Anda di halaman 1dari 14

KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN KERAJAAN SAFAWIYAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Sejarah Agraris dan Maritim
Dosen Pengampu: Dr. Ading Kusdiana, M.Ag., Widiati Isyana, M.Ag.

Oleh:

Faisal Renaldi 1145010041


Firli Apriliani 1145010047
Ibnu Siri 1145010056
Hermawan Arisusanto 1145010059
Jawad Mughofar KH 1145010071
Khorru Sujjada Sabbah 1145010073

JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2016
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrohiim,
Puji syukur Kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk, rahmat,
dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas ini tanpa ada halangan
apapun sesuai dengan waktu yang telah di tentukan.
Makalah ini di susun dalam rangka memenuhi tugas terstruktur pada mata
kuliah Sejarah dan Peradaban Islam II. Penyusun menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat
penyusun harapkan.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penyusun dan
umumnya bagi para pembaca. Aamiin.

Bandung, 07 April 2016

Penyusun,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Polemik Kerajaan Safawiyah Sepeninggal Abbas I ....................... 3


B. Faktor-Faktor Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawiyah 5
C. Faktor Utama Penyebab Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan
Safawiyah ....................................................................................... 7

BAB III PENUTUP

A. Simpulan ........................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kerajaan Syafawiyah dalam perkembangannya menjadi sebuah
kerajaan yang sangat besar bahkan luas daerahnya pun semakin bertambah
luas. Hal ini tidak terlepas dari berbagai kemajuan yang telah dicapai
Kerajaan Safawiyah terutama pada masa Syah Abbas I diantaranya
kemajuan di bidang ekonomi, pembangunan infrastruktur masyarakat, ilmu
pengetahuan, dan yang paling mencolok adalah kemajuan di bidang politik.
Hal ini di dukung oleh kekuatan militer yang dimiliki Kerajaan Safawiyah
yaitu Qizilbash.
Syah Abbas 1 berpendapat bahwa tentara Qizilbash yang pernah
menjadi tulang punggung Kerjaan Safawiyah pada awal-awal pendirian
pada masa Syah Ismail perlahan tidak bisa diharapkan lagi hal ini terkait
dengan loyalitas mereka yang sudah beralih pada suku masing-masing.
Melihat realitas ini Syah Abbas kembali membangun pasukan tentara yang
bersifat reguler/tetap yang ia bangun dengan merekrut dari para bekas
tawanan perang yang berasal dari orang-orang Kristen di daerah Georgia
dan Sirkasia. Selanjutnya mereka diberi gelar oleh Syah Abbas I yaitu
Ghulam dan dibina dengan pendidikan militer yang militan, dilengkapi
dengan senjata modern pada waktu itu.
Ghulam di jadikan sebagai pasukan elit yang bertugas untuk
melindungi Syah Abbas sendiri. Inilah titik tolak keberhasilan kerajaan
Syafawiyah dalam eksistensinya sebagai kerajaan Islam. Meskipun dalam
proses perluasan wilayah tersebut Syafawiyah mendapat perlawanan dari
Uzbek di timur dan Turki Utsmani di barat.
Hal terpenting yang menjadi catatan dalam kemajuan kerajaan
Syafawiyah ini tidak lepas dari beberapa faktor seperti: Pertama, cakapnya
Syah Abbas dan berwibawa dalam mengatur pemerintahan. Kedua, secara
geografis letak kerajaan Syafawiyah berada pada wilayah yang subur.

1
2

Ketiga, karena fakor stabilitas dan keamanan Negara. Keempat, adanya


partisipasi dari rakyat dalam membangun dan faktor yang kelima adalah
politik yang dipakai adalah politik luar negeri yang terbuka.
Dalam perkembanganya kerajaan safawiyah ini mulai mengalami
kemunduran pasca sepeninggal Syah Abbas I dan salah satu penyebab
kehancuran kerajaan syafawiyah adalah retak dan patahnya pilar-pilar
agung penopang kemajuan yang dimiliki kerajaan Syafawiyah pada
masanya. Penjelasan lebih lanjut mengenai bagaimana kemunduran dan
kehancuran Kerajaan Safawiyah, insyaAllah akan dikemas dalam makalah
ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat dibuat
perumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Polemik Kerajaan Safawiyah Sepeninggal Abbas I?
2. Apa saja Faktor-Faktor Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan
Safawiyah?
3. Apa Faktor Utama Penyebab Kemunduran dan Kehancuran
Kerajaan Safawiyah?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan diatas, tujuan pe nyusunan makalah ini adalah
untuk:
1. Mengetahui Polemik Kerajaan Safawiyah Sepeninggal Abbas I
2. Mengetahui Faktor-Faktor Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan
Safawiyah
3. Mengetahui Faktor Utama Penyebab Kemunduran dan Kehancuran
Kerajaan Safawiyah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Polemik Kerajaan Safawiyah Sepeninggal Abbas I


