Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH MAQASHID SYARIAH

“SEJARAH DAN KLASIFIKASI MAQASHID SYARIAH”

Dosen Pengampu : Muhammad Ridwan, M.E.

Disusun Oleh :
Kelompok 1

PRODI : EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM BUNGA BANGSA CIREBON

Head Office : Jl. Widarasari III Tuparev Cirebon Telp. (0231-246215)


Email :staibbc.cirebon@gmail.com Website : www.staibbc.ac.id

2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepa Allah SWT yang telah memberikan kami
kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah dengan baik dan tepat
waktu. Makalah yang kami buat ini berjudul “SEJARAH DAN KLASIFIKASI MAQASHID
SYARIAH”.

Pembuatan makalah ini ditujukan untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Maqashid Syariah.
Dan juga sebagai penunjang kegiatan perkuliahan baik secara online maupun offline. Dalam
makalah ini mengulas beberapa pembahasan mengenai sejarah maqashid syariah, dan klasifikasi
atau bentuk maqashid syariah.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini. Kami harap makalah ini bisa dipergunakan sebagaimana mestinya dan
dapat mendatangkan manfaat bagi para pembaca.

Dengan segala kerendahan hati, kami berharap kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca untuk meningkatkan dan memperbaiki pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada
waktu mendatang.

Cirebon, 16 November 2021

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

1. Latar Belakang 1
2. Rumusan Masalah 1
3. Tujuan 1

BAB II PEMBAHASAN 2

1. Pengertian Maqashid Syariah 2


2. Sejarah Maqashid Syariah 3
3. Klasifikasi Maqashid Syariah 6

BAB III PENUTUP 9

1. Kesimpulan 9

DAFTAR PUSTAKA iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Allah SWT menurunkan aturan dan hukum melalui washilah Nabi Muhammad SAW
untuk manusia sebagai pegangan dalam kehidupan di dunia. Tata aturan dan hukum ini
bermaksud agar manusia mendapat kebaikan (maslahah). Al-quran dan Hadits menjadi
pedoman hidup umat muslim. Al-Quran dan Hadits menjadi pijakan para ulama dalam
mengembangkan hukum Islam.
Karena itulah, Al-Quran dan Hadits juga disebut sebagai sumber dan dasar agama Islam.
Dari kedua sumber tersebut, para ulama pun mengembangkan hukum Islam dan mencari
jawaban atas permasalahan masyarakat Islam. Khususnya yang berkaitan dengan bidang
muamalah. Untuk memudahkan para ulama, maka lahirlah konsep yang disebut sebagai
Maqashid Syariah.
Setiap aturan atau syariat Islam memiliki tujuan dan manfaatnya, mengapa bisa sesuatu
hal tersebut menjadi bisa di syariatkan. Maka dari pemaparan diatas, pada makalah ini kami
akan membahas mengenai perngertian maqashid syariah, sejarah dan klasifikasi maqashid
syariah.

2. RUMUSAN MASALAH
a Apa pengertian Maqashid Syariah ?
b Bagaimana sejarah dari Maqashid Syariah ?
c Apa saja klasifikasi Maqashid Syariah?

3. TUJUAN
a Untuk mengetahui dan memahami pengertian Maqashid Syariah
b Untuk mengetahui dan memahami sejarah dari Maqashid Syariah
c Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi Maqashid Syariah

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN MAQASHID SYARIAH

Konsep Maqashid Syariah dikemukakan oleh seorang ulama bernama Asy-Syatibi.


Konsep tersebut diambil dari salah satu kaidah yang mengatakan,

“Sesungguhnya syariah bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan dunia dan akhirat”.

