Anda di halaman 1dari 21

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka
1. Pengertian Bank
Pengertian bank secara sederhana dapat diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan
utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut
ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya. Menurut Undang-Undang RI nomor 10
tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, pengertian bank adalah badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Satria, Rizal 2018).

A. Kegiatan Bank Umum


Menurut (Kasmir:10:89) kegiatan bank umum adalah sebagai berikut :
1. Menghimpun dana (uang) dari masyarakat dalam bentuk simpanan. Bank bertindak
sebagai tempat menyimpan uang atau berinvestasi bagi masyarakat menyimpan uang
di bank untuk menjaga keamanan uang mereka. Sedangkan tujuan kedua untuk
melakukan investasi dengan harapan memperoleh harga dan hasil investasinya.
2. Menyalurkan dana ke masyarakat dalam bentuk pinjaman (Kredit) kepada
masyarakat yang mengajukan permohonan
3. Memberikan jasa-jasa bank lainya, seperti pengiriman uang (transfer), penagihan
surat-surat berharga yang berasal dari dalam kota (clearing), penagihat surat-surat
berharga yang berasal dari luar kota dan luar negeri (inkaso), letter of credit (L/C),
safe deposit box, bank garansi, bank notes, travelers cheque, dan jasa lainya (Kpr et
al., 2018).

B. Jenis Bank
Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 dan ditegaskan lagi dengan
keluarnya Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998, jenis perbankan
terdiri dari 2 (Kasmir, 2013) yakni sebagai berikut :
1. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional
dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan adalah umum, dalam arti bahwa
bank

ini dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Begitu pula dengan wilayah
operasinya dapat dilakukan diseluruh wilayah. Bank umum sering disebut bank
komersial (Barus, 2016).
2. Bank Syariah, adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga.
Bank syariah juga dapat diartikan sebagai lembaga keuangan atau perbankan yang
operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits Nabi
SAW (Wahyuni & Efriza, 2017).

C. Fungsi Bank
Menurut Adli, (2012) Bank sebagai sebuah lembaga keuangan tentu memiliki
fungsi seperti halnya lembaga lembaga lain. Fungsi bank dalam perekonomian suatu
Negara diklasifikasikan sebagai berikut
1. Fungsi bank Sebagai Agent of Trust Artinya bahwa aktivitas bank sebagai financial
intermediary menjalankan fungsinya atas dasar kepercayaan yang diterima oleh bank
dari masyarakat kepercayaan masyarakat yang diberikan berupa amanat agar bank
mengelola dan mengamankan dana yang disimpan masyarakat di bank tersebut.
2. Fungsi bank sebagai Agent of Trust ini tentu tidak terlepas dari prinsip saling
menguntungkan bagi kedua belah pihak.
3. Fungsi bank Sebagai Agent of development Guna mewujudkan pembangunan dan
kesejahteraan dalam perekonomian, bank dianggap sebagai lembaga yang cukup
berperan signifikan. Hal ini dikarenakan aktivitas bank sebagai financial
intermediary dapat mempertemukan sektor riil dan sektor moneter untuk berinteraksi.
Pada umumnya peredaran uang dalam perekonomian terjadi melalui lembaga
keuangan sehingga interaksi sektor riil dan sektor moneter diharapkan berjalan
dengan baik demi mendukung proses pembangunan.
4. Fungsi Bank sebagai Agent of service Lembaga keuangan merupakan sebagai
lembaga yang bergerak dibidang jasa yang lebih beragam, dengan kata lain aktivitas
perbankan tidak hanya terbatas dalam hal menghimpun dana dan menyalurkan dana
ditengah masyarakat.
D. Peranan Bank dalam Sistem Keuangan
Dalam menjalankan kegiatannya, bank mempunyai peranan penting dalam sistem
keuangan nasional. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Pengalihan Aset (Asset Transmutasion) Pengalihan dana atau aset dari unit surplus ke
unit deficit. Dalam hal ini sumber dana yang diberikan kepada pihak peminjam
berasal dari pemilik dana yaitu unit surplus yang jangka waktunya dapat diatur seusai
dengan keinginan pemilik dana. Dengan demikian, bank berperan sebagai pengalih
aset yang likuid dari unit surplus kepada unit defisit.
2. Transaksi (Transaction) Bank memberikan berbagai kemudahan kepada pelaku
ekonomi untuk melakukan transaksi keuangan.
3. Dalam ekonomi modern, transaksi barang dan jasa tidak pernah terlepas dari
transaksi keuangan. Untuk itu, produk, jasa, dan layanan yang ditawarkan oleh bank
memudahkan masyarakat dalam bertransaksi.
4. Likuiditas (Liquidity) Bank juga berperan sebagai penjaga likuiditas masyarakat,
dengan membantu aliran likuiditas/dana
5. dari unit surplus kepada unit deficit yang dilakukan dengan cara unit surplus
menempatkan dananya dalam bentuk giro, tabungan, deposito dan produk dana bank
lainnya yang kemudian disalurkan dalam bentuk kredit kepada pihak yang
melangalami deficit. Dengan demikian bank memberikan layanan fasilitas
pengelolaan likuiditas dan menyalurkannya kepada pihak yang mengalami
kekurangan likuiditas
6. Efisiensi (Efficiency) Peranan bank sebagai broker adalah menemukan peminjam dan
pengguna modal tanpa mengubah produknya. Disini bank hanya memperlancar dan
mempertemukan pihal-pihak yang saling membutuhkan. Sosial, Ekonomi dan Bisnis.

