Anda di halaman 1dari 36

MATA KULIAH DOSEN PENGAMPU

Hukum Perdata Iskandar Lubis M.A

Makalah nuzul alquran dan asbabun nuzul

OLEH:

Mukarrom zz
Awwalu masfi

AKHWAL SYAHSYIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
TUANKU TAMBUSAI
PASIR PENGARAIAN
ROKAN HULU
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

ASSALAMUALIKUM WR.WB

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul metode ijtihad ini tepat pada waktunya.Adapun tujuan dari penulisan
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas oleh dosen : ISKANDAR LUBIS,MA
pada PROGRAM STUDI HUKUM ISLAM,MATA KULIAH HUKUM
PERDATA Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang ijtihad bagi para pembaca dan juga bagi penulis.Kami mengucapkan
terima kasih kepada Bapak ISKANDAR LUBIS,MA selaku Dosen pembimbing
mata kuliah QIRO’AT QUR’AN yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
kami tekuni.Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini.Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Pasir Pengaraian, 21 Mei


2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………..

DAFTAR ISI…………………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG….………………………………..
RUMUSAN MASALAH……….………………………..
TUJUAN………………….………………………………

BAB II PEMBAHASAN

A. NUZULUL QUR’AN……………………………………
ASAB AN-NUZUL………………………………………

BAB III KESIMPULAN

KESIMPULAN………………………………………………….

BAB IVPENUTUP

PENUTUP………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam makalah yang akan kami sampaikan yakni nuzulul quran dan asbabun
nuzul quran membahas tentang pengertian-pengertian nuzulul quran dan asbabun
nuzul yang mengenai turunnya al-quran serta sebab-sebab turunnya alquran. Al
quran adalah bacaan atau himpunan. Di dalamnya terhimpun ayat yang
menjelaskan berbagai perkara meliputi soal tauhid, ibadat, jinayat, muamalat,
sains teknologi dan sebagainya. Perlunya mengetahui asbabun nuzul, al-wahidi
berkata: ”tidak mungkin kita mengetahui penafsiran ayat al-qur’an tanpa
mengetahui kisahnya dan sebab turunnya ayat adalah jalan yang kuat dalam
memahami makna Al-qur’an”. Ibnu Taimiyah berkata: mengetahui sebab turun
ayat membantu untuk memahami ayat Al-qur’an. Sebab pengetahuan tentang
“sebab” akan membawa kepada pengetahuan tentang yang disebabkan (akibat).
Namun sebagaimana telah diterangkan sebelumnya tidak semua Al-qur’an harus
mempunyai sebab turun, ayat-ayat yang mempunyai sebab turun juga tidak
semuanya harus diketahui sehingga, tanpa mengetahuinya ayat tersebut bisa
dipahami, ahmad adil kamal menjelaskan bahwa turunnya ayat-ayat al-qur’an
melalui tiga cara:Pertama ayat-ayat turun sebagai reaksi terhadap pertanyaan yang
dikemukakan kepada nabi.
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk
urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS.
Al-Isra’ : 85)
Al-Qur’an sendiri dalam proses penurunannya mengalami banyakproses,
yang mana dalam penurunannya itu berangsur-angsur dan bermacam-macam nabi
menerimanya.Sebagaimana dalam perjalanan pembukuan Al-Qur’an yang
mengalami hambatan sampai para penghafal al-qu’an meninggal, maka dalam
proses aplikasi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya juga sangat banyak
kendalanya. Maka dari permasalahan diatas tercetus dalam benak kami ingin
mengulas tentang Nuzulul Qur’an dan Asbab an-nuzul. Maka untuk itu
pertanyaan ini akan mengantarkan pembahasan kami tentang al-qur’an.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian Nuzulul Quran?
2. Bagaimana tahapan turunnya Al-Quran?
3. Apa hikmah turunnya Al-Quran secara berangsur-angsur?
4. Pengertian Asbab An-Nuzul?
5. Bagaimana ruang lingkup pembahasan Asbab An-Nuzul?
6. Darimana sumber dan cara mengetahui peristiwa Asbab An-Nuzul?
7. Bagaimana metode penelitian dan peranan akal Asbab An-Nuzul?
8. Apafungsi dan kegunaan Asbab An-Nuzul?

C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian Nuzulul Quran
2. Mengetahui tahapan turunnya Al-Quran
3. Mengetahui hikmah turunnya Al-Quran
4. Mengetahui pengertian Asbab An-Nuzul
5. Mengetahui ruang lingkup pembahasan Asbab An-Nuzul
6. Mengetahui sumber dan cperistiwa Asbab An-Nuzul
7. Mengetahui Menelitian dan peranan akal Asbab An-Nuzul
8. Mengetahui fungsi dan kegunaan Asbab An-Nuzul
BAB II

PEMBAHASAN

NUZULUL QUR’AN

A. Pengertian Nuzulul Qur’an


Nuzulul Qur’an yang secara harfiah berarti turunnya Al Qur’an adalah
istilah yang merujuk kepada peristiwa penting penurunan wahyu Allah pertama
kepada nabi dan rasul terakhir agama Islam yakni Nabi Muhammad SAW. Wahyu
pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah surah al-Alaq ayat 1-5.
Saat wahyu ini diturunkan, Nabi Muhammad sedang ber-tahannus (menyendiri) di
Gua Hira. Ketika itu, tiba-tiba Malaikat Jibril datang menyampaikan wahyu
tersebut.

Tidak ada malam yang sangat istimewa dalam perjalanan Islam kecuali
malam ini. Di malam inilah berkumpul kejadian-kejadian istimewa; sesuatu yang
istimewa yang sangat diperlukan sebagai penuntun umat manusia turun, yaitu
Alquran.Terjadi pelantikan dan pengukuhan manusia paling istimewa sebagai
pembawa risalah dan penjelas Alquran dan semua yang dikehendaki Allah Zat
Penguasa kehidupan, yaitu Nabi Muhammad SAW, serta dibentangkan malam
penentu keadaan yang ditaburi banyak kemuliaan yang satu malamnya bernilai
lebih baik dari seribu bulan, yaitu malam Lailatul Qadar.

Turunnya Alquran tidak hanya sebuah penegasan atas kemuliaannya dan


sekaligus yang menerimanya, yaitu Nabi Muhammad SAW,tetapi juga harus
diiringi semangat untuk kembali kepada Alquran dan sunah, mempelajari,
menghayati, dan berazam mengamalkannya.Antara Alquran dengan Nabi
Muhammad SAW adalah sesuatu yang tidak bisa dipisah. Bahkan, jika ingin
mengetahui bagaimana Alquran dalam penerapan terbaik, jawabannya ada pada
diri Nabi Muhammad SAW. Karena itu, Nuzulul Quran harusnya dimaknai
sebagai upaya untuk kembali mempelajari Alquran dan semua sirah Nabi.

Kehadiran Nabi adalah penjelas dan penerjemah paling benar terkait


informasiinformasi Alquran.

Bahkan, ada yang menyebut kalimat sederhana terkait Alquran, Nabi Muhammad
SAW adalah Alquran yang berjalan. Memperingati Nuzulul Quran berarti
sesungguhnya bersiap kembali menghidupkan Alquran dan sunah Nabi. Tiada hari
dalam Ramadhan dan selepas Ramadhan kecuali bersama Alquran dan sunah Nabi
SAW.

