Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

FASE PEMERINTAHAN DINASTI ABBASIYAH PERIODE III, IV,V

Makalah ini Diajukan untuk Memenuhi Tugas Sejarah Kebudayaan Islam

Oleh:

-NAJHAN ASYHAB HUSAEN -ARYA NUGRAHA

-SHOFIYYAH NURROSYIDAH -ANJARIO ARDYAN

-RIFFA FACHREZI BUDIMAN -BAGAS PUTRA

-MUHAMMAD RAMADHAN A. –DAFFA HENSEM

10122022

Guru:

ENOK ATIN SOPIYAH, S.Ag


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas segalah limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Makalah yang disusun berdasarkan
pengetahuan dan sumbangan pemikiran dari beberapa teman dan pembimbing guru SKI.

Kami dapat menyelesaikan Makalah ini tidak terlepas dari do’a dan dorongan semangat serta
perhatian yang didapat dari saudarasaudara, rekan-rekan siswa kelas MIPA 2 dan guru SKI yang
telah membimbing serta telah banyak menyumbang hasil pemikiran serta memberi bantuan moril
maupun materil kepada kami sehinga kami dapat menyelesaikan Tugas Makalah ini dengan
selesai.

Kami menyadari bahwa Makalah ini jauh dari kesempurnaan, mempunyai kesalahan dan
kekurangan, kritik dan saran membangun dikemudian hari sangat menyenangkan hati dan nurani
kami.

Akhirnya kami berharap semoga Makalah ini dapat meberikan sumber informasi dan pikiran
yang dapat membantu kita.

Tasikmalaya,10 Oktober 2022

Kelompok 2,

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................................... 1

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. 2

DAFTAR ISI ................................................................................................................................. 3

BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................5
1.3 Tujuan Makalah.............................................................................................................5
BAB II.............................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.........................................................................................................................6
2.1 Periode Ketiga...............................................................................................................6
2.2 Periode Keempat...........................................................................................................7
2.3 Periode Kelima..............................................................................................................8

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pemerintahan dinasti Abbasiyah dinisbatkan kepada Al-Abbas, paman Rasulullah SAW.
Adapun khalifah pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah Al-Asaffah bin Muhammad bin
Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdil Muttalib. Dinasti ini berkuasa selama lima abad, yaitu dari
132-656 Hijriyah (750-1258 M). Bagi kalangan bani Hasyim (Alawiyah), setelah Rasulullah
wafat, yang berhak berkuasa adalah keturunan Nabi Muhammad SAW.

Pemerintahan yang diterapkan dinasti berbedabeda sesuai dengan perubahan politik,


sosial dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu terbagi menjadi
lima periode, yaitu periode pertama (132 H/750 M-232 H/847 M) disebut periode pengaruh
Persia pertama. Periode kedua (232 H/847 M-334 H/945 M) disebut masa pengaruh Turki
pertama. Periode ketiga (334 H/945 M-447 H/1055 M) masa kekuasaan Dinasti Buwaihi dalam
pemerintahan khalifah Abbasiyah atau masa pengaruh Persia kedua. Periode keempat (447
H/1055 M-590 H/1194 M) masa kekuasaan Dinasti Saljuk dalam pemerintahan khalifah
Abbasiyah atau masa pengaruh Turki kedua. Periode kelima (590 H/1194 M656 H/1258 M)
masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain tetapi kekuasaannya hanya efektif disekitar
Baghdad.

Dinasti Abbasiyah berdiri sebagai pengganti dinasti Umayyah, yang sebelumnya


merupakan pemimpin dunia Islam. Kekuasaan dinasti Abbasiyah berkisar dalam rentang waktu
yang panjang yakni dari tahun 750-1258 M. Setelah melalui masa-masa yang hebat dan penuh
kejayaan, dinasti ini menghadapi ancaman yakni pertikaian politik. Dinasti ini menjadi ajang
berebut pengaruh orang Turki yang bermazhab Sunni dan orang Persia yang beralihan Syiah.
Oleh sebab pergeseran politik inilah menyebabkan pemberontakan-pemberotakan rakyat di ibu
kota Baghdad semakin tidak terkendali keamanannya. Oleh sebab keadaan pemerintahan pusat
yang tidak efektif menyebabkan kontrol atas wilayah bawahan menjadi tidak tertib yang
berujung pada terlepasnya satu persatu wilayah Abbasiyah. Keadaan ini lebih dikenal sebagai

4
masa disintegrasi Abbasiyah. Hal ini terjadi karena Khalifah tidak lagi cukup kuat menertibkan
lagi bawahannya.

1.2 Rumusan Masalah


Dari pemaparan latar belakang yang sudah dijelaskan diatas, maka Makalah ini akan
mengkaji rumusan masalah sebagai berikut :

1. Mengetahui priode Ketiga dari Dinasti Abbasiyah

2. Mengetahui priode Keempat dari Dinasti Abbasiyah

3. Mengetahui priode Kelima dari Dinasti Abbasiyah

1.3 Tujuan Makalah


Berdasarkan rumusan masalah yag terurai diatas maka tujuan penulisan ini adalah
sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui priode Ketiga dari Dinasti Abbasiyah

2. Untuk mengetahui priode Keempat dari Dinasti Abbasiyah

3. Untuk mengetahui priode Kelima dari Dinasti Abbasiyah

5
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Periode Ketiga
Periode ini disebut priode pengaruh Persia kedua. Khalifah Al-Muttaqi memerintah tidak
lama, setelah meninggal, Jendral Tuzun kemudian mendudukkan Al-Muktafi sebagai khalifah
pada tahun 944 M. Selama pemerintahan Khalifah Al-Muktafi ini ada peristiwa perubahan
politik. Pada waktu itu tampil penguasa baru dari daerah Dailami, yaitu Dinasti Buwaihiyah.
Khalifah Al-Muktafi mengundang Dinasti Buwaihiyah ke Baghdad, ia menghendaki agar para
pengawal Turki itu disingkirkan dari istana Baghdad. Dengan harapan dominasi oleh para
pengawal Turki tidak keterlaluan. Ahmad bin Buwaih kemudian ditunjuk sebagai Amin Al-
Umara oleh khalifah. Maka akhirnya pemegang kekuasaan yang sebenarnya adalah Ahmad bin
Buwaih dari Dinasti Buwaihiyah.

Keadaan itu membuatkedudukan khalifah tetap tidak lebih baik. Khalifah Al-Muktafi
berkuasa hanya selama dua tahun hingga tahun 945
M. Kemudian pemegang tahta digantikan oleh Al-
Muti kemudian tahta beralih kepada At-Tai yang
berkuasa hingga tahun 991 M. Kepemimpinan At-
Tai tidak sesuai keinginan penguasa Dinasti
Buwaihiyah sehingga ia diturunkan dari takhta
kemudian digantikan oleh Al-Qodir. Khalifah Al-
Qadir ini merupakan salah satu khalifaj yang harum
namanya karena ia khalifah yang saleh dan
berakhlak mulia. Al-Qadir kemudian menurunkan
tahta kepada anaknya yang beranama Abu Jafar
Abdullah yang bergelar Al-Qoim.

Khalifah-khalifah yang berkuasa pada


periode ini, tidak mampu menjaga politik sehingga keadaan sering tidak stabil. Penyebab
utamanya adalah terjadinya perebutan jabatan Amir Al-Umara diantara para petinggi Dinasti
Buwahiyah sendiri. Pada kondisi, para khalifah pun sampai kehilangan legitimasi keagamaannya.

6
Buktinya, posisi khalifah sebagai khatib salat Jumat diserahkan kepada orang-orang
Dinasti Buwahiyyah. Padahal Dinasti Buwahiyah pengikut golongan Syiah, sedangkan Dinasti
Abbasiyah pengikut aliran Suni.

Masa Abbasy Gelombang III atau Periode Ketiga (334 H/946 M-447 H/1055 M), disebut
periode pengaruh Persia kedua.

Untuk melepaskan khalifah dari pengaruh Turki, maka khalifah al-Mustaqfi (944- 946 M)
terpaksa mengundang dan meminta bantuan kepada pemimpin Buwaih, Ahmad ibn Abu Shuja’
untuk mengusir tentara Turki. Setelah berhasil mengalahkan tentara Turki, Ahmad menjadikan
khalifah lemah dan mendirikan dinasti Buwaih dengan gelar Mu’izz al-Daulah. Ia memerintah
sebagai wazir utama dan mengambil kekuasaan atas orang sunni.