2. BANK KONVENSIONAL
A. Pengertian Bank Konvensional
Menurut Wiroso (2005:2) menerangkan bahwa yang dimaksud dengan bank umum
adalah bank yang melaksanakan kegiatan secara konvensional dan atau berlandaskan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sementara
itu, pengertian bank menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan bank adalah “badan usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat

banyak”. Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa usaha yang dijalankan oleh
bank meliputi tiga kegiatan, yaitu menghimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan
jasa bank lainnya. Kegiatan menghimpun dana yang dilakukan bank dapat berupa
penghimpunan dana melalui tabungan, giro maupun deposito nasabah. Selanjutnya kegiatan
menyalurkan dana dapat berupa pemberian kredit maupun pembiayaan yang dilakukan bank
kepada para nasabahnya yang membutuhkan dana (Mikro & Menengah, n.d.).

B. Prinsip Bank Konvensional


Menurut Wiroso (2005:33) menjelaskan bahwa prinsip yang diterapkan bank konvensional
dalalam mendapatkan keuntungan menggunakan dua metode, yaitu:
1. Menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti giro, tabungan
maupun deposito. Demikian pula dengan harga untuk produk pinjamannya (kredit)
juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga tertentu;
2. Untuk jasa-jasa bank lainnya pihak bank menerapkan berbagai biaya-biaya dalam
nominal atau persentase tertentu.

3. BANK SYARI’AH
A. Pengertian Bank Syari’ah
Menurut Muhammad (2005:13) menyatakan bahwa bank syariah adalah bank yang
beroperasi dengan tidak mengandalkan bunga, atau dapat pula disebut bank islam, yaitu
lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa- jasa perbankan
lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya
disesuaikan dengan prinsip syariah. Dari pengertian tersebut, bank yang beroperasi
berdasarkan prinsip syariah adalah bank yang menggunakan hukum islam dalam
melaksanakan kegiatan perbankannya. Melalui produk- produk yang dihasilkan oleh bank
islam atau bank syariah dalam produk produk yang dihasilkan oleh bank islam atau bank
syariah dalam produk pengumpulan dana tersebut dapat dioperasikan sesuai dengan
ketentuan ajaran islam. Kegiatan dan transaksi yang dilakukan oleh bank syariah juga
berlandaskan hukum halal atau haram, lembaga perbankan syariah hanya melakukan
transaksi yang sesuai dengan aturan hukum islam (Barus et al., 2016).

B. Prinsip Operasional Bank Syari’ah


Menurut Muhammad (2005:29) menjelaskan bahwa prinsip yang diterapkan bank
syariah dalam sistem pembiayaan adalah sebagai berikut:
1. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah)
2. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah)
3. Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah)

4. Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah)

5. Pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain

(ijarah wa iqtina).

C. Tujuan Bank Syari’ah


Secara umum tujuan utama Bank Syariah ialah mendorong dan mempercepat kemajuan
ekonomi suatu masyarakat atau bangsa, dengan melakukan aktivitas perbankan, keuangan,
komersial, dan investasi sesuai dengan asas Islam. Upaya ini harus didasari dengan:

1. Larangan atas bunga pada setiap transaksi.


2. Asas kerekanan (partnership) pada semua aktivitas bisnis yang berdasarkan
kesetaraan, keadilan dan kejujuran.
3. Hanya mencari keuntungan yang sah dan halal semata-mata.
4. Pembinaan keuangan kepada masyarakat.
5. Mengembangkan persaingan yang sehat.
6. Menghidupkan lembaga zakat.
7. Membentuk jaringan kerja sama (networking) dengan lembaga keuangan Islam
lainnya. keuangan kepada masyarakat.

D. Sumber Dana Bank Syariah


Sumber dana bank yang digunakan sebagai alat operasional suatu bank bersumber
dari dana-dana sebagai berikut ( Antonio : 2001) :
1. Dana pihak pertama, yaitu dana modal sendiri yang berasal dari para pemegang
saham. Terdiri dari modal disetor, agio saham, cadangancadangan dan laba ditahan.
2. Dana pihak kedua, yaitu dana pinjaman dari pihak lain. Terdiri dari dana pinjaman
harian dan pinjaman biasa antar bank, pinjaman lembaga non-bank dan pinjaman dari
Bank Indonesia.
3. Dana pihak ketiga (DPK), merupakan dana yang dihimpun oleh bank yang berasal
dari masyarakat dalam arti lias, meliputi masyarakat individu, maupun badan usaha.
Pada sebagian besar atau setiap bank, dana masyarakat ini merupakan dana terbesar
yang dimiliki.

E. Produk dan Jasa Bank Syari’ah :


1. Simpanan atau titipan
a. Tabungan Wadi’ah
Tabungan yang menerapkan akad wadi’ah mengikuti prinsip-prinsip wadi’ah yad
adh- dhamanah. Tabungan yang berdasarkan akad wadi’ah ini tidak mendapatkan
keuntungan dari bank karena sifatnya titipan.
b. Tabungan Mudharabah
Tabungan yang menerapkan akad mudharabah mengikuti prinsip-prinsip akad
mudharabah. Diantaranya sebagai berikut. Pertama, keuntungan dari dana yang
digunakan harus dibagi antara shohibul mal (nasabah) dan mudhorib (bank). Kedua,
adanya tenggang waktu antara dana yang diberikan dan pembagian keuntungan,
karena untuk melakukan investasi dengan memutarkan dana itu diperlukan waktu
yang cukup.
c. Giro
Secara umum, yang di maksud dengan giro adalah simpanan yang penarikannya
dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah
bayar lainnya, atau dengan pemindahbukuan. Adapun yang dimaksud dengan giro
syariah adalah giro yang dijalankan berdasarka prinsip-prinsip syariah. dalam hal ini,
dengan syariah nasional telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa giro
yang dibenarkan secara syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsip
wadiah.
d. Deposito
Adapun yang dimaksud dengan deposito syariah adalah deposito yang dijalankan
berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini, bank syariah bertindak sebagai mudharib
(pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul mal (pemilik dana)
(Antonio: 2001). Dari hasil pengelolaan dana mudharabah, bank syariah akan
membagihasilkan kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah disepakati
dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.(Fazriah,siti, 2017.)

2. Bagi Hasil

a. Al-Mudharabah merupakan perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha.


b. Al-Musyarakah (Joint Venture) merupakan keuntungan yang diperoleh dibagi
berdasarkan rasio yang disepakai bersama tetapi kerugian dibagi berdasarkan
rasio ekuitas dari masing-masing pihak.
c. Al-Murabahah merupakan suatu bentuk
d. akad penjualan barang oleh seseorang kepadapihak lain dimana penjual
memberikan informasisecara jelas kepada pembeli seberapa besar harga pokok
barang tersebut dan besaran marjin keuntungan yang disepakati.
e. Al-Muzara’ah merupakan pembiayaan yang diberikan bank kepada nasabah
dalam bidang pertanian atau perkebunan atas dasar bagi hasil dari hasil panen
pertanian atau perkebunan.
f. Al-Musaqah, merupakan bentuk lebih yang sederhana dari muzara’ah.

3. Jual Beli
a) Bai’ al-Murabahah, merupakan penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Artinya
Bank akan membelikan barang dari pengguna jasa kemudian menjualnya kembali
ke pengguna jasa.
b) Bai’ As-Salam, dimana bank akan membelikan barang yang dibutuhkan
dikemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka.
c) Bai’ Al-Istishna’, merupakan bentuk As-Salam khusus di mana harga barang bisa
dibayar saat kontrak, dibayar secara angsuran, atau dibayardi kemudian hari.

4. Jasa
a) Al-Wakalah, adalah suatu akadpada transaksi perbankan syariah, yang merupakan
akad(perwakilan) yang sesuai dengan prinsip-prinsip yang diterapkan dalam syariat
Islam.
b) Al-Kafalah, adalah memberikan jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada
pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.
c) Al-Hawalah, adalah akadperpindahan yang dalam praktiknya memindahkan utang
dari tanggungan orang yang berutang menjadi tanggungan orang yang
berkewajiban membayar utang. Ar-Rahn, adalah suatu akadpada transaksi
perbankan syariah, yang merupakan akad gadai yang sesuai dengan syariah.

Dalam beberapa hal bank konvensional dan bank syari’ah memilki persamaa,
terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi computer yang
digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal,
laporan keuangan dan sebbagainya. Namun, terdapat banyak perbedaan mendasar diantara
keduanya, antara lain ; (Umum & Di, 2018).

KETERANGAN BANK SYARIAH BANK KONVENSIONAL


Struktur Organisasi Adanya Dewan Syariah Tidak adanya Dewan
Nasional (DSN) dan SyariahNasional (DSN)
Dewan Pengawas Syariah danDewan Pengawas Syariah
(DPS) (DPS)
Akad dan aspek legalitas Hukum islam dan hukum Hukum positif
positif
Prinsip organisasi Bagi hasil, jual beli,sewa Perangkat bunga
Investasi Halal Halal dan haram
Hubungan nasabah Kemitraan Debitur-kreditur
Tujuan Profit dan falah oriented Profit oriented
Lembaga penyelesaian Badan Arbitrase Muamalat Badan Arbitrase Nasional
sengketa Indonesia (BAMUI) Indonesia (BAN)

4. KREDIT
A. Pengertian Kredit

Kata kredit berasal dari bahasa Romawi “credere” yang artinya percaya. Sedangkan
kredit menurut UUP 1967 pasal 1c adalah penyediaan uang atau tagihantagihan berdasarkan
persetujuan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain dalam hal mana pihak
meminjam berkewajiban melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah
bunga yang telah ditetapkan. Kredit memiliki dua unsur pihak, yaitu kreditur (Bank) dan
debitur (Nasabah) yang melakukan hubungan kerja sama yang saling menguntungkan. Di
dalam perkreditan terdapat unsur-unsur yang harus ada, yaitu: kepercayaan, persetujuan,
penyerahan barang, jasa atau uang, jangka waktu, unsur resiko, dan unsur keuntungan
(bunga). Pemberian kredit tanpa analisis terlebih dahulu akan menyebabkan kerugian pada
pihak bank (Kasmir, 2017).
B. Fungsi Kredit
Kredit di awal perkembangan fungsinya untuk merangsang kedua belah pihak
untuk saling menolong dengan tujuan pencapain kebutuhan, baik itu dalam bidang usaha atau
kebutuhan sehari-hari. Macam-macam fungsi kredit adalah (Doni,2020).

1. Kredit dapat meningkatkan daya guna uang dan barang.


2. Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang.
3. Kredit sebagai alat stabilitas ekonomi.
4. Kredit sebagai jembetan meningkatkan pendapatan nasional.
5. Kredit juga sebagai alat hubungan ekonomi internasioal.

C. Jenis-Jenis Kredit
Menurut Andreani, (2013) Sebelum krdit dikucurkan bank terlebih dulu menilai
kelayakan kredit yang diajukan oleh nasabah, kelayakan ini meliputi berbagai aspek
penilain. Penerima kredit akan dikenakan bunga kredit yang besarnya tergantung dari bank
yang menyalurkanya. Secara umum jenis-jenis kredit yang ditawarkan adalah:
1. Kredit Investasi adalah merupakan kredit yang diberikan kepada pengusaha
atau penanaman modal.
2. Kredit Modal Kerja adalah kredit yang digunakan sebagai modal kerja dan
berjangka pendek tidak lebih dari 1 (satu) tahun.
3. Kredit Perdagangan adalah kredit yang diberikan kepada para pedangang dalam
rangka mempelancar kegiatan perdagangnya.
4. Kredit Produktif adalah kredit diberikan untuk diusahakan kembali sehingga
pengambalian kredit diharapkan dari hasil usaha yang dibiayai.
5. Kredit Profesi adalah kredit yang diberikan kepada para kalangan profesional dosen,
dokter, atau pengacara.
D. Tujuan Pemberian Kredit
Sebelum debitur memperoleh kredit terlebih dahulu harus melalui beberapa tahap
penilaian, tahapan ini disebut dengan prosedur pemberian kredit. Prosedur ini bertujuan
untuk memastikan kelayakan suatu kredit, diterima atau ditolak.
Menurut Kashmir (2008 : 95) ada beberapa tahap dalam pemberian kredit, yaitu:
1. Pengajuan proposal
Untuk memperoleh fasilitas kredit dari bank maka tahap pertama pemohon
mengajukan permohonan kredit secara tertulis dalam suatu proposal. Yang perlu
diperhatikan dalam setiap pengajuanproposal suatu kredit hendaknya berisi
tentang: Riwayat perusahaan, tujuan pengambilan kredit, besarnya kredit dan
jangka waktu, menjelaskan secara rinci maksud dan tujuan mengambil kredit,
menuliskan jaminan yang akan diberikan.berkas pinjaman.
2. Penyelidikan berkas pinjaman
Tahap selanjutnya adalah penyelidikan dokumen-dokumen yang diajukan oleh
pemohon kredit, tujuannya adalah untuk mengetahui apakah berkas yang
diajukan sudah lengkap sesuai persyaratan yang telah ditetapkan.
3. Penilaian kelayakan kredit
Dalam penelitian layak atau tidak suatu kredit disalukan maka perlu dilakukan
suatu penilaian kredit. Penilaian dapat dilakukan dengan menilai dai aspek-
aspeknya. Seperti yang telah dijelaskan daripembahasan diatas.
4. Wawancara Pertama
Tahap ini merupakan penyelidikan kepada calon peinjam dengan cara
berhadapan langsung dengan calon peminjam. Tujuannya untuk mendapatkan
keyakinan apakah berkas-berkas tersebut sesuai dan lengkap seperti yang
diinginkan oleh bank.
5. Peninjauan Ke Lokasi ( On The Spot )
Setelah memperoleh keyakinan atau keabsahan dokumen dari hasil penyelidikan
dan wawancara maka langkah selanjutnya melakukan peninjauan ke lokasi yang
menjadi objek kredit. Kemudia hasil on the spotdicocokkan dengan hasil
wawancara pertama.
6. Wawancara Kedua
Hasil peninjauan ke lapangan dicocokkan dengan dokumen yang ada serta hasil
wawancara satu dalam wawancara kedua. Wawancara kedua ini merupakan
kegiatan perbaikan berkas, jika mungkin ada kekurangan saat melakukan on the
spot di lapangan
7. Keputusan Kredit
Keputusan kredit adalah menentukan apakah kredit layak diberikan atau ditolak,
jika layak maka dipersiapkan administrasinya, biasanya keputusan kredit akan
mencakup: Akad kredit yang akan ditandatangani, jmlah uang yang diterima,
jangka waktu kredit dan biaya-biaya yang harus dibayar.
8. Penandatanganan Akad Kredit / Perjanjian Lainnya
Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari diputuskannya kredit. Sebelum kredit
dicairkan maka terlebih dahulu calon nasabah menandatangani akad kredit
9. Realisasi Kredit
Setelah kredit ditandatangani maka langkah selanjutnya adalah merealisasikan
kredit. Realisasi kredit diberikan setelah penandatangan surat – surat yang
diperlukan dengan membuka rekening giro atau tabungan di bank yang
bersangkutan. Pencairan dan kredit tergantung dari kesepakatan kedua belah
pihak dan dapat dilakukan sekaligus atau dengan bertahap (Zulfikri, Sobari, &
Gustiawati, 2019).

5. Pembiayaan Murabahah

1. Pengertian pembiayaan murabahah


Pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak, kepada
pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri
maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk
mendukung investasi yang telah direncanakan. Menurut Undang-Undang No. 21 tahun 2008
tentang perbankan syariah yang dimaksud dengan pembiayaan adalah penyediaan dana atau
tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah
dan musyarakah, transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk
ijarah muntahiya bittamlik,

transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan istishna, transaksi pinjam
meminjam dalam bentuk piutang qardh, dan transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk
ijarah untuk transaksi multi jasa.
Sedangkan Murabahah didefinisikan oleh para Fuqoha sebagai penjualan barang
seharga biaya/ harga pokok (cost) barang tersebut ditambah mark-up atau margin keuntungan
yang disepakati (Wiroso, 2005). Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa
pesanan. Bank hanya melakukan transaksi murabahah dengan pesanan. Dalam murabahah
berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah.
Sementara dalam perspektif Undang-undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
murabahah merupakan produk finansial yang berbasis bai’ atau jual beli. Pengertian
Murabahah ini diatur dalam Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
pasal 19 ayat (1) huruf d, dijelaskan bahwa murabahah adalah “akad pembiayaan suatu
barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan
lebih sebagai keuntungan yang disepakati (Zulfikri et al., 2019).

2. Dasar Hukum
1. al-Qur’an

‫اَنَّهُ ْم‬Tِ‫كَ ب‬TTِ‫سِّ ٰذل‬ۗ ‫ي ْٰطنُ ِمنَ ْال َم‬T‫الش‬


َّ ُ‫ه‬Tُ‫وْ ُم الَّ ِذيْ يَتَخَ بَّط‬TTُ‫ا يَق‬TT‫اَلَّ ِذ ْينَ يَأْ ُكلُوْ نَ ال ِّر ٰبوا اَل يَقُوْ ُموْ نَ اِاَّل َك َم‬
‫ا ْنت َٰهى‬TTَ‫وا فَ َم ْن َج ۤا َء ٗه َموْ ِعظَةٌ ِّم ْن َّرب ِّٖه ف‬ Tۗ ‫وا َواَ َح َّل هّٰللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم الرِّ ٰب‬
ۘ ‫قَالُ ْٓوا اِنَّ َما ْالبَ ْي ُع ِم ْث ُل الرِّ ٰب‬
ٰۤ ُ
َ‫ار ۚ هُ ْم فِ ْيهَا ٰخلِ ُدوْ ن‬ِ َّ‫ك اَصْ ٰحبُ الن‬ َ ِT‫ول ِٕٕى‬ ‫فَ َواَ ْمر ٗ ُٓه اِلَى هّٰللا ِ ۗ َو َم ْن عَا َد فَا‬ ۗ َ‫فَلَهٗ َما َسل‬

Artinya : ‘’Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri

melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)


penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka
Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah
Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah
sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil
riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan);
dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Q.S. al-
Baqarah (2): 275)

2. Hadist

‫ ِد‬T ‫ ِم ع َْن َع ْب‬T ‫اس‬ ِ َ‫ر بْنُ ْالق‬Tُ T ‫َص‬


ْ ‫ت ْالبَ َّزا ُر َح َّدثَنَا ن‬
ٍ ِ‫َح َّدثَنَا ْال َح َسنُ بْنُ َعلِ ٍّي ْال َخاَّل ُل َح َّدثَنَا بِ ْش ُر بْنُ ثَاب‬
‫لَّ َم‬T ‫ ِه َو َس‬T ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬
َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬ َ َ‫ال ق‬ َ َ‫ب ع َْن أَبِي ِه ق‬
ٍ ‫صهَ ْي‬ُ ‫ح ب ِْن‬ ِ ِ‫صال‬ َ ‫الرَّحْ َم ِن ْب ِن دَا ُو َد ع َْن‬
‫ت اَل لِ ْلبَي ِْع‬
ِ ‫ير لِ ْلبَ ْي‬
ِ ‫ضةُ َوأَ ْخاَل طُ ْالبُ ِّر بِال َّش ِع‬ َ َ‫ث فِي ِه َّن ْالبَ َر َكةُ ْالبَ ْي ُع إِلَى أَ َج ٍل َو ْال ُمق‬
َ ‫ار‬ ٌ ‫ثَاَل‬
Artinya : “Dari Shaleh bin suhaib r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tiga

hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah

(mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah,


bukan untuk dijual. (H.R Ibnu Majah)”.

3. Ijma’
Umat Islam telah berkonsensus tentang keabsahan jual beli, karena manusia sebagai
anggota masyarakat selalu membutuhkan apa yang dihasilkan dan dimiliki oleh orang
lain. Oleh karena itu jual beli adalah salah satu jalan untuk mendapatkannya secara
sah. Dengan demikian mudahlah bagi setiap individu utnuk memenuhi kebutuhannya.

E. Rukun dan Syarat-syarat Pembiayaan Murabahah


Cara pembayaran dan jangka waktu disepakati bersama, dapat secara tunai ataupun
secara angsuran. Murabahah dengan pembayaran secara angsuran ini disebut dengan Bai’
Bitsaman Ajil.
A . Rukun Murabahah.
1. Pihak yang berakad: penjual dan pembeli.
2. Objek yang diakadkan: Barang yang diperjualbelikan dan harga.
3. Sighat/ Akad: Serah (Ijab) dan Terima (Qabul).
i. Syarat- syarat murabahah :
1. Sebagai keabsahan suatu perjanjian (akad) para pihak harus cakap hukum.
2. Sukarela (ridho), tidak dalam keadaan terpaksa / dipaksa dan tidak dibawah
tekanan
C. Obyek yang diperjualbelikan:
1. Barang yang diperjualbelikan tidak termasuk barang yang dilarang (haram), dan
bermanfaat serta tidak menyembunyikan adanya cacat barang.
2. Merupakan hak milik penuh pihak yang berakad.
3. Sesuai spesifikasinya antara yang diserahkan penjual dan yang diterima pembeli.
4. Penyerahan dari penjual ke pembeli dapat dilakukan.

D. Sighat / Akad :

1. Harus jelas dan disebutkan secara spesifik (siapa) para pihak yang berakad.
2. Antara ijab qabul (serah terima) harus selaras dan transparan baik dalam
spesifikasi barang (penjelasan fisik barang) maupun harga yang disepakati
(memberitahu biaya modal kepada pembeli).
3. Tidak mengundang klausul yang bersifat menggantungkan keabsahan transaksi
pada kejadian yang akan datang.
4. Tidak dibatasi waktu, misalnya: “saya jual ini kepada anda untuk jangka waktu
12 bulan setelah itu jadi milik saya sendiri.

F. Tujuan pembiayaan murabahah pada bank Islam adalah:

1. Bank Islam mendapatkan keuantungan yang pantas dari pembiayaan murabahah


2. Beberapa bank Islam memiliki pengalaman untuk membeli produk tertentu.
3. Untuk klien, bank Islam mendanai pembelian produk kemudian pembeli (klien) akan
membayar dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan.
4. Pembiayaan murabahah memeberikan alternative jual beli bebas riba sebagai
perbandingan dalam sistem perbankan konvensional.

G. Manfaat pembiayaan Murabahah


Sesuai dengan sifat bisnis(tijarah), transaksi bai’ al-murabahah memeliki beberapa
manfaat, demikian juga resiko yang harus diantisipasi. Pembiayaan murabahah
memberikan banyak manfaat kepada bank syariah. Salah satunya adalah adanya
keuntungan yang munculdari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada
nasabah. Selain itu sistem pembiayaan murabahah juga sangat sederhana. Hal tersebut
memudahkan penanganan administrasi di bank syariah.

H. Resiko Pembiayaan Murabahah


kemungkinan resiko yang harus diantisipasi antara lain sebagai berikut:

1. Default atau kelalaian, nasabah sengaja tidak membayar angsuran


2. Fluktuasi harga komparatif. Ini terjadi bila harga suatu barang dipasar naik setelah
membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga jual beli tersebut
3. Penolakan nasabah, barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena
sebagai sebab bisa jadi karena rusak dalam perjalanan sehingga nasabah tidak mau
menerimanya. Karena itu sebaiknya dilindungi dengan asuransi. Kemungkinan lain
karena nasabah merasa spesifikasi barang tersebut berbeda dengan barang yang ia
pesan. Bila bank telah menandatangani kontrak pembelian dengan penjualnya, barang
tersebut akan menjadi milik bank, dengan demikian bank mempunyai resiko untuk
menjualnya kepada pihak lain
4. Dijual, karena pembiayaan murabahah bersifat jual beli dengan utang, maka ketika
kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. Nasabah bebas melakukan
apapun terhadap asset miliknya tersebut, termasuk untuk menjualnya, jika terjadi
demikian resiko untuk default akan besar.

I. Fatwa DSN Akad Murabahah


Pembiayaan murabahah telah diatur dalam Fatwa DSN No. 04/DSN-
MUI/IV/2000. Dalam fatwa tersebut disebutkan ketentuan umum mengenai murabahah,
yaitu sebagai berikut:
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2. Barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh syari‟at Islam
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati
kualifikasinya.
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan
pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya
jika pembelian dilakukan secara utang. Bank kemudian menjual barang tersebut
kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga plus keuntungannya.
Dalam kaitan ini bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada
nasabah berikut biaya yang diperlukan.

6. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu
tertentu yang telah disepakati.

7. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak


bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
8. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang kepada pihak
ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip
menjadi milik bank.
Aturan yang dikenakan kepada nasabah dalam murabahah ini dalam fatwa adalah
sebagai berikut:
1. Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau asset
kepada bank.
2. Jika bank menerima permohonan tersebut ia harus membeli terlebih dahulu asset
yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
3. Bank kemudian menawarkan asset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus
menerima (membeli)-nya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya, harus
membuat kontrak jual beli.
4. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka
saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.
5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus
dibayar dari uang muka tersebut.
6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank
dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.
7. Jika uang muka memakai kontrak urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka:
a. jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar
sisa harga; atau
b. jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar
kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang
muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.

J. Jenis Pembiayaan Murabahah


Menurut fatwa DSN-MUI, Pembiayaan Murabahah adalah fasilitas bank syariah
bagi yang memerlukannya, yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya
kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba. Harga
jual bank adalah harga beli pemasok ditambah keuntungan yang disepakati bersama.
(Zulfikri et al., 2019). Jenis pembiayaan murabahah terbagi menjadi dua yaitu :
1. Murabahah berdasarkan tanpa pesanan, maksudnya ada yang pesan atau tidak,
ada yang beli atau tidak, bank syari’ah menyediakan barang daganganya.
Penyediaan barang pada murabahah ini tidak terpengaruh atau terikat langsung
dengan ada tidaknya pesanan atau pembeli.

2. Murabahah berdasarkan pesanan, maksudnya Bank Syari’ah baru akan


melakukan transaksi murabahah atau jual beli apabila ada nasabah yang
memesan barang sehingga penyediaan barang baru dilakukan jika ada pesanan
pada murabahah ini, pengadaan barang sangat tergantung atau terkaiit langsung
dengan pesanan atau pembelian barang tersebut.

K. Skema Akad Murabahah di Perbankan Syariah


Dalam aplikasi murabahah perbankan syariah, bank merupakan penjual dan
nasabah merupakan pembeli atau sebaliknya. Dalam hal bank menjadi penjual dan
nasabah menjadi pembeli, maka bank menyediakan barang yang dibutuhkan oleh nasabah
dengan membeli barang dari supplier, kemudian menjualnya kepada nasabah dengan
harga yang lebih tinggi dibanding dengan harga beli yang dilakukan oleh bank syariah.
Pembayaran dapat dilakukan dengan cara membayar sekaligus pada saat jatuh tempo atau
melakukan pembayaran angsuran selama jangka waktu yang disepakati.
Secara umum, aplikasi perbankan dengan akad murabahah dapat
digambarkaan dengan skema sebagai berikut: Sumber : (Mandiri, Bmt, & Pekanbaru,
2019).

NEGOISASI & PERSYARATAN

1
2
AKAD JUAL BELI

NASABAH BANK

6 BAYAR Rp. (cicil)

TERIMA BARANG &


DOKUMEN
5

BELI BARANG
4
3 KIRIM

SUPLIER
PENJUAL

Keterangan:
1. Bank syariah dan nasabah melakukan negosiasi tentang rencana transaksi jual beli yang
akan dilaksanakan.
2. Atas dasar negoisasi yang dilaksanakan antara bank syariah dan nasabah, maka bank
syariah membeli barang dari supplier.
3. Bank syariah melakukan akad jual beli dengan nasabah dimana bank syariah sebagai
penjual dan nasabah sebagai pembeli.
4. Supplier mengirimkan barang kepada nasabah atas perintah bank syariah.
5. Nasabah menerima barang dari supplier dan menerima dokumen kepemilikan barang
tersebut.
6. Setelah menerima barang dan dokumen, maka nasabah melakukan pembayaran.
Pembayaran yang lazim dilakukan oleh nasabah adalah dengan pembayaran angsuran.

6. Kerangka Teoritik

1. Menurut Undang-Undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang


perbankan, pengertian bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak
(Satria, Rizal 2018).
2. Menurut Wiroso (2005:2) menerangkan bahwa yang dimaksud dengan bank umum
adalah bank yang melaksanakan kegiatan secara konvensional dan atau berlandaskan
prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran
(Mikro & Menengah, n.d.).
3. Menurut Muhammad (2005:13) menyatakan bahwa bank syariah adalah bank yang
beroperasi dengan tidak mengandalkan bunga, atau dapat pula disebut bank islam, yaitu
lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa- jasa
perbankan lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang
pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariah (Barus et al., 2016).
4. Pengertian kredit menurut UUP 1967 pasal 1c adalah penyediaan uang atau
tagihantagihan berdasarkan persetujuan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain
dalam hal mana pihak meminjam berkewajiban melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditetapkan (Kasmir, 2017).
5. Pembiayaan merupakan kegiatan Bank Syariah dalam menyalurkan dananya kepada
pihak nasabah yang membutuhkan dana. Pembiayaan sangat bermanfaat bagi Bank
Syariah, nasabah, dan pemerintah. Pembiayaan memberikan hasil yang besar diantara
penyaluran dana lainnya yang dilakukan oleh Bank Syariah. Sebelum menyalurkan dana
melalui pembiayaaan, Bank Syariah perlu melakukan analisis pembiayaan yang
mendalam, sehingga kerugian dapat dihadiri (Hasbi & Hadi, 2016)
6. Pembiayaan murabahah menurut Karim (2006:113), adalah sebagai berikut: Pembiayaan
murabahah adalah transaksi jual beli, yaitu pihak bank syari’ah bertindak sebagai penjual
dan nasabah sebagai pembeli dengan harga jual dari bank adalah harga beli dari pemasok
ditambah keuntungan dalam presentase tertentu bagi bank syari’ah sesuai kesepakatan.”
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pembiayaanmurabahah
merupakan pembiayaan dengan sistem jual beli yang harga jualnya di tambah keuntungan
dan pembayarannya dilakukan dengan tangguh (Suryani, 2017)

7. Kerangka Konsepual
Bank harus memiliki kinerja keuangan yang baik untuk dapat menjalankan
fungsinya sebagai lembaga intermediasi Beberapa penelitian terdaulu menguji apakah
terdapat perbedaan kinerja keuangan antara bank syari’ah dengan bank konvensional,
sehubungan dengan adanya perbedaan ruang lingkup operasional. Perbedaan ruang
lingkup operasional tersebut menghasilkan indikasi perbedaan kinerja keuangann
sehingga bagi para berkepentingan dapat mengambil keputusan. Berdasarkan hal
tersebut, peneliti membuat suatu kerangka konseptual seperti dibawah ini.

BANK
(Y1)

BANK BANK
KONVENSIONAL SYARI'AH

(X1) (X2)

Sistem Kredit
Pembiayaan

DIBANDINGKAN

HASIL

Anda mungkin juga menyukai