Secara bahasa, kata maqashid sendiri berasal dari kata maqshad yang berarti tujuan atau
target. Berangkat dari arti tersebut, beberapa ulama memiliki pengertian atau definisi
mengenai maqashid syariah yang berbeda. Al-Fasi misalnya, menurutnya, maqashid syariah
merupakan tujuan atau rahasia Allah yang ada dalam setiap hukum syariat.
Sedangkan ar-Risuni berpendapat bahwa maqashid syariah adalah tujuan yang ingin
dicapai oleh syariat agar kemashlahatan manusia bisa terwujud. Secara umum, maqashid
syariah memiliki tujuan untuk kebaikan atau kemashlahatan umat manusia. Tujuan ini sejalan
dengan tujuan dari hukum Allah yaitu kebaikan. Kemaslahatan yang dimaksud ini mencakup
segala hal dalam kehidupan manusia.
Dalam kamus Bahasa Arab, maqashid adalah kata yang menunjukkan banyak (jama),
mufradnya adalah maqhsad yang berarti tujuan atau target. Beberapa ulama menjelaskan
definisi maqoshid syariah. ‘Menurut Ibnu ‘Asyur: Makna atau hikmah yang bersumber dari
Alah SWT yang terjadi pada seluruh atau mayoritas ketentuan Nya (bukan pada hukum
tertentu).
Fungsi maqashid syariah diantaranya adalah bisa memahami nash sumber hukum (beserta
hukumnya) secara komprehensif, dapat menjadikan maqashid syariah sebagai salah satu
standar menguatkan salah satu pendapat fuqaha dan memahami pertimbangan jangka panjang
kegiatan manusia dan mengaitkannya dengan setiap fatwa.
Beberapa kaidah untuk mengetahui maqashid syariah diantaranya Seluruh ketentuan
syariah memiliki maksud (maqashid), taqshid (menentukan maqashid) harus berdasarkan dalil,
menertibkan mashlahat dan mafasadat, kemudian membedakan antara maqashid dan wasa’il
dalam setiap ketentuan Allah.

2
Penerapan maqashid syariah merupakan penjabaran dari maqashid (tujuan) besarnya
yaitu hifdzu maal (menjaga dan memenuhi kebutuhan akan harta). Menjaga dan memenuhi
kebutuhan akan harta harus memperhatikan dari sisi bagaimana mendapatkannya atau pun dari
sisi memelihara harta yang sudah dimiliki.Hifdzu maal tersebut juga menjadi rumpun kaidah
dalam bidang muamalah. Kaidah ini dijabarkan dengan maqashid ‘ammah (tujuan-tujuan
umum) dan maqashid khassah (tujuan-tujuan khusus) yang sangat banyak.
Maqashid ‘ammah (tujuan-tujuan umum) adalah tujuan disyariatkan beberapa kumpulan
hukum atau lintas hukum. Sedangkan maqahid khassah (tujuan-tujuan khusus) adalah tujuan
disyariatkan suatu hukum tertentu. Maqashid khassah (tujuan-tujuan khusus) disebut juga
dengan maqashid juz’iyah. Maqashid khassah (tujuan-tujuan khusus) adalah hasil istiqro’
(kajian) para ulama terhadap nash dan hukum-hukum syariah dan menghasilkan kepastian
(qath’i).
Beberapa maqashid ‘ammah ketentuan ekonomi syariah yaitu setiap kesepakatan bisnis
harus jelas diketahui oleh masing-masing pihak, setiap kesepakatan bisnis harus adil bagi
masing-masing pihak, setiap pihak harus berkomitmen dengan kesepakatan yang telah dibuat,
melindungi hak kepemilikan, harta harus terdistribusi dengan baik agar dapat dinikmati oleh
setiap lapisan masyarakat, dan sebagainya.

