-
Islami didirikan oleh H. Ahmad Saukani Hasibuan, Lc pada tahun 2006
setelah beliau menyelesaikan pendidikan pada perguruan tinggi di Syria.
Semangat pendirian pesantren beranjak dari upaya H. Ahmad Saukani
Hasibuan, Lc melahirkan santri penghafal Al-Qur'an (tahfiz Al-Qur'an). Selain
Tahfis Al-Qur’an, pesantren Abinnur Al-Islami juga fokus pada kitab klasik
(Buku kuning). Dari awal mula berdirinya pesantren Abinnur Al-Islami oleh
H. Ahmad Saukani sejalan dengan program pendidikan diniyah formal yang
mempertahankan ke khasan tradisional, dan kitab kelasik (kitab kuning).
Mulainya menerapkan program pendidikan diniyah formal di Abinnur mulai
dari tahun 2020 dengan menerapkan program PDF ini dikharapkan dapat
melahirkan santri penghapal Al-Qur’an, dan mengerti tentang kitab klasik
(kitab kuning) (Hasil Wawancara, 2024a).
Menurut hasil wawancar dengan Dahlena, S. Pd. Pondok pesantren
salafiyah di Abinnur Al-Islami merupakan salah satu pendidikan non formal
atau setara dengan paket B, sedangkan PDF (pendidikan Diniyah Formal)
6

sudah masuk ke pendaftaran Formal..yang membedakan Pondok pesantren


salafiyah dengan Pendidikan diniyah formal, di Pondok pesantren salafiyah
tidak ada sertifikasi guru.. sedangkan di Pendidikan diniyah formal ada
sertifikasi guru. Berangkat dari hal tersebut setelah dipertimbangkan maka
diputuskan Pondok pesantren salafiyah di ubah menjadi pendidikan diniyah
formal agar kesejahteraan guru nantinya tercapai dan ijazah santri jadi
ijazah formal (Hasil Wawancara, 2024b).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Ahmad Dudin, peneliti Puslitbang
Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam menjelaskan bahwa sebanyak 30%
Pendidikan Diniyah Formal belum dibarengi dengan pengawalan konteks
mutu secara professional (Dudin, 2019). dari penjelasan Ahmad dudin
kebijakan pendidikan diniyah formal belum berhasil, terdapat beberapa
permasalahan impelementasi pada tataran madrasah, serta masalah lainnya
berkaitan jaminan mutu proses pembelajaran dan mutu lulusan.
Waryono menjelaskan bahwa penelitian ini menunjukkan adanya
permasalahan implementasi pada tataran madrasah serta masalah lain
berkaitan jaminan mutu proses pembelajaran dan mutu lulusan. Penelitian ini
menunjukkan adanya permasalahan implementasi pada tataran madrasah serta
masalah lain berkaitan jaminan mutu proses pembelajaran dan mutu lulusan.
Kami mengharapkan pemerintah melakukan tindakan untuk menjamin kualitas
pendidikan di sektor pendidikan keagamaan Islam (Hikmah, 2022).
Alasan tertariknya mengangkat judul pendidikan Diniyah formal
adalah karena keunikan programnya dalam menyelaraskan pembelajaran
agama dalam lingkup pondok pesantren dengan pendidikan formal tersebut.
Ini menciptakan kesempatan yang luar biasa untuk membentuk karakter yang
kuat dan moral yang tinggi pada generasi muda, sambil memberikan mereka
dasar yang kokoh dalam pengetahuan agama dan kehidupan sehari-hari.
Dipicu oleh kombinasi yang mengagumkan antara inovasi program terbaru
dan fokus mendidik karakter serta moral yang kuat agar bisa menjadi kader-
kader ulama dan peminpin. Ini bukan hanya tentang memberikan pengetahuan,
tetapi juga membangun landasan moral yang kokoh untuk masa depan yang
7

lebih baik. Dengan pendekatan ini, kita tidak hanya membentuk akademisi,
tetapi juga pemimpin yang bertanggung jawab dan berintegritas tinggi.
Pengangkatan judul pendidikan diniyah formal mencerminkan
komitmen yang mendalam terhadap pembentukan generasi masa depan yang
unggul secara moral dan intelektual. Dengan memberikan landasan moral
yang kokoh, tidak hanya menciptakan akademisi yang berpengetahuan luas,
tetapi juga membentuk pemimpin masa depan yang berintegritas tinggi dan
bertanggung jawab. Akan tetapi berdasarkan pendapat Dudin dan Waryono
mulai dari tidak meratanya perkembangan pendidikan diniyah formal. Namun,
masih sedikit pondok pesantren yang menerapkan program pendidikan diniyah
formal, dan bahkan di Sumatra Utara hanya satu pondok pesantren yang
menerapkan program pendidikan diniyah formal. Dikhawatirkna belum
dibarengi dengan pengawalan konteks mutu secara professional,
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas Peneliti ingin melihat lebih dalam
impelementasi kebijakan pendidikan diniyah formal tingkat wustha di pondok
pesantren Abinnur Al-Islami, maka dari itu fokus permasalahan dirumuskan
sebagai berikut:
1. Bagaimana impelementasi pendidikan diniyah formal dari aspek
kurikulum dan pembelajaran di pondok pesantren Abinnur Al-Islami?
2. Bagaimana Impelementasi pendidikan diniyah formal dari aspek pendidik
dan tenaga kependidikan di pondok pesantren Abinnur-Al-Islami?
3. Bagaimana impelementasi pendidikan diniyah formal dari aspek penilaian
di pondok pesantren Abinnur Al-Islami?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan impelementasi pendidikan diniyah formal di
bidang kurikulum di pondok pesantren Abinnur Al-Islami.
8

2. Untuk mendeskripsikan impelementasi kebijakan pendidikan diniyah


formal dari segi pendidik dan tenga kependidikan di pondok pesantren
Abinnur Al-Islami.
3. Untuk mendiskripsikan impelementasi kebijakan pendidikan diniyah
formal dari aspek penilaian di pondok pesantren Abinnur Al-Islami.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat baik secara teoritis
maupun manfaat secara praktis
1. Manfaat teoritis
Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas
sistem pendidikan diniyah formal. Ini dapat mencakup aspek-aspek seperti
kualitas guru, dukungan dari komunitas, dan metode pengajaran yang
paling sesuai.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi pemerintah
Sebagai informasi mengenai pengelolaan Pendidikan Diniyah
Formal di pesantren Abinnur Al-Islami.
b. Bagi pihak pesantren
Penelitian ini dapat membawa manfaat bagi sekolah, dalam
meningkatkan kualitas pendidikan agama dan mencapai tujuan
pendidikan yang lebih luas. Seperti peningkatan kualitas belajar,
pengembangan kurikulum.
c. Bagi Masyarkat
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan
kepada masyarakat bagaimana proses pendidikan diniyah formal di
pondok pesantren Abinnur Al-Islami.
d. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini berguna sebagai tambahan wawasan bagi
peneliti, dan ke depannya dapat menemukan solusi-solusi dari masalah
yang ada kaitannya tentang pendidikan diniyah formal di pondok
pesantren Abinnur Al-Islami.
9

