MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sejarah
Peradaban Islam
Dosen Pengampu :
Dr. H. Masrof M.Pd
Disusun Oleh
PAI 7C
Riqzi Firmansyah (21.01.00.025)
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ...................................................................................................15
B. Saran .............................................................................................................16
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada masa kekuasaan Dinasti Abbasiyah, umat Islam telah mencapai
puncak kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan
kekuasaannya. Menurut asal usul penguasanya selama masa 508 tahun
Daulah Abbasiyah mengalami tiga kali pergantian penguasa. Yaitu Bani
Abbas, Bani Buwaihi, dan Bani Saljuk. Posisi Daulah Abbasiyah ketika di
bawah kekuasaan Bani Buwaihi, keadaan Kekhalifahanya lebih buruk
ketimbang di masa sebelumnya, lebih-lebih karena Bani Buwaihi menganut
aliran Syiah. Akibatnya kedudukan Khalifah tidak lebih sebagai pegawai
yang diperintah dan diberi gaji. Sementara itu Bani Buwaihi telah membagi
kekuasaannya kepada tiga bersaudara. Ali menguasai wilayah bagian selatan
negeri Persia, Hasan menguasai wilayah bagian utara, dan Ahmad menguasai
wilayah Al-Ahwaz, Wasit dan Baghdad. Selama abad kekuasaan mereka
(masa-masa kejayaan mereka) yaitu tahun 945-1055, Dinasti buwaihi
menaikkan dan menurunkan kholifah sekehendak hatinya. Irak sebagai
sebuah provinsi di perintah dari ibukota Buwaihi, syiraz di Faris. 1
Bani Buwaihi mulai dikenal dalam sejarah adalah pada awal abad ke-4
Hijriah. Bani Buwaihi yang kemudian memegang kekuasaan di dalam Daulah
Abbasiyah pada mulanya berasal dari tiga orang bersaudara, yaitu Ali,
Al Hasan dan Ahmad. Ketiganya adalah putra dari seorang yang bernama
Buwaihi. 2
Buwaihi ini berasal dari keluarga miskin yang tinggal di suatu negeri
bernama Dailam. Ia adalah seorang rakyat biasa yang kehidupan sehari-
harinya sebagai pencari ikan. Ketiga orang anaknya pada mulanya juga
mengikuti kehidupan dan pekerjaan sehari-hari ayahnya. Walaupun mereka
berasal dari keluarga miskin, namun mereka terkenal dengan keberaniannya.
1
A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1995) hal 210
2
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta : Pustaka Book
Publisher, 2009), hal. 155
1
2
Watak keberanian ini memang sudah keturunan dari kakek mereka yang
bergelar Abu Suja’, yang berarti bapak pemberani. Di dalam diri ketiga
putranya ini tentu telah mengalir darah pemberani itu. Hal ini terbukti setelah
ketiga bersaudara ini jadi tentara.
Kakak tertua, yakni Ali Ibn Buwaihi karena keberanian dan
kecakapannya diangkat menjadi komandan tentara. Ia membawa kedua
adiknya pindah dari negeri mereka ke ibu kota Daulah Abbasiyah Baghdad.
Sebagai tentara yang punya keberanian tinggi ketiga bersaudara ini
mengabdikan diri kepada orang-orang penting dalam Daulah Abbasiyah
untuk melindungi mereka dari bahaya yang mengancam. Berkat langkah maju
yang ditempuh oleh Ali Ibnu Buwaihi akhirnya dapat masuk ke dalam pusat
kekuasaan khalifah. Berawal dari perjuangan inilah ia berhasil mengangkat
nama negeri Dailam ke kawasan Timur dan Barat. Pada gilirannya mereka
menjadi penguasa di ibu kota Baghdad, dimana kekuasaan mereka di kenal di
dunia Islam Timur dan Barat.
Itulah asal usul keluarga Buwaihi yang pada mulanya berasal dari
keluarga miskin di negeri Dailam kemudian menjadi penguasa di dalam
Daulah Abbasiyah selama hampir satu seperempat abad. 3
Kekuasaan Buwaihi mencapai puncaknya di bawah kepemimpinan
‘Adud Al Dawlah (949-983), putra Rukn Al Dawlah. ‘Adud Al Dawlah
bukan hanya seorang penguasa Buwaihi yang paling unggul., tetapi ia juga
yang paling masyhur pada zamanya. Di bawah kendalinya, pada 977 dia
berhasil mempersatukan beberapa kerajaan kecil yang sudah muncul sejak
periode kekuasaan Buwaihi di Persia dan Irak, sehingga membentuk satu
Negara yang besarnya hampir menyerupai Imperium.