4. SEJARAH MAQASHID SYARIAH


Pada hakikatnya, maqashid al-syari’ah ini sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad
SAW. Namun dalam istilah penggunaannya, maqashid al-syarî’ah pertama kali diperkenalkan
oleh Syekh Abu Mansar al-Maturidy. Imam Malik radliyallahu ‘anhu secara tegas
menggunakan istilah maqashidu al-syari’ah di dalam masterpiece-nya, yakni lewat kitab al-
Muwatha’. Imam al-Syafi’i (w. 204 H), di dalam kitab ushul fiqih beliau yakni, al-Risalah
dalam bab ta’lil al-ahkam, telah memperkenalkan sebagian dari maqashid kulliyyah hifdh al-
nafs dan hifdh al-mal yang selanjutnya dianggap sebagai cikal bakal tema-tema ilmu
maqashid. Selepas al-Syafi’i kemudian barulah muncul al-Hakim al-Tirmidzy (w. 320 H), al-
Qaffâl (w. 365 H).
Menurut al-Raisâny, ulama yang pertama kali menggunakan istilah maqashid di dalam
judul karyanya adalah al-Hakim al-Tirmidzy (w. 320 H) lewat karyanya al-Shalatu wa
Maqashiduha. Berikutnya al-Qaffal (w. 365 H), Abu Bakar Muhammad Al-Qaffal al-Kabir,
menyebut kalimat yang senada dalam judul karyanya, yakni Mahasin al-Syari’ah. Sepeninggal
al-Qaffal (w. 365 H), muncul al-Shaduq (w. 381 H) dalam karyanya I’lalu al-Syarâi’ wa al-
Ahkâm. Kitab karya al-Shaduq ini memuat serpihan-serpihan dari ta’lil al-ahkam dari berbagai
kalangan ulama sezamannya, termasuk dari kalangan Syi’ah.

3
3
Ulama yang sezaman dengan al-Shaduq adalah al-‘Amiry (w. 381 H) yang bertepatan
tahun wafatnya sama. Al-‘Amiry menuliskan karyanya yang membahas fiqih maqashid ini
dalam kitab al-I’lam bi Manaqibi al-Islam. Di dalam kitab ini, al-‘Amiry sudah membahas
tentang masalah al-Dlarariyyatu al-Khams (lima pokok kebutuhan primer yang harus dijaga).
Menurutnya, al-Dlaruriyyatu al-Khams itu terdiri dari hifdh al-din (menjaga agama), hifdh al-
nafs (menjaga jiwa), hifdh al-‘aql (menjaga akal), hifdh al-nasl (menjaga keturunan), dan
hifdh al-mal (menjaga harta). Kelimanya pada perkembangan berikutnya adalah menjadi tema
sentral dari maqashid al-syari’ah. Sepeninggal al-‘Amiry (w. 381 H dan al-Shaduq (w. 381 H),
muncul al-Juwainy (w. 478 H) yang dikenal dengan panggilan Imam Haramain.
Al-Juwainy tampil membawakan maqashid al-syari’ah ini dalam kitabnya al-Burhân fi
Ushul al-Fiqh. Kitab beliau yang lain dalam bidang yang sama antara lain: al-Waraqat, al-
Tuhfah, al-Asalib fi al-Khilafah, al-Kafiyah dan al-Durrah al-Mudliah fi Ma waqa’a min
Khilafin baina al-Syafi’iyyah wa al-Hanafiyyah. Saking hebatnya Al-Juwainy, beliau memiliki
dua orang murid yang juga menghasilkan karya besar serupa, yaitu al-Ghazali (w. 505 H) dan
Abu al-Qasim al-Qusyairy (w. 500-an H). Al-Ghazaly tampil dengan karyanya yaitu al-
Mustashfa min ‘Ilmi al-Ushul yang menawarkan dua metode penjagaan maqashid al-syari’ah,
yakni
a. Melalui al-wujud yang berisikan riwayat serta batasan penjagaan (hifdh)
b. Al-‘adam yang berisikan ketentuan bisa batalnya tanggung jawab penjagaan (hifdh).
Adapun tentang murid al-Juwainy yang lain, yaitu Abu Al-Qasim al-Qusyairy, karya
beliau kelak di kemudian hari menjadi inspirasi bagi al-Syathiby untuk menuliskan kitabnya
al-Muwâfaqât, yang sebenarnya berisikan materi kompromistik antara pendapat Abu al-Qasim
al-Qusyairy dengan kalangan Hanafiyyah di bidang maqashid. Pasca al-Ghazaly (w. 505 H)
dan al-Qusyairy (w. 500-an H), muncul Fakhru al-Din al-Razy (w. 606 H), al-‘Amidy (w. 631
H), dan ‘Izzu al-Din bin Abdu al-Salâm (w. 660 H). Selepas itu muncul ulama kenamaan yang
lain, yaitu al-Qarafi (w. 684 H) dan al-Thafi (w. 716 H).
Setelah al-Thafi inilah Ibnu Taimiyah (w. 728 H) muncul dan disusul muridnya yaitu
Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah (w. 751 H). Pasca Ibnu Qayyim, muncullah al-Syathibi dan di
kalangan fuqaha’ kontemporer saat ini muncul tokoh Ibnu ‘Asyur (w. 1393 H) dan al-
Qaradhawi. Sebelumnya Syekh Ramadhan al-Buthy juga disebut memiliki karya seputar fiqih
maqashid ini. Di antara kesekian tokoh dan ulama di atas, tokoh yang detik ini dianggap
memiliki sumbangsih besar terhadap perkembangan fiqih maqashid adalah al-Syathiby.
Maqashid Syariah yang populer belakangan ini bukanlah ilmu baru. Kajian ini sudah
dikenalkan ulama terdahulu. Ulama pertama yang dianggap mempopulerkan kajian Maqashid
Syariah pada periode awal, abad ketiga sampai keempat hijriah, adalah Hakim al-Tirmidzi (w.
296). Dia mengenalkan Maqashid Syariah melalui dua karya monumentalnya: al-hajj wa
asraruhu dan al-shalah wa maqashiduha.