E. Penjelasan Istilah
Bersarkan fokus dan rumusan masalah penelitian, maka penjelasab
istilah dalam penelitian ini adalah impelementasi kebijakan pendidikan
diniyah formal tingkat wustha di pondok pesantren Abinnur Al-Islami
1. Impelementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana
yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi biasanya
dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap sempurna (Ermanovida et
al., 2021). Implementasi ini mencerminkan proses pemecahan dan
penerapan kebijakan dan program dalam praktiknya. Dalam hal ini,
implementasi kebijakan pendidikan diniyah formal melibatkan upaya
untuk membentuk kurikulum dan menyediakan sarana dan prasarana untuk
menghasilkan kebijakan tersebut dalam bentuk nyata. Hal ini merujuk
kepada proses melaksanakan dan menghidupkan kebijakan dan program
dalam praktiknya, seperti mengajarkan materi, mengelola pembelajaran,
dan mengembangkan kompetensi siswa. Dalam kontekst pendidikan,
implementasi adalah proses melaksanakan dan menghidupkan kebijakan
dan program dalam praktiknya, dan tidak hanya merujuk kepada proses
pembuatan kebijakan dan program sendiri.
2. Kebijakan adalah apa yang sebenarnya dilakukan oleh pemerintah dalam
mengatur perdagangan, mengendalikan inflasi, atau mempromosikan
perumahan rakyat dan bukan apa yang di inginkan pemerintah
(Ermanovida et al., 2021). Istilah kebijakan ini mengacu pada aturan atau
instruksi resmi yang ditetapkan oleh pemerintah atau lembaga terkait
dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Disini, kebijakan pendidikan
diniyah formal merujuk pada kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah
untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah diniyah
formal.
3. Pendidikan Diniyah Formal istilah ini merupakan sistem pendidikan Islam
tradisional yang mencakup studi agama, bahasa Arab, dan budaya Islam.
Pendidikan diniyah formal merujuk pada sistem pendidikan yang
diselenggarakan secara resmi oleh lembaga pendidikan tertentu
10

berdasarkan standar kurikulum yang telah ditetapkan. Istilah ini merujuk


pada pendidikan yang diselenggarakan secara resmi dan terstruktur,
biasanya melalui institusi pendidikan yang diakui oleh pemerintah.
Pendidikan diniyah formal adalah jenis pendidikan formal yang berkaitan
dengan sistem pendidikan Islam tradisional (Zulkhairi, 2018).
4. Pondok Pesantren Abinnur Al-Islami, Istilah ini menjelaskan suatu
lembanga sekolah yang menerapkan program pendidikan diniyah formal.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa judul "Implementasi
Kebijakan Pendidikan Diniyah Formal tingkat Wustha di pondok
pesantren Abinnur Al-Islami mengacu pada penelitian tentang bagaimana
penerapan kebijakan pendidikan diniyah formal dilakukan dalam
praktiknya.
F. Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika penulisan laporan penelitian ini akan digambarkan
dalam beberapa bab sebagai berikut:
Bab I menguraikan pendahuluan penelitian, terdiri dari latar belakang
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penjelasan istilah,
sistematika pembahasan.
Bab II menguraikan tentang teori yang terkait dengan objek penelitian,
yang terdiri dari: latar belakang lahirnya kebijakan pendidikan diniyah formal.
Penyelenggaraan pendidikan diniyah formal, kurikulum pendidikan diniyah
formal, dan respon terhadap pendidikan diniyah formal, dan penelitian yang
relevan.
Bab III menguraikan jenis penelitian, lokasi dan waktu penelitian,
sumber data penelitian, tekhnik pengumpulan data, teknik keasahan data, dan
teknis analisi data.
11

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Impelementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan adalah sebuah proses yang melibatkan
pelaksanaan dari sebuah kegiatan secara lengkap dan mencakup semua aspek
yang diperlukan untuk menghasilkan hasil yang diinginkan. Implementasi
tidak hanya melibatkan pelaksanaan dari sebuah kegiatan, tetapi juga
melibatkan kolaborasi antar berbagai pihak para ahli, dan perlukan sarana dan
prasarana yang memenuhi standar internasional. Implementasi juga
memerlukan pengembangan program studi yang mencakup kurikulum
konvensional dan kurikulum Islam secara integratif, serta standar internasional
dan sesuai dengan syarat akreditasi nasional (SAN).
Implementasi adalah sebuah proses yang rumit dan kompleks, dan
suatu kegiatan yang sudah dilaksanakan tepat waktu dan sesuai dengan
prosedur tidak berarti sudah terimplementasi dengan baik. Implementasi
adalah sebuah konsep yang berkaitan dengan sejumlah indikator keberhasilan
atau sering disebut sebagai kinerja dan pencapaian. Implementasi adalah
konsep yang berusaha melihat sejumlah faktor kunci yang mempengaruhi
pelaksanaan kebijakan, seperti keberhasilan dalam mentaati prosedur,
keberhasilan dalam penggunaan anggaran, dan keberhasilan dalam hal
pencapaian sasaran atau target kebijakan(Jumroh, 2021).
Dari semua pendapat tentang implementasi kebijakan dapat di
simpulkan impelementasi kebijakan adalah proses yang kompleks dan
memerlukan banyak faktor untuk menjadi berhasil. Salah satu faktor utama
yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan adalah kualitas dan
relevansi dari isi kebijakan. Jika isi kebijakan dianggap bermasalah, maka
akan menghambat pelaksanaan kebijakan. Tetapi, faktor lain yang berasal dari
sisi internal atau eksternal pelaksana kebijakan juga bisa menjadi faktor yang
menghambat proses implementasi kebijakan, seperti keterbatasan sumber
daya, kurangnya koordinasi antara berbagai pihak kurangnya pemahaman dari
12

para pengguna kebijakan, dan kekurangan dalam penyediaan sarana dan


prasarana yang diperlukan. Dengan kata lain, tahap implementasi kebijakan
seringkali dianggap sebagai tahapan yang paling menentukan keberhasilan
kebijakan dalam mencapai tujuannya.
B. Pendidikan Diniayah Formal (PDF)
Pada Peraturan Menteri Agama (PMA) Republik Indonesia nomor 13
Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam, pada Pasal 1 ayat 7, 8 dan
9 dijelaskan tentang pengertian Pendidikan Diniyah Formal, Pendidikan
Diniyah Nonformal dan Pendidikan Diniyah Informal sebagai berikut:
1. Pendidikan Diniyah Formal adalah lembaga pendidikan keagamaan Islam
yang diselenggarakan oleh dan berada di dalam pesantren secara
terstruktur dan berjenjang pada jalur pendidikan formal.
2. Pendidikan diniyah nonformal adalah pendidikan keagamaan Islam yang
diselenggarakan dalam bentuk Madrasah Diniyah Takmiliyah, Pendidikan
al-Qur'an, Majelis Taklim, atau bentuk lain yang sejenis baik di dalam
maupun di luar pesantren pada jalur pendidikan nonformal, dan
3. Pendidikan diniyah informal adalah pendidikan keagamaan Islam dalam
bentuk program yang diselenggarakan di lingkungan keluarga pada jalur
pendidikan informal (Kemenag RI, 2014 :3 ).

Dari kutipan di atas dapatlah diketahui bahwa Pendidikan Diniyah


Formal adalah lembaga pendidikan keagamaan Islam yang diselenggarakan
oleh masyarakat dan berada di dalam pesantren secara terstruktur dan
berjenjang di jalur pendidikan formal. Pesantren yang dimaksud pada
Peraturan Menteri agama (PMA) Republik Indonesia nomor 13 Tahun 2014
pada pasal 1 ayat 2, dan Pasal 5-10 sebagai berikut:

Lembaga pendidikan keagamaan Islam yang diselenggarakan oleh


masyarakat yang menyelenggarakan satuan pendidikan pesantren secara
terpadu menyelenggarakan jenis pendidikan lainnya, yang memiliki unsur-
unsur pesantren yang terdiri dari : (1) kyai atau sebutan lain yang sejenis, (2)
santri, (3) pondok atau asrama pesantren, (3) masjid atau musholla, dan (5)
13

pengajian dan kajian kitab kuning atau Dirasah Islamiyah dengan pola
pendidikan mu'allimin (Kemenag RI, 2014).