Ia menghabisi kedaulatan khalifah dan mendudukkan Mukti, anak khalifah Muqtadir


sebagai khalifah. Setelah Mu’izz, puteranya, ‘Izz al-Daulah berkuasa (967 M). Sejak itu
kekuasaan mutlak ada ditangan para wazir/sultan dari dinasti Buwaih. Izz alDaulah kemudian
dilengserkan oleh Adud al-Daulah (putera Imad al-Daulah)7 dalam perebutan jabatan amir al-
umara. Kemajuan dalam berbagai bidang dimulai sejak periode Mu’izz, namun pada era ‘Adud
al-Daulah dalam berbagai bidang terutama ilmu pengetahuan dan kegiatan ilmiah maju pesat
yang mencapai puncaknya. Daerah kekuasaannya meluas dari Ispahan sampai Shiraz dan dari
Laut Kaspia sampai Teluk Persia, Setelah Mu’izz wafat (983 M) puteranya memakai gelar
Shams al-Daulah dan Shams al-Millah. Kemudian dijatuhkan oleh saudaranya, Sharaf al-Daulah
(983-989 M). Setelah Sharaf al-Daulah wafat, tidak ada sultan Buwaih yang cakap, sampai
kemudian pada abad ke-25, Qadir bi Allah atau Abul Abbas Ahmad al-Qadir (991-1031 M)
memerintah, namun Banu Abbasiyah menjadi terbelah-belah. Dengan kelemahan mereka
mengundang orang Seljuk menguasai politik Baghdad pada 1055M yang menandai masa
berakhirnya Banu Buwaih/dinasti Buwaih dan bermulalah kekuasaan dinasti Seljuk yang juga
menandakan awal periode keempat Banu Abbasiyah.

7
2.2 Periode Keempat
Periode ini disebut periode pengaruh Turki kedua. Khalifah Al-Qoim mengawali kekuasaan
Dinasti Abbasiyah pada priode ini. Orang-orang Turkki memberi pengaruh lagi pada masa
pemerintahan Dinasti Abbasiyah melalui khalifah Al-Qoim yang tidak menyukai dominasi
Dinasti Buwaihiyah sehingga ia ingin melepaskan diri dari pengaruh Dinasti Buwaihiyah. Pda
tahun 1055 M, kondisi keamanan masyarakat terancam akibat adanya perselisihan internal
Dinasti Buwaihiyah di Baghdad. Khalifah Al-Qoim mengambil langkah pemulihan kekacauan
dengan meminta bantuan Dinasti Seljuk untuk menyingkirkan Orang-orang Dinasti Buwaihiyah
dari istananya Tugtul Bek, pemimpin Dinasti Seljuk dapat menjalankan tugas dengan baik.

Selanjutnya, Dinasti Seljuk memulihkan hak-hak dengan kekuatan khalifah di bidang


keagamaan. Tugas dan hak Khalifah untuk mengisi khutbah dalam shalat Jumat di Baghdad,
kembali seperti dahulu. Jabatan Amir Al-Umara yang menjadi biang perebutan Dinasti
Buwaihiyah diberikan kepada kepada Tugrul Bek. Untuk lebih meningkatkan hubungan baik
dengan Dinasti Seljuk, khalifah Al-Qoim menikahkan salah seorang putrinya dengan Tugrul Bek.

Pada tahun 1075 M khalifah Al-Qoim meninggal dunia. Kedudukkan nya digantikan oleh
cucunya bernama Abu Qosim Abdullah dengan gelar Al-
Muqtadi. Khalifah Al-Muqtadi memerintah selama 19
tahun sampai pada tahun 1094 M. Penggantinya adalah
anaknya yaitu Abu Abbas Ahmad yang bergelar Al-
Mustazin. Khalifah Al-Mustazin memegang pemerintahan
dalam waktu cukup lama yaitu selama 25 Tahun.
Selanjutnya Al-Mustazin digantikan oleh Abu Mansur,
anak Abu Abbas Ahmad dan bergelar Al-Mustarsid.
Ketika ia memerintah, khalifah Al-Mustarsid terlibat
perselisihan dengan Ma’ud saudara Sultan Mahmud dari
Bani Seljuk. Al-Mustazin dibunuh dalam perseteruan itu
pada tahun 1135 M. Sepeninggalan Al-Mustazin
pemerintahan diambil alih oleh anaknya yaitu Ar-Rasyid. Tetapi, ia memerintah hanya beberapa
bulan. Kemudian digantikan oleh Abu Abdullah, anak Al-Mustazin yang bergelar Al-Muqtafi.
Dengan kepimpinannya, kekacauan yang terjadi di beberapa daerah dapat teratasi.

8
2.3 Periode Kelima
Pada periode ini, Khalifah An-Nasr dapat dikatakan sebagai khalifah yang berhasil,
setidaknya dilihat masa pemerintahannya yang berlangsung selama 45 Tahun. Apalagi dengan
kehancuran Dinasti Seljuk, pemerintahan menjadi semakin kuat. Khalifah selanjutnya adalah Az-
Zahir, anaknya An-Nasr. Pemerintahan khalifah Az-Zahir hanya berlangsung selama 1 Tahun.
Kemudian ia digantikan oleh Abu Jafar Al-
Mansur, anaknya Az-Zahir, yang bergelar
Al-Mustansir. Khalifah ini cukup terkenal
karena ia seorang pemberani dan adil. Ia
mampu memulihkan kekuatan dan
kebesaran kekhalifahan Dinasti Abbasiyah.
Ia berkuasa dalam waktu 16 Tahun hingga
tahun 1242 M. Kemudian digantikan oleh
anaknya bernama Abu Ahmad Abdullah dengan gelar Al-Mustasin, ia salah satu khalifah yang
lemah dalam pemerintahan Dinasti Abbasiyah.