Salah satu penyebab kehancuran Kerajaan Safawiyah adalah retak dan
patahnya pilar-pilar agung penopang kemajuan yang dimiliki Kerajaan
Safawiyah pada masa jayanya. Pilar-pilar agung tersebut retak satu demi
satu dan akhirnya patah sama sekali. Sehingga, kemunduran yang telah
merayapi batang tubuh kerajaan itu bertambah parah hingga mwmbawanya
menjadi hancur berantakan. (Ading Kusdiana, 2013:197)
Hal ini dipertegas oleh Prof. Dr. H. Abd. Rahim Yunus, M.A., dan Drs.
Abu Hnif M.Hum dalam buku Sejarah Islam Pertengahan (2013:258)
Bahwa bentuk-bentuk institusi kenegaraan, kesukuan dan institusi
keagamaan tersebut yang telah di ciptakan oleh Abbas 1 telah mengalami
perubahan secara mencolok pada akhir abad tujuh belas dan awal abad ke
delapan belas. Jika kencnderungan abad enam belas dan abad tujuh belas
pada memperkuat kekuasaan negara dan pembentukan keagamaan kalangan
Syiah, maka pada priode berikutnya mengantarkan pada sebuah
kemunduran yang tajam bagi kerajaan Safawiah, kehancurannya yang parah
terjadi pada pasukan kesukuan, dan penglepasan islam syiah dari kekuasaan
terhadap negara.
Sepeninggal Abbas I Kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh
enam raja, yaitu Safi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M),
Sulaiman (1667-1694 M), Husain (1694-1722 M), Tahmasp (1722-1732
M), Dan Abbas III (1733-1736 M). Pada masa raja-raja tersebut,kondisi
kerajaan Safawi tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi
justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa kepada
kehancuran.
Safi Mirza, cucu Abbas I, adalah seorang pemimpin yang lemah. Ia
sangat kejam terhadap pembesar-pembesar kerajaan karena sifat
pencemburunya. Kemajuan yang pernah dicapai oleh Abbas I segera

3
4

menurun. Kota Qandahar (sekarang termasuk wilayah Aghanistan) lepas


dari kekuasaan kerajaan Safawi, diduduki oleh kerajaan Mughal yang ketika
itu diperintah oleh Sultan Syah Jehan, sementara Baghdad direbut oleh
Kerajaan Usmani. Abbas II adalah raja yang suka minum minuman keras
sehingga ia jatuh sakit dan meninggal. Meskipun demikian, dengan bantuan
wazir-wazirnya, pada masa kota Qandahar dapat direbut kembali.
Sebagimana Abbas II, Sulaiman juga seorang pemabuk. Ia bertindak kejam
terhadap para pembesar yang dicurigainya. Akibatnya, rakyat bersikap masa
bodoh terhadap pemerintah. Ia diganti oleh Shah Husein yang alim.
Pengganti Sulaiman ini memberi kekuasaan yang besar kepada para ulama
Syi’ah yang sering memaksakan pendapatnya terhadap penganut aliran
Sunni. Sikap ini membangkitkan kemarahan golongan Sunni Afghanistan,
sehingga mereka berontak dan berhasil mengakhiri kekuasaan Dinasti
Safawi. (Badri Yatim, 2005:156-157)
Menurut Hodgson (Marshal G.S. Hodsgon, 1974:56-57) antara tahun
1629-1694 M, politik pemerintahan banyak dikendalikan oleh para harem
istana yang kebanyakannya berasal dari daerah Georgia. Meskipun secara
formal dalam periode tersebut telah memerintah tiga orang Syah, yaitu: Safi
Mirza (1629-1642), Syah Abbas II (1642-1667 M), dan Syah Sulaiman
(1667-1694 M), hanya Syah Abbas II yang memiliki keperibadian seperti
Syah Abbas I, sehingga ia dapat menahan laju kemerosotan kerajaannya.
Adapun Syah Husein karena kelemahannya, banyak menyerahkan
urusannya kepada para ulama Syi’ah yang sangat fanatik, sehingga banyak
melakukan kekejaman terhadap rakyat yang beraliran Sunni. Hal inilah
yang menjadi biang keladi timbulnya pemberontakan yang membawa
kehancuran kerajaan Safawi, setelah tegak selama dua abad lebih..
Selain itu, dekadensi moral juga melanda sebagian pemimpin Kerajaan
Safawiyah, sebagai contoh Sulaeman, di samping pecandu berat narkotik,
juga menyenangi kehidupan malam beserta harem-haremnya. Ia disebutkan
selama tujuh tahun tidak pernah menangani pemerintahan. Kondisi ini tentu
saja menjadi preseden buruk bagi masa depan kerajaan Safawiyah.
5