Pengertian Pendidikan Diniyah Formal sebagaimana tercantum pada


Peraturan Menteri agama (PMA) Republik Indonesia angka 13 Tahun 2014
ialah turunan dari Peraturan Pemerintah nomor 55 Tahun 2007 pasal 14, 15,
dan 16 tentang Pendidikan Keagamaan, yang menjelaskan sebagai berikut:

1. Pendidikan keagamaan Islam berbentuk pendidikan diniyah dan pesantren.


2. Pendidikan diniyah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan
pada jalur formal, nonformal, dan informal.
3. Pesantren dapat menyelenggarakan 1 (satu) atau berbagai satuan dan/atau
program pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal.

Pendidikan Diniyah Formal ialah lembaga pendidikan yang


diselenggarakan oleh pondok pesantren salafiyah menggunakan persaratan
tertentu, baik persaratan administrasi, teknis, maupun kelayakan sesuai aturan.
Persaratan secara administrasi diantaranya adalah memiliki ijin operasioanl
dari Kementerian agama Kabupaten/Kota, merupakan organisasi nirlaba,
mempunyai AD/ART, struktur organisasi/Pengurus, dan memiliki santri yang
mukim dan belajar pada pesantren yang bersangkutan paling sedikit 300
(tigaratus) orang di setiap tahun selama 10 (sepuluh) tahun pelajaran terahir.
Jumlah santri 300 (tigaratus) orang ini artinya jumlah minimal yang benar-
benar mukim pada 1 (satu) pesantren (Taruna, 2018). Dengan memenuhi
persyaratan ini, lembaga Pendidikan Diniyah Formal dijalankan dengan izin
resmi, mengikuti aturan yang berlaku, dan memiliki basis santri yang cukup
besar, menunjukkan keberlanjutan dan kualitas lembaga tersebut.

Pendidikan diniyah formal menyelenggarakan pendidikan ilmu-ilmu


yang bersumber dari ajaran agama Islam dan pelajaran umum pada jenjang,
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan
diniyah dasar menyelenggarakan pendidikan dasar sederajat MI/SD yang
terdiri atas 6 (enam) tingkat dan pendidikan diniyah menengah pertama
14

sederajat MTs/SMP yang terdiri atas 3 (tiga) tingkat. Sedangkan untuk


pendidikan diniyah tingkat menengah menyelenggarakan pendidikan diniyah
menengah atas sederajat MA/SMA yang terdiri atas 3 (tiga) tingkat. Penamaan
satuan pendidikan diniyah dasar dan menengah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) merupakan hak penyelenggara pendidikan yang
bersangkutan (PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 2007 :10-11).

Pendidikan Diniyah Formal adalah lembaga pendidikan keagamaan


Islam yang diselenggarakan oleh dan berada di dalam pesantren secara
terstruktur dan berjenjang pada jalur pendidikan formal. Jenjang pendidikan
PDF yang berada pada lembaga formal di bawah naungan pondok pesantren
ini adalah: (1) pendidikan diniyah formal ula (setingkat MI); (2) pendidikan
diniyah formal wustha (setingkat MTs); (3) pendidikan diniyah formal ulya
(setingkat MA); dan (4) Ma’had Ali (setingkat Perguruan Tinggi) (Dudin,
2019 :209).

C. Penyelenggaraan Pendidikan Diniyah Formal


Dengan kesetaraan Pendidikan Diniyah Formal, pesantren dapat
memenuhi kewajiban belajar pada pendidikan Dasar 6 tahun sebagaimana
yang diwajibkan. Hal ini menjamin bahwa pesantren dapat meluluskan santri-
santri yang berijazah setara dengan lembaga pendidikan dasar lainnya. Dengan
demikian, santri-santri yang menjadi alumni pesantren pada tingkat Diniyah
dapat melanjutkan pendidikannya ke tingkat jenjang pendidikan Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Ini memungkinkan mereka untuk
melanjutkan pendidikan di pesantren, di Madrasah Tsanawiyah, ataupun di
lembaga pendidikan umum (SMP). Hal ini menunjukkan bahwa Pendidikan
Diniyah Formal memiliki kesetaraan yang mencakup seluruh jenjang
pendidikan dasar dan menjamin kualitas pendidikan bagi masyarakat Islam.
Untuk dapat terselenggaranya Pendidikan Diniyah Formal di
lingkungan pesantren sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Menteri
Agama (PMA) Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2014 Tentang
Pendidikan Keagamaan Islam, secara teknis dijelaskan melalui Surat
15

Keputusan Direkrorat Jenderal Pendidikan Islam Nomor 5839 Tahun 2014


Tentang Pedoman Pedoman Pendirian Pendidikan Dinyah Formal. Dalam
ruang lingkup pesantren harus memenuhi persyaratan administrasitif, sebagai
berikut:
1. Persyaratan administratif pesantren penyelenggara Pendidikan Diniyah
Formal:
a. Memiliki izin operasional pesantren dari Kantor Kementerian Agama
Kabupaten/Kota.
b. Pesantren merupakan organisasi nirlaba yang berbadan hukum.
c. Memiliki Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART),
struktur organisasi/ pengurus; dan.
d. Memiliki santri yang mukim dan belajar pada pesantren yang
bersangkutan minimal sejumlah 300 (tiga ratus) orang pada setiap
tahun selama 10 (sepuluh) tahun pelajaran terakhir. Jumlah santri
mukim sebanyak 300 (tiga ratus) orang ini merupakan jumlah minimal
yang benar-benar mukim pada 1 (satu) pesantren, bukan merupakan
akumulasi dari beberapa pesantren cabang atau yang terletak pada
kabupaten/kota yang berbeda.
2. Persyaratan administratif satuan Pendidikan Diniyah Formal:
a. Mendapat rekomendasi dari kepala kantor wilayah kementerian Agama
propinsi.
b. Memiliki struktur organisasi satuan Pendidikan Diniyah Formal.
c. Memiliki jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan
yang memadai.
d. Memiliki calon peserta didik paling sedikit 30 (tiga) puluh orang.
e. Memiliki kurikulum Pendidikan Diniyah Formal.
f. Melampirkan pernyataan kesanggupan melaksanakan kurikulum yang
ditetapkan oleh Kementerian Agama.
g. Memiliki manajemen dan proses pendidikan yang akan
diselenggarakan
h. Memiliki sistem evaluasi pendidikan
16

i. Memiliki sumber pembiayaan untuk kelangsungan pendidikan paling


sedikit untuk 1 (satu) pelajaran berikutnya.
j. Memiliki sarana dan prasarana kegiatan pembelajaran yang berada di
lingkungan pesantren dan.
k. Melampirkan Rencana Induk Pengembangan (Direktur, 2014 :9)

Selain persyaratan administratif di atas, dalam Surat Keputusan


Direkrorat Jenderal Pendidikan Islam Nomor 5839 Tahun 2014
Tentang Pedoman Pedoman Pendirian Pendidikan Diniyah Formal,
telah diatur 3 (tiga) persyaratan teknis, yaitu :

1. Persyaratan teknis pesantren sebagai penyelenggara Pendidikan


Diniyyah Formal.
2. Persyaratan teknis satuan Pendidikan Diniyyah Formal, dan.
3. Persyaraan kelayakan izin pendirian Pendidikan Diniyyah
Formal(Direktur, 2014:18).
Dapat kita simpulkan dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 13
tahun 2014, menjelaskan bahwa Pendidikan Diniyah Formal harus didirikan
dan dimiliki oleh pesantren yang memenuhi persyarata tertentu. Pendidikan ini
tidak dimiliki oleh pemerintah atau tidak berstatus negeri sebagaimana
lembaga Pendidikan Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah, tetapi lembaga ini
berstatus swasta.
D. Kurikulum Pendidikan Diniyah Formal
Program PDF ini dilahirkan atas latar belakang bahwa institusi
pendidikan fomal yang telah berjalan dianggap belum cukup mampu
melahirkan ahli dalam bidang ilmu agama Islam (mutafaqqih fiddin). Pada
faktanya, institusi pendidikan formal seperti sekolah selama ini hanya
mengajarkan 2-3 jam pelajaran agama untuk setiap Minggu. Sementara di
Madrasah, mata pelajaran agama dikembangkan hanya melalui lima (5) Mata
pelajaran, yaitu: Al-Quran-Hadits, Akidah-Akhlak, Fiqh, Sejarah Kebudayaan
Islam, dan Bahasa Arab (Zulkhairi, 2018).
17