Teladan yang di perlihatkan ‘Adud Al Dawlah dalam dukunganya
terhadap pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan sastra antara lain
memperindah Baghdad, memperbaiki kanal-kanal yangs sudah using dan di
beberapa kota-kota lain, mendirikan sejumlah masjid, rumah sakit dan gedung
3
Taufik Abdullah dkk , Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Khilafah, (Jakarta: PT Ichtiar
Baru Van Hoeve, 2002), hal 69
3
4
Philip K. Hitti, Dinasti-Dinasti di Timur, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), hal 600
BAB II
PEMBAHASAN
5
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam (Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 2004), hal. 119
6
Nur Ahmad Fadhil Lubis, Dinasti Abbasiyah dalam Ensiklopedi Tematis, (Jakarta : PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), hal. 81
4
5
selalu mencari peluang yang baik untuk menduduki Baghdad yang menjadi
tempat kedudukan khalifah. Kota ini dikawal ketat oleh sejumlah pengawal yang
dipimpin oleh Tauzon, seorang diktator militer yang bergelar Amir al-Umara’.
Pada masa khalifah al-Muttaqiy, Ahmad ibn Buwaihi pernah diminta oleh
khalifah datang ke Baghdad guna melindungi dirinya, karena pada waktu itu
terjadi keretakan hubungan antara khalifah dengan Tauzon. Pada tahun 332 H ia
berangkat menuju Baghdad, namun sebelum masuk kota itu ia dicegat oleh
Tauzon, sehingga ia gagal masuk ke sana.
Pada tahun 334 H Tauzon meninggal dunia, sedangkan wakilnya yang
bernama Ibn Syairazad sedang berada di luar kota Baghdad. Kesempatan ini
dimanfaatkan oleh Ahmad ibn Buwaihi untuk memasuki Baghdad, kehadirannya
diterima baik oleh Khalifah al-Mustakfiy yang ketika itu menghadapi bahaya
besar dari orang-orang Turki. Dalam kondisi ini yang terbaik baginya adalah
meminta perlindungan kepada Ahmad ibn Buwaihi yang terkenal gagah dan
berani dengan cara mengangkatnya sebagai penguasa atas nama khalifah.
Sehingga orang-orang Turki yang dianggap berbahaya tidak berpeluang merebut
kedudukan khalifah. 7
Sebagai penghargaan terhadap keluarga Buwaihi, khalifah memberikan
gelar kepada Ahmad Ibn Buwaihi dengan Mu’iz al-Daulah (Penegak Negara),
kepada Ali ibn Buwaihi dengan Imad al-Daulah (Tiang Negara) dan
kepada Hasan ibn Buwaihi dengan Rukn al-Daulah (Penopang Negara). Mulai
saat itu resmilah keluarga Buwaihi sebagai pemegang kekuasaan dalam Daulah
Abbasiyah. Selanjutnya kekuasaan dipegang secara turun temurun oleh keluarga
ini hingga mereka dijatuhkan oleh Bani Saljuk pada tahun 447 H/ 1055 M.8
Selama kekuasaan Dinasti Buwaihi ini tercatat penguasa yang memerintah
sebanyak 11 orang yaitu:
1. Ahmad Ibn Buwaihi (Mu’iz al-Daulah) tahun 334-356 H
2. Bakhtiar (’Izz al-Daulah) tahun 356-367 H
3. Abu Suja’ Khusru (‘Adhd al-Daulah) tahun 367-372 H
4. Abu Kalyajar al-Marzuban (’Sham-sham al-Daulah) tahun 372-376 H
5. Abu al-Fawaris (Syaraf al-Daulah) tahun 376-379 H
7
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di ... hal. 134
8
Taufik Abdullah dkk , Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Khilafah..., hal 75
6
9
Su'ud, Abu. Islamologi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), hal 72
10
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran ... hal. 166
7
13
Misbah, Ma'ruf. dkk, Sejarah ..., hal 61
14
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2013), hal. 266
15
Nur Ahmad Fadhil Lubis, Dinasti Abbasiyah dalam ... hal. 92
9
16
Su'ud, Abu. Islamologi.., hal 85
10
17
Al Ismailiah adalah golongan syi‟ah yang dinamakan menurut sisilah keimaman dari
kesemuanya itu tidak lain tidak bukan sebagai wujud aktivitas keagamaan
yang terintegrasi. Salah satu yang menarik pada masa dinasti Buwaihi ini
adalah adanya organisasi rahasia yang bergerak di bawah tanah, yang mereka
namakan dirinya dengan Ikhwan Al Shafa. Yaitu sekelompok filosof yang
mengembangkan pemikiran-pemikiran mereka secara sembunyi-sembunyi,
dalam artian, nama anggota-anggotanya tidak dibeberkan. Dalam konteks
sekarang, di Indonesia juga terdapat organisasi wadah berkumpulnya
cendikiawan-cendikiawan muslim yaitu ICMI yang didirikan oleh Bpk.