Menurut bahasa, kata Al-Qur’an adalah bentuk masdar dari kata kerja iqro
yang berarti bacaan. “Quran” menurut pendapat yang paling kuat seperti yang
dikemukakan Dr. Subhi Al Salih berarti “bacaan”, asal kata qara’a. Kata Al
Qur’an itu berbentuk masdar dengan arti isim maf’ul yaitu maqru’ (dibaca).
Karena Al-Qur’an bukan saja harus di baca oleh manusia, tetapi juga karena
dalam kenyataannya selalu dibaca oleh yang mencintainya. Baik pada waktu
shalat maupun di luar shalat. Di dalam Al Qur’an sendiri ada pemakaian kata
“Qur’an” dalam arti demikian sebagai tersebut dalam ayat 17, 18 surah (75) Al-
Qiyaamah :
Artinya: ‘Sesungguhnya mengumpulkan Al Qur’an (didalam dadamu) dan
(menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggunggan kami. karena
itu jika kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikut bacaannya”.
Tujuan nuzulul Quran yaitu memberikan Petunjuk kepada semua makhluk ke
jalan yang lurus, sebagai adanya targhib dan tarhib, untuk dapat melaksanakan
syari’at Allah SWT. Sebagai Jawaban terhadap pertanyaan dan juga penjelasan
bagi mereka, seperti turunnya Al-Anfal 1, dan an-Nisa’ : 127
Adapun definisi Al-Qur’an menurut istilah ialah: “Kalam Allah SWT yang
merupakan mukjizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad
SAW dan ditulis di mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta
membacanya adalah ibadah”. Dengan definisi ini, kalam Allah yang diturunkan
kepada nabi-nabi selain Nabi Muhammad S.A.W. tidak dinamakan Al Qur’an
seperti Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s. atau Injil yang diturun
kepada Nabi Isa As. Dengan demikian pula Kalam Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad S.A.W, seperti Hadis Qudsi, tidak pula dinamakan Al Qur’an.
Menurut Syaikh Muhammad Khudlari Beik, Al-Qur’an ialah firman Allah SWT
yang berbahasa arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk
difahami isinya dan diingat selalu, yang disampaikan kepada kita secara
mutawatir, yang sudah ditulis dalam mushaf, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan
diakhiri dengan surat An-Naas. Dalam definisi tersebut di atas bahwa Al-Qur’an
mengandung unsur –unsur Sebagai berikut :

1. Lafadz-lafadznya berbahasa arab


2. Diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
3. Disampaikan secara mutawatir
4. Ditulis dalam mushaf, dimulai dengan surat Al -Fatihah dan diakhiri
dengan surat An-Naas.

Dr. Subhi Al-Shalih dalam “Mabahits fi Ulum Al -Qur’an” merumuskan


definisi Al-Qur’an yang dipandang dapat diterima oleh mayoritas ulama terutama
ahli bahasa, ahli fiqih dan ahli ushul fiqih, sebagai berikut: “Al -Qur’an adalah
firman Allah SWT yang bersifat/berfungsi mu’jizat, yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW, yang ditulis dalam mushaf-mushaf yang diriwayatkan dengan
jalan mutawatir dan yang dipandang beribadah membacanya. Dari definisi yang
dikemukanan di atas, bahwa pada intinya Al -Qur’an itu adalah merupakan firman
Allah. Perbedaan yang terjadi hanyalah dalam memberikan sifat-sifat dari firman
Allah tersebut sehingga menjadi lebih spesifik dan tidak tertukar dengan
firmanfirman Allah selain Al-Qur’an.
B. Tahapan Nuzulul Qur’an

Turunnya Qur’an merupakan peristiwa besar yang sekaligus menyatakan


kedudukannya bagi penghuni langit dan bumi. Turunnya al-Quran yang pertama
kali pada malam lailatul qadar merupakan pemberitahuan kepada alam tingkat
tinggi yang terdiri dari malaikat-malaikat akan kemuliaan umat Muhammad.

Umat ini telah dimuliakan oleh Allah dengan risalah baru agar menjadi umat
paling baik yang dikeluarkan bagi manusia. Turunnya Al-Quran yang kedua kali
secara bertahap, berbeda dengan kitab yang turun sebelumnya.
Allah menurunkan aAl-Quran kepada manusia melalui 3 kali tahap penurunan.

1. Di lauhil mahfudz yang semua orang tidak tau kapan, tangal, bulan,
tahunnya berapa ketika turun?Ibnu katsir lewat riwayat ibnu khatam:
“Ma min syai’in qodo allah al quran wama qoblahu wama ba’dahu illa
bil lauhil mahfudz”

Artinya: “Apapun yang di qodo’ Allah sebelum dan sesudah Al-Quran, semuanya
itu di letakkan di lauhil mahfudz dan tak tau dimana itu letaknya dan tidak
diijinkan siapaun tau tentang lauhil mahfudz. Adapun jumlahnya sekaligus atau
jumlatan wahidatan.

1. Dari lauhil mahfudz ke baitul ‘izza

Yaitu langit yang pertama yang tampak ketika dilihat di dunia ini namun tidak
diketahui letak persisinya. Adapun jumlahnya adalah semuanya (jumlatan
wahidatan) pada waktu lialatul qodar. Namun tanggalnya tidak diketahui, adapaun
bulannya sudah jelas pada bulan ramadhan.
Al-Qurtubi telah menukil dari Muqtil bin Hayyan riwayat tentang kesepakatan
(ijma’) bahwa turunnya al-qur’an sekaligus dari Lauhul Mahfuz ke Baitul ‘Izzah
di langit dunia.
Sebetulnya tidak hanya Al-Quran saja yang diturunkan pada bulan ramadhan,
namun juga :
1. Taurot : 6 Hari setelah Ramadhan
2. Suhuf Ibrohim : 1 Hari setelah Ramadhan
3. Injil : 13 Hari setelah Ramadhan
4. Zabur : 12 Hari setelah Ramadhan

2. Dari baitul ‘izzah ke Rosulallah.

Penurunannya tidak sekaligus, namun diangsur-angsur selama dua puluh tiga


tahun berdasarkan kebutuhan, peristiwa, atau kejadian atau bahkan permintaan
lewat malaikat jibril. Adapun kitab-kitab samawi yang lain seperti: taurat, injil,
dan zabur turunnya sekaligus, tidak turun secara berangsur-angsur.Hal ini
sebagaimana ditunjukkan oleh firman-Nya dalam surah al-furqan ayat 32:

“Dan berkatalah orang-orang yang kafir: ‘mengapa Qur’an itu tidak diturunkan
kepadanya sekali turun saja?’ Demikianlah supaya kami perkuat hatimu
dengannya dan kami membacakannya kelompok demi kelompok”.
(alfurqon[25]:32).
Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa kitab-kitab samawi yang terdahulu itu turun
sekaligus.Dan inilah pendapat yang dijadikan pegangan oleh jumhur ulama.
Seandainya kitab-ktab itu turun secara berangsur-angsur,tentulah orang-orang
kafir tidak akan merasa heran terhadap Quran yang turun berangsur-angsur. Maka
kata-kata mereka, ”Mengapa Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekaligus”
Seperti halnya kitab-kitab yang lain. Allah tidak menjawab mereka bahwa ini
adalah Sunnah-Nya didalam menurunkan kitab samawi sebagaimana Dia
menjawab kata-kata mereka dalam surah al-Furqan ayat 7:
” Dan mereka berkata: mengapa rasul ini memakan makanan dan berjalan
dipasar-pasar?” (Al-Furqon:7)

dengan jawaban:
“Dan kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu,melainkan mereka sungguh
memakan makanan dan berjalan dipasar-pasar.”

Tetapi Allah menjawab mereka dengan menjelaskan hikmah mengapa Qur’an


diturunkan secara bertahap dengan firman-Nya: ”Demikiannlah supaya kami
perkuat hatimu”, maksudnya: Demikianlah kami menurunkan Qur’an secara
bertahap dan pisah-pisah karena suatu hikmah, yaitu untuk memperkuat hati
Rasulullah SAW. ”Dan kami membacakannya kelompok demi kelompok”,
maksudnya: Kami menentukannya seayat demi seayat atau bagian demi bagian
atau kami menjelaskannya dengan sejelas-jelasnya, karena turunnya yang
bertahap sesuai dengan peristiwa” itu lebih dapat memudahkan hafalan dan
pemahaman yang merupakan salah satu penyebab kemantapan (didalam hati).
Penelitan terhadap hadits-hadits sahih mengatakan bahwa Qur’an turun menurut
keperluan, terkadang turun 5 ayat, 10 ayat terkadang lebuh banyak dari itu.

C. Proses dan Hikmah Turunnya Alqur’an

Allah SWT menurunkan Al-Qur’an kepada Rasul Muhammad SAW untuk


memberi petujuk kepada manusia. Turunnya al-Qur’an merupakan peristiwa besar
yang sekaligus menyatakan kedudukannya bagi penghuni langit dan penghuni
bumi. Maka turunya Al-Qur’an dengan dua tahapan, yaitu :

Pertama : Al-Qur’an turun pada malam lailatul qadar pada malam kemulyaan,
merupakan pemberitahuan Allah SWT kepada alam tingkat tinggi yang terdiri
dari malaikat-malakat akan kemulyaan umat Nabi Muhamad SAW.