Kurikulum pendidikan di pesantren yang disebutkan dalam Peraturan


Menteri Agama Nomor 13 tahun 2014 memiliki komponen keagamaan Islam
sebesar 75 persen, sedangkan komponen pendidikan umum hanya sebesar 25
persen. Kurikulum keagamaan Islam merujuk pada kitab-kitab yang ditulis
dalam bahasa Arab, sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kualitas dan
mutu pendidikan para santri yang belajar di institusi pendidikan pesantren di
Indonesia (Wahid, 2016 : 300).
Dengan kurikulum keagamaan Islam sebesar 75 persen, maka para
santri akan mendapatkan pendidikan yang lebih fokus pada aspek agama
Islam, seperti pengetahuan tentang Al-Qu’ran, Hadits, dan Aqidah. Hal ini
dikatakan sebagai komponen utama dalam pendidikan di pesantren, karena
para santri diharapkan untuk menjadi calon para ulama yang dapat menjawab
pertanyaan masyarakat dan menjaga agama Islam.
Sementara itu, komponen pendidikan umum hanya sebesar 25 persen,
maka para santri akan mendapatkan pendidikan umum yang relatif lebih
sedikit dibandingkan di sekolah umum. Namun, hal ini tidak harus menjadi
masalah karena Kemenag dalam memformalkan pendidikan di pesantren
dalam bentuk PDF dapat disimpulkan sebagai bentuk legalitas atas eksistensi
pesantren dalam mendidik putra-putri bangsa. Hal ini dikatakan sebagai
bentuk legalitas atas eksistensi pesantren karena di Indonesia, ada
kecenderungan masyarakat yang ingin agar putra-putri mereka yang belajar di
pesantren tradisional juga dapat memperoleh ijazah yang diakui legalitasnya
secara formal sehingga kemudian dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang
selanjutnya (Zulkhairi, 2018).
Pada pasal 26 meenjelaskan tentang kurikulum pendidikan diniyah
formal yang dimana pada pasal 26 berisi: Kurikulum pendidikan diniyah
formal terdiri atas kurikulum pendidikan keagamaan islam dan kurikulum
pendidikan umum. Pada pasal 27 menjelaskan pasal 26 tentang kurikulum
keagamaan, dan pasal 28 menjelaskan tentang kurikulum umum, sebagai
berikut:
18

Kurikulum satuan pendidikan diniyah formal Wustha paling sedikit


memuat: (1) al-Qur’an (2) Tafsir – Ilmu Tafsir (3) Hadits – Ilmu hadits (4)
Tauhid (5) Fikih – Ushul Fikih (6) Akhlak Tasawuf (7) Tarikh (8) Bahasa
Arab (9) Nahwu – Shorof (10) Balaghah (11) Ilmu kalam (12) Pendidikan
Kewarganegaraan; (13) Bahasa Indonesia; (14) Matematika; dan (15) Ilmu
Pengetahuan Alam (Kemenag RI, 2014:9).
E. Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
Pendidikan dan tenaga kependidikan dalam pendidikan Diniyah formal
memegang peran kunci dalam mengembangkan generasi yang berakhlak
mulia dan berpengetahuan luas. Mereka tidak hanya menjadi fasilitator
pembelajaran, tetapi juga model peran yang memberikan teladan dalam
praktek nilai-nilai keagamaan dan moral.
1. Standar pendidik
a. Standar pendidik merupakan kriteria minimal kompetensi dan
kualifikasi yang dimiliki pendidik untuk melaksanakan tugas dan
fungsi sebagai teladan, perancang pembelajar, fasilitator, dan
motivator santri.
b. Kiai, Tuan Guru, Syekh, Buya, Nyai, Ummi atau sebutan lain yang
selanjutnya disebut Kiai adalah seorang pendidik yang memiliki
kompetensi ilmu agama Islam yang berperan sebagai figur, teladan,
dan/atau pengasuh pesantren.
c. Dalam penyelenggaraan Pendidikan Diniyah Formal, kiai dalam
fungsinya sebagai pendidik berperan menjaga kultur dan kekhasan
pesantren, yaitu pembelajar sepanjang hayat, berkeislaman yang
rahmatan lil‘alamin, berakhlak mulia, berkeilmuan yang bermanfaat,
cinta tanah air berprikemanusiaan, peduli dan menjaga lingkungan,
tangguh, mandiri, pemberani, dan berjiwa pelopor.
d. Pendidik pada satuan Pendidikan Diniyah Formal memiliki kedudukan
yang berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran sebagai agen
pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional serta
mewujudkan tujuan pesantren dan tujuan pendidikan nasional.
19

e. Pendidik pada satuan dan Pendidikan Diniyah Formal memiliki tugas


utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi santri.
f. Pendidik pada satuan Pendidikan Diniyah Formal merupakan profesi
pendidik sebagai bidang pekerjaan khusus dengan prinsip
profesionalitas yang meliputi:
1. Bertakwa yang sebenar-benarnya kepada Allah Swt.
2. Toleran, moderat, seimbang.
3. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keislaman rahmatan
lil‘alamin dalam menjalankan tugas berdasarkan agama, moral, dan
etika.
4. Berkontribusi dalam peningkatan mutu kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, bernegara, dan kemajuan peradaban berdasarkan
Pancasila.
5. Berorientasi pada kemaslahatan.
6. Berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air,
memiliki nasionalisme serta rasa tanggungjawab pada negara dan
bangsa Indonesia.
7. Bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial serta kepedulian
terhadap masyarakat dan lingkungan.
8. Taat hukum dan disiplin dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
9. Menginternalisasi nilai, norma, dan etika akademik, serta memiliki
dan menghargai sanad keilmuan.
10. Menginternalisasi kemampuan membaca, mendengar,menulis
memahami, dan menafsirkan serta merekonstruksi kajian Islam
berbasis kitab kuning dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara; dan.
11. Memiliki etos pengembangan ilmu–ilmu keislamian berbasis kitab
kuning.
20

g. Pendidik harus memenuhi kualifikasi dan kompetensi sebagai pendidik


profesional.
1. Tenaga pendidik kurikulum pesantren harus memiliki kualifikasi
akademik yang paling rendah sarjana (S1) Ma`had Aly atau
sederajat.
2. Tenaga pendidik kurikulum pendidikan umum harus memiliki
kualifikasi akademik yang paling rendah diploma empat (D-IV)
atau sarjana (S1).
3. Tenaga Pendidik yang tidak memiliki ijazah S1 Ma’had Aly atau
sederajat tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan
diperlukan dapat diangkat menjadi tenaga pendidik setelah
melewati uji kelayakan dan kesetaraan atau rekognisi pembelajaran
lampau.
4. Rekognisi pembelajaran lampau sebagaimana dimaksud
merupakan pengakuan terhadap capaian pembelajaran seseorang
yang diperoleh dari pendidikan pesantren dan pengalaman kerja
sebagai pendidik.
5. Rekognisi pembelajaran lampau dapat dilakukan melalui:
a) penguatan sanad keilmuan.
b) uji kompetensi, dan
c) penyusunan karya tulis.
6. Rekognisi pembelajaran lampau hanya berlaku untuk pemenuhan
kualifikasi sebagai pendidik profesional pendidikan pesantren pada
jalur pendidikan formal.
7. Kriteria pemenuhan kualifikasi sebagai pendidik profesional
pendidikan pesantren pada jalur pendidikan formal melalui
mekanisme rekognisi pembelajaran lampau disusun oleh Majelis
Masyayikh dan ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
8. Ketentuan mengenai uji kelayakan dan kesetaraan tenaga pendidik
diatur lebih lanjut dengan petunjuk teknis yang ditetapkan oleh
Kementerian Agama.
21