4
Kedua buku ini berisi penjelasan hikmah, tujuan, dan filosofi ibadah haji dan salat.
Hikmah dan tujuan tersebut diperoleh berdasarkan pembacaan terhadap al-Qur’an dan hadis,
serta hasil perenungan dari setiap ibadah yang dilakukan. Menurut al-Tirmidzi, hampir setiap
gerakan dan ritual yang dilaksanakan pada saat ibadah haji memiliki manfaat dan
kemaslahatan bagi manusia. Tujuan utama haji ialah agar manusia bersih dari dosa,
menunaikan tanggung jawabnya, memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat, dan
memperoleh balasan berupa surga.
Begitu pula dengan shalat, setiap gerakan dan bacaannya mengandung berbagai macam
hikmah dan manfaat: salat menghadap kiblat tujuannya agar semakin fokus beribadah;
melafalkan takbir bertujuan untuk menghilangkan rasa sombong; tujuan membaca do’a supaya
tidak lalai; ruku’ bertujuan untuk menghilangkan sifat kasar dan keras; sujud bertujuan untuk
membersihkan dosa. Selain kedua karya ini, berdasarkan catatan Husni Nasr Zaidan, masih
terdapat karya lain al-Tirmidzi yang berkaitan dengan Maqashid Syariah, yaitu ‘Ilal al-
Syari’ah. Namun sayangnya, kitab ini belum diterbitkan dan masih dalam bentuk manuskrip.
Tokoh selanjutnya yang dianggap pioneer kajian Maqashid Syari’ah pada periode awal
adalah Abu Zaid al-Balkhi (w. 322 H). Dia menulis buku al-Ibadah ‘an ‘Ilal al-Diyanah dan
Mashalih al-Abdan wa al-Nufus. Menurut Muhammad Kamal Imam, seperti dikutip Jasser
Auda, buku al-Ibanah ini termasuk karya pertama yang mengulang Maqashid Syariah dalam
bidang muamalat. Selain itu, al-Balkhi juga termasuk tokoh pertama yang menjelaskan
pengaruh etika dan hukum Islam terhadap kesehatan mental dan fisik. Hal ini sebagaimana
tergambar dalam Mashalih al-Abdan wa al-Nufus.
Beberapa tahun berikutnya muncul tokoh seperti al-Qaffal al-Syasyi (w. 365 H) dengan
karyanya Mahasin al-Syari’ah. Karya ini buku pertama dari Madzhab Syafi’I yang ditulis
dengan menggunakan perspektif Maqashid Syari’ah. Al-Qaffal tidak hanya menjelaskan
hukum bersuci, shalat, haji, puasa, dan hudud seperti terdapat dalam kitab fikih pada
umumnya, tetapi juga menjelaskan hikmah, tujuan, dan filosofi yang terdapat dalam hukum
tersebut.
Dalam pengantarnya, al-Qaffal mengatakan, “Buku ini ditulis guna menjelaskan
keindahan-keindahan syariat, untuk menjelaskan kemudahan, kandungan akhlak, dan
keselarasannya dengan akal”. Kemudian dia menutup bukunya sembari menegaskan bahwa
hukuman pidana yang terdapat di dalam Islam sejatinya untuk melindungi kehidupan manusia
dan memberi keadilan terhadap orang yang dizalimi.
Awalnya buku ini ditulis al-Qaffal untuk orang-orang yang mempertanyakan hakikat dan
tujuan hukum Islam, baik dari kalangan umat sendiri maupun non-muslim, khususnya yang
meragukan kebenaran syariat Islam. Dalam pandangan Ahmad Imam Mawardi, meskipun
istilah yang digunakan al-Qaffal adalah Mahasin al-Syariah, tetapi karya ini dapat dikatakan
manuskrip tertua yang isinya persis tentang Maqashid Syari’ah.