Kedua : Turunya Al-Qur’an secara bertahap ( munajaman ), dengan tujuan


menguatkan hati Rasul SAW dan menghibur serta mengikuti peristiwa dan
kejadian-kejadian sampai Allah SWT menyempurnakan agama ini dan mencukupi
nikmat-nikmat-Nya.
Perbedaan turunnya Al-Qur’an secara sekaligus dan berangsur-angsur disebabkan
karena merujuk kepada dua kata anzala dan nazala dalam ayat surat al-Isra’ : 105.

- -

Dan Raghib al-Asfahani mengatakan : perbedaan dua kata tersebut, kata inzal
dan tanzil, Yaitubahwa kata tanzil ( ) dimaksudkan berkenaan turunya
Al-Qur’an secara berangsur-angsur ( ), atau ( )Sedangkan kata inzal
ditujukan berkenaan turunnya al-qur’an secara sekaligus ( ).

Dasar turunnya Al-Qur’an sekaligus

- –

“Sesungguhnya Kami menurunkan ( Al-Qur’an ) pada malam yang diberkahi


dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan “.( QS. Al-Dhukhan : 3)

Firman Allah SWTSurat Al-Baqarah : 185

- -

“ Bulan Ramadhan bulan yang didalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai


petunjuk bagi manusia dan penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
antara yang hak dan yang bathil “ (QS. Al-Basqarah : 185).

Firman Allah SWT surat Al-Qadr : 1

– -

“ Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur’an pada malam kemulyaan “


( QS. Al-Qadr : 1 )

Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra, bahwa ia berkata :

.
“Allah menurunkan Al-Qur’an sekaligus ke langit dunia, tempat turunnya
secara berangsur-angsur.Lalu Dia menurunkannya kepada Rasul-Nya SAW
bagian demi bagian .“ ( HR. Al Hakim dan al-Baihaqi )

Dalam riwayat Ibnu Abbas ra yang lain, beliau berkata :

“Al-qur’an diturunkan pada malam lailatul Qadar pada bulan Ramadhan ke


langit dunia sekaligus, lalu ia menurunkan secara berangsur-angsur “. ( HR.
Al-Tabrani ).
Dasar Turun nya Al-Qur’an berangsur-angsur

Firman Allah SWT surat al-Isra’ : 106

– _

“Dan Al-Qur’an telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur, agar kamu


membacanya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya
bagian-demi bagian . “ ( QS. Al-Isra’ : 106 ).

Dan Firman Allah SWT surat Al-Furqan : 32

– –

“Berkatalah orang-orang kafir : “ mengapa Al-Qur’an tidak dirunkan


kepadanya sekali turun saja ? Demikian supaya Kami perkuat hatimu
dengannya, dan Kami membacakannya kelompok demi kelompok “. ( QS.
Al-Furqon : 32 ).

-Hikmah Turunnya Al-Qur’an dengan beransur-angsur.

Pertama : Menguatkan dan meneguhkan hati Rasulullah SAW, dalam


rangka menyampaikan dakwahnya dalam menghadapi celaan orang-orang
musyrik. Sebagaimana Al-Qur’an Surat: Al-Furqan : 32
– -

Artinya : “Berkatalah orang-orang kafir:”Mengapa al-Qur’an itu tidak


diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat
hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan
benar). (QS.Al-Furqan / 25:32)

Kedua : Mempermudah hafalan dan pemahaman, karena Al-Qur’an


diturunkan ditengah-tengah umat yang ummi dan yang tidak pandai
membaca dan menulis. Sebagaiman Allah SWT menegaskan dalam
AlQur’an suratAl-Qamar : 17.

- -

Ketiga : Sebagai pendidikan terhadap umat islam, dengan turunnya Al-


Qur’an dengan cara bertahap, pelajaran dengan sabar dan hati-hati dalam
menghadapi segala cobaan, dan bertahap dalam memahami hukum islam.

Keempat : Denga cara ini, turunnya ayat sesuai dengan peristiwa yang
terjadi akan lebih berkesan dihati, karena segala persoalan dapat ditanyakan
langsung kepada Nabi SAW, seperti yang terjadi, dan Al-Qur’an langsung
menjawabnya, dalam persoalan istri su’ad bin Rabi’ yang datang kepada
Rasulullah.

Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah, berkata : “ telah datang seorang istri
dari Su’ad bin Rabi’ kepada Rasul SAW dan bersamanya dua orang anak
perempuan, dan berkata : “ Ya Rasul ! kedua anak perempuan ini adalah
putri dari Su’ad yang terbunuh dalam perang Uhud, dan pamannya tidak
memberikan hak keduanya. Maka bersabda Rasulullah SAW dalam
persoalan tersebut dengan turunnya ayat, QS. Al-Nisa’ : 11. Kelima : Bukti
yang pasti ( mu’jizat ) bahwa Al-Qur’an adalah dari sisi Allah SWT Yang
Maha bijaksana dan Maha Terpuji. Ketika terjadi pengingkaran terhadap Al-
Qur’an itu, maka Allah untuk mendatangkan yang serupa dengannya, maka
sekali lagi Allah menegaskan tidak akan bisa sebagaimana Allah SWT
berfirman : QS. Al-Isra’ : 88, QS. Hud : 13, QS. Al-Baqarah : 23. Bukti
Kemukjizatan Ayat yang pertama dan terakhir diturunkan. Pertama :
Berkata As-Suyutti, tentang yang pertama turunnya Al-Qur’an sesuai
dengan pendapat yang shahih, yaitu firman Allah SWT surat al-Alaq: 1-5
Kedua : Yang Terakhir Kali Ayat turun dari Al-Qur’an. Perselisihan yang
terjadi dikalangan para ulama tentang ayat yang terakhir turun adalah
berdasarkan dalil yangmarfu’, sehingga menyebabkan terjadinya banyak
perselisihan pendapat. Dan pendapat yang rajih (kuat) tentang yang terakhir
turun dalam Al-Qur’an adalahsurat Al-Baqarah : 281.[i] Cara turunnya
wahyu ( al-Qur’an )

Pertama : Datang kepada Rasul SAW Malaikat seperti dencingan suara


lonceng yang amat kuat, dari musnad imam Ahmad, dari Abdullah bin Umar,
aku bertanya kepada Rasul, Apakah anda ya Rasul menyadari tetang turunnya
wahyu ?, Rasul Menjawab : aku mendengar suara dencingan lonceng,
kemudian aku diam, tiba-tiba aku tidak sadarkan diri, ternyata turunnya
wahyu. Dan cara ini adalah cara yang terberat, dan dikatakan demikian
diantara turunnya ayat berkenaan tetang janji dan ancaman.

Kedua : Malaikat datang kepada Rasul bagaikan seorang laki-laki, dan


menyampaikan wahyu, demikian sebagaimana hadits shahih. Dan cara yang
demikian adalah cara yang lebih ringan dari cara yang pertama. Karena cara
ini, Malaikat sebagaimana layaknya saudara saudara yang lain, dan berbicara
baik secara sadar seperti pada saat isra dan mi’raj, dan dalam keadaan tidur
seperti hadits Muaz bin Jabal.

Al-Qur’an tidak diturunkan kepada Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam


sekaligus satu kitab tetapi secara berangsur-angsur, surat-persurat, ayat-perayat
menurut tuntutan peristiwa yang melatarinya. Lantas apa hikmahnya? Hikmah
atau tujuannya ialah:
1. Untuk menguatkan hati Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam .

Firman-Nya:
“Orang-orang kafir berkata, kenapa Qur’an tidak turun kepadanya sekali turun
saja? Begitulah, supaya kami kuatkan hatimu dengannya dan kami membacanya
secara tartil (teratur dan benar).” (Al-Furqaan: 32)
Kata Abu Syamah, ayat itu menerangkan bahwa Allah memang sengaja
menurunkan Qur’an secara berangsur-angsur. Tidak sekali turun langsung
berbentuk kitab seperti kitab-kitab yang diturunkan kepada rasul sebelumnya,
tidak. Lantas apa rahasia dan tujuannya? Tujuannya ialah untuk meneguhkan hati
Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sebab dengan turunnya wahyu secara bertahap
menurut peristiwa, kondisi, dan situasi yang mengiringinya, tentu hal itu lebih
sangat kuat menancap dan sangat terkesan di hati sang penerima wahyu tersebut,
yakni Muhammad. Dengan begitu turunnya melaikat kepada beliau juga lebih
intens (sering), yang tentunya akan membawa dampak psikologis kepada beliau;
terbaharui semangatnya dalam mengemban risalah dari sisi Allah. Beliau tentunya
juga sangat bergembira yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Karena itu
saatsaat yang paling baik di bulan Ramadhan, ialah seringnya perjumpaan beliau
dengan Jibril.

2. Untuk menantang orang-orang kafir yang mengingkari Qur’an

Karena menurut mereka aneh kalau kitab suci diturunkan secara berangsurangsur.
Dengan begitu Allah menantang mereka untuk membuat satu surat saja yang (tak
perlu melebihi) sebanding dengannya. Dan ternyata mereka tidak sanggup
membuat satu surat saja yang seperti Qur’an, apalagi membuat langsung satu
kitab.

3. Supaya mudah dihapal dan dipahami.

Memang, dengan turunnya Qur’an secara berangsur-angsur, sangatlah mudah bagi


manusia untuk menghafal serta memahami maknanya. Lebih-lebih bagi
orangorang yang buta huruf seperti orang-orang arab pada saat itu; Qur’an turun
secara berangsur-angsur tentu sangat menolong mereka dalam menghafal serta
memahami ayat-ayatnya. Memang, ayat-ayat Qur’an begitu turun oleh para
sahabat langsung dihafalkan dengan baik, dipahami maknanya, lantas
dipraktekkan langsung dalam kehidupan sehari-hari. Itulah sebabnya Umar bin
Khattab pernah berkata:
“Pelajarilah Al-Qur’an lima ayat-lima ayat. Karena Jibril biasa turun membawa
Qur’an kepada Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam lima ayat-lima ayat.” (HR.
Baihaqi)

4. Supaya orang-orang mukmin antusias dalam menerima Qur’an dan giat


mengamalkannya.

Dengan begitu kaum muslimin waktu itu memang senantiasa menginginkan serta
merindukan turunnya ayat-ayat Qur’an. Apalagi pada saat memerlukannya karena
ada peristiwa yang sangat menuntut penyelesaian wahyu; seperti ayat-ayat
mengenai kabar bohong yang disebarkan oleh kaum munafik untuk memfitnah
bunda Aisyah, dan ayat-ayat tentang li’an.

5. Mengiringi kejadian-kejadian di masyarakat dan bertahap dalam


menetapkan suatu hukum.

Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur; yakni dimulai dari masalah-masalah


yang sangat penting kemudian menyusul masalah-masalah yang penting. Nah,
karena masalah yang sangat pokok dalam Islam adalah masalah Iman, maka
pertama kali yang dipriorotaskan oleh Al-Qur’an ialah tentang keimanan kepada
Allah, malaikat, iman kepada kitab-kitbnya, para rasulnya, iman kepdada hari
akhir, kebangkitan dari kubur, dan surga neraka. Hal itu didukung dengan
dalildalil yang rasional yang tujuan untuk mencabut kepercayaan-kepercayaan
jahiliyah yang berpuluh-puluh tahun telah menancap di hati orang-orang musyrik
untuk ditanami/diganti dengan benih-benih akidah Islamiyah.
Setelah akidah Islaminya itu tumbuh dan mengakar di hati, baru Allah
menurunkan ayat-ayat yang memerintah berakhlak yang baik dan mencegah
perbuatan keji dan mungkar untuk membasmi kejahatan serta kerusakan sampai
ke akarnya. Juga ayat-ayat yang menerangkan halal haram pada makanan,
minuman, harta benda, kehormatan, darah/pembunuh dan sebagainya. Begitulah
Qur’an diturunkan sesuai dengan kejadian-kejadian yang mengiringi perjalanan
jihad panjang kaum muslimin dalam memperjuangkan agama Allah di muka
bumi. Dan ayat-ayat itu tak henti-henti memotivasi mereka dalam perjuangan ini.
Mari kita simak contoh-contoh di bawah ini:

1. Surat Al An’am adalah surat makiyah karena turun di Mekah. Isinya


menjelaskan perkara iman, akidah tauhid, bahaya syirik, dan menerangkan
apa yang halal dan haram, firman:

“Katakanlah: “Marilah saya bacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh
Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu menyekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat
baiklah kepada kedua orang tuamu, dan janganlah kamu membunuh anakanakmu
karena takut miskin. Kami yang akan memberi rizki kamu dan mereka.”
(Al An’am:152)
Kemudian, ayat-ayat yang menerangkan hukum-hukum secara rinci, baru
menyusul turun di Madinah; seperti tentang utang piutang dan pengharaman riba.
Juga tentang zina, itu diharamkan di Mekkah, yaitu ayat:
“Jangan kau mendekati zina. Karena sesungguhnya zina satu perbuatan keji dan
seburuk-buruk jalan.” (Al Isra:32)

Tapi, ayat-ayat yang merinci hukuman bagi orang yang melakukan zina turun di
Madinah kemudian.

1. Tentang undang-undang pengharaman khamer, yang pertama kali turun


ialah ayat:
“Dan dari buah kurma serta anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan
rezeki yang baik…”(An-Nahl:67)
Kemudian yang turun berikutnya ialah ayat:
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamer dan judi. Katakanlah bahwa pada
keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi
dosanya lebih besar dari pada manfaatnya.” (Al-Baqarah:219)

Di dalam ayat itu dikatakan bahwa khamer itu mengandung manfaat yang
temporal sifatnya, dan bahayanya lebih besar bagi tubuh, bisa merusak akal,
pemborosan harta benda, dan bisa menimbulkan berbagai macam masalah
kejahatan serta kemaksiatan di masyarakat. Setelah itu turun ayat yang melarang
mabuk ketika shalat.
“Hai orang-ornag yang beriman, janganlah kalian shalat ketika kalian dalam
keadaan mabuk sampai kalian mengerti apa yang kalian ucapkan.” (An-
Nisaa’:43)

Setelah mereka tahu dan menyadari bahwa mabuk saat shalat diharamkan,
kemudian turun ayat yang lebih tegas lagi:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (minum) khamer, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji
termasuk perbuatan setan. Oleh karena itu, jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar kamu mendapat keberuntungan.” (Al-Maidah: 90)

Untuk lebih menjelaskan lagi bahwa turunnya Qur’an secara berangsur-angsur,


ialah apa yang dikatakan Bunda Aisyah berikut:
“Sesungguhnya yang pertama kali turun ialah surat dari surat-surat mufashal
yang di dalamnya disebutkan perihal surga dan neraka, sehingga jika manusia
telah kembali/masuk Islam, maka turunlah surat yang menyebutkan tentang halal
haram. Nah, sekiranya yang mula-mula turun ialah ayat yang berbunyi:
janganlah kamu minum khamer, pasti mereka berkata: kami tidak akan
meninggalkan kebiasaan minum khamer selama-lamanya. Dan seandainya yang
turun itu ayat yang berbunyi: jangan berzina, niscaya mereka menjawab: kami
tidak akan meninggalkan kebiasaan berzina selama-lamanya.” (HR.Bukhari)
ASBAB AN-NUZUL A. Pengertian Istilah
Asbab an-nuzul adalah ilmu Al-Qur'an yang membahas mengenai latar belakang
atau sebab-sebab suatu atau beberapa ayat al-Qur'an diturunkan. Pada umumnya,
Asbabun Nuzul memudahkan para Mufassir untuk menemukan tafsir dan
pemahaman suatu ayat dari balik kisah diturunkannya ayat itu. Selain itu, ada juga
yang memahami ilmu ini untuk menetapkan hukum dari hikmah dibalik kisah
diturunkannya suatu ayat. Ibnu Taimiyyah mengemukakan bahwa mengetahui
Asbabun Nuzul suatu ayat dapat membantu Mufassir memahami makna ayat.
Pengetahuan tentang Asbabun Nuzul suatu ayat dapat memberikan dasar yang