h. Kriteria minimal kompetensi pendidik meliputi kompetensi pedagogik,


kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional.
i. Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai pendidik pada
Pendidikan Diniyah Formal wajib memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan.
j. Pendidik pada Pendidikan Diniyah Formal memiliki hak dan
kewajiban yang sama dengan pendidik jenis pendidikan lain
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
k. Ketentuan wajib kerja dan/atau ikatan dinas pendidik merupakan
kewenangan masing-masing pesantren.
l. Pemberdayaan profesi pendidik diselenggarakan melalui
pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan,
tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi
berdasarkan kekhasan, tradisi, dan karakter pesantren, hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, serta
kode etik profesi pendidik.
m. Pembinaan dan pengembangan pada Pendidikan Diniyah Formal untuk
meningkatkan kompetensi dan profesionalitas pendidik dilaksanakan
oleh masing-masing pesantren.
n. Menteri dapat memberikan fasilitasi pembinaan dan pengembangan
untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalitas pendidik pada
Pendidikan Diniyah Formal.
o. Penilaian dan evaluasi bagi pendidik pada Pendidikan Diniyah Formal
menjadi kewenangan masing-masing pesantren.
p. Menteri dapat melakukan peninjauan atas penetapan sebagai pendidik
profesional terhadap pendidik Pendidikan Diniyah Formal atas hasil
penilaian dan evaluasi.
q. Pengelolaan data dan informasi pendidik Pendidikan Diniyah Formal
diselenggarakan secara terintegrasi dengan sistem informasi dan
22

manajemen untuk mengelola data dan informasi pesantren. Sistem


informasi dan diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal.
r. Pengelolaan data dan informasi pendidik Pendidikan Diniyah Formal
dapat diintegrasikan dengan pengelolaan data dan informasi
kependudukan, pendidikan, serta pengelolaan data dan informasi lain
berdasarkan kebijakan dari Menteri.
s. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan data dan informasi
pendidik Pendidikan Diniyah Formal ditetapkan oleh Direktur Jenderal
(Turmudzi et al., 2023).
2. Standar Tenaga kependidikan
a. Standar tenaga kependidikan merupakan kriteria minimal tenaga selain
pendidik dalam melaksanakan administrasi, pengelolaan,
pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang
proses pendidikan pada Pendidikan Diniyah Formal.
b. Tenaga kependidikan pada satuan Pendidikan Diniyah Formal
diangkat untuk menunjang kegiatan pendidikan.
c. Tenaga kependidikan pada satuan Pendidikan Diniyah Formal dapat
berasal dari pendidik yang diberikan tugas tambahan dan tenaga lain
sesuai kebutuhan.
d. Tenaga lain merupakan tenaga kependidikan yang diangkat dari
anggota masyarakat untuk menunjang kegiatan pendidikan.
e. Tenaga kependidikan pada satuan Pendidikan Diniyah Formal minimal
terdiri atas:
1. Pimpinan satuan Pendidikan Diniyah Formal.
2. Tenaga perpustakaan.
3. Tenaga administrasi.
4. Tenaga laboratorium
f. Kompetensi tenaga kependidikan meliputi kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional untuk menunjang
proses pendidikan pada Satuan Pendidikan Formal.
23

g. Jumlah dan jenisnya disesuaikan dengan kebutuhan pengelolaan dan


penyelenggaraan di Satuan Pendidikan Diniyah Formal (Turmudzi et
al., 2023).
F. Standar Penilaian Pendidikan Diniyah Formal
Penilaian merupakan suatu proses yang melibatkan pengumpulan dan
analisis informasi guna menilai prestasi belajar, memahami kebutuhan
pembelajaran, serta mencatat kemajuan individu santri. Proses pengumpulan
data ini membutuhkan penerapan metode dan instrumen penialaian yang tepat
agar dapat dilakukan dengan efektif, dan kemudian diolah sesuai dengan
prosedur analisis yang sesuai dengan karakteristiknya. Evaluasi tidak hanya
berfungsi untuk mengukur pencapaian akademis, tetapi juga sebagai sarana
untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan belajar santri (Turmudzi et
al., 2023).
Penilaian hasil belajar santri harus dilakukan secara adil, objektif, dan
edukatif, sesuai dengan tujuan evaluasi. Keadilan berarti bahwa penilaian
tidak dipengaruhi oleh faktor latar belakang, identitas, atau kebutuhan khusus
santri. Objektivitas memastikan bahwa penilaian didasarkan pada fakta
tentang kemajuan atau pencapaian belajar santri. Hasil penilaian yang adil dan
objektif digunakan sebagai umpan balik bagi pendidik, santri, dan orang tua
untuk meningkatkan proses pembelajaran dan hasil belajar (Turmudzi et al.,
2023).
Penilaian hasil belajar santri melalui prosedur tersebut mencakup dua
bentuk, yaitu penilaian formatif dan penilaian sumatif. Penilaian formatif
bertujuan untuk memantau dan memperbaiki proses pembelajaran serta
mengevaluasi pencapaian tujuan pembelajaran. Informasi yang dikumpulkan
dari penilaian formatif, termasuk identifikasi hambatan atau kesulitan belajar
dan perkembangan belajar santri. Sedangkan Penilaian hasil belajar santri
dalam bentuk penilaian sumatif bertujuan untuk menilai pencapaian mereka
sebagai dasar untuk kenaikan kelas dan kelulusan dari Pendidikan Diniyah
Formal. Evaluasi ini membandingkan hasil belajar santri dengan kriteria
pencapaian tujuan pembelajaran. Keputusan kenaikan kelas didasarkan pada
24

laporan kemajuan belajar yang mencakup prestasi santri dalam semua mata
pelajaran, ekstrakurikuler, dan pencapaian lainnya selama satu tahun pelajaran
(Turmudzi et al., 2023).
Mekanisme penyusunan prosedur penilaian, bentuk penilaian, serta
penentuan kenaikan kelas dan kelulusan dituangkan dalam bentuk pedoman
yang buat dan ditetapkan oleh Kepala Satuan Pendidikan Formal (Turmudzi et
al., 2023). Penilaian dalam pendidikan diniyah formal umumnya mencakup
beberapa aspek, seperti pemahaman terhadap ajaran agama, kemampuan
membaca Al-Quran, pemahaman terhadap hadis, fiqh, dan sejarah Islam, serta
kemampuan berbahasa Arab. Penilaian ini dapat dilakukan melalui ujian
tertulis, penugasan, presentasi, dan ujian lisan. Selain itu, aspek sikap dan
moral juga sering dievaluasi dalam penilaian ini.
G. Penelitian Yang Relevan
Dalam penelitian ini, penulis mengacu pada penelitian terdahulu yang
relevan dengan penelitian yang akan dilaksanakan saat ini. Berikut ini
beberapa hasil penelitian yang relevan yang dijadikan bahan telaah bagi
peneliti.
1. Dari penelitian (Dudin, 2019). Menjelaskan bahwa Pendidikan diniyah
formal di pesantren harus dibarengi dengan pengawalan konteks mutu
penyelenggaraan di pesantren secara profesional. Dari evaluasi
penyelenggaraan pendidikan diniyah formal ula Darussalam Ciamis
tampak realitasnya yaitu:
a. dari segi input, terdapat beberapa ustadz kurang memenuhi standar
kualifikasi akademik dan belum memiliki sertifikat Pendidikan diniyah
formal, standar kurikulum pendidikan diniyah formal dari Kemenag
untuk kitabnya terlalu tinggi, dan hampir sama dengan kitab-kitab
yang diajarkan pada Ma’had Ali, sehinga dapat menyulitkan dalam
penjenjangannya; sarana prasarana kurang memadai, dan anggaran
(dana) kurang mencukupi untuk pembiayaan prndidikan diniyah
formal ula.
25