Prof.H. BJ.Habibi. Namun, ICMI dalam kegiatannya tidak sembunyi-
sembunyi seperti Ikhwan Al Shafa. ICMI berusaha. memberikan sumbangsih
untuk kemajuan NKRI dan bekerja sama dengan pemerintah. Sistem
pemikiran dan pola pendidikan Islam pada masa Dinasti Buwaih tidak
terlepas dari pemikiran tokoh-tokoh filsafat pada masa itu, seperti Ibnu Sina,
Ibnu Maskawaih, Khawarizmi; dapat dibahas sebagai berikut:
1. Tujuan Pendidikan
18
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta:Hida Karya Agung,1963,hal. 46
19
Ibid
12
20
Ibid hal 47
21
Ibid
22
Ali Al Jumbulati dan Abdul Futuh Al Tuwaanisi, Dirasatun Muqaaranatun Fit
Tarbiyyatil Islamiyyah diterjemahkan oleh Arifin, Cet ke-2, Jakarta: Asdi mahasatya, 2002,hal. 118
13
23
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta Rajawali Pers,2010), hal. 67
24
E. Abdul Aziz Tibrizi, Diktat II Sejarah Kebudayaan Islam, (Tangerang, :Pon-pest DaaEl-
Qolam), hal 46
14
dan menahannya sampai meninggal dunia pada tahun 376 H. Setelah memegang
kekuasaan selama 3 tahun 11 bulan, sejak terjadinya sengketa antara Sham-sham
al-Daulah dengan Syaraf al-Daulah inilah Dinasti Buwaihi mulai mengalami
kemunduran.
Pada Masa kekuasaan Syaraf al-Daulah keadaan politik mulai memburuk
karena jalan kekerasan yang ditempuhnya mendapat kebencian dari keluarga
Bani Buwaihi sendiri. Namun kebetulan ia tidak lama memegang kekuasaan,
karena meninggal pada tahun 379 H, dalam usia 28 tahun setelah berkuasa
selama 2 tahun 8 bulan. Kemudian ia digantikan oleh saudaranya Abu Nashr
yang bergelar Baha’ al-Daulah setelah, mendapat persetujuan dari khalifah Al-
Tha’i di Baghdad. 25
Berbeda dengan beberapa penguasa sebelumnya Baha’ al-Daulah telah
mulai memberikan kesempatan kepada orang-orang Turki untuk jabatan penting.
Bahkan ia sampai mengabaikan keluarganya sendiri yang merupakan sendi
kekuatan Bani Buwaihi. Tindakan lain yang dilakukannya adalah dengan
menangkap seorang penguasa wilayah (gubernur) Ali ibn Syaraf al-Daulah
karena dianggapnya akan menjadi saingan. Ali Adalah Putra saudaranya sendiri.
Karena terlalu khawatir, maka Ali dibunuhnya. Tindakan ini membawa dampak
yang negatif. 26
Kemudian sewaktu terjadi sengketa antara orang-orang Turki dengan
orang-orang Dailam, Baha’ al-Daulah segera menghimpun orang-orang Turki
dengan maksud supaya dapat melemahkan kekuatan orang-orang Dailam.