kokoh untuk menyelami makna suatu ayat Al-Qur’an. Secara etimologi, asbab
an-nuzul ayat itu berarti turunnya ayat al-qur’an dari kata
“asbab” jamak dari”sababa” yang artinya sebab-sebab, nuzul yang artinya turun.
Dalam pengertian sederhana, turunnya suatu ayat disebabkan oleh suatu peristiwa,
sehingga tanpa adanya peristiwa itu, ayat tersebut tidak turun. Jika memang itu
pengertiannya, tidaklah sesuai denngan hakikat Al-Quran itu sendiri, sebab ayat
itu sudah ada dan lengkap di Lauh Mahfud diciptakan oleh Allah, dibawa oleh
Malaikat Jibril, dan disampaikan kepada Nabi. Maksud Allah menurunkan ajaran
itu dalam bentuk wahyu (ayat), tentu tidak diikat atau dihukum oleh alam yang
berbentuk peristiwa itu, sehingga tanpa sebab peristiwa alam ini, suatu ayat
AlQuran itu tidak turun. Hal ini tidak sesuai dengan sifat Allah yang Maha Kuasa.
Allah tidak terikat alam atau makhluk dalam meyampaikan rencana dan
kehendak-Nya.

Asbabun nuzul terdapat banyak pengertian, diantaranya:

1. Menurut Az-Zarqani: “Asbab an-Nuzul adalah hal khusus atau sesuatu


yang terjadi serta hubungan dengan turunnya ayat al-Qur’an yang
berfungsi sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi”.
2. Menurut Ash-Shabuni: “Asbab an-Nuzul adalah peristiwa atau kejadian
yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang
berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa
pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau kejadian yang berkaitan
dengan urusan agama”.
3. Menurut Subhi Shalih: “Asbabun Nuzul adalah sesuatu yang menjadi
sebab turunnya satu atau beberapa ayat al-Qur’an yang terkadang
menyiratkan suatu peristiwa sebagai respon atasnya atau sebagai penjelas
terhadap hukum-hukum ketika peristiwa itu terjadi”
4. Mana’ al-Qathan: “Asbab an-Nuzul adalah peristiwa yang menyebabkan
turunnya al-qur’an berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi, baik
berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada nabi”.
5. Nurcholis Madjid: “Asbab an-Nuzul adalah konsep, teori atau berita
tentang adanya sebab-sebab turunnya wahyu tertentu dari al-qur’an kepada
Nabi SAW baik berupa satu ayat, satu rangkaian ayat maupun satu surat.

Dari semua definisi diatas sedikit berbeda semua menyimpulkan bahwa asbab an-
nuzul adalah kejadian/peristiwa yang melatar belakangi turunnya ayat alqur’an
dalam rangka menjawab, menjelaskan dan menyelesaikan masalahmasalah yang
timbul dari kejadian tersebut.

Dalam pengertian yang dikemukakan oleh Az-Zarqani tersebut tidak ada kata
“sebab”. Ini berarti bahwa ayat yang turun itu tidak disebabkan oleh peristiwa
yang terjadi, tetapi peristiwa itu hanya sebagai suatu kasus yang dapat
menjelaskan makna ayat atau ayat yang turun itu dapat memberi penjelasan pada
peristiwa yang menjadi kasus itu, sehingga jika ada kasus yang sama atau mirip
dengan itu, dapat pula dikenai penjelasan ayat tadi sebenarnya dapat juga
dipahami bahwa ayat yang turun itu akan menjelaskansesuatu yang kasusnya
seperti peristiwa itu, yang terakhir ini lebih sesuai dengan maksud Al-Quran itu
sendiri sebagai tibyan li kulli syai yang kasusnya seperti peritiwa itu. Walaupun
tidak ada peristiwa ketika itu, ayat itu akan turun juga untuk menjelaskan sesuatu
yang mungkin akan terjadi. Tidak ada bukti yang tegas bahwa memang suatu
peristiwa menjadi penyebab turunnya ayat. Az-Zarkasyi menjelaskan dalam Al-
Burhan bahwa telah umumdikenal dari kebiasaan para sahabat dan tabi’in, bahwa
bila mereka berkata : “nazalat haaddzihil ayatu fiikadza” Maksudnya ayat ini
mengandung hukum ini, bukan menjadi sebab turunnya ayat.1 Meskipun
demikian, kasus dalam bentuk peristiwa itu, perlu dipahami oleh para penafsir dan
perumus ayat menjadi ajaran praktis yang dapat dan mudah diamalkan.

Mengutip pengertian dari Subhi shalih kita dapat mengetahui bahwa asbab
annuzul ada kalanya berbentuk peristiwa atau juga berupa pertanyaan, kemudian
asbab an-nuzul yang berupa itu sendiri terbagi menjadi 3 macam :

1. Peristiwa berupa pertengkaran


Seperti turunnya surat Ali Imran : 100
Yang bermula dari adanya perselisihan oleh kaum Aus dan Khazraj hingga
turun ayat 100 dari surat Ali Imran yang menyerukan untuk menjauhi
perselisihan.
2. Peristiwa berupa kesalahan yang serius
Seperti kisah turunnya surat An-Nisa : 43
Saat itu adaseorang imam shalat yang sedang dalam keadaan mabuk,
sehingga salah dalam mengucapkan surat Al-Kafirun, surat An-Nisa
dengan perintah untuk menjauhi shalat dalam keadaan mabuk.
3. Peristiwa berupa cita-cita/keinginan
Ini dicontohkan dengan cita-cita Umar bin Khattab yang menginginkan
maqam Ibrahim sebagai tempat shalat.

Sedangkan peristiwa yang berupa pertanyaan dibagi menjadi 3 macam, yaitu:

1. Pertanyaan tentang masa lalu


“Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain.
Katakanlah: “Aku akan bacakan kepadamu cerita tentangnya”. (QS.
AlKahfi: 83)
2. Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang sedang berlangsung
pada waktu itu seperti ayat yang artinya :
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu
termasuk urusan Tuhan-Ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan
melainkan sedikit”. (QS. Al-Isra’ : 85)
3. Pertanyaan tentang masa yang akan datang
“(orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari
kebangkitan, kapankah terjadinya?”

Dilihat dari segi pemakaianistilah asbab an-nuzulayat Al-Quran ini, kita belum
akan menggantinya dengan istilah lain, karena sudah umum digunakan oleh para
ilmu tafsir. Bahkan penggunaan istilah ini sudah berkembang dalam berbagai
tulisan dan uraian. Meskipun asbab an-nuzul ini satu bagian saja dari ilmu tafsir
dan ilmu tafsir sendiri merupakan cabang pula dari ulum Al-Quran, ia sudah
mengarah menjadi ilmu yang berdiri demikian saja, tetapi dengan pengertian
“ilmu yang menbahas peristiwa-peristiwa yang terjadi, yang ada hubungannya
dengan turunnya ayat Al-Quran, yang dapat dijadikan kasus dalam penjelasan
ayat”.

Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, asbabun nuzul dapat dibagi kepada
ta’addud al-asbab wa al-nazil wahid ( sebab turunnya lebih dari satu dan ini
persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun satu ) dan
ta’addud al-nazil wa al-sabab wahid (ini persoalan yang terkandung dalam ayat
atau kelompok ayat yang turun lebih dari satu sedang sebab turunnya satu ). sebab
turun ayat disebut ta’addud karena wahid atau tunggal bila riwayatnya hanya satu,
sebaliknya apabila satu ayat atau sekelompok ayat yang turun disebut ta’addud
alnazil.