5
5
Al-Amiri, seorang filosof Islam abad keempat (w. 381 H), juga dianggap sebagai tokoh
awal yang menyinggung Maqashid Syariah di dalam beberapa karyanya, seperti al-I’lam bi
Manaqib al-Islam. Kitab ini sebetulnya lebih tepat disebut karya perbandingan agama, karena
isinya lebih kepada pembelaan dan menjelaskan keistimewaan agama Islam dibanding agama
lain dilihat dari aspek ibadah, akidah, perkembangan ilmu pengetahuan, politik, perlindungan
terhadap masyarakat, dan lain-lain.
Dalam buku ini, al-Amiri berpendapat bahwa untuk menciptakan kehidupan sosial yang
baik perlu didukung oleh lima pilar, tanpa adanya lima pilar itu kemaslahatan tidak akan
pernah terealisasi. Lima pilar yang dimaksud adalah: mazjarah qatl al-nafs (sanksi
pembunuhan); mazjarah akhdh al-mal (sanksi pencurian); mazjarah hatk al-satr (sanksi bagi
pembuka ‘aib); mazjarah thalb al-‘irdh} (sanksi bagi perusak kehormatan). Lima prinsip inilah
yang kemudian menjadi cikal-bakal al-dharuriyat al-khams yang menjadi fokus utama ulama
kajian Maqashid Syari’ah setelahnya, seperti al-Juwayni, al-Ghazali, dan lain-lain.
Perlu diketahui, kajian Maqashid Syariah pada periode awal tidak hanya diperkaya ulama
sunni, tetapi juga ulama Syi’ah. Ulama Syi’ah yang menulis tentang Maqashid Syari’ah pada
periode awal adalah Ibnu Babawaih al-Qummi (w. 381 H). Dia menulis kitab ‘Ilal al-Syari’ah.
Buku ini berisi penjelasan rasional terkait mengapa harus beriman kepada Allah, percaya
kepada kenabian, surga, dan rukun iman lainnya. Selain penjelasan rukun iman, beliau juga
memberikan rasionalisasi moral terhadap shalat, puasa, haji, zakat, berbakti pada orang tua,
dan kewajiban lainnya.
Bila membaca literatur Maqashid Syari’ah yang ditulis abad 3-4 terlihat bahwa Maqashid
Syari’ah pada periode ini belum menjadi metodologi hukum Islam. Maqashid Syari’ah justru
lebih banyak dibahas dalam kajian filsafat, perbandingan agama, akidah, moral, dan fikih,
bukan dalam buku Ushul Fikih. Para ulama periode awal belum merumuskan teori Maqashid
Syari’ah secara sistematis dan rinci, tetapi hanya sebatas menguraikan satu per satu manfaat
dan hikmah yang terdapat dalam ajaran Islam. Tujuan penjelasan hikmah dan manfaat tersebut
ialah untuk mengukuhkan hukum Islam, terutama yang terdapat di dalam nash, dan
menjelaskan keunggulan agama Islam dibanding agama lain, bukan untuk merekontruksi dan
memperbaharui hukum yang sudah ada, seperti yang dilakukan sebagian ulama kontemporer.