b. dari segi proses manajemen Pendidikan diniyah formal Darussalam


masih belum tertata dengan baik, belum pernah dilakukan akreditasi
untuk pendidikan diniyah formal Darussalam oleh Kementerian
Agama untuk standarisasi pendidikan diniyah formal di pesantren,
terdapat perencanaan pembelajaran yang kurang standar, pengelolaan
proses pembelajaran kurang efektif, penggunaan metode pembelajaran
kurang variatif, penilaian hasil pembelajaran kurang sesuai prosedur
sistem penilaian pembelajaran yang profesional, pembinaan dan
pengawasan kurang optimal, dan upaya pembinaan dan pengawasan
secara berkala oleh pihak Kemenag, pengawas, dan kepala pendidikan
diniyah formal masih kurang diperhatikan
c. dari segi output, kurang membuka ketersebaran alumni untuk
melanjutkan ke perguruan tinggi terutama Ma’had Ali, dan belum
mengakomodir lulusan pendidikan diniyah formal dalam sistem
aplikasi penerimaan mahasiswa perguruan tinggi.
2. Dalam penelitiannya (Ucu Kurniawan, 2020) menekankan tentang sisi
manajemen kurikulum Pendidikan Diniyah Formal wustho serta ulya yang
didalamnya masih banyak sekali kekurangan dikarenakan masih pada
tahap awalan dan juga belum relevan kurikulum tersebut Jika seketika
diterapkan untuk seluruh pesantren diindonesia ini.Terutama mengenai
materi, bahan ajar, dan juga saat pembelajaran. pelaksanaan manajemen
yang masih butuh peningkatan dari segi planning, organizing, actuating,
serta controlling agar kedepannya dapat diserasikan antara Pendidikan
Diniyah Formal, non formal dan pendidikan negeri dan swasta lain
dimanajemennya.
3. Penelitian yang berjudul implementasi kebijakan pendidikan diniyah
formal di madrasah cokrokertopati takeran magetan. Oleh (Ulil Abshor &
Aksin, 2021) mengenukakan bahwa implementasi kebijakan Pendidikan
Diniyah Formal belum sepenuhnya terlaksana. Komunikasi serta kordinasi
antara pembuat kebijakan dengan para pelaksana yang belum terstruktur.
Adanya disposisi antara sasaran dan tujuan kebijakan dengan persepsi
26

para pelaksana. dan realitas implementasi kebijakan Pendidikan Diniyah


Formal pada Cokrokertopati dari segi input ada tenaga pendidik yang
belum memenuhi standar kualifikasi akademik Pendidikan Diniyah
Formal, standar kurikulum berasal pemerintah untuk kitab-kitabnya terlalu
tinggi, bahkan hampir sama menggunakan kitab-kitab standar kurikulum
Ma‟had Ali, sehinga hal itu dapat menyulitkan pada penjenjangan
kurikulumnya dan anggaran dana yang kurang mencukupi buat
pembiayaan Pendidikan Diniyah Formal.
Sementara dari segi proses, manajemen Pendidikan Diniyah Formal
Cokrokertopati masih belum tertata dan terkelola dengan baik,
perencanaan pembelajaran yg belum standar, pengelolaan proses
pembelajaran yang masih tradisional serta kurang efektif, penggunaan
metode pembelajaran masih kurang variatif, evaluasi hasil pembelajaran
peserta didik tidak sinkron dengan mekanisme sistem penilaian yang
profesional, pembinaan dan pengawasan belum optimal, upaya pelatihan
dan pengawasan secara periodik oleh pihak pemerintah, pengawas, dan
kepala Pendidikan Diniyah Formal masih belum diperhatikan.
4. Penelitian (YAQIN, 2022) Implementasi kebijakan Pendidikan Diniyah
Formal di Kalimantan Selatan terkait menggunakan kurikulum dan
pembelajaran, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana, prasarana dan
pembiayaan, serta training serta ,monitoring sudah sinkron menggunakan
peraturan yang berlaku, baik undang-undang, Peratuturan Presiden
Republik Indonesia, Peraturan Menteri agama Republik Indonesia,
maupun Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementeria agama
serta dalam bidang kurikulum, pendidikan diniyah formal pada
Kalimantan Selatan telah menerapkan ketentuan kurikulum yang memuat
mata pelajaran agama, mata pelajaran umum , dan muatan local.
Dibidang pendidik dan tenaga kependidikan, pendidikan diniyah
formal di Kalimantan Selatan belum sepenuhnya bisa mengikuti ketentuan
perundang-undangan yang berlaku khususnya terkait menggunakan
kualifikasi akademik ustadz/ustadzah yang mengharuskan berpendidikan
27

strata Satu (S1). Sedangkan kualifikasi akademik artinya alumni pondok


pesantren telah bisa dipenuhi oleh pendidikan diniyah formal. sementara
itu pemenuhahn tenaga kependidikan yang tidak mengharuskan
berpendidikan S1. serta dalam bidang sarana serta prasarana, pendidikan
dinyah formal di Kalimantan Selatan sudah memenuhi ketentuan
perundang undangan yang berlaku, seperti ruang belajar, mushalla/masjid
kawasan praktik ibadah, serta asrama tempat santri praktik berkehidupan.
Hanya saja kapasitas sebagian asrama tidak berbanding lurus
menggunakan jumlah santri yg belajar, sehingga sebagian santri wajib
tinggal di luar asrama. sementara itu pada aspek pembiayaan, PDF di
Kalimantan Selatan juga mengikuti ketentuan yg berlaku dalam
perundang.

Tabel 1. Persamaaan dan perbedaan penelitian terdahulu

NO PENELITI JUDUL PERSAMAAN PERBEDAAN


PENELITIAN
01. Ahmad Evaluation of Sama-sama Penelitian
Dudin the membahas terdahulu:
implementation pendidikan a. Penelitan
of pendidikan diniyah forma. dilakukan di
diniyah formal pesantren
(formal darussalam
religious Sama-sama ciamis jawa
education) in penelitian barat.
pesantren dilakukan di b. Penelitian
darussalam pesantren dilakukan pada
ciamis west jenjang Ulya
java c. Penelitian ini
membahas
tentang evaluasi
pendidikan
28

NO PENELITI JUDUL PERSAMAAN PERBEDAAN


PENELITIAN
diniyah formal
Penelitian ini:
a. Penelitan
dilakukan di
pesantren
Abinnur Al-
Islami
b. Penelitian ini
dilakukan pada
tingkat wustha
c. Penelitian ini
membahas
tentang
impelementasi
pendidikan
diniyah formal

02. Ucu Penerapan Sama-sama Penelitian


Kurniawan manajemen membahas terdahulu:
pendidikan impelementasi a. Pendelitian di
diniyah formal kurikulum lakukan di
(pdf) di pondok pendidikan pesantren al-
pesantren al- diniyah formal munawwarah
munawwarah pekanbaru
pekanbaru b. Penelitian
terdahulu
membahas
manajemen
29

NO PENELITI JUDUL PERSAMAAN PERBEDAAN


PENELITIAN
pendidikan
diniyah formal
Penelitian ini :
a. Penelitan
dilakukan di
pesantren
Abinnur Al-
Islami Sumatra
Utara
b. Penelitian ini
membahas
tentang
impelementasi
kebijakan
pendidikan
diniyah formal

03. Ulil Implementasi Sama-sama Penelitian


Abshor kebijakan meneliti terdahuluan:
pendidikan tentang a. Penilitian ini di
diniyah formal implementasi lakukan di
di madrasah kebijakan madrasah
cokrokertopati pendidikan cokrokertopati
takeran diniyah formal takeran
magetan magetan
b. Waktu
penelitian ini
dilakukan pada
30

NO PENELITI JUDUL PERSAMAAN PERBEDAAN


PENELITIAN
tahun
2020/2021

Penelitian ini:
a. Penelitian ini
dilakukan di
pondok
pesantren
Abinnur Al-
Islami
b. Waktu
penelitian ini
dilakukan pada
tahun
2023/2024.

