Makalah Diajukan untuk memenuhi syarat penilaian Ujian Akhir Semester (UAS)
Maqashid Syari’ah
Oleh:
Rahmad Achri Subri
NIM. 2120100008
Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Firdaus, M.Ag
A, Pendahuluan
Penetapan hokum dalam ranah islam tidak terlepas dari peran disiplisn ilmu
ushul fiqih dan segala bentuk metodenya serta tujuan pensyari‟atan hokum itu sendiri.
Konsep maqashid syariah menduduki posisi yang sangat penting dalam merumuskan
hukum Islam.
Dalam kajian Ushul Fiqh ini, terminologi tujuan hukum Islam masuk dalam
kelompok pembahasan maqashid al-syari„ah2 yang berarti maksud atau atau tujuan
disyariatkannya hukum Islam. Diskursus tentang tujuan hukum Islam dalam
perkembangan lebih lanjut, yang semula merupakan kajian intensif dalam bidang
Ushul Fiqh, menjadi kajian utama dalam filsafat hukum Islam. Sehingga dapat
dikatakan bahwa istilah maqashid al-syari„ah identik dengan istilah filsafat hukum
Islam.2
1
Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam (Cet. I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 123.
2
Isma'il Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam (Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 65
2
pengetahuan tentang al Maqasid adalah syarat utama bagi keahlian ijtihad, mujtahid,
pada segala tingkatan.3
B. Pembahasan
Maqashid syariah sebenarnya sudah ada sejak nash al Qur‟an diturunkan dan
hadits disabdakan oleh Nabi. Karena maqashid syariah pada dasarnya tidak pernah
meninggalkan nash, tapi ia selalu menyertainya. Seperti yang tercermin dalam ayat
“wa ma arsalnaka illa rahmatan lil‟alamin”, bahwa Allah SWT menurunkan
syariatNya tidak lain adalah untuk kemaslahatan makhlukNya.
Oleh karena itu, setelah Nabi saw. wafat dan wahyu terputus, sementara persoalan
hidup terus berkembang, dan masalah-masalah baru yang tidak pernah terjadi pada
masa Nabi menuntut penyelesaian hukum, maka para sahabat mencoba mencari
sandarannya pada ayat-ayat al Qur‟an maupun hadits, dan jika mereka tidak
menemukan nash yang sesuai dengan masalah tadi pada al Qur‟an maupun hadits,
maka mereka akan berijtihad mencari hikmah-hikmah dan alasan dibalik ayat
maupun hadits yang menerangkan tentang suatu hukum, jika mereka menemukannya
maka mereka akan menggunakan alasan dan hikmah tersebut untuk menghukumi
persolan baru tadi.
3
Seperti dikutip oleh Jaser ‘Audah dalam Al Maqasid Untuk Pemula, penjt. ‘Ali ‘Abdelmon’im,
(Yogyakarta: SUKA-Pres UIN Sunan Kalijaga, 2013), hal. 46-47; bandingkan dengan Agustianto Mingka,
Maqashid Syariah dalam Ekonomi dan Keuangan Syariah, (Jakarta: Ttp, tt.), hal, 1
3
Dalam kesaksian itu, Zaid bin Tsabit lebih jauh mengatakan: “Kepadaku Abu
Bakar berkata: „Kamu seorang muda, cerdas dan terpercaya. Dahulu kamu bertugas
sebagai pencatat wahyu, membantu Rasulullah SAW.Dan seterusnya kamu mengikuti
al Qur‟an, karena itu laksanakanlah tugas menghimpun (kodifikasi) al Qur‟an. Demi
Allah, kata Zaid lebih lanjut, seumpama orang membebani kewajiban kepadaku untuk
memindahkan sebuah gunung, kurasa tidak lebih berat dari pada perintah kodifikasi
al Qur‟an yang diberikan kepadaku! Kukatakan kepada Abu Bakar r.a. :‟Bagaimana
kita boleh melakukan suatu pekerjaan yang tidak dilakukan oleh Rasulullah?!‟ Abu
Bakar menjawab: „Demi Allah, pekerjaan itu adalah kebajikan/ „kemaslahatan‟! Abu
Bakar terus-menerus mengimbau sampai Allah membukakan dadaku sebagaimana
Allah telah membukakan dada Abu Bakar dan Umar. . . “4
4
Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al Bukhari, Shahih al Bukhari, III, (Bandung: Diponegoro, t.t.),
hal. 2068-2069; Al Hafiz Ahmad bin Ali bin Hajar al Asqalani, Fath al Bari Syarh Shahih al Bukhari, juz
XI, (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiah:tt. ), hal. 12- 13; Shubhi al Shalih, Mabahis fi ‘Ulum al Qur’an,
4
(Beirut: Dar al Ilmi li al Malayin, 1995), hal. 85; M.M. al A’zami, The History of The Qur’anic Text: From
Revelation to Compilation, Edisi tarjmh. Sejarah Teks al Qur’an: Dari Wahyu sampai Kompilasi,
(Jakarta: Gema Insani, 2005), hal. 84
5
Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir, Kamus Arab Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif,
1997), hal. 378
6
Ahmad Warson Munawwir, ibid.hal 789.
7
Jaser ‘Audah, Al Maqasid Untuk Pemula, penjt. ‘Ali ‘Abdelmon’im, (Yogyakarta: SUKAPres UIN Sunan
Kalijaga, 2013), hal. 29
5
dengan penjelasan sangat sufistik.8 Contoh dalam buku itu al Maqasiddari salat;
seperti “penegasan kerendah-hatian” sebagai maksud dibalik pengagungan Allah
SWT dalam setiap gerakan salat..
Setelah Abu Zayd al Balkhi, dilanjutkan oleh Al Qaffal al Kabir Syayhi (w.
365 H/ 975 M), Jaser „Audah menjelaskan, al Qaffal menulis manuskrip tertua
tentang al Maqasid yang ditemukan di Dar al Kutub Kairo, Mesir. Manuskrip
berjudul Mahasin al Syara‟i (Keindahan-keindahan tujuan-tujuan Syariat)
menjelaskan secara singkat setiap aturan dan tujuan serta hikmah dibaliknya.
Sistematika pembahasan dalam manuskrip ini seperti sistematika fikih klasik yang
dimula dengan taharah, wudu, dst. Manuskrip ini setebal 400 halaman.10
Pengembangan konsep-konsep al Daruriyat, al Siyasah, dan al Makrumat oleh al
Qaffal dalam manuskripnya itu merupakan langkah awal yang memperhalus jalan
bagi al Juwayni dan al Gazali dalam mengembangkan teori fikih mazhab Syafi‟i dan
teori al Maqasidnya; di mana keduanya mengembangkan ketiga konsep al Qaffal itu
untuk mengemukakan konsep al daruriyyat, al hajiyat, dan al tahsiniyyat.
kalangan Syiah yang membahas tentang al Maqasid dalam bukunya „Ilal al Syar‟i.11
(Sebab musabab di balik tujuan-tujuan Syariat), meski sebagian peneliti mengklaim
bahwa kajian al Maqasid sebelum abad ke-20, hanya terbatas pada kalangan
Sunni.Namun faktanya tidak demikian. „Ilal al Syar‟i menjelaskan rasionalisasi moral
terhadap salat, puasa, haji, zakat, dst
Para ulama fikih yang paling berpengaruh dalam teori al Maqasid antara abad
ke-5 dan ke-8 H adalah Abu al Ma‟ali al Juwayni (w. 478 H/ 1085 M), Abu Hamid al
Gazali (w. 505 H/ 1111 M), al „Izz ibn „Abd al Salam (w. 660 H/ 1209 M), Syihab al
Din al Qarafi (w. 684 H/ 1285 M), dan Syamsuddin ibn al Qayyim (w. 748 H/ 1347
M), dan al Syathibi (w. 790 H/ 1388 M). Berikut uraian singkat peran masing-masing
mereka.
11
Jaser ‘Audah, Ibid, hal. 35.
7
Dan tujuan-tujuan syariat dari pada makhluk itu ada 5 macam, yakni: (1)
memelihara keimanan (agama), (2) jiwa, (3) akal, (4) keturunan, dan (5) harta12
Walaupun mengemukakan analisis yang cukup mendalam, al Gazali enggan untuk
memberikan sifat hujjiyyah (sifat untuk dalil yang dapat berdiri sendiri) terhadap
satupun al-Maqasid yang Beliau ajukan.Bahkan, beliau menyebutkannya sebagai al-
masalih almawhumah (maslahat-maslahat terduga).13
Al-„Izz ibn „Abd al-Salam (w.660 H/1209 M) menulis 2 buku kecil tentang al-
Maqasid yang bernuansa „Hikmah di balik aturan Syariat‟: yaitu: Maqasid al-Salah
(Tujuan-tujuan Pokok Salat) dan Maqasid al-Sawn (Tujuantujuan Pokok Puasa)14
12
Husin Hamid Hasan, Nazariat al Maslahah fi al Fiqh al Islami, (Kairo: Dar al Nahdah al ‘Arabiah,
1971), hal. 5-
13
Jaser ‘Audah, Op. Cit., hal. 40.
14
Jaser ‘Audah, Ibid, hal. 41.
8
15
Syamsuddin Abi Abdillah Muhammad bin Abi Bakr bin Ayyub, yang dikenal dengan Ibnu Qayyim al
Jawziyah, I’lam al Muwaqqi’in ‘an Rabb al ‘Alamin, (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiah, tt), hal. 545.
16
Ibnu Qayyim al Jawziyah, Ibid, hal. 546.
9
17
Ibnu Qayyim al Jawziyah, Ibid, hal. 598.
18
Ibnu Qayyim al Jawziyah, Ibid, hal. 599.
10
Syariah sebagai suatu disiplin keilmuan tersendiri lepas dari kerangka ilmu usul
Fiqih, dengan merumuskan konsep, kaidah serta substansi kajiannya.19
Kitab ini terbagi dalam dua pembahasan, yakni pembahasan tentang Syariah
serta beberapa disiplin ilmu yang berkaitan dengan maqashid syariah. Secara khusus
pula, Ibnu asyur membahas tentang hubungan ilmu usul Fiqih dengan maqashid
syariah. Sedangkan pembahasan kedua, secara fokus membahas tentang maqashid
syariah baik dalam ranah landasan teologisnya hingga aplikasinya dalam berbagai
aspek seperti muamalah, putusan peradilan dan lain sebagainya.20 Selain kitab ini,
Ibnu Asyur juga mengarang kitab at Tandzir al Maqashidi. Pemikiran Ibnu Asyur
tentang maqashid syariah kemudian ditulis dalam sebuah kitab bernama Nadzariyyat
Al Maqashid 'inda Ibnu Asyur karya Ismail Al Hasani. Kitab ini juga dapat menjadi
referensi dalam mengkaji tentang maqashid syariah.
Kitab ini berbicara tentang maqashid syariah Secara komprehensif. Mulai dari
informasi-informasi yang bersifat sebagai pendahuluan seperti syariat-syariat dalam
beberapa agama termasuk selain Islam, kondisi sosial pada masa kenabian dan lain
sebagainya hingga yang bersifat substansial seperti pembahasan tentang dasar-dasar
landasan syariah lengkap dengan penjelasannya, hingga bebrapa teori tentang ijtihad
19
Dikutip dari tulisan Dr. Arwani dalam http://arwani-syaerozi.blogspot.com
20
Muhammad Thohir Ibnu Asyur, Maqashid As Syari’ah Islamiyah, (dar An Nafais, 2001)
21
Dikutip dari tulisan Dr. Arwani dalam http://arwani-syaerozi.blogspot.com
11
dalam lintas sejarah kajian ushul fikh. Beliau menjadikan akhlakul karimah sebagai
alat pengukur Mashlahah Al ‘Ammah serta landasan dari beberapa tujuan syariah. 22
Dalam kitab ini dibahas secara lengkap tentang maqashid syariah terutama
dalam sejarahnya, pemikiran maqashidnya, masalah ta'lil dan nadzariyyah Imam
Syatibi dan lain sebagainya. Ar Raisyuni juga menjelaskan dalam kitab ini tentang
sumber-sumber penggalian maqashid syariah seperti melalui teori istiqra', perintah
dan larangan, dan lain sebagainya. Dalam kitab ini. Raisyuni juga menjelaskan tokoh
tokoh kajian maqashid syariah terutama pada masa klasik.24 Selain kitab ini, Raisyuni
juga mengarang kitab al Fikr al Magashidi, Qawaiduhu wa fawaiduh.
22
Muhammad ‘Alal Al Fasi, Maqashid As-Syari’ah Wa Makarimuha, (Dar Al Gharb Al Islami, 1993)
23
Dikutip dari tulisan Dr. Arwani dalam http://arwani-syaerozi.blogspot.com
24
Raisyuni, Nadzariyat Al Maqashid Inda As Syatibi ,( Al Ma’had Al Alami li Al Fikr Al Islami: 1995), hal.
40
12
syariah dari definisi, tujuan, hubungannya dengan ilmu ushul, ta'lil al ahkam hingga
pembahasan maqashid yang dihubungkan dengan ijtihad.25
Selain para pakar yang telah disebutkan di atas, masih ada beberapa pakar
hukum Islam yang memiliki karya dalam kajian maqashid syariah. Salah satunya
adalah Ramadhan al Buthi dengan karyanya Dhawabith al Mashlahah fi As Syariah al
Islamiyyah yang merupakan disertasi beliau di universitas al Azhar pada tahun 1965.
Ada lagi Dr. Abdullah Ibnu Bayyah yang membahas secara spesifik tentang
hubungan ilmu maqashid syariah dengan ushul fikh dalam kitabnya Alaqah Maqashid
al Syariah bi Ushul Al Fikh. Dalam kitab ini, juga dimuat keterangan tentang
pendapat para Imam Madzhab tentang maqashid.26 Kemudian Izzuddin ibn Zagibah
dengan karyanya yang berjudul Al Maqashid Al Ammah Li as Syariah al Islamiyyah.
Dalam kitab tersebut, dijelaskan secara komprehensif kajian tentang maqashid
syariah termasuk literatur-literatur yang menjadi sumber inspirasi pembahasan
tentang maqashid syariah.27
25
Hammadi al Ubaidi. Asy Syathibi wa Maqashid Asy Syariah, (Beirut: Dar Qutaibah. 1992)
26
Abudullah Ibnu Bayyah, ‘Alaqatu Maqashid As Syari’ah bi ushulil Fiqh, (Muassasah Al Furqan, 2006),
h. 23
27
Ibnu Zagibah, Al Maqashid Al Ammah Li As Syari’ah Al Islamiyyah, (Dar As Shofwah: 1996), h. 20
28
Dikutip dari tulisan Dr. Arwani dalam http://arwani-syaerozi.blogspot.com
13
Prof. Dr. Mohammad Kamal Imam. Kitab ini diterbitkan oleh Markaz Dirasat
Maqashid as Syari‟ah London.29
C. Kesimpulan
Dari beberapa literature yang telah penulis lampirkan pada tulisan ini dapat
disimpulkan bahwa, dasar dan substansi dari perkembangan maqashid syari‟ah adalah
Al-Mashlahatul ‘Ammah dan pengembangannya dimulai sejak masa sahabat
Radhiallahu ‘anhum, berdasarkan data-data otentik dan valid mengenai beberapa
kebijakan Umar bin Khatthab r.a yang didasarkan atas pertimbangan al maslahah al
„ammah, roh/ embrio kajian-kajian teori maqasid al syariah telah ada sejak awal
perkembangan Islam.
29
Dikutip dari tulisan Dr. Arwani dalam http://arwani-syaerozi.blogspot.com
14
Bibliografi
A‟zami, The History of The Qur’anic Text: From Revelation to Compilation, Edisi
tarjmh. Sejarah Teks al Qur‟an: Dari Wahyu sampai Kompilasi, Jakarta:
Gema Insani, 2005
Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al Bukhari, Shahih al Bukhari, III, Bandung:
Diponegoro
Abudullah Ibnu Bayyah, ‘Alaqatu Maqashid As Syari’ah bi ushulil Fiqh, Muassasah
Al Furqan, 2006
Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir, Kamus Arab Indonesia, Surabaya:
Pustaka Progressif, 1997
Al Hafiz Ahmad bin Ali bin Hajar al Asqalani, Fath al Bari Syarh Shahih al Bukhari,
juz XI, Beirut: Dar al Kutub al Ilmiah
Ali „Abdelmon‟im,Terj. Al Maqasid Untuk Pemula, Yogyakarta: SUKA-Pres UIN
Sunan Kalijaga, 2013 Agustianto Mingka, Maqashid Syariah dalam Ekonomi
dan Keuangan Syariah, Jakarta
Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, Cet. I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1997
Hammadi al Ubaidi. Asy Syathibi wa Maqashid Asy Syariah, Beirut: Dar Qutaibah.
1992
Husin Hamid Hasan, Nazariat al Maslahah fi al Fiqh al Islami, Kairo: Dar al Nahdah
al „Arabiah, 1971
Ibnu Qayyim al Jawziyah, I’lam al Muwaqqi’in ‘an Rabb al ‘Alamin, Beirut: Dar al
Kutub al Ilmiah
Ibnu Zagibah, Al Maqashid Al Ammah Li As Syari’ah Al Islamiyyah, Dar As
Shofwah: 1996
Isma'il Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam, Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 1992
Muhammad „Alal Al Fasi, Maqashid As-Syari’ah Wa Makarimuha, Dar Al Gharb Al
Islami, 1993
15