B. Ruang Lingkup Pembahasan

Seusai dengan pengembangan ilmu pengetahuan,


ruanglingkup pembahasan asbab an-nuzul ini semakin bertambah luas dan
mungkin dapat bertambah luas lagi. Az-zarqani mengembangkan ruang lingkup
pembahasan ilmu asbab an-nuzul ini menjadi sebelas pembahasan :

1. Makna sebab nuzul;


2. Faedah mengetahui sebab-sebab nuzul;
3. Cara mengetahui sebab nuzul;
4. Ungkapan-ungkapan yang mengandung arti sebab nuzul;
5. Beberapa riwayat yang menerangkan turunnya satu ayat;
6. Satu riwayat yang menerangkan beberapa ayat yang turun;
7. Masalah ‘amdan khas yang terapat dalam lafal ayat dan hubungannya
dengan sebab turun ayat itu;
8. Masalah umum lafal dan khusus sebab;
9. Dalil-dalil jumhur dalam masalah ‘am dan khas itu;
10. Keragu-raguan orang yang tidak setuju dengan jumhur beserta dalil dan
uraiannya;
11. Sebab yang khas untuk lafal yang ‘am.2

Sedangkan yang akan menjadi sasaran utama dari pembahasan ini ialah, peristiwa
yang terjadi di tempat dan waktu ayat Al-qur’an diturunkan danada hubungannya
dengan ayat yang turun itu, baik peristiwa itu dijelaskan oleh ayat hukumnya,
ataupun peristiwa itu dianggap sebagai kasus bagi ketentuan yang digariskan oleh
ayat itu. Pekerjaan pokok ialah, meneliti apakah eristiwa itu memang sebagai
kasus, memang ada hubungannya dengan ayat. Kalo sebagai kasus atau peristiwa
yang diterangkan hukumnya oleh ayat, perlu diselidiki, seberapa jauh ayat dan
peristiwa itu saling memengaruhi. Apakah ayatitu hanya berlaku unutk peristiwa
itu saja? Apakah peristiwa seperti itu mungkin terjadi di kemudian hari? Sejauh
mana pengaruh situasi dan kondisi atau arti istilah dan redaksi pada hubungan
ayat dan kejadian? Jika peristiwa itu berwujud pertanyaan yang ditunjukan oleh
ayat jawabannya, apakah pertanyaan itu benar-benar atau main-main, atau
bermaksud menghina dan mengejek? Dalam hal ini pembahasan lebih banyak
tertuju pada situasi, kondisi, dan penggunaan bahasa.
C. Sumber dan Cara Mengetahui Peristiwa

Bagi para sahabat Nabi, sumber itu tentunya diri sendiri atau Nabi langsung
memberi penjelasan. Sahabat sebagai sumber dia sendiri yang mengamati atau
menyaksikan peristiwa turunnya ayat itu. Atau para sahabat yang tidak
mengamati sendiri peristiwanya, ia menerima berita dari sahabat lain yang
mengamatinya, atau dia bertanya-tanya kepada orang yang menyaksikannya.
Bagi para Tabi’in, cerita sahabatlah yang dia pegang. Para mufasir, selain dari
para sahabat, mengambil sumber dari cerita sahabat, baik dari kitab tafsir
ataupun dari hasil wawancara, atau berita dari orang lain yang memperolehnya
dari sahabat. Tafsir Ibnu Abbas dan tafsir ilmu Mas’ud dapat dipandang
sebagai sumber yang dapat dikembangkan. Pengetahuan sejarah dan cerita
para sahabat Nabi yang mengamati atau mengetahui peristiwa turunnya wahyu
yang berbentuk ayat itu diperlukan dalam sebab nuzul ayat. Biasanya cerita
para sahabat tentang peristiwa turunnya wahyu itu dimuat dalam kitab-kitab
hadist, kitab-kitab tafsir, yang ditulis oleh para sahabat itu sendiri seperti
Abdullah ibn Abbas, Abdullah ibn Mas’ud , dll atau dapat juga dilihat pada
riwayat hidup para sahabat itu sendiri. Para mufasir berusaha keras untuk
mencari berita atau penjelasan para sahabat tentang peristiwa turunnya satu
ayat. Apabila mereka menemukan beberapa ayat, mereka berusaha
menggabugkannya atau memerincinya. Mungkin saja ayat itu turun dua atau
berapa kali sesuai dengan berita itu. Contoh ini dikemukakan oleh Az-
Zarkasyi tentang turunnya ayat: “wayas aluunaka ‘anirruuhi”

Ayat ini diturunkan dalam kasus pertanyaan orang Yahudi di Madinah,


padahal ayat itu ayat Makiyyah.3

Sumber yang berbeda mungkin saja memuat berita yang berlainan. Untuk itu,
para mufasir dapat saja menggabungkan. Kalau tidak mungkin, diusahakan
men-tarjih-kannya.
D. Metode Penelitian dan Peranan Akal

Dilihat dari segi teksnya, susunan kalmat ayat Al-Quran itu ada yang jelas
makna yang ditunjukannya, ada pula yang tersembunyi atau kurang jelas.
Dalam melaksanakannya (mengamalkannya), yang sudah jelas ditunjuk oleh
teks ayat itu sendiri pun masih ada saja yang meragukan. Apalagi yang
ditunjukkannya agak tersembunyi. Misalnya, ayat yang menerangkan bahwa
pencuri harus dipotong tangannya. Dalam pengamalannya timbul kesulitan;
walaupun artinya jelas, dan yang ditujunya jelas, yaitu pencuri. Kesulitannya
ialah pencuri yang mana; pencuri arum pentul yang sangat murah harganya,
pencuri berlian ang sangat mahal harganya, tahukah pencuri kapan mayat yang
sudah berada dalam kubur? selain dari meminta bantuan dari hadis Nabi dan
pengetahuan bahasa, sebab nuzul ayat ini memegang peranan yang penting
untuk dapat menafsirkan dan merumuskan ketentuan hukumnya.
DR.Muhammad Adib Shalih sudah menguraikan panjng lebar dalam bukunya
Tafsir An-Nushush Al-Fiqh Al-Islami tentang cara memahami ayat Al-Quran
dan hadis Nabi untuk dirumuskan dalam hukum-hukum fiqih yang mudah
diamalkan. Ia membagi teks (Al-Quran dan hadis) itu menjadi dua macam :

1. Petunjuknya jelas sebagaimana ditunjukkan artinya. Ini tidak


membutuhkan sesuatu diluar teks itu untuk memahami makna yang
dimaksudnya, atau untuk melaksanakannya;
2. Maksud yang ditunjuknya tersembunyi. Ini membutuhkan bantuan
diluar teks itu untuk memahami apa yang dimaksud oleh teks itu.4

Cara memahami teks itu dibahas panjang lebar, sehingga kita melihat bahwa
pengetahuan sebab nuzul memegang peranan yang penting dalam menjelaskan
arti teks itu.

Sebab-sebab nuzul ayat ini perlu di pelajari untuk memahami ayat yang turun
berkenaan dengan itu. Menurut Az-zarqani, tidak ada jalan lain untuk mengetahui
sebab-sebab nuzul itu kecuali naqlyang shahih.5 artinya dengan membaca dan
memahami penjelasan Nabi, sahabat atau tabi’in yang dipercaya wurud dan
rawinya. Kalau bukan dari mereka semua, orang tidak akan mengetahui sebab
nuzul itu. Oleh karena itu, seseorang tidak boleh bercerita tentang sebab nuzul
kecuali ada riwayat dari mereka, atau mendengar sendiri dari orang yang
menyaksikannya, atau melihat sendiri peristiwa turunnya ayat itu. Wahidi lebih
tegas lagi menyatakan bahwa seseorang tidak boleh berkata tentang sebab nuzul
kitab Al-Quran itu, kecuali dengan riwayat dan mendengar orang yang
menyaksikan turunnya ayat dan berpegang pada sebab itu, menyelidiki ilmunya,
dan bersungguh mencari beritanya.6 Az-Zarqani menambahkan bahwa jika sahabat
Nabi itu benar telah menceritakan seba nuzul suatu ayat, itu diterima saja, karena
ini sudah dianggap langsung dari pengamat peristiwanya. Atau ini sama dengan
hadis marfu’, dan tidak ada tempat bagi otak untuk berijtihad tentang berita itu.
Artinya, akal tidak boleh dikerahkan untuk menerima atau tidak, sebab peranan
akal tidak diperlukan disini. Berita sahabat itu harus diterima begitu saja, karena
peristiwanya tidak akan berulang kembali, pengamatnyapun tidak mungkin
diganti. Akan tetapi, riwayat itu berstatus seperti hadis mursal, seperti sahabat
yang meriwayatkannya tidak dikenal, maka riwayat itu tidak dapat diterima
sebagai riwayat nuzul.7