Kehancuran Dinasti Abbasiyah dating bersamaan dengan serbuan pasukan Hulagu Khan
pada Tahun 1258 M. Kota Baghdad porak poranda dan berbagai peninggalan sejarah
dihancurkan, khalifah Al-Mustasin dan keluarganya dibunuh dalam serbuan itu.

Berakhir sudah kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Sistem politik dan militernya yang begitu
kuat pada masa sebelumnya, lenyap saat itu juga. Setelah itu, Baghdad dan wilayah islam lainnya
jatuh dalam kekuasaan bangsa Mongol. Tetapi, bukan berarti perjalanan perkembangan islam
berakhir.

Masa Abbasy Gelombang IV atau Periode Keempat (447 H/1055-590 H/1194 M) dan Kelima
(590 H/1194 M-656 H/1258 M), disebut periode pengaruh Turki kedua dan masuknya orang-
orang Seljuk ke Baghdad sampai jatuhnya Baghdad ke tangan Bangsa Mongol.

Kemunculan dinasti Seljuk sebagai suatu kekuatan Turki yang berasal dari daerah yang
membentang antara Kirghiztan sampai Bukara yang berasal dari beberapa kabilah kecil rumpun
suku Ghuz di wilayah Turkistan. Ketika itu mereka belum bersatu, kemudian dipersatukan oleh
Seljuk ibn Tuqaq. Karena itu, mereka disebut orang-orang Seljuk. Setelah Seljuk ibn Tuqaq
meninggal, kepemimpinan dilanjutkan oleh anaknya, Israil. Namum, Israil dan kemudian

9
penggantinya Mikail, saudaranya ditangkap oleh penguasa Ghaznawiyah. Kepemimpinan
selanjutnya dipegang oleh Thugrul Bek. Pemimpin Seljuk terakhir ini berhasil mengalahkan
Mas’ud al-Ghaznawi, penguasa dinasti Ghaznawiyah (429 H/1036 M). Setelah keberhasilan
tersebut, Thugrul memproklamasikan berdirinya dinasti Seljuk. Pada tahun 432 H/1040 M
dinasti ini mendapat pengakuan dari khalifah Abbasiyah di Baghdad.

Posisi dan kedudukan khalifah lebih baik setelah dinasti Seljuk berkuasa; kewibawaannya
dalam bidang agama dikembalikan setelah beberapa lama “dirampas” orang-orang Syi’ah.
Dinasti-dinasti kecil yang sebelumnya memisahkan diri, setelah ditaklukkan dinasti Seljuk ini,
kembali mengakui kedudukan Baghdad, bahkan mereka terus menjaga keutuhan dan keamanan
Abbasiyah untuk membendung faham Syi’ah dan mengembangkan madzhab Sunni yang dianut
mereka.

Sepeninggal Thugrul Bek (455 H/1063 M), dinasti Seljuk berturut-turut diperintah oleh Alp
Arselan (455-465 H/1063-1072 M), Maliksyah (465-485 H/1072-1092 M), Mahmud (485-487
H/1092-1094 M), Barkiyaruq (487-498 H/1094-1103 M), Maliksyah II (498 H/1103 M), Abu
Syuja’ Muhammad (498-511 H/1103-1117 M) dan Abu Haris Sanjar (511-522 H/1117-1128 M).
Pemerintahan Seljuk ini dikenal dengan nama alSalajikah al-Kubra (Seljuk Besar atau Seljuk
Agung).9 Pada masa Alp Arselan, ilmu pengetahuan dan agama mulai berkembang dan
mengalami kemajuan pada zaman Sultan Maliksyah yang dibantu oleh perdana menterinya
Nizham al-Mulk. Perdana menteri ini memprakarsai berdirinya Universitas Nizhamiyah (1065
M) dan Madrasah Hanafiyah di Baghdad.

Perhatian pemerintah terhadap perkembangan ilmu pengetahuan melahirkan banyak ilmuwan


muslim, diantaranya al-Zamakhsyari dalam bidang tafsir, bahasa dan teologi; al-Qusyairy dalam
bidang tafsir; Abu Hamid al-Ghazali dalam bidang teologi; dan Farid al-Din al-‘Aththar dan
Umar Khayam dalam bidang sastra. Bukan hanya pembangunan mental spiritual, dalam
pembangunan fisik pun dinasti Seljuk banyak meninggalkan jasa. Maliksyah terkenal dengan
usaha pembangunan masjid, jembatan, irigasi dan jalan raya. Setelah Sultan Maliksyah dan
perdana menteri Nizham al-Mulk wafat dinasti Seljuk mulai mengalami masa kemunduran di
bidang politik. Perebutan kekuasaan dianggota keluarga, setiap propinsi berusaha melepaskan
diri dari pusat, beberapa dinasti kecil memerdekakan diri. Kekuasaan dinasti Seljuk berakhir
ditangan Khawarizm Syah pada tahun 590 H/1199 M. Dengan lemahnya para pengganti Seljuk,

10
selanjutnya wilayah Seljuk terbagi menjadi 14 kerajaan Islam, disamping itu, Perang Salib juga
membawa kekhalifahan Abbasiyah sudah diambang kehancuran, saat-saat itulah sudah muncul
kekuatan-kekuatan raksasa baru, bangsa Mongol yang mengakhiri kekuasaan Abbasiyah di
Baghdad. Banu Abbasiyah tidak mampu mencegah pusat peradaban Islam terbesar di dunia,
Baghdad, baik secara fisik maupun secara kultur oleh tentara Mongol yang dipimpin oleh cucu
Jenghis, Hulagu Khan (1258 M).

Dari uraian di atas dapat digambarkan silsilah para khalifah Banu Abbasiyah yang berkuasa
di Baghdad pada tahun 750 M s.d 1258 M, sebagaimana bagan berikut ini:

MUSTA'SHI M
(1242-1258)

11
BAB III

KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:

(1) Pola pemerintahan yang diterapkan pada masa Banu Abbasiyah berbeda-beda sesuai
dengan perubahan politik, sosial dan budaya. Masa Abbasy I atau periode pertama (132 H/750
M-232 H/847 M) disebut periode pengaruh Persia pertama, Masa Abbasy II atau periode kedua
(232 H/847 M-334 H/945 M) disebut masa pengaruh Turki pertama, Masa Abbasy III atau
periode ketiga (334 H/945 M-447 H/1055 M), Masa Abbasy IV atau periode keempat (447
H/1055-590 H/1194 M) dan Kelima (590 H/1194 M-656 H/1258 M), disebut periode pengaruh
Turki kedua dan masuknya orang-orang Seljuk ke Baghdad sampai jatuhnya Baghdad ke tangan
Bangsa Mongol;

(2) Pada masa pemerintahan Banu Abbasiyah, khalifah sebagai kepala pemerintahan,
penguasa tertinggi sekaligus menguasai jabatan keagamaan, pemimpin sakral. Sedangkan jabatan
Wazir (perdana menteri) adalah pelaksana non militer yang diserahkan oleh khalifah;

(3) Banu Abbasiyah mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Harun Al-
Rasyid (786-809 M) dan putranya Al Makmun (813-833 M);

(4) Pada masa pemerintahan khalifah Banu Abbasiyah, masing-masing mempunyai


kebijakan baik politik maupun keagamaan.

(5) Pemerintahan Banu Abbasiyah mengalami perkembangan ilmu pengetahuan, baik


ilmu pengetahuan umum maupun ilmu pengetahuan agama.

Sebagai mana yang dipaparkan pada di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan
bahwasannya penyebab stagnasi kebudayaan Islam pada pemerintahan Daulah Abbasiyah karena
kekuasan dikendalikan oleh para pemimpin yang lemah & tak berdaya. Di genggaman tangan
para penguasa yang tak berdaya posisi politik sentral tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya,
ekonomi tidak bisa berkembang dan meraka juga tidak mampu mengatasi perselisihan Sunni
Syi’ah dan konflik-konflik lainnya yang kemudian menimbulkan konflik berkepanjangan.

12
Walaupun ada yang meranggapan banyak yang menjadi sebab-musabab dari kemunduran
Daulah Abbasiyah, seperti kekuasaan yang begitu luas, atau karena minimnya anggaran belanja
negara, namun yang paling berpengaruh disebabkan oleh diangkatnya pemimpin-pemimpin yang
lemah dan tidak berdaya serta banyaknya konflik-konflik yang terjadi. Semua yang menjadi
sebab-musabab kemunduran akan menjadi hilang dan sirna apabila pemimpin yang dibaiat
merupakan orang yang tangguh dan mampu menjalankan semua tugasnya.

13

Anda mungkin juga menyukai