04. Husnul Implementasi Sama-sama Penelitian


Yakin kebiijakan membahas terdahulu:
pendidikan impelementasi a. Penbelitian ini
diniyah formal pendidikan berlokasi di
(pdf) di diniyah formal Kalimantan
kalimantan pendidikan Selatan
selatan diniyah b. Penelitian ini
formal\ membahas
senua pesantren
Sama-sama yang memakai
membahas PDF di
impelementasi Kalimantan
31

NO PENELITI JUDUL PERSAMAAN PERBEDAAN


PENELITIAN
pendidikan Selatan
diniyah formal c. Penelitian ini
pada bidang menyinggung
kurikulum dan pdf wustha dan
pembelajaran ulya

Penelitian ini:\
a. Penelitian ini
berlokasi di
Sumatra Utara
b. Penelitian ini
fokus pada pada
satu pomdok
pesantren
c. Penelitian ini
membahas PDF
tingkat wustha
32

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini
adalah metode kualitatif, yaitu dengan menguraikan fenomena-fenomena yang
terjadi di lapangan. Dengan pertimbangan itu penelitian ini berusaha
menganalisa dan mendeskripsikan data, fakta dan keadaan maupun disposisi
yang terjadi di lapangan serta melakukan analisis dan prediksi tentang apa
yang sebaiknya dilakukan untuk mencapai keadaan yang dikehendaki.
Deskripsi tersebut diperoleh dengan cara mencatat wawancara sumber data
dan tindakan-tindakan yang di amati dilokasi penelitian secara berulang-ulang
sampai jenuh.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di pondok pesantren Abinnur Al-Islami.
Mompang jae, kecamatan Panyabungan Utara, Kabupaten Mandailing Natal,
Provinsi Sumatra Utara. Waktu penelitian akan dilakukan peneliti mulai dari
Desember sampai selesai di pondok pesantren Abinnur Al-Islami untuk
mengamati dan mendiskripsikan fakta dan keadaan yang terjadi di lapanngan
C. Sumber Data Penelitian
Sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri asal dua
macam yaitu: Data primer dan data skunder.
1. Sumber data Primer
Sumber primer yaitu data-data yang yang diperoleh melalui
observasi dan wawancara aktor-aktor atau informan yang berkaitan
dengan Pendidikan Diniyah Formal di pondok pesantren Abinnur Al-
Islami. dan informan tersebut adalah:
a. Kepala Madsrasah pondok pesantren Abinnur Al-Islami Tinggkat
Wustho
b. Guru pesantren Abinnur Al-Islami
33

2. Sumber data Skunder


Sumber data skunder pada penelitian ini meliputi dokumen-
dokumen resmi, buku-buku maupun hasil penelitian yang berupa laporan
penelitian serta karya ilmiah dan buku-buku baik yang telah
dipublikasikan maupun yang belum dipublikasikan terkait dengan Pondok
Pesantren dan program pendidikan diniyah formal
D. Tekhnik Pengumpulan Data
Tekhnik Pengumpulan data yang akan digunakan peneliti dalam
meneliti program pendidikan diniyah formal ini, supaya mendapatkan data
yang valid dan tepat adalah dengan menggunakan:
1. Obeservasi
Peneliti melakukan pengamatan akan kejadiaan-kejadian dan
tindakan-tindakan yang terjadi dipondok pesantren Abinnur Al-Islami, dari
aspek place, actor, activity. Observasi ini dilakukan untuk memperoleh
informasi, seperti yang terjadi didalam sekolah, bagaimana keaadaan
ssekolah, dan bagaimana kegiatan disekolah. Menggunakan observasi bisa
kita peroleh gambaran yang lebih jelas yang sulit diperoleh menggunakan
metode lain. menggunakan teknik observasi partisipan seperti ini
memungkinkan bagi peneliti buat mengamati indikasi indikasi penelitian
secara lebih dekat.
2. Wawancara
Wawancara adalah melakukan penggalian data dengan cara
menanyai (interview) kepada aktor-aktor yang terdapat dan terkait di
pondok pesantren
Abinnur Al-Islami. Melalui wawancara ini peneliti menggali data,
informasi dan kerangka informasi dari subjek penelitian ini. Tehnik
wawancara yang dilakukan sang peneliti merupakan bebas terpimpin,
artinya pertanyaan yang dilakukan tidak hanya terpaku pada pedoman
wawancara semata. Lebih dari itu wawancaranya bisa diperdalam dan
dikembangan menggunakan situasi dan kondisi di lapangan.
34

3. Dokumentasi
Menurut Suharsimi Arikunto, metode dokumentasi adalah metode
yang dipergunakan dalam mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, transkip, surat kabar, agenda, dan sebagainya.
Metode dokumentasi dapat pula dimengerti secara luas adalah segala
macam bentuk sub informasi yang berhubungan dengan dokumen, baik
yang resmi maupun yang tidak resmi dalam bentuk laporan, buku harian,
dan sebagainya baik yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan. Jadi
data dapat diambil melalui metode yang digunakan dalam penelitian dari
berbagai catatan tentang peristiwa dalam bentuk dokumen (Faisol, 2020).
Metode dokumentasi, merupakan teknik pengumpulan data
menggunakan menyelidiki data-data yang sudah didokumentasikan. Asal
dari katanya, dokumentasi, yakni dokumen, berarti barang-barang tertulis.
di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-
benda tertulis, seperti kitab -kitab, peraturan-peraturan, dokumen, catatan
harian, dan sebagainya
E. Tekhnik Keabsahan Data
Keabsahan data adalah konsep penting yang diperbaharui dari konsep
keaslian (validitas) dan keandalan (reliabilitas). Derajat kepercayaan
keabsahan data (kredebilitas) bisa diadakan pengecekkan menggunakan teknik
pengamatan yg tekun, dan triangulasi. Ketekunan pengamatan yang dimaksud
ialah menemukan ciri-ciri dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan
atau isu yang sedang dicari tentang program pendidikan diniyah formal.
Triangulasi ialah teknik pemeriksaan keabsahan data menggunakan dan
memanfaatkan berbagai sumber, sebagai bahan perbandingan. Triangulasi
yang digunakan oleh peneliti ada tiga, yaitu:
1. Triangulasi Sumber, yaitu menggali kebenaran informasi tertentu dengan
menggunakan berbagai sumber data seperti hasil wawancara, hasil
observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu subjek yang
dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda.
35