Berita disampaikan oleh sahabat Nabi tentang turunnya wahyu itu tidak mungkin
diteliti dengan menguji kebenarannya. Kejadian itu sudah berlalu dan tidak
mungkin akan berulang kembali. Untuk mencari saksi yang akan membenarkan
berita itu pun tidk mungkin. Paling-paling diteliti, sahabat man yang membawa
berita itu; apakah sahabat itu sendiri yang menyaksikan peristiwa itu atau
mendengar dari sahabat lain. Selanjutnya, dapat juga diteliti sanad dan rawimya,
tabi’in (rawi) mana yang menceritakannya; apakah rawi yang memenuhi rawi
yang umum digunakan oleh para ahli hadis? Apakah berita itu dibuat dalam kitab
hadis sahih yang mu’tabar (kutub as-sittah)? Para ahli hadis yang meriwayatkan
berita sebab nuzul ini berhati-hati dalam menerima berita atau keterangan tentang
berita dari sahabat yang menceritakan sebab nuzul itu. Para ahli tafsir yang
menulis kiab tafsir dengan susah-payah juga mengumpulkan riwayat yang berisi
sebab nuzul ayat ini. Mereka mengambilnya dari kitab-kitab tafsir shahabiy
seperti tafsir Ibn Abbas dan tafsir Ibn Mas’ud. Mereka mengambil pula dari kitab-
kitab hadis Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, Nasa’I, Ibn Majah, dan
lain-lain. Mereka juga mengambil dari riwayat hidup para sahabat Nabi. Jika
mereka menjumpai riwayat tertulis, mereka melakukan wawancara dengan para
ulama yang ali dalam bidang ini. Muhammad Adib Shahih menjelaskan bahwa
para imam dan ulama hadis telah membuat ketentuan yang teliti untuk
membedakan hadis sahih dan yang tidak sahih. Mereka telah merumuskan kaidah-
kaidah untuk menguji dan menilai setiap perawi hadis. Dengan menggunakan
kaidah itulah, para perawi dinilai keahlian dan kedudukannya.8

Selain dengan meneliti para perawi, dapat juga diperhatikan redaksi hubungan
antara peristiwa dan ayat yang turun ketika itu. Ada sahabat yang menegaskan
bahwa ayat itu turun dengan sebab itu. Redaksi ini biasanya menggunakan kalimat
( sababun nuzuulil ayati kadza ) atau setelah menyebutkan peristiwa (sebab)
langsung diiringi dengan ( fa anzala ) atau ( fayuuhi ) atau yang sama dengan itu.
Contohnya ialah perkataan Jabir: orang Yahudi berkata:

“Man ata imro’atan minduburiha (fiqubuliha) ja’alwaladu ahwalu.


Faanzalallohu : nisaa ukum hartsulakum fa’tu hartsakum anna syi’tum”

Ada lagi redaksi dari sahabat yang tidak tegas menunjukkan bahwa peristiwa itu
langsung menjadi sebab nuzul. Misalnya, perkataan Ibn Umar:

“Anzalat : nisaa ukum hartsulakum-fi ityaaninnisaai fi adbaarihinna”

Penelitian tentang sebab nuzul ayat ini pada zaman sekarang tidaklah sesulit
zaman dahulu, karena sudah banyak kitab tafsir yang menerangkannya juga sudah
banyak kitab hadis yang menceritakannya. Hampir semua kitab tafsir besar telah
memuat peristiwa sebab nuzul itu, terutama pada ayat-ayat hukum. Tentunya,
seseorang tinggal meneliti apakah berita tentang sebab nuzul itu diberitakan oleh
perawi yang dapat dipercaya. Apakah betul sahabat yang menceritakan demikian?
Apakah peristiwa itu betul-betul merupakan kasus yang dapat dibandingkan
dengan yang terjadi pada zaman sekarang?

Jika orang setuju dengn kaidah-kaidah yang disusun oleh ahli ilmu tafsir tentang
ketentuan redaksional, syarat rawi, dan berbagai syarat yang berkaitan dengan
asbab an-nuzul itu, tinggal diperiksa dan diteliti teks perawi yang terdapat dalam
kitab-kitab tafsir dan hadis. Untuk melengkapinya, tinggal meneliti bukubuku
riwayat para sahabat dan rijal al-hadis (tokoh-tokoh hadis) yang sudah ada.
Meskipun hadis-hadis (sebenarnya atsar sahabat) yang meriwayatkan sebab nuzul
ayat itu seluruhnya mauquf (tidak sampai pada Rosul, hanya sampai pada sahabat
saja), namun untuk membantu memahami makna ayat-ayat Al-Quran, dapat
digunakan. Ia dapat dipandang sebagai hadis marfu’ (hadis yang sanadnya sampai
kepada Nabi). Sikap ini dipegang oleh para mufasir secara umum, karena ditangan
para sahabat itulah riwayat sanad yangpaling tinggi dan berakhir untuk riwayat
sebab nuzul. Apalagi riwayat sebab nuzul yang mereka bawakan itu hanya
sekadar membantu memahami maksud ayat, bukan sebagai sumber hukum; ia
jelas tidak setingkat dengan hadis Nabi. Riwayat mereka pun tidak membentuk
hukum.

E. Fungsi dan Kegunaan

Dengan memerhatikan pengertian, ruang lingkup pembahasan dan materi


yang dibahas, kita dapat menentukan fungsi asbab an-nuzul ini dalam ilmu
tafsir; yaitu sebagai pengetahuan pembantu dalam memahami, menafsirkan
serta memformulasikan ayat Al-Quran menjadi ajaran praktis yang dapat dan
mudah diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.rumusan ini didukung oleh
kenyataan bahwa para fuqaha menyusun hukum-hukum fiqih berpedoman
pada kitab-kitab tafsir yang menggunakan berita sebab nuzul itu, di samping
memerhatikan hadis Nabi yang banyak menceritakan sebab nuzul itu, serta
diceritakan pula asbab al-wurud-nya. Demikian pula, tentang penusunan ilmu
tauhid, ilmu kalam, dan akhlak.9
Adapun kegunaanya banyak disebutkan oleh para ahli ilmu tafsir. Dalam kitab
Al-Itqan dapat kit abaca enam faedah, yaitu:

1. Mengetahui hikmah yang timbul ketika Allah mensyariatkan ajaran


dengan ayat yang diturunkan itu.
2. Kekhususan hukum pada peristiwa (sebab) turunny ayat (ini bagi mereka
yang berpendapat bahwa yang dipegang ialah kekhususan sebab, bukan
keumuman lafazh).
3. Bahwa kadang-kadang teks ayat menggunakan lafazh yang umum dan
sebab nuzul, merupakan kekhususan sebagai satu contoh.
4. Ibn Daqiqil ‘id berpendapat bahwa penjelasan sebab nuzul itu merupakan
cara yang kuat dalam memahami makna Al-Quran.
5. Ibnu Taimiyah menganggap bahwa pengetahuan sebab nuzul itu
menjelaskan pemahaman ayat, karena tahu sebab, akan mengakibatkan
tahu pula penyebabnya.
6. Menolak keraguan pada kekhususan arti yang terdapat dalam teks ayat.10