Tindakan ini menimbulkan pergolakan, salah seorang keluarga Bani Buwaihi
yang bergelar Fakhr al-Daulah yang waktu itu menjabat gubernur wilayah Ray,
Hamadzan dan Isfahan bertekad menguasai wilayah Iraq. Dan ia berusaha
mendapatkan peluang untuk menduduki Baghdad. Ketika ia berangkat bersama
tentaranya menuju Baghdad berita tentang keberangkatannya diketahui oleh
Baha’ al-Daulah, ia segera mengirim pasukan untuk mematahkannya,
pertempuran tidak dapat dielakkan pasukan Baha’ al-Daulah berhasil memukul
mundur Fakhr al-Daulah. Dengan demikian Baha’ al-Daulah masih dapat
25
E. Abdul Aziz Tibrizi, Diktat II Sejarah... hal 51
26
Istianah Abu Bakar, Sejarah Peradaban Islam, (Malang : UIN-Malang Press, 2008), hal. 56
15
Peperangan antara Baha’, Syaraf dan saudara ketiga mereka, Shamsham al-
Daulah, juga pertikaian antar anggota-anggota kerajaan untuk menentukan
penerus mereka serta fakta bahwa Buwaihi berkecenderungan Syi’ah sehingga
sangat di benci oleh orang-orang Baghdad yang Sunni, menjadi sebab-sebab
penting bagi keruntuhan dinasti Buwaihi. Pada tahun 1055, Raja Saljuk yang
bernama Thughril Beg memasuki Baghdad dan megakhiri riwayat kekuasaan
Buwaihi. Raja yang terakhir dari dinasti ini di Irak yang bernama al-Malik al-
Rahim (1048-1055), mengakhiri hidupnya dalam kurungan.31
30
E. Abdul Aziz Tibrizi, Diktat II Sejarah... hal 57
31
Philip K. Hitti, Dinasti-Dinasti di Timur..., hal 599
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian dalam pembahasan tentang Dinasti Buwaihi di atas dapat di
simpulkan bahwa, menurut asal usul penguasanya selama masa 508 tahun
Daulah Abbasiyah mengalami tiga kali pergantian penguasa. Yaitu Bani
Abbas, Bani Buwaihi, dan Bani Saljuk.
Ketika berada di bawah kekuasaan Dinasti Buwaihi kedudukan
Khalifah tidak lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji.
Sementara itu Bani Buwaihi telah membagi kekuasaannya kepada tiga
bersaudara. Ali menguasai wilayah bagian selatan negeri Persia, Hasan
menguasai wilayah bagian utara, dan Ahmad menguasai wilayah Al-Ahwaz,
Wasit dan Baghdad.
Banyak kemajuan-kemajaun yang terjadi di zaman Dianasti Buwaihi,
terutama ketika kepemimpinan ‘Adhd Al Daulah. Dalam dukunganya
terhadap pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan sastra beliau
melakukan pengembangan antara lain memperindah Baghdad, memperbaiki
kanal-kanal yang sudah usang dan di beberapa kota-kota lain, mendirikan
sejumlah masjid, rumah sakit dan gedung-gedung publik, observatorium
terkenal dan lain-lain.
Dalam perjalanan berikutnya, karena adanya peperangan antara
pembesar-pembesar dinasti Buwaihi antara lain Baha’, Syaraf dan saudara
ketiga mereka, Shamsham Al Dawlah, dan juga pertikaian antar anggota-
anggota kerajaan untuk menentukan penerus mereka, serta fakta bahwa
Buwaihi berkecenderungan Syi’ah sehingga sangat di benci oleh orang-
orang Baghdad yang Sunni, menjadi sebab-sebab penting bagi keruntuhan
dinasti Buwaihi. Selain itu dengan berkuasanya Bani Saljuk dalam Daulah
Abbasiyah menggeser kekuasaan Dinasti Buwaihi. Kehadiran Bani Saljuk ini
adalah atas ''undangan'' Khalifah untuk melumpuhkan kekuatan Bani Buwaihi
di baghdad. Dan inilah akhir dari kekuasaan Dinasti Buwaihi.
17
18
B. Saran
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua, dan menjadikan
kita semua golongan orang-orang yang terus belajar. Karena semakin kita
banyak belajar, maka kita akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat bagi kita
juga orang lain. Dengan mempelajari dan mengetahui sejarah peradaban
Islam tentang Dinasti Buwaihi yang ada dalam makalah ini, kita semakin bisa
untuk berfikir lebih maju dalam menyikapinya, karena pengetahuan yang kita
dapat dari makalah ini dapat dijadikan sebagai pegangan dan bahan referensi
dalam kehidupan kita selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik dkk. 2002. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Khilafah. Jakarta:
PT Ichtiar Baru Van Hoeve
Lubis, Nur Ahmad Fadhil. 2002. Dinasti Abbasiyah dalam Ensiklopedi Tematis.
Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve
Misbah, Ma'ruf dkk. 2002. Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Aliyah Kelas III.
Semarang: CV. Wicaksana
Munir, Samsul. 2013. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Amzah
19