2. Tiangulasi tekhnik, untuk menguji kredibiltas suatu data dilakukan dengan


cara melakukan pengecekan pada data yang telah dipeoleh dari sumber
yang sama menggunakan teknik yang berbeda.
3. Member chek, adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti
kepada pemberi data yang bertujuan untuk mengetahui bahwa apa yang
diperoleh peneliti sesuai dengan apa yang didapat dari pemberi data
(Sugiyono, 2016). Peneliti akan memberikan temuannya kepada informan
untuk di cek kebenaran data yang ditemukan oleh peneliti, dan
menyesuaikan data, apabila ada data yang perbedaannya tidak sesuai,
maka peneliti akan merubah temuannya, dan menyesuaikajn apa yang
diberkan informan
F. Tekhnik Analisis Data
setelah data diperoleh dan dikumpulkan oleh peneliti maka peneliti
melakukan analisis data dengan mencari dan menyusun data yang sistematis
data yang di peroleh dengan hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi, dengan cara menggabungkan data, dan memilih mana yang
penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah
dipahami. Dalam melakukan analisis data menggunakan data reduction, data
display, conclusion drawing/virification:
1. Data Reduction (Reduksi data)
Sugiyono menjelaskan bahwa melakukan reduksi data berarti
merangkum informasi, memilih elemen-elemen kunci, memfokuskan
perhatian pada aspek yang penting, serta mengidentifikasi tema dan pola
yang muncul. Dengan mereduksi data, akan tercipta gambaran yang lebih
terperinci, memudahkan peneliti dalam tahap pengumpulan data
berikutnya, dan mempermudah pencarian informasi yang diperlukan.
Teknik reduksi data dapat ditingkatkan dengan menggunakan peralatan
elektronik seperti komputer mini, di mana penandaan kode dapat
diterapkan pada aspek-aspek tertentu (Sugiyono, 2016). Pada tahap ini
penulis melakukan perangkuman data-data yang didapatkan, untuk
selanjutnya dilakukan penyajian data-data tersebut secara terpola.
36

2. Data display (Penyajian data)


Setelah data direduksi, maka langkah selamjutnya mendisplaykan
data, merujuk pada teknik penyajian data secara visual untuk memudahkan
pemahaman dan interpretasi informasi. Dalam konteks ini, data display
melibatkan penggunaan grafik, tabel, atau metode visual lainnya untuk
merangkum dan menyajikan data dengan cara yang lebih mudah dicerna.
Tujuannya adalah memfasilitasi pengamatan pola, serta mempermudah
penelitian untuk mengeksplorasi dan mendapatkan wawasan dari data
yang tersaji secara visual (Sugiyono, 2016). Pada tahap ini peneliti akan
melakukan penyusunan informasi secara sistematis dalam rangka
memperoleh temuan oleh sang peneliti, pada penelitian ini data yang telah
teroganisir disajikan dalam bentuk deskripsi informasi yang sistematis
dalam bentuk narasi dan table.
3. Conclusion drawing/virification
Selanjutnya ialah analis data kualitatif menurut Miles and
Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verivikasi. Kesimpulan awal
yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak
ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap
pengumpulan data. Tetapi kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal,
didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali
ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan merupakan
kesimpulan kredibel (Sugiyono, 2016). Pada tahap yang selanjutnya
peneliti akan melakukan verifikasi data, hal yang akan diuperhatikan
peneliti adalah melakukan pemeriksaan secara terus menerus untuk
meyakinkan bahwa data sudah kredibel, bukan dari asumsi atau intuisi
peneliti. Dengan demikian kesimpulan tersebut dapat menjawab rumusan
masalah yang dirumuskan sejak awal.
DAFTAR PUSTAKA

Hasil Wawancara, (2024).

Ali, M. N. (2020). Mengenal Lebih Dalam Satuan Baru Pendidikan Dinyah


Formal(PDF). https://siedoo.com/berita-10017-mengenal-lebih-dalam-
satuan-baru-pendidikan-diniyah-formal-pdf/amp/

Hasil Wawancara, (2024).

Direktur, J. (2014). Surat Keputusan Direkrorat Jenderal Pendidikan Islam


Nomor 5839 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pedoman Pendirian Pendidikan
Dinyah Formal (p. 90).

Dudin, A. (2019). Evaluation Of The Implementation Ofpendidikan Diniyah


Formal (Formalreligious Education) In Pesantrendarussalam Ciamis West
Java. 42(6), 205–220.

Ermanovida, Syarifuddin, Putri, A. U., Mahriani, R., & Budiarto, G. (2021).


Strategi Impelementasi Kebijakan Kuliah Daring Masa Pandemi Covid-19
dengan Menerapakan TEKNOLOGI DIGITAL dalam Proses Pembelajaan
PKn di Universitas Sriwijaya (W. Asina (ed.); Nur Imanti). Bening Media
Publishing.

Faisol. (2020). Pendidikan Islam Persepektif. GUEPEDIA.

Herman. (2013). SEJARAH PESANTREN DI INDONESIA. Jurnal Islamic


Reviewurnal Islamic Review, 6(2), 145–158.

Hikmah, R. (2022). Legalitas Pendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah Upaya


Kontribusi Terbaik. Derektorat Jenderal Pendidikan Islam Kementeria
Agama RI. Legalitas Pendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah Upaya
Kontribusi Terbaik

Ikbal, M., Pohan, A. J., & Nasution, S. (2021). Pergumulan Sistem Pesantren
Trasformasi Menuju Identitas Baru (M. I. Barus (ed.)). Madina Publisher.
Jumroh, M. (2021). Implementasi Pelayanan Publik Teori dan Praktik. 81–150.

Kemenag. (n.d.). Al Qur.an Nu Karim. Retrieved May 29, 2023, from


https://quran.kemenag.go.id/quran/per-ayat/surah/6?from=1&to=165

Kemenag. (2022). Kementerian agama Republik Indonesia, Catat, 61 Satuan


Pendidikan Muadalah dan Diniyah Formal ini Sudah Punya Izin
Operasional. https://kemenag.go.id/nasional/catat-61-satuan-pendidikan-
muadalah-dan-diniyah-formal-ini-sudah-punya-izin-operasional-smlia9

Kemenag RI. (2014). Peraturan Menteri Agama Nomor 13 tentang Pendidikan


Keagamaan Islam (pp. 1–8).

Kontributor. (2021). Ijazah Pendidikan Diniyah Formal Dapat Peryetaraan dari


Al-Azhar Mesir. Kementerian Agama Repblik Indonesia.
https://kemenag.go.id/internasional/ijazah-pendidikan-diniyah-formal-dapat-
penyetaraan-dari-al-azhar-mesir-llfrhu

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. (2007). Peraturan Pemerintah Nomor 55


tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, pasal 8
Ayat (1) dan (2).

Pulungan, S. (2019). Sejarah Pendidikan Islam. Kencana.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta.

Taruna, M. M. (2018). Pendidikan Diniyah Formal Pusat Kaderisasi Ulama


Toleran. Pustaka Riski Putra.

Turmudzi, F., Syakir, A. M., Asrohah, H., & Nawawi, M. (2023). Dokumen
Penjamin Mutu Pendidikan Diniyah Formal. Majelis Masyayikh.

Ucu Kurniawan. (2020). “Penerapan Manajemen Pendidikan Diniyah Formal


(PDF) di Pondok Pesantren Al-Munawwarah Pekanbaru.” h. 199.
file:///C:/Users/hp/Downloads/BAB 1/TESIS UCU KURNIAWAN OK.pdf

Ulil Abshor, & Aksin. (2021). Implementasi Kebijakan Pendidikan Diniyah


Formal Di Madrasah Cokrokertopati Takeran Magetan. Excelencia: Journal
of Islamic Education & Management, 1(01), 65–83.
https://doi.org/10.21154/excelencia.v1i01.194

Wahid, A. (2016). Pendidikan Diniyah Formal Wajah Baru Pendidikan Pesantren


untuk Kaderisasi Ulama’. Jurnal Pendidikan Dan Pranata Islam -
SYAIKHUNA, 7(2), 292 – 302.

YAQIN, H. (2022). Impementasi Kebijakan Pendidikan Diniyah Formal (PDF)


Di Kalimantan. Universitas Islam Negeri Antasari.

Zulkhairi, T. (2018). Pendidikan Diniyah Formal di Dayah Tradisional. Yayasan


PeNa.

Anda mungkin juga menyukai