B. Faktor-Faktor Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawiyah


Secara khusus, M. Zurkani Yahya (1984:18-19) meneyebutkan ada tiga
faktor yang mempercepat kemunduran dan kehancuran Kerajaan
Safawiyah, diantaranya:
1. Adanya sistem pergantian syah yang tidak konsisten.
Sebagai sebuah dinasti, pergantian syah diturunkan kepada
anak saudaranya. Namun, realitas dalam sejarah Safawi, hal
tersebut tidak berlaku. Banyak sekali syah yang membinasakan
keluarganya, termasuk anaknya sendiri karena dianggap
membahayakan kelestarian tahtanya.
2. Petulangan para tokoh pemerintahan yang oportunis
Petualangan para tokoh pemerintahan yang oportunis dari
golongan qizilbash, gulam, harem, dan ulama, yang ada saat-saat
tertentu mereka mendapat kesempatan untuk menentukan roda
pemerintahan di bawah syah-syah yang lemah. Namun, mereka
tidak melaksanakan amanah itu dengan baik, bahkan
memanfaatkannya secara sewenang-wenang. Akibatnya, timbullah
permusuhan antargolongan dalam kerajaan, sehingga kerajaan
menjadi lemah. Sebagai contoh, pada pemerintahan Syah Husein
para Ulama Syi’ah yang memerintah banyak yang berlaku kejam,
yang mengakibatkan bangkitnya golongan Sunni untuk
menumbangkannya.
3. Menurunnya loyalitas para pendukung kerajaan kepada Kerajaan
Safawiyah.
Loyalitas Qizilbash bergeser pada suku masing-masing,
setelah Syah Ismail meninggal. Munculnya Ghulam yang dibina
oleh Syah Abbas telah berhasil menopang kerajaan dengan
monoloyalitasnya yang tinggi terhadap Safawi. Akan tetapi, setelah
Syah Abbas I meninggal, loyalitas mereka juga menurun dan mulai
bergeser kepada asal-usul bangsa mereka sebagai bangsa Georgia.
6

Oleh karena itu, pada masa Syah Hussein, ada beberapa pemimpin
Georgian yang sangat menentukan politik di ibukota Isfahan,
seperti George XI dan Kay Khusraw. Dengan munculnya suatu
bangsa dengan tingkat ashabiyah-nya tinggi seperti bangsa Afghan
yang berusaha menghancurkan Safawi, Safawi tidak dapat
diperintahkan lagi, karena ditinggalkan oleh para pendukungnya.
(Ading Kusdiana, 2013:198-199)

Dalam literatur lain Badri Yatim (2005:158-159) menjelaskan sebab-


sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi ialah konflik
berkepanjangan dengan Kerajaan Usmani. Bagi Kerajaan Usmani,
berdirinya Kerajaan Safawi yang beraliran Syi’ah merupakan ancaman
langsung terhadap wilayah kekuasaannya. Konflik antara dua kerajaan
tersebut berlangsung lama, meskipun pernah berhenti sejenak ketika
tercapai perdamaian pada masa Shah Abbas I. Namun, tak lama kemudian
Abbas meneruskan konflik tersebut, dan setelah itu dapat dikatakan tidak
ada lagi perdamaian antara dua kerajaan besar Islam itu.

Penyebab lainya adalah dekadensi moral yang melanda sebagian para


pemimpin kerajaan Safawi. Ini turut mempercepat proses kehancuran
kerajaan tersebut. Sulaiman, di samping pecandu berat narkotik, juga
menyenangi kehidupan malam beserta harem-haremnya selama tujuh
tahun tanpa sekali pun menyempatkan diri menangani pemerintahan.
Begitu juga Sultan Husein.

Penyebab penting lainnya adalah karena pasukan ghulam (budak-


budak) yang dibentuk oleh Abbas I tidak memiliki semangat perang yang
tinggi seperti Qizilbash. Hal ini disebabkan karena pasukan tersebut tidak
disipakan secara terlatih dan tidak melalui proses pendidikan rohai seperti
yang dialami oleh Qizilbash. Sementara itu, anggota Qizilbash yang baru
ternyata tidak memiliki militansi dann semangat yang sama dengan
anggota Qizilbash sebelumnya.
7

Tidak kalah penting dari sebab-sebab diatas adalah sering terjadinya


konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan di kalangan keluarga
istana.

C. Faktor Utama Penyebab Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan


Safawiyah
Ading Kusdiana dalam Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode
Pertengahan (2013:200) menjelaskan Penyebab langsung kehancuran
Kerajaan Safawiyah adalah penyerbuan bangsa Afghan terhadap ibukota
Isfahan pada tahun 1722 sehingga dengan terpaksa Syah Husein
menyerahkan mahkota kerajaan kepada Mir Mahmud, pemimpin Afghan.
Perlu diketahui bahwa Kandahar sebagai tempat bangsa Afghan berdiri,
terletak disebalah timur Persia, berkali-kali menjadi daerah jajahan Safawi
dan Mughal di India.
Pada waktu Syah Husein menyerahkan politik dan birokrasi
pemerintahan kepada orang-orang lain yang dipercayainya, pada satu pihal,
ia memercayakan kepada orang-orang asing, seperti George XI dan Kay
Khusraw untuk menentukan balance politik, tetapi pada pihak lain ia
memercayakan birokrasi pemerintahan kepada tokoh-tokoh ulama Syi’ah
ini melaksanakan pemerintahan secara otoriter, khususnya dalam
memaksakan mazhab Syi’ah kepada rakyatnya.
Penduduk Kandahar yang fanatic dengan mazhab Sunni merasa
tertekan dan berusaha mngkonsolidasikan kekuatan mereka untuk
mengadakan perlawanan terhadap pemerintahan Syi’ah tersebut. (Marshal
G.S. Hodsgon, 1974:57)
Selanjutnya, bangsa Afghan mulai bangkit di bawah pimpinan Mir
Vays. Pada tahun 1709 M mereka melakukan pemberontakan terhadap
Kerajaan Safawiyah di Kandahar. Mereka berhasil menghancurkan pasukan
Isfahan, sehingga Kandahar terlepas dari Kerajaan Safawiyah. Kemudian,
pada tahun 1715 M, Mir Mahmud menggantikan ayahnya menjadi
pemimpin Afghan. Untuk menjinakkan amir Afghan yang baru ini, Syah
8

Husein mengangkatnya sebagai gubernur Kandahar dengan gelar Husein


Qulli Khan yang artinya budak Husein.
Pengangkatan yang bernada penghinaan ini menambah panas hati sang
amir, sehingga ia bertekad menyerang ibukota Isfhan dalam waktu dekat.
Kebetulan di sebelah utara, juga terdapat bangsa Afghan yang memberontak
dan berhasil menduduki Herat dan mengepung Mashdad. Pada tahun 1721
M, Mir Mahmud melakukan tindakan ofensifnya menuju Isfahan. Pada
tahun itu juga kirman dapat didudukinya. Ia langsung mengepung Isfahan
dengan ketat. Selama terjadinya pengepungan, penduduk Isfahan
mengalami penderitaan hebat. Kelaparan dan penyakit merajalela. Lebih
dari 8.000 penduduk meninggal akibat kelaparan, penyakit, dan peperangan.
Mayat-mayat manusia tertimbun dan membusuk di jalan-jalan. Akhirnya
pada tanggal 12 Oktober 1722/1 Muharram 1135, Syah Husein menyerah
kepada Mir Mahmud. Setengah bulan berikutnya, Mir Mahmud memasuki
Kota Isfahan dengan penuh kemenangan dan sekaligus menerima mahkota
Kerajaan Safawiyah dari Syah Husein, sebagai Syah terakhir kerajaan
tersebut. Akan tetapi, salah seorang putra Husein yang bernama tahmasap
II, dengan pusat kekusaan di kota Astarabad. Pada tahun 1726 M, Tahmasap
II bekerja sama dengan Nadir Khan dari suku Afshar memerangi dan
mengusir bangsa Afghan yang menduduki Isfahan. (C.E. Bosworth,
1993:198) Asyraf, pengganti Mir Mahmud, yang berkuasa di Isfahan
digempur dan dikalahkan oleh pasukan Nadir Khan pada Tahun 1729 M. Ia
pun tewas dalam peperangan ini.
Kerajaan Safawiyah kembali berkuasa, tetapi pada bulan Agustus 1732
M, Tahmasap II dipecat Nadir Khan dan digantikan oleh Abbas III yang saat
itu masih kecil. Selanjutnya, empat tahun setelah itu, tepatnya pada tanggal
8 Maret 1736 M, Nadir Khan mengangkat dirinya sebagai raja pengganti
Abbas III. Dengan semikian, berakhirlah kekuasaan Kerajaan Safawi di
Iran. Dengan peristiwa ini, Kerajaan Safawiyah lenyap ditelan “hukum
sejarah” (Badri Yatim, 2013:157-158) yang tentunya berdampak terhadap
perkembangan peradaban Islam itu sendiri. Dengan berakhirnya Kerajaan
9

Safawiyah, masa depan peradaban Islam di wilayah ini untuk untuk


sementara bergerak stagnan sampai kemudian tampil sebuah kekuatan baru
yang menggantikannya.
Kehadiran Kerajaan Safawi ke panggung sejarah dalam periode 1501-
1736 M/907-1149 H memiliki arti sangat besar bagi umat Islam dan bangsa
Persia sendiri. Bagi umat Islam, kemajuan yang telah ditampilkan Safawi
pada masa jayanya dapat dimaknai sebagai kebangkitan kembali Islam di
bidang politik, ekonomi, dan budaya, setelah mengalami kemunduran
beberapa abad lamanya. Adapun bagi bangsa Persia sendiri, kehadiran
Safawi telah memberikan semacam ‘negara nasional” kepada bangsa Iran
dengan identitas barunya, yaitu aliran Syi’ah, yang sampai sekarang masih
menjadi elemen nasionalisme mereka yang ampuh. (Ading Kusdiana,
2013:202)
BAB III

PENUTUP
A. Simpulan
Sepeninggal Abbas I Kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh
enam raja, yaitu Safi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M),
Sulaiman (1667-1694 M), Husain (1694-1722 M), Tahmasp (1722-1732
M), Dan Abbas III (1733-1736 M). Pada masa raja-raja tersebut,kondisi
kerajaan Safawi tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi
justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa kepada
kehancuran. Seperti pada masa pemerintahan Sulaeman, di samping
pecandu berat narkotik, juga menyenangi kehidupan malam beserta harem-
haremnya. Ia disebutkan selama tujuh tahun tidak pernah menangani
pemerintahan. Kondisi ini tentu saja menjadi preseden buruk bagi masa
depan kerajaan Safawiyah.
Faktor-faktor kemunduran dan kehancuran dinasti Safawiyah, seperti
yang di kemukakan oleh M. Zurkani Yahya, yaitu: Adanya sistem
pergantian syah yang tidak konsisten; Petulangan para tokoh pemerintahan
yang oportunis dan Menurunnya loyalitas para pendukung kerajaan kepada
Kerajaan Safawiyah.
Sementara faktor utama kemunduran dan kehancuran dinasti Safawiyah
yaitu karena adanya penyerbuan bangsa Afghan terhadap ibukota Isfahan
pada tahun 1722 sehingga dengan terpaksa Syah Husein menyerahkan
mahkota kerajaan kepada Mir Mahmud, pemimpin Afghan. Perlu diketahui
bahwa Kandahar sebagai tempat bangsa Afghan berdiri, terletak disebalah
timur Persia, berkali-kali menjadi daerah jajahan Safawi dan Mughal di
India.

10
DAFTAR PUSTAKA

Bosworth, C.E. 1993. Dinasti-dinasti Islam, Bandung: Mizan

Haif, Abu dan Abd. Rahim Yunus. 2013. Sejarah Islam Pertengahan
Yogyakarta: Ombak,

Hodsgon, Marshal G.S. 1974. The Venture of Islam. Chicago: Chicago


University Press

Kusdiana, Ading. 2013. Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode


Pertengahan. Bandung: Pustaka Setia

Yahya, M. Zurkan. 1984. Kerajaan Safawi di Persia: Asal Usuk,


Kemunduran dan Kehancuran, Makalah. Jakarta: Fakultas Pascasarjana

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada,


2005), hlm. 156-157.

Anda mungkin juga menyukai