5. KLASIFIKASI MAQASHID SYARIAH


Maqashid Syariah ditinjau dari cangkupan:
a. Maqashid ‘Ammah, yaitu tujuan-tujuan yang diperhatikan dan hendak diwujudkan oleh
syariat di seluruh atau mayoritas bab-bab hukumnya. Contoh: penyebaran rahmat bagi
alam semesta (QS: Al-Anbiya:107), Penegakan keadilan (Qs. An-Nahl: 90),
menghilangkan kesulitan atau memudahkan( QS. Al-Baqarah: 185)

6
b. Maqashid Kash-shah, yaitu tujuan-tujuan yang hendak diwujudkan oleh syariat pada bab
tertentu atau bab-bab hukum yang sejenis. Contoh : tujuan syariat dalam hukum-hukum
terkait munakahat diantaranya adalah memperkuat dan memperbesar hubungan
kekerabatan antar masyarakat disamping menjaga kesucian diri lahir dan batin, serta
memastikan garis nasab manusia (Qs. An-Nisa: 1)
c. Maqashid Jauziyah, yaitu tujuan syariat di masing-masing hukum syar’i. contoh: tujuan
disyariatkannya gadai dalam Islam untuk tawatsuq keterikatan dan kepercayaan.

Menurut imam asy-Syatibi, ada lima bentuk maqashid syariah. Lima bentuk ini disebut
juga sebagai lima prinsip umum atau kulliyat al-khamsah. Masing-masing bentuk ini memiliki
dua pembagian, yaitu dari segi wujud atau penjagaan dan dari segi ‘adam atau pencegahan.
Lima bentuk maqashid syariah ini adalah sebagai berikut:
a Maqashid syariah untuk melindungi agama
Bentuk maqashid syariah untuk melindungi agama merupakan hak memeluk dan
meyakini seseorang boleh dan berhak memeluk agama yang diyakini secara bebas dan
tanpa gangguan.
Contoh penjagaannya adalah dengan melaksanakan shalat dan zakat. Sedangkan dari segi
pencegahan dilakukan dengan jihad atau hukuman bagi orang-orang yang murtad.
b Maqashid syariah untuk melindungi jiwa
Bentuk maqashid syariah untuk melindungi jiwa merupakan landasan dan alasan yang
menyatakan bahwa seorang manusia tidak boleh disakiti, dilukai, apalagi dibunuh.
Contoh penerapannya adalah dengan makan dan minum. Sedangkan dari segi pencegahan
dilakukan dengan cara qisas dan diyat.
c Maqashid syariah untuk melindungi pikiran
Bentuk maqashid syariah untuk melindungi pikiran atau akal. Berangkat dari hal ini,
maka segala hal yang menyebabkan hilangnya akal menjadi tidak boleh. Termasuk di
dalamnya mengonsumsi narkoba atau minuman keras. Termasuk dalam hal ini juga adalah
kebebasan berpendapat secara aman bagi setiap orang.
Contoh penerapannya dalam bentuk penjagaan dilakukan dengan makan dan mencari
makan. Sedangkan dalam bentuk pencegahan dilakukan dengan menegakkan hukum bagi
pengonsumsi narkoba.
d Maqashid syariah untuk melindungi harta
Maqashid syariah untuk melindungi harta menjamin bahwa setiap orang berhak
memiliki kekayaan harta benda dan merebutnya dari orang lain merupakan hal yang
dilarang. Baik dalam bentuk pencurian, korupsi, dan lain sebagainya.

7
Contoh penerapan hal ini dilakukan dengan cara melaksanakan jual beli dan mencari rizki.
Sedangkan bentuk pencegahan dilakukan dengan hukum potong tangan bagi pencuri dan
menghindari riba.
e Maqashid syariah untuk melindungi keturunan
Maqashid syariah untuk melindungi keturunan membuat maka zina menjadi terlarang
karena dapat memberikan dampak negatif. Baik secara biologis, psikologis, ekonomi,
sosial, nasab, hukum waris, dan lain sebagainya.
Karena itu, penjagaannya dilakukan dalam bentuk pernikahan, sedangkan bentuk
pencegahan dilakukan dengan menegakkan hukum bagi orang yang berzina dan yang
menuduh orang lain berzina tanpa adanya bukti.

8
BAB III
PENUTUP

1. KESIMPULAN
Dari beberapa pendapat mengenai definisi Maqashid Syariah, dapat disimpulkan bahwa
Maqashid Syariah adalah suatu kajian ilmu yang mempelajari tentang maksud atau tujuan di
syariatkannya suatu ajaran Islam.
Pada perkembangannya, dari zaman Nabi Muhammad SAW sampai dengan sekarang
banyak ulama-ulama yang memperkenalkan ilmu Maqashid Syariah dan membuat karya buku
tentang Fiqih Maqshid Syariah, diantaranya adalah Abu Zaid al-Balkhi (w. 322 H). Dia
menulis buku al-Ibadah ‘an ‘Ilal al-Diyanah dan Mashalih al-Abdan wa al-Nufus. Menurut
Muhammad Kamal Imam, seperti dikutip Jasser Auda, buku al-Ibanah ini termasuk karya
pertama yang mengulang Maqashid Syariah dalam bidang muamalat. Selain itu, al-Balkhi juga
termasuk tokoh pertama yang menjelaskan pengaruh etika dan hukum Islam terhadap
kesehatan mental dan fisik. Hal ini sebagaimana tergambar dalam Mashalih al-Abdan wa al-
Nufus.
Menurut imam asy-Syatibi, ada lima bentuk maqashid syariah. Lima bentuk ini disebut
juga sebagai lima prinsip umum atau kulliyat al-khamsah.
a Maqashid syariah untuk melindungi agama
b Maqashid syariah untuk melindungi jiwa
c Maqashid syariah untuk melindungi pikiran
d Maqashid syariah untuk melindungi harta
e Maqashid syariah untuk melindungi keturunan

9
DAFTAR PUSTAKA

NU Online. 2018. Sejarah Perkembangan Fiqih Maqashid.


https://islam.nu.or.id/post/read/99743/fiqih-maqashid-4-sejarah-perkembangan. (di akses
pada tanggal 23 September 2021)

Ferdiansyah, Hengki. 2020. Sejarah Ilmu Maqashid Syariah : Ulama dan Karya Maqashid
Syariah Periode Awal .BincangSyariah.com.
https://bincangsyariah.com/khazanah/sejarah-ilmu-maqashid-syariah-ulama-dan-karya-
maqashid-syariah-periode-awal/. (di akses pada tanggal 23 September 2021)

Ponpes, alhasanah. 2020. Mengenal Maqashid Syariah, Pengertian dan Bentuk-Bentuknya.


https://ponpes.alhasanah.sch.id/pengetahuan/mengenal-maqashid-syariah-pengertian-dan-
bentuk-bentuknya/. (di akses pada tanggal 23 September 2021)

Khairiyah, Muthi’ah. 2019. Redaksi Tanjungpinang Pos. Tujuan dari Suatu Hukum (Muqoshid
Syariah). https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwi7lZn83Zf
zAhWq4HMBHS33BIkQFnoECBMQAw&url=http%3A%2F%2Ftanjungpinangpos.id
%2Ftujuan-dari-suatu-hukum-maqoshid-syariah
%2F&usg=AOvVaw1JD6MV8VHMnouDJPJ4gIR2. (di akses pada tanggal 23
September)

Berita Hari Ini. 2021. Maqashid Syariah : Pengertian dan Bentuknya yang Perlu Dipahami.
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q
=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwi7lZn83ZfzAhWq4HM
BHS33BIkQFnoECBkQAQ&url=https%3A%2F%2Fkumparan.com%2Fberita-hari-ini
%2Fmaqashid-syariah-pengertian-dan-bentuknya-yang-perlu-dipahami-
1vHFIJetlBM&usg=AOvVaw0GK0agk7-Ebp8taSo4WBF7. (di akses pada tanggal 23
September 2021)

iii

Anda mungkin juga menyukai