Az-Zarqani menuturkan faedah yang hampir sama dengan yang ada dalam
Al-Itqan dengan sedikit perbedaan redaksi dan tambahan. Faedah yang
dikemukakan oleh Zarqani itu adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui hikmah Allah secara jelas dalam mensyariatkan hukum


melalui ayat yang diturunkan-Nya itu.
2. Menolong untuk memahami ayat dan mengurangi,
kesulitan memahaminya.
3. Menolak keragu-raguan pada kekhususan arti yang tersebut dalam ayat.
4. Mengetahui kekhususan hukum pada sebab (peristiwa) yang menyebabkan
ayat itu turun.
5. Mengetahui peristiwa yang menjadi sebab nuzul ayat itu, hukumnya tidak
keluar dari yang dimaksud oleh ayat.
6. Mengetahui orang yang menjadi sebab diturunkannya ayat itu secara jelas.
7. Memudahkan untuk menghapal dan memahami ayat yang turun itu.11
Al-Qasimi mengutip perkataan Syatibi dalam Al-Muwafaqat yang
menegaskan bahwa pengetahuan sebab nuzul itu perlu bagi orang yang
menginginkan ilmu Al-Quran… pengetahuan sebab nuzul akan
menghilangkan setiap kesulitan semacam itu.pengetahuan ini merupakan suatu
yang penting dalam memahami Al-Quran. Mengetahui sebab berarti
mengetahui kemestiannya (yaitu ayat yang turun karenanya)… tidak tahu
sebab nuzul akan menempatkan seseorang dalam keragu-raguan dan kesulitan
(memahami ayat).12 Walaupun orang mengetahui arti ayat, tetapi tidak tahu
dalam hubungan apa ayat itu diturunkan, ia mungkin akan keliru dalam
merumuskan ketentuan dalam pengamalan; atau keliru dalam
mengamalkannya. Kekeliruan ini pernah terjadi pada para sahabat sendiri.
Pernah ditanyakan kepada Ibn Abbas, bagaimana orang berselisih tentang
ajaran agama ini, padahal nabinya satu, kiblatnya satu, dan Al-Quran satu?
Menurut Ibn Abbas,”Al-Quran diturunkan kepada kami, kami baca, kami
pahami, dan kami tahu dalam kaitan apa ayat itu diturunkan. Mungkin sesudah
kami ini aka nada orang-orang yang juga membaca Al-Quran itu dan mengerti
arti lafalnya, tetapi tidak memahami maksudnya. Mereka kembali hanya
kepada arti lafal dan makna uslub. Akhirnya, mereka berbeda pendapat,
berselisih, berperang dan saling membunuh”.13Apa yang dikatakan Ibn Abbas
ini sebenarnya menunjukkan pentingnya faedah tentang pengetahuan sebab
nuzul. Demikian pentingnya ilmu ini, para ulama sudah berusaha
mengembangkannya dan mungkin saja menjadi subdisiplin ilmu yang berdiri
sendiri. Demikian banyak materi yang dibahas dalam ruang lingkup yang luas,
wajar kalau ilmu ini berkembang, apalagi dalam masa pengembangan ilmu
sekarang ini. Hal ini sangat dirasakan pentingnya dalam rangka
memformulasikan kembali ajaran agama yang praktis dapat diterapkan dalam
dunia modern yang disibukkan oleh pengaruh modernisasi, kemajuan ilmu dan
teknologi

.
F. Kesimpulan
1. Asbab an-nuzul ialah suatu pengetahuan yang memuat dan membicarakan
peristiwa yang berkaitan langsung dengan turunnya ayat Al-Quran yang
dapat digunakan sebagai suatu keterangan tentang ayat yang diturunkan
itu.
2. Asbab an-nuzul mempunyai ruang lingkup pembahasan yang berkaitan
langsung dengan peristiwa diturunkannya ayat Al-Quran, terutama dalam
hubungan peristiwa dan ungkapan kata; baik teks ayat ataupun redaksi
rawi.
3. Sumber yang digunakan ialah berita dari Nabi sendiri, dari para sahabat
dan sekarang dari tulisan-tulisan yang sudah ada, baik buku tafsir, hadis,
riwayat hidup para sahabat Nabi dan tarikh islam pada zaman klasik.
4. Sebelum dibukukan, para sahabat mengamati sendiri peristiwa turunnya
wahyu itu, kemudian mereka menceritakannya, baik kepada sesama
sahabat, atau kepada para tabi’in, yang selanjutnya dibukukan dalam buku
tafsir atau hadis, dan lain-lain; sehingga orang yang hidup setelah mereka
dapat mempelajarinya.
5. Para perawi dan kita sekarang dapat membaca dan meneliti keabsahan
berita tentang turunnya ayat-ayat Al-Quran itu, dan dengan demikian,
dapat memahami Al-Quran dengan baik; selanjutnya dapat berusaha
merumuskannya dalam bentuk ajaran praktis yang dapat dan mudah
diamalkan.
6. Apabila penelitian sudah sampai pada kebenaran sahabat dalam mengamati
dan memberitakan sebab nuzul itu, pada situasi dan kondisi tertentu,maka
ijtihad tidak perlu digunakan lagi. Dan akal tidak boleh bercampur dalam
menilai berita itu.
7. Pengetahuan sebab nuzul ini menduduki fungsi yang penting dan sangat
berguna dalam menafsirkan ayat Al-Quran dan merumuskan ajaran islma
supaya mudah diamalkan.
8. Asbab an-nuzul ini mungkin dan dapat berkembang menjadi ilmu yang

berdiri sendiri dalam rumpun ilmu tafsir pada kelompok ilmu Al-Quran.

Catatan Kaki

1. Badruddin Muhammad Ibn Abdullah Az-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulumul


Al-Quran, Jl. I, Cet. I (Mesir: Dar Ihya’ Al Kutub Al-Arabiya, 1957), hlm.
31; Lih. Muhammad Jamaluddin Al-Qasami, Mahasin At-Takqwil, Jl. I
Cet. I (Mesir: Dar Ihya Kutub Al-Arabiyah, 1957), hlm. 27
2. Zarqani, Loc. Cit.
3. Zarkasyi, Op. Cit. hlm. 30
4. Muhammad Adib Shalih, Tafsir An-Nushush Al-Fiqh Al-Islami, Cet. I
(Damsyiq: Mathba’ah Jami’ah, 1964), hlm. 85
5. Zarqani, Op. Cit. hlm. 107.
6. Abu Al-Hasan Ali Ibn Ahmad Wahidi, Asbab an-nuzul,Cet. I, (Mesir:
Syarikah Mathbaah wa Mathba’ah Musthafa Al-Babi Al-Halabi wa
auladuh, 1959), hlm.4
7. Zarqani, Loc. Cit.
8. Muhammad Adib Shaleh, Mashadir Al-Tasyn” Al-Islami, Cet. I
(Mathba’ah Jami’ah Dimasyq, 1968), hlm.93.
9. Zarqani, Op. Cit hlm. 108
10. Suyuthi Op. Cit hlm. 28,29. Lihat Zarkasyi, Op. Cit. hlm. 22. 23
11. Zarqani, Op. Cit. hlm. 106 12. Al-Qasimi, Op. Cit. hlm. 27, 28
13. Ibid.

BAB III

KESIMPULAN

Al Qur’an ialah kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan
(diwahyukan) kepada Nabi Muhammad dan yang ditulis di mushaf dan
diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah. Dari sejarah
diturunkannya Al-Quran, dapat diambil kesimpulan bahwa Al-Quran mempunyai
tiga tujuan pokok :

1. Petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang
tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan dan kepercayaan akan
kepastian adanya hari pembalasan.
2. Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan
normanorma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam
kehidupannya secara individual atau kolektif.
3. Petunjuk mengenal syariat dan hukum dengan jalan menerangkan
dasardasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya
dengan
Tuhan dan sesamanya. Atau dengan kata lain yang lebih singkat,
“AlQuran adalah petunjuk bagi seluruh manusia ke jalan yang harus
ditempuh demi kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.”

BAB IV
PENUTUP

Demikianlah makalah ini kami buat, kami sadar dalam makalah ini masih banyak
kesalahan dalam penulisan maupun dalam penyampaiannya. Untuk itu, kritik dan
saran yang membangun sangat kami perlukan guna memperbaiki makalah kami
selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin

DAFTAR PUSTAKA
(Kamis, 17 September 2015 pukul 09.00 WIB)

Syafe’I, Rachmat. 2010. Pengantar ilmu fiqih. Bandung: Pustaka Setia

(Sabtu, 19 September 2015 pukul 10.30 WIB)

http://senyumkudakwahku.blogspot.co.id/2013/07/makalah-nuzulul-quran.html

http://mmawardi6.blogspot.co.id/2013/10/asbabun-nuzul-dan-nuzulul-
quranmakalah.html

(Senin, 21 September 2015 pukul 11.30 WIB)

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/15/07/03/nqwdwf-
keistimewaanmalam-nuzulul-quran

(Selasa, 22 September 2015 pukul 13.30 WIB)

https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=573480519370282&id=22682027
0702977

(Minggu, 27 September 2015 pukul 10.00 WIB)

Excellent165.blogspot.ca/2012/11/makalah-matakuliah-study-quran-asbabun.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai