Anda di halaman 1dari 29

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Komunikasi
Komunikasi adalah saluran untuk melakukan dan menerima pengaruh mekanisme
perubahan, alat untuk mendorong mempertinggi motivasi dan juga perantara serta sarana
dimana kemungkinan suatu organisasi mencapai tujuannya. Perilaku manusia adalah
cermin yang paling sederhana, agar perilaku sesuai dengan tujuan organisasi., maka
harus ada kesesuaian antara keinginan karyawan dengan keinginan perusahaan. Pimpinan
perusahaan dalam melakukan selalu mengadakan komunikasi terhadap karyawan yang
berwujud pemberian perintah atau intruksi, bimbingan, penerangan, laporan dan
sebagainya. Adapun beberapa pengertian komunikasi antara lain : menurut Soewarno
Handaya Ningrat dalam Pengantar Ilmu Studi Dan Manajemen:
Komunikasi adalah proses interaksi atau hubungan saling pengertian satu sama
lain antara sesame manusia. Proses interaksi atau hubungan satu sama lain
yang dikehendaki oleh seorang dengan maksud agar dapat diterima dan
dimengerti antara sesamanya.

Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan atau


informasi dari seseorang ke orang lain. Perpindahan pengertian tersebut
melibatkan lebih dari sekedarkata-kata yang digunakan dalam percakapan,
tetapijuga ekspresi wajah, intonasi, titik putus tidak hanya memerlukan
transmisi data, tetapi bahwa tergantug pada ketrampilan- ketramilan tertentu
untuk membuat sukses pertukaran informasi. (Handoko, 1986: 272)

Komunikasi adalah usaha mendorong orang lain untuk menginterprestasikan


pendapat seerti apa yang dikehendaki oleh orang yang mempunyai pendapat
tersebut  serta diharapkan diperoleh titik kesamaan untuk pengertian.
(Reksohadiprojo, 1986: 176)

2.2. Pola Komunikasi


Dari pendapat-pendapat tersebut diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
komunikasi adalah proses interaksi atau hubungan saling pengertian satu sama lain
antara sesama manusia baik langsung maupun tidak langsung.
Pola komunikasi merupakan model dari prows komunikasi, sehinggadengan adanya
berbagai macam model komunikasi dan bagian dari prowskomunikasi akan dapat
ditemukan pola yang cocok dan mudah digunakandalam berkomunikasi.Pola komunikasi
identik dengan prows komunikasi, karena polakomunikasi merupakan bagian dari prows
komunikasi. Prows komunikasimerupakan rangkaian dari aktivitas menyampaikan pesan
sehingga diperoleh feedback dari penerima pesan. Dari proses komunikasi, akan timbul
pola,model, bentuk dan juga bagianbagian kecil yang berkaitan erat dengan
prowskomunikasi. Di sini akan diuraikan prows komunikasi yang sudah masukdalam
kategori pola komunikasi yaitu; pola komunikasi komunikasi primer, pola komunikasi
sekunder, pola komunikasi linear, dan pola komunikasi sirkular.

a. Pola Komunikasi Primer


Pola komunikasi primer merupakan suatu proses penyampaianpikiran oleh
komunikator kepada komunikan dengan menggunakan suatusimbol (symbol)
sebagai media atau saluran. Dalam pola ini terbagimenjadi dua lambang yaitu
lambang verbal dan lambang nirverbal.Lambang verbal yaitu bahasa sebagai
lambang verbal yaitu palingbanyak dan paling sering digunakan, karena bahasa
mampumengungkapkan pikiran komunikator. Lambang nirverbal yaitu lambang
yang digunakan dalamberkomunikasi yang bukan bahasa, merupakan isyarat dengan
anggotatubuh antara lain mata, kepala, bibir, tangan dan Jan. Selain itu gambar juga
sebagai lambang komunikasi nirverbal, sehingga dengan memadukankeduanya maka
proses komunikasi dengan pola ini akan lebih efektif.
Pola komunikasi ini dinilai sebagai model klasik, karena model inimerupakan
model pemula yang dikembangkan oleh Aristoteles. Aristoteles hidup pada saat
retorika sangat berkembang sebagai bentukkomunikasi di Yunani, terutama
keterampilan orang membuat pidato pembelaan di muka pengadilan Oan spat-spat
umum yang dihadiri olehrakyat menjadikan pesan atau pendapat yang dia lontarkan
menjadi dihargai orang banyak. Berdasarkan pengalaman itu Aristoteles
mengembangkan idenya untuk merumuskan suatu model komunikasi
yangdidasarkan atas tiga unsur yaitu: komunikator, pesan, komunikan.

b. Pola Komunikasi Sekunder


Pola komunikasi sekunder adalah proses penyampaian pesanoleh komunikator
kepada komunikan dengan menggunakan alat atausarana sebagai media kedua
setelah memakai lambang pada mediapertama. Komunikator menggunakan media
kedua ini karena yang menjadi sasaran komunikasi yang jauh tempatnya, atau
banyak jumlahnya. Dalam proses komunikasi secara sekunder ini semakin lama
akan semakin efektif dan efisien, karena didukung oleh teknologi komunikasi
yangsemakin canggih.Pola komunikasi ini didasari atas model sederhana yang
dibuat Aristoteles, sehingga mempengaruhi Harold D. Lasswell, seorang sarjana
politik Amerika yang kemudian membuat model komunikasi yang dikenal dengan
formula Lasswell pada tahun 1984

c. Pola Komunikasi Linear


Linear di sini mengandung makna lurus yang berarti perjalanan dari satu titik ke
titik lain secara lurus, yang berarti penyampaian pesanoleh komunikator kepada
komunikan sebagai titik terminal. Jadi dalam proses komunikasi ini biasanya terjadi
dalam komunikasi tatap muka (faceto face), tetapi juga adakalanya komunikasi
bermedia. Dalam proseskomunikasi ini pesan yang disampaikan akan efektif apabila
ada perencanaan sebelum melaksanakan komunikasi.

d. Pola Komunikasi Sirkular


Sirkular secara harfiah berarti bulat, bundar atau keliling. Dalam proses sirkular
itu terjadinya feedback atau umpan balik, yaitu terjadinya arus dari komunikan ke
komunikator, sebagai penentu utama keberhasilan komunikasi. Dalam pola
komunikasi yang seperti ini proses komunikasi berjalan terus yaitu adaya umpan
balik antara komunikator dankomunikan.

2.3. Efektifitas Komunikasi


2.3.1. Pengertian Efektifitas Komunikasi Antar Budaya
Efektifitas komunikasi antarbudaya yakni menciptakan komunikasi yang
efektif melalui pemaknaan yang sama atas pesan yang dipertukarkan. Secara
umum, sebenarnya tujuan komunikasi antar budaya antara lain untuk menyatakan
identitas sosial dan menjebatani perbedaan antar budaya melalui perolehan
infomasi baru, pengalaman atas kekeliruan dalam komunikasi antar budaya sering
membuat manusia makin berusaha mengubah kebiasaan berkomunikasi, paling
tidak melalui pemahaman terhadap latar belakang budaya orang lain. Menurut
Wiliam Howell (1982), setiap individu mempunyai tingkatan kesadaran dan
kemampuan yang berbeda-beda dalam berkomunikasi antar budaya. Tingkat
kesadaran dan kemampuan itu terdiri atas empat kemungkinan, yaitu :
1. Seseorang sadar bahwa dia tidakmampu memahami budaya orang lain.
2. Dia sadar bahwa dia mampu memahami budaya orang lain.
3. Dia tidak sadar bahwa dia mampu memahami budaya orang lain.
4. Dia tidak sadar bahwa dia tidak mampu menghadapi perbedaan antarbudaya,
keadaan ini terjadi manakala seseorang sama sekali tidak menyadari bahwa
sebenarnya dia tidak mampu menghadapi perilaku budaya orang lain.
Para ahli komunikasi antarbudaya mengemukakan berbagai konsep tentang
effektivitas komunikasi antarbudaya, milsanya:
1. Komunikasi antarbudaya akan efektif kalau setiap orang yang terlibat dalam
proses komunikasi mampu meletakkan dan memfugnsikan komunikasi di
dalam suatu konteks kebudayaan tertentu.
2. Efektivitas komunikasi antarbudaya sangat ditentukan oleh sejauhman
manusia meminimalkan kesalahpahaman atas pesan-pesan yang dipertukarkan
oleh komunikator dan komunikan antarbudaya.
3. Salah satu studi yang pernah dilakukan Hammer (1987) menetapkan tiga tema
sentral efektivitas komunikasi, Berdasarkan konsep tersebut diatas maka
uraian ini membahas suatu pendekatan umum yang menerangkan sejauh mana
pengaruh factor-faktor pribadi atau gaya komunikasi individu mampu
memberikan konstribusi atau bahkan memprediksi efektivitas komunikasi
antarbudaya.
Ada istilah aksioma`antar budaya. Dikatakan sebagai aksioma Karena konsep
yang hendak dipahami itu selalu ada dalam perikehidupan manusia.
Dalam menciptakan efektifitas hubungan dan komunikasi antarbudaya yang
lebih penting adalah motivasi antarpirbadi yang ada di balik hubungan sosial itu
sehingga mampu memberikan atribusi bagi pengembangan hubungan sosial dan
kepuasaan hubungan antarpribadi. Efektivitas komunikasi antarbudaya didahului
oleh hubungan antarbudaya. Hubungan antarbudaya bukan terjadi sekilas tetapi
terus menerus sehingga kualitas berubah dan mengalami kemajuan kearah
kualitas hubungan yang baik dan semakin baik.
Iklim komunikasi yang positif akan mendukung fungsi komunikasi
sedangkan iklim komunikasi yang negative akan menghambat fungsi komunikasi.
Iklum komunikasi yang positif maupun negarif itu ditentukan oleh tiga faktor
yang positif maupun negatif itu ditentukan oleh tiga faktor berikut ini:
1. Faktor derajat kognitif.
2. Perasaan positif, dan
3. Tindakan yang menunjukan kemampuan..
Komunikasi antarbudaya mengharuskan setiap pelakunya berusaha
mendapatkan, mempertahankan dan mengembangkan aspek-aspek kognitif
bersama. Indentitas pribadi itu berasal dari pengalaman pribadi yang unik,
sedangkan identitas sosial merupakan cirri khas kelompok budaya yang diperoleh
dari pengalaman bergaul dengan kelompok budayanya.
Tindakan yang menunjukkan kemampuan dimensi terakhir dari iklim
komunikasi yang positif adalah tindakan untuk menunjukkan kemampuan yang
kita sebut tingkat perilaku. Identitas Variabel Komunikasi Antarbudaya Tiga
komponen penting bagi pecinta kompetensi komunikator, yakni motivasi
berkomunikasi antarbudaya, pengetahuan, yakni motivasi berkomunikasi
antarbudaya, pengetahuan dan keterampilan berkomunikasi antarbudaya.
Bicara tentang pesan dalam komunikasi antar budaya yaitu pesan yang berisi
maksud, pikiran, dan gagasan seorang komunikator. Pesan-pesan itu bisa
berbentuk verbal dan non verbal yang dapat dipahami bersama. Media kita
berbicara mengenai media antarbudaya, yang oleh komunikator dapat dilakukan
melalui pemilihan media yang menghubungkan perbedaan dua atau lebih budaya.
Media itu bisa merupakan pilihan bentuk komunikasi, cara dan kebiasaan
berkomunikasi antarpribadi, antarkelompok, komunikasi publik dan komunikasi
massa.
Komunikan, yakni sasaran komunikasi yang berbeda kebudayaan dengan
komunikator. Efek atau umpan balik komunikasi antarbudaya berarti berbicara
tentang bentuk-bentuk dari dampak.
Ada empat factor yang membentuk keterampilan berkomunikasi
antarbudaya, yakni:
1. bagaimana mengubah diri menjadi lebih sadar tentang hakikat interaksi
antarbudaya.
2. Bersikap toleran terhadap interaksi dan pesan-pesan yang seringkali bersikap
mendua.
3. Bersikap Empati, dan
4. Kemampuan untuk mengurangi tingkat ketidakpastian dalam interaksi
antarbudaya.
Komunikasi antarbudaya yang difungsional itu disebabkan Karena orang
terlalu menampilkan self oriented yang berlebihan sehingga orang itu menjadi
congkak, dan menunjukkan gagasan gaya pribadi berikut ini sering kali tampil
dalam komunikasi antar pribadi. Sehingga muncul etnosentrisme. Etniosentrisme
adalah suatu perasaan superior atau keunggulan dari suatu kelompk orang yang
menganggap kelompok lain lebih interior dan kurang unggul.
Komunikasi antarbudaya mengandung sifat mendua, yakni kebudayaan
sendiri maupun kebudayaan orang lain. Empati dimaksudkan agar anda mulai
mengerti dan memahami orang lain “dari dalam”, dari kerangka pikir (gagasa
yang dia komunikasika), perasaan dan perbuatan (Rogers, 1983), Tindakan
empati di awal komunikasi antarbudaya dapat dilakukan melalui kegiatan
mendengar secara aktif dan akurat, demikian yang dikemukakan oleh Hammer
(1989) Liliweri (1994).
Dengan keterbukaan bukan berarti bahwa setiap orang harus membuka diri
seluas-luasnya, namun membuka kesempatan untuk sama-sama mengetahui
informasi tentang diri maupun tentang lawan bicara. Kompleksitas Kognitif
Kompleksitas Kognitif mengacu pada kemampuan pribadi untuk mengetahui, dan
mengalami orang lain.
Seluruh proses komunikasi pada akhirnya menggantungkan keberhasilan
pada tingkat ketercapaian tujuan komunikasi, yakni sejauh mana para partisipan
memberikan makna yang sama atas pesan yang dipertukarkan. Itulah yang
dikatakan sebagai komunikasi antarbudaya yang efektif, sering disebut pula
dengan efektivitas komunikasi antarbudaya.
Kata Gudykunst, jika dua orang atau lebih berkomunikasi antarbudaya secara
efektif maka mereka akan berurusan dengan satu atau lebih pesan yang ditukar
(dikirim & diterima); mereka harus bisa memberikan makna yang sama atas
pesan. Singkat kata, komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang dihasilkan
oleh kemampuan para partisipan komunikasi lantaran mereka berhasil menekan
sekecil mungkin kesalahpahaman (Gudykunst, 1991:24).
Everet Rogers dan Lawrence Kincaid juga mengatakan bahwa komunikasi
antarbudaya yang efektif terjadi jika muncul mutual understanding atau
komunikasi yang saling memahami. Yang dimaksudkan dengan saling
memahami adalah keadaan dimana seseorang dapat memperkirakan bagaimana
orang lain memberi makna atas pesan yang dikirim dan menyandi balik pesan
yang diterima. Satu hal yang patut diingat bahwa pemahaman timbal balik itu
tidak sama dengan pernyataan setuju, tetapi hanya menyatakan dua pihak sama-
sama mengerti makna dari pesan yang  dipertukarkan itu (Rogers & Kincaid,
1981).
Efektivitas komunikasi antar budaya dapat meliputi beberapa aspek, yakni:
1. Komunikasi yang efektif harus memperhatikan beberapa syarat, yaitu (1)
jenis keterampilan komunikasi seperti apakah yang paling banyak dibutuhkan
(2) jenis keterampilan berkomunikasi seperti apakah yang dirasakan paling
sulit, (3) jika ada kesulitan maka dimanakah seseorang dapat memperoleh
bantuan, dan (4) kapankah jadwal yang tepat untuk memperbaharui
keterampilan berkomunikasi.
2. Kebanyakan komunikasi antar budaya bersifat oral atau lisan. Karena itu,
aktivitas komunikasi seperti ini harus dapat menjawab beberapa pertanyaan
mendasar : (1) what do you want to say, (2) how do you want to say, (3) to
whom you want to say it, (4) to whom are you talking, dan (5) meta message.
3. Efektifitas komunikasi antar personal ditentukan oleh cara menghormati
pribadi orang lain, mendengarkan dengan senang hati, mendengarkan tanpa
menilai, keterbukaan terhadap perubahan dan keragaman, empati, bersikap
tegas, dan kompetensi komunikasi. Artinya, komunikasi antar budaya
ditentukan pula oleh faktor kebiasaan mendengar. Oleh karena itu, periksalah
sikap mendengarkan anda apakah termasuk dalam kategori poor listening
habit atau active listening habit.
4. Konsep diatas sama dengan kemampuan untuk memisahkan secara jelas
cara-cara mendeskripsi, interpretasi, dan cara mengevaluasi pesan ;
kemampuan untuk menggunakan umpan balik atau feedback; kemampuan
untuk mendengarkan secara efektif kemampuan untuk bermeta-komunikasi.
5. Pemahaman terhadap variabel kognitif dan personal yang dipakai untuk
menerangkan komunikasi antar budaya yang efektif terinci atas :
1.  yang berorientasi pada perilaku kerja antarbudaya
2. Perilaku yang berorientasi pada self atau diri sendiri
3. Etnosentrisme
4. Toleransi terhadap situasi yang ambigu
5. Empati
6. Keterbukaan
7. Kompleksitas kognitif
8. Menyenangkan hubungan antar pribadi
9. Kontrol personal
10. Kemampuan inovatif
11. Harga diri
12. Daya serap informasi

2.3.2. Syarat Komunikasi yang Efektif


Diawali dengan prinsip (atau dalam banyak kepustakaan komunikasi
antarbudaya disebut sebagai aksioma) komunikasi antarbudaya.
- Keinginan Menciptakan Iklim Komunikasi
Orang Mendambakan Komunikasi Antarbudaya yang Efektif
Banyak relasi sosial dan ekonomi terpaksa hilang hanya karena orang
tidak memberikan perhatian yang cukup mendalam atau karena orang tidak
mengerti kebudayaan orang lain, apalagi jika kurang terampil berkomunikasi
antarbudaya. Thibaut dan Kelley (1959) dalam teori pertukaran sosial
mengatakan bahwa perasaan tertarik dari orang lain kepada kita sangat
tergantung pada sejauhmana kita memberikan ganjaran sosial demi kepuasan
hati orang lain. Ini tidaklah berarti bahwa setiap orang yang berkomunikasi
antarbudaya harus selalu bersifat sosial, tetapi sekurang-kurangnya di balik
kelakuan itu ada motivasi untuk membangun relasi sosial melalui tampilan
wajah yang bersahabat atau ungkapan kata-kata yang santun. Semua itu perlu
ditunjukkan untuk menampilkan kesan bahwa kita hadir untuk memindahkan
pesan dan sekaligus menciptakan relasi sebagaimana yang disukai orang lain.

- Variabel Iklim Komunikasi


Gudykunst (1977) mengatakan bahwa iklim komunikasi adalah suasana
kebatinan saat komunikasi itu berlangsung. Sekurang-kurangnya iklim
komunikasi ditentukan oleh 3 dimensi, yaitu perasaan positif, aras kognitif,
dan aras perilaku. Dimensi perasaan positif berisi perasaan adil,
menyenangkan, aman, menerima, dan tingkat kecemasan yang rendah.
Dimensi kognitif meliputi derajat kepercayaan yang kita bawa dalam suasana
komunikasi, seperti adanya harapan, kepastian, pemahaman, dan memenuhi
hasrat ingin tahu. Dan dimensi perilaku terlihat dalam tindakan dan
ketrampilan anda waktu berkomunikasi melalui kata dan perbuatan.
Selain Gudykunst, Wiseman dan Hammer (1977) juga menegaskan
bahwa untuk mengatasi iklim komunikasi anda dapat menciptakan bentuk
‘kebudayaan ketiga’ yang lebih netral agar dua pihak bisa menerimanya.
Harris dan Morran (1991) menunjukkan beberapa indikasi terciptanya
efektivitas komunikasi antarbudaya, yaitu hadirnya iklim yang tidak
mengancam, terbukanya pintu komunikasi, adanya pengelolaan percakapan
yang lebih baik, dan terwujudnya relasi yang memuaskan dua pihak. Dengan
kata lain, dalam rangka menciptakan ‘budaya ketiga’ itu kita harus cepat
mengidentifikasi faktor-faktor pembentuk iklim komunikasi yang positif.
 
- Menjawab Beberapa Pertanyaan Budaya Berkomunikasi
Tatkala berlangsungnya komunikasi antarbudaya maka aktivitas komunikasi
selalu diawali oleh perasaan bimbang tentang ‘siapakah sebenarnya orang
yang akan berkomunikasi dengan anda?’ jawaban atas pertanyaan itu adalah
dengan menentukan pilihan keterampilan berkomunikasi secara efektif.
- Identifikasi Jenis Keterampilan Komunikasi
Periksalah diri anda melalui self concept, keterampilan mana yang paling
banyak dibutuhkan dalam komunikasi antarbudaya? Jika anda berhadapan
dengan seseorang yang datang dari latar belakang kebudayaan low context
culture, sementara anda sendiri datang dari kebudayaan high context culture
maka anda tidak perlu menguraikan pesan secara terinci. Ketrampilan anda
sangat ditentukan oleh bagaimana menyampaikan pesan secara ringkas, tidak
bertele-tele, sehingga maknanya mudah diterima tanpa ada perasaan bosan.
Mereka yang berasal dari budaya low context culture tak terlalu suka dengan
rincian pesan, mereka lebih suka kalau pesan yang disampaikan itu hanya
garis-garis besarnya saja. Begitu pula sebaliknya, apabila anda akan
ikanmenyampaikan pesan kepada orang dengan kebudayaan high context
culture, maka anda harus menyampaikannya secara terperinci.

- Memastikan Jenis Ketrampilan Berkomunikasi


Pastikan jenis keterampilan berkomunikasi mana yang anda rasa paling sulit,
keterampilan itulah yang harus anda pelajari, lalu anda lakukan. Ketika
berhadapan dengan komunikan antarbudaya yang sangat mengutamakan
senioritas maka perhatikan kebiasaan berkomunikasi mereka, dengan
membiarkan orang-orang yang lebih tua berbicara lebih banyak dan lebih
dahulu daripada anda yang lebih muda.

- Memahami Kebiasaan Berkomunikasi Lisan


Kebanyakan komunikasi antarbudaya bersifat lisan. Rencakan dengan
seksama tentang apa (pesan) yang ingin anda katakana. Apakah kata-kata,
kalimat, dan ungkapan pesan yang disampaikan itu diterima oleh komunikan
antarbudaya. Penting sekali bagi anda untuk memahami what do you want to
say.
Tahap berikutnya adalah memahami bagaimana cara anda mengatakan. Ada
beberapa kebudayaan yang mengajarkan anggotanya untuk mengatakan
sesuatu secara langsung, namun sebaliknya ada juga yang lebih menyukai
ungkapan tidak langsung. Persoalannya disini adalah how do you want to say.
Aspek selanjutnya yang juga tak kalah penting ialah dengan siapa anda
berkomunikasi antarbudaya. Jadi, perhatian diletakkan pada to whom you
want to say it, to whom are you talking, dan metamessages yakni
memperhatikan pesan komunikasi yang mengutamakan aspek relasi
antarbudaya.

- Mendengarkan Secara Aktif


Salah satu syarat komunikasi antarpribadi yang efektif adalah mendengarkan
secara aktif. Jika selama ini para ahli komunikasi mendefinisikan komunikasi
antarbudaya sebagai komunikasi antarpribadi dari komunikator ke
komunikan yang berbeda latar belakang budayanya maka komunikasi
antarbudaya yang efektif juga ditentukan oleh mendengarkan secara aktif.
Hal ini penting untuk menunjukkan pribadi anda yang selalu menghormati
pribadi orang lain apa adanya, dan bukan sebagaimana yang anda kehendaki.
Anda diminta untuk mendengarkan dengan senang hati dan mendengarkan
tanpa menilai. Perilaku ini sekaligus menunjukkan bahwa pelaku komunikasi
antarbudaya menghargai keterbukaan terhadap perubahan dan keragaman,
juga berempati dengan komunikan.
 
- Memanfaatkan Umpan Balik
Beth Haslett dan John Ogilvie (1988) mengemukakan bahwa pemanfaatan
umpan balik dalam berkomunikasi antarbudaya bermanfaat agar umpan balik
dapat diungkapkan secara langsung dan khusus serta didukung oleh bukti-
bukti; umpan balik sedapat mungkin memenuhi kebutuhan (menjawab
maksud pesan); umpan balik menjurus pada pemenuhan kebutuhan sekarang
(jangan membiarkan orang bertambah bimbang); jangan menambah
kebingungan orang dengan umpan balik negative (bereaksi dengan verbal
maupun nonverbal), campurlah umpan balik negative dengan positif;
nyatakan umpan balik pada waktu yang tepat, jangan menunda; nyatakan
umpan balik secara tegas, dinamis, responsive dan dengan gaya santai;
umpan balik harus dapat dinyatakan secara jujur, adil, dan dapat dipercaya
oleh orang lain.

- Variabel Kognitif, Variabel Personal, dan Efektivitas Komunikasi


Antarbudaya
Komunikasi yang efektif akan membantu setiap orang untuk
mengembangkan relasi antarpribadi dalam tugas dan fungsinya, dalam
pekerjaan, dan sebagainya. Dalam komunikasi antarbudaya selalu muncul
adagium tentang kebimbangan terhadap komunikan, misalnya kita tidak
mengenal secara baik tentang orang lain, lawan bicara kita, dan keadaan
lawan bicara kita tidak dapat diramalkan, seringkali bersifat tidak bersahabat
dan lainnya. Pemahaman terhadap variabel kognitif dan personal yang
dipakai untuk menerangkan komunikasi antarbudaya yang efektif terinci atas
beberapa indikator :

- Desakan Perilaku yang Berorientasi pada Tugas


Masyarakat yang mempunyai konsep waktu polikronik cenderung
melaksanakan banyak tugas tanpa perencanaan berjadwal. Masyarakat seperti
itu memahami relasi antarmanusia dalam melaksanakan tugas bersifat
personal, menghargai kebersamaan (kolektif), dan sering mengabaikan relasi
berdasarkan tugas (impersonal). Sebaliknya, dalam masyarakat monokronik
cenderung sangat taat pada ‘ kalender kerja ‘, membina relasi berdasarkan
tugas, sering sangat individual sehingga menampakkan sifat impersonal.
- Perilaku yang Berorientasi pada Diri
Kebalikan dari orientasi kerja (task oriented) adalah orientasi pada diri
sendiri (self oriented). Perilaku yang berorientasi pada diri sendiri selalu
mengutamakan dirinya. Komunikasi yang terlalu berorientasi pada diri
sendiri menimbulkan disfungsional yang tinggi. Komunikasi yang
berorientasi pada diri cenderung menempatkan seorang komunikator atau
komunikan menolak pesan-pesan yang dipertukarkan, tingginya derajat
etnosentrime, tingginya perasaan superior, dan saling merendahkan. Orientasi
seperti ini biasanya dimiliki oleh masyarakat yang lebih mengandalkan otak
daripada hati, mengutamakan rasio daripada emosi.

- Etnosentrisme
Etnosentrisme adalah sikap menganggap kebudayaan sendiri lebih unggul
daripada kebudayaan orang lain. Jika dalam komunikasi antarbudaya anda
menampilkan sikap etnosentrisme, maka faktor tersebut merupakan
hambatan bagi penciptaan suatu komunikasi yang efektif. Perhatikanlah
sasaran komunikasi anda, apakah dia tergolong sebagai seseorang dengan
derajat etnosentrisme yang tinggi? Jika benar maka anda akan sukar
memperoleh komunikasi antarbudaya yang efektif karena apa yang anda
katakan akan dianggapnya tidak ada.

- Toleransi terhadap Keadaan Mendua


Kita harus menghadapi perbedaan budaya dengan sangat hati-hati. Dalam
kondisi seperti ini, kita sedang menghadapi suatu situasi yang ambigu,
mendua yang membuat kita tidak luwes dalam berkomunikasi. Oleh karena
itu, dianjurkan anda untuk bersikap seluwes mungkin dan memperlakukan
orang lain sebagaimana apa adanya, jika perlu anda menyesuaikan diri
dengan apa yang mereka butuhkan.

- Empati
Sikap empati adalah sikap yang perlu dibangun melalui peletakan diri kita
kedalam hati orang lain. Bersikap empati berarti kita memasuki ruang dan
relung pikiran, perkataan, dan perasaan orang lain. Komunikasi antarbudaya
menuntut kita untuk memahami segala sesuatu dari mereka, pandangan dan
pendapat mereka yang kritis, inovasi yang mereka anjurkan, perasaan suka
dan duka yang mereka rasakan, hingga aktif dalam tindakan bersama.

- Keterbukaan
Berbagai penelitian, sebagaimana diungkapkan oleh De Vito,
mengemukakan bahwa gaya komunikasi antarpribadi yang terbuka dan luwes
lebih disukai dalam komunikasi manusia, keterbukaan merupakan faktor
penting dalam penciptaan dan pengembangan relasi yang maksimum.

- Kompleksitas Kognitif
Kompleksitas kognitif berkaitan dengan kerumitan isi pengetahuan tentang
suatu pesan yang sedang dibicarakan, komunikasi antarbudaya meliputi juga
isi tema-tema yang disukai oleh kedua belah pihak. Kebanyakan komunikasi
menjadi tidak efektif lantaran orang tidak memperhatikan tema atau isu
pembicaraan.

- Menyenangkan Hubungan Antarpribadi


Komunikasi antarpribadi menjadi efektif kalau menyenangkan dua pihak.
Kadan-kadang kegembiraan mendorong orang untuk menerima informasi
(meskipun informasi itu salah). Upayakanlah komunikasi antarpribadi yang
menyenangkan dua pihak.

- Daya Serap Komunikasi


Daya serap komunikasi merupakan satu variabel yang kerap kali dilupakan
sewaktu kita berkomunikasi. Terkadang kita kurang memperhitungkan
kemampuan orang lain, misalnya sampai berapa lama dia mampu
mendengarkan kita, sampai berapa lama dia mampu melihat kita. Setiap
orang dalam kebudayaannya memiliki kemampuan yang terbatas untuk
bersikap toleran terhadap perbedaan-perbedaan itu.
Efektif Tidak Efektif
Mementingkan relasi antarmanusia, Mengutamakan tugas, kurang
kurang menekankan tugas. memperhatikan relasi antarmanusia.
Hanya sedikit menampilkan diri. Terlalu banyak menonjolkan diri.
Etnosentrisme rendah. Etnosentrisme tinggi.
Empati tinggi, mendengarkan. Empati rendah, kurang
mendengarkan.
Toleransi tinggi pada keadaan yang Toleransi rendah pada keadaan
ambigu. yang ambigu.
Keterbukaan diri besar, dogmatism Keterbukaan diri kecil, dogmatism
rendah. tinggi.
Kompleksitas kognitif. Kesederhanaan kognitif.
Suka pada relasi antarpribadi, Kurang suka pada relasi
kejujuran, dan keadilan. antarpribadi, kurang jujur dan
kurang adil.
Kontrol pribadi tinggi, sikap Kontrol pribadi rendah, tinggi
fatalisme yang rendah. fatalismenya.
Inovasi yang tinggi dan harga diri Inovasi dan harga diri yang rendah.
tinggi.
Daya serap rendah. Daya serap tinggi.

2.3.3. Kategori Kebiasaan Berkomunikasi yang Efektif


Kebudayaan mewariskan kepada manusia sebuah identitas yang disebut identitas
budaya. Paradigma berikut ini dapat digunakan sebagai alat untuk memahami
makro budaya maupun mikro budaya orang lain. Kategori berikut dapat
digunakan sebagai studi atau uji coba dalam setiap kelompok orang yang
berkebudayaan berbeda dengan kita.

1.      Peka Ruang dan Peka Jarak


Komunikasi antarbudaya yang efektif menuntut orang untuk peka terhadap
ruang dan peka terhadap jarak. Yang dimaksudkan dengan peka terhadap
ruang dan jarak adalah pemahaman kita tentang bagaimana seharusnya para
peserta komunikasi memahami ruang dan jarak, antara lain jarak fisik
tatkala berlangsungnya komunikasi. Kerap kali lantaran kita tidak
mengetahui, memahami, atau mungkin sekali melanggar ruang atau jarak
fisik akan dapat menghasilkan kegagalan berkomunikasi, bahkan mungkin
konflik antarpribadi.

2. Peka terhadap Budaya Komunikasi dan Berbahasa


Komunikasi antarbudaya yang efektif menuntut kita untuk memahami
bahasa, memahami komunikasi, serta memahami bahasa dan komunikasi.
Perbedaan antarbudaya (bahkan intrabudaya sekalipun) mempengaruhi
interpretasi atas makna pesan yang terkandung dalam bahasa, tanda, dan
symbol (baik verbal maupun nonverbal).

3. Bisa Tampil dengan Pakaian Khas


Efektivitas komunikasi antarbudaya menuntut orang untuk terlibat dalam
tampilan dengan pakaian budaya orang lain. Dalam komunikasi
antarbudaya, salah satu cara untuk menciptakan komunikasi yang efektif
adalah memilih untuk tampil dalam kebudayaan material, misalnya
mengenakan pakaian dari budaya setempat.

4. Dapat Mencicipi Makanan dan Minuman


Efektivitas komunikasi antarbudaya menuntut orang agar dapat mencicipi
makanan khas budaya orang lain, bahkan memasak dan cara
menyajikannya. Komunikasi antarbudaya yang efektif sering ditentukan
oleh ketersediaan anda untuk mencicipi dan makan makanan khas yang
berasal dari budaya lain. Dikarenakan beberapa kebudayaan tertentu
menjadikan makanan dan minuman sebagai wahana pemersatu, media
pertemuan kelompok.
5. Sadar atas Konsep Waktu
Komunikasi antarbudaya yang efektif menuntut kita agar peka terhadap
waktu dan meningkatkan kesadaran atas waktu. Tanggapan manusia
terhadap waktu berbeda-beda berdasarkan latar belakang  budaya.

6. Peka terhadap Hubungan


Efektivitas komunikasi antarbudaya menuntut setiap orang yang
berkomunikasi untuk peka terhadap hubungan (relationships). Setiap
kebudayaan menetapkan dengan pasti dan tetap bagaimana seharusnya
manusia berhubungan dalam berbagai konteks. Konteks itu bisa meliputi
keluarga (inti dan luas), usia, jenis kelamin, status social, kekuasaan, dan
kebijaksanaan. Pelajarilah konsep-konsep relasi itu sekaligus perbedaan-
perbedaan yang menentukan derajat jauh-dekatnya relasi tersebut karena
setiap relasi berimplikasi pada kekuasaan dan kewenangan tertentu.

7. Peka terhadap Nilai dan Noma


Sukses komunikasi antarbudaya dapat dicapai hanya jika anda dapat
memahami dan menjalankan norma-norma budaya komunikan. Perbedaan
antaretnik, antarras menggambarkan pula perbedaan nilai dan norma
melalui orientasi hidup mereka.

8. Peka terhadap Kepercayaan dan Sikap


Komunikasi antarbudaya yang efektif ditentukan oleh bagaimana orang
memahami kepercayaan dan sikap kebudayaan orang lain. Pergaulan
dengan orang-orang dari suku bangsa maupun agama yang lain ditentukan
oleh sejauh mana anda menunjukkan sikap peka dan kepedulian terhadap
kepercayaan orang lain.

9. Memahami Kebiasaan Bekerja


Dimensi lain untuk menggambarkan budaya kelompok dan sikap
antarbudaya adalah melalui pemahaman terhadap konsep kerja. Kerja dapat
didefinisikan sebagai setiap bentuk usaha atau ikhtiar yang secara langsung
menghasilkan sesuatu.
Kebudayaan tertentu melihat pekerjaan sebagai sesuatu yang memasukkan
pendapatan, atau mungkin suatu jenis pekerjaan hanya dipandang sebagai
status, atau mengutamakan pekerjaan sebagai pelayan Tuhan, atau hanya
sekedar menggambarkan komitmen moral.

10. Memahami Sistem Ekonomi


System ekonomi suatu kebudayaan berisi pengaturan cara suatu masyarakat
memproduksi, mendistribusikan, menjual, membeli, kredit dan sebagainya.
Seringkali kita melakukan kerjasama ekonomi melintasi batas budaya
sehingga pemahaman terhadap system ekonomi menjadi sangat penting
didasari oleh system budaya ekonomi.

11. Memahami Sistem Politik


System politik mengandung pembagian kekuasaan untuk memerintah,
mengatur, mengelola pemerintahan, dan perwakilan rakyat. Terdapat
perbedaan antarbudaya, antarbangsa sekaligus konsep mengenai besarnya
wewenang dan kekuasaan untuk memerintah rakyatnya.

12. Memahami Sistem Kesehatan


Kebudayaan juga memberikan peluang bagi kita untuk mempelajari konsep
tentang sakit, termasuk di dalamnya bagaimana cara mencegah, mengobati,
menghalau kekerasan, dan mengatasi kecelakaan. Beberpa masyarakat
modern menggantungkan seluruh perawatan kesehatan pada dokter, rumah
sakit atau spesialis medis. Namun pada masyarakat tertentu, masih banyak
orang sakit yang bergantung pada dukun, jampi-jampi, para normal, atau
meramu daun dan akar sebagai obat-obatan tradisional.

13. Memahami Sistem Rekreasi


Konsep rekreasi berkaitan erat dengan bagaimana sosialisasi dalam suatu
masyarakat tentang penggunaan waktu luang. Apa yang mungkin sekali
dalam satu kebudayaan dianggap sebagai permainan, di budaya lain belum
tentu.
2.3.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas Komunikasi
Untuk mencapai komunikasi yang efektif perlu diperhatikan faktor-faktor
yang mempengaruhi. Adapun faktor-faktornya adalah sebagai berikut:
a. Komunikasi Harus Tepat Waktu dan Tepat Sasaran
Ketepatan waktu dalam menyampaikan komunikasi harus betul-betul
diperhatikan, sebab apabila penyampaian komunikasi tersebut terlambat
maka kemungkinan apa yang disampaikan tersebut tidak ada manfaatnya
lagi.

b. Komunikasi Harus Lengkap


Selain komunikasi yang disampaikan harus mudah dimengerti oleh penerima
komunikasi, maka komunikasi tersebut harus lengkap sehingga tidak
menimbulkan keraguan bagi penerima komunikasi. Hal itu perlu ditekankan,
sebab meskipun komunikasi mudah dimengerti tetapi apabila komunikasi
tersebut kurang lengkap, maka hal itu menimbulkan keraguan bagi penerima
komunikasi, sehingga pelaksanaan tidak sesuai denganapa yang diinginkan.

c. Komunikasi Perlu Memperhatikan Situasi dan Kondisi


Dalam menyampaikan suatu komunikasi, apalagi bilamana komunikasi yang
harus disampaikan tersebut merupakan hal-hal yang penting yang perlu
pengertian secara mendalam, maka faktor situasi dan kondisi yang tepat perlu
diperhatikan. Apabila solusi dan kondisi dirasakan kurang tepat, bilamana
komunikasi yang akan disampaikan tersebut dapat ditunda maka sebaiknya
penyampaian komunikasi tersebut ditangguhkan.

d. Komunikasi Perlu Menghindarkan Kata-kata Yang Tidak Enak


Agar komunikasi yang disampaikan mudah dimengerti dan diindahkan maka
perlu dihindarkan kata-kata yang kurang baik. Dengan kata-kata yang kurang
enak ini dimaksudkan adalah kata-kata yang dapat menyinggung perasaan
penerima informasi, meskipun dalam kamus hal itu tidak salah dn cukup
jelas.

e. Adanya Persuasi Dalam Komunikasi


Seringkali manajer harus merubah sikap, tingkah laku dan perbuatan dari
orang-orangnya sesuai dengan yang diinginkan, untuk itu dalam pelaksanaan
komunikasi harus disertai dengan persuasi. (Onong Ichjana Effendy: 1985)

Kegagalan dalam berkomunikasi sering terjadi karena banyak hambatan-hambatan.


Salah satu hambatan yang ditimbulkan dari unsur manusia yang terlibat didalamnya ialah
karena persepsi yang berbeda. Dimana dalam persepsi ada kecenderungan menghambat
informasi baru, terutama jika informasi iti bertentangan dengan apa yang diyakini.
Persepsepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang
didalam memakai informasi tentang lingkungannya, lewat penglihatan, pendengaran,
penghayatan, perasaan dan penciuman.

2.4. Perilaku Nonverbal Indonesia dan Korea Selatan


a. Bentuk Ekspresi
Metode hubungan sosial orang Indonesia dan Korea Selatan di mana orang
berpura-pura menyukai sesuatu walaupun jelek dan berpura-pura tidak menyukai
sesuatu walaupun bagus, tentunya mempunyai implikasi yang berbeda dengan
metode orang Amerika yang membedakan dan menganalisa semua hal di muka
umum. Orang Indonesia cenderung bergerak dari hal-hal yang khusus dan kecil ke
hal-hal yang umum dan lebih besar. Mereka mulai dari masalah-masalah pribadi dan
lokal dan berkembang ke masalah-masalah yang menyangkut negara dan bangsa.
Namun orang Korea Selatan cenderung melakukan sebaliknya. Mereka merasa lebih
enak untuk memulai dari bagian yang umum atau besar dan kemudian menyempit ke
fakta-fakta yang khusus. Orang Korea Selatan menulis alamat mulai dari nama
negara, propinsi, kabupaten, kota, nama jalan, dan akhirnya nomor rumah dan nama
orang. Namun, di Indonesia, mulai dari nama orang, nomor rumah, kota, dan
akhirnya baru nama negara. Dalam hal nama pun, orang Korea Selatan meletakkan
nama keluarganya lebih dulu dan baru diikuti namanya sendiri, sedangkan di
Indonesia sebaliknya.
Di Korea Selatan, banyak bicara memiliki makna yang kurang baik, karena akan
menunjukkan sifat negatif yang dimiliki. Oleh karena itu, di antara pesan yang
disampaikan orang Korea Selatan dalam bentuk perilaku maupun ekspresi non
verbal Korea Selatan termasuk dalam konteks tinggi dimana pesan-pesan yang
disampaikan bersifat implisit yang hampir tidak mungkin dimengerti oleh orang
luar.
Adapun baik orang Indonesia maupun orang Korea Selatan menjawab “ya”, ini
tidak selalu berarti mengiyakan, tetapi hanya berarti “saya mengerti keadaanmu,
silakan lanjutkan ...”, tidak berarti persetujuan atau niat untuk menuruti si
pembicara. Jika seseorang menerima jawaban ‘ya’ dari anggota kedua masyarakat
sebagai tanda persetujuan, sering timbul kesalahpahaman, dan tampak bahwa orang
itu belum cukup mengerti pikiran lawan bicara. Ini sama halnya sewaktu seseorang
mengatakan “Anda tidak perlu melakukan ini” atau “Silahkan terima hadiah ini”
ketika ada orang lain yang membawakan hadiah atau benda berharga lainnya. Jika
dia menerima begitu saja hadiah itu, dia dianggap tidak sopan.
Selain itu, kedua msyarakat memiliki persamaan tentang cara berpikir yang
lebih cenderung ke emosional dibandingkan rasional. Orang Indonesia dan Korea
Selatan memecahkan masalah berdasarkan emosi. Ketika orang minta tolong pada
orang lain, hal itu menunjukkan bahwa orang yang dimintai tolong harus
memecahkan persoalan tersebut walaupun tanpa memperhitungkan akal sehat.
Maksudnya, walaupun orang yang minta tolong mengetahui bahwa hal itu tidak sah
atau bertentangan dengan aturan masyarakat, dia mengharapkan masalah atau
kesulitan itu bisa dipecahkan orang yang dimintai tolong dengan menggunakan
“alfa”-nya. Dalam hal ini, orang berorientasi rasional mungkin menolak dengan
mengatakan hal itu tidak sah atau mustahil, tetapi dalam masyarakat Indonesia dan
Korea Selatan, seseorang mungkin berpikir bahwa satu perkecualian kecil tidak akan
menjadi masalah, dan biasanya orang mengharapkan kesulitan itu akan dipecahkan
dengan cara atau metode “alfa”-nya.
Orang Barat mencari keindahan yang ditemukan dalam diri manusia, sedangkan
alam hanya merupakan latar belakang bagi umat manusia. Namun sebaliknya de-
ngan orang Indonesia dan Korea Selatan. Sebagai contoh, dalam lukisan
Renaissance sumber dari sebagian seni Barat, alam adalah latar belakang yang kabur
bagi manusia di masa mudanya. Orang Barat memanusiakan alam, dan orang Korea
Selatan atau Indonesia mengalamkan manusia. Hampir semua sampul majalah Time
bergambar manusia, sedangkan sebagian besar sampul majalah Korea Selatan
bergambar alam tanpa manusia di latar belakangnya.
Dari segi hubungan kekerabatan, terdapat konsep persamaan di antara orang
Indonesia dan Korea Selatan. Hubungan lebih cenderung vertikal daripada
horisontal. Tiap orang relatif lebih tinggi atau lebih rendah. Dalam keluarga pun
semua dalam hubungan vertikal: kakak laki-laki terhadap adik laki-laki, kakak
perempuan terhadap adik perempuan. Bahkan, anak kembar pun tidak sederajat,
yang lahir lebih dulu adalah kakaknya, dan kedudukannya lebih tinggi daripada yang
lahir kemudian. Di dalam kedua masyarakat tiap orang dianggap sebagai individu
yang memiliki seluruh hubungan manusia mirip dengan hubungan keluarga. Hal itu
dapat dicontohkan dengan memanggil orang yang lebih tua kakek, nenek, kakak,
paman, atau bibi, dan mereka memanggil orang yang lebih muda adik.

b. Konteks Tinggi dan Rendah


Budaya konteks ditemukan di Korea Selatan, dan merupakan budaya-budaya
berkonteks tinggi. Orang-orang yang berasal dari budaya konteks tinggi sangat
dipengaruhi isyarat kontekstual. Orang Korea Selatan jika menjawab sesuatu lebih
menggunakan emosi daripada rasio. Apabila menjawab ‘Ya’, belum tentu
sebenarnya setuju. Kadang, mengiyakan untuk membuat orang lain merasa nyaman
bahwa kita memahami maksud mereka. Jika seseorang menerima jawaban iya
sebagai tanda persetujuan, maka akan timbul kesalahpahaman, dan akan tampak
bahwa orang itu belum cukup mengerti pikiran lawan bicara.

c. Bentuk Perilaku Nonverbal Orang Korea Selatan


Di dalam komunikasi, perilaku non verbal tidak hanya bagian tambahan,
kadang-kadang sebagai pelengkap satu sama lain. Serta banyak hal yang berfungsi
secara independen atau berdiri sendiri. Media komunikasi non verbal manusia antara
lain: gerak tubuh, jarak, kontak fisik, ritme, penampilan, bau, lingkungan, dan lain
sebagainya. (Jo, 2009: 17)
Menurut Kim (2006: 81-82), perilaku non verbal masyarakat Korea Selatan
antara lain sebagai berikut:
1. Orang Korea Selatan menganggap kontak mata sebagai tantangan dan tidak
boleh dilakukan kepada orang yang dihormati atau lebih tua.
2. Ketika sedang makan, tidak boleh berbicara terlalu banyak, tidak boleh
mengunyah hingga menimbulkan suara dan berusaha jangan sampaiada
makanan yang tercecer.
3. Menunggu orang yang lebih tua untuk duduk terlebih dahulu dan orang muda
tidak boleh mendahului orang tua ketika makan.
4. Di Korea Selatan, acungan jempol berarti yang terbaik, nomor satu atau bos.
5. Orang Korea Selatan menghitung dengan melipat jarinya dan ibu jari berurutan
ke arah kelingking dengan satu tangan.
6. Terdapat konotasi seksual dalam menggunakan jari dan tangan. Di Korea
Selatan, meletakkan ibu jari di antara telunjuk dan jari tengah pada tangan yang
smaa atau menggunakan telapak tangan yang terbuka di atas kepalan tangan
yang lain berarti hubungan seksual.
7. Di Korea Selatan, membentuk lingkaran dengan ibu jari dan telunjuk berarti
uang.
8. Menerima atau memberikan sesuatu kepada orang yang lebih tua dengan
menggunakan kedua tangan.
9. Adapun melambaikan tangan dengan telapak tangan menghadap keluar dan
gerakan vertikal berarti mengundang orang untuk mendekat.
10. Di Korea Selatan, untuk menunjukkan sesuatu dengan sopan (menunjukkan
sesuatu kepada orang yang lebih tua) dengan menggunakan jari telunjuk.
11. Saat minum di Korea Selatan, orang yang lebih muda harus memiringkan
tubuhnya ketika minum agar tidak dilihat secara langsung oleh orang yang lebih
tua. Tetapi jika berhadapan dengan orang yang beda usianya tidak terlalu jauh
hal itu tidak perlu dilakukan.
12. Di Korea Selatan, membuat lingkaran berkali-kali dengan jari telunjuk di dahi
menyatakan gila.
13. Orang Korea Selatan menunjuk pada dirinya sendiri, ia akan menunjuk dadanya
dengan ibu jari.
14. Saat berkunjung ke rumah orang Korea Selatan, pengunjung perl untuk
membuka alas kaki dan sebaiknya tamu menggunakan kaos kaki atau stoking
karena bertelanjang kaki di hadapan orang tua dianggap tidak sopan.
15. Sebagai bentuk salam, orang Korea Selatan membungkukkan badan dan
berjabat tangan. Dalam hal jabat tangan di Korea Selatan, yang muda menunggu
ajakan jabat tangan dari yang lebih tua.

Perilaku nonverbal yang terdapat antara masyarakat Korea Selatan dan


Indonesia memiliki persamaan dan perbedaan sebagai berikut.
- Orang Indonesia maupun orang Korea Selatan menganggap kontak mata
sebagai tantangan dan tidak boleh dilakukan kepada orang yang dihormati atau
lebih tua.
- Di Indonesia, acungan jempol berarti ‘bagus’ atau ‘oke’ dan mengacungkan
jempol ke arah bawah berarti ‘jelek’ atau ‘merendahkan’, sedangkan di Korea
Selatan acungan jempol berarti ‘yang terbaik’, ‘nomor satu’ atau ‘bos’.
- Orang Korea Selatan menghitung dengan melipat jarinya dari ibu jari berurutan
ke arah kelingking dengan satu tangan, sedang orang Indonesia dengan cara
membuka tangan dari ibu jari berurutan ke arah kelingking dengan dua tangan.
- Terdapat konotasi seksual antara Indonesia dan Korea Selatan dalam
menggunakan jari dan tangan. Di Indonesia, tabu untuk menunjuk dengan jari
tengah. Di Korea Selatan, meletakkan ibu jari di antara telunjuk dan jari tengah
pada tangan yang sama atau menggosokkan telapak tangan yang terbuka di atas
kepalan tangan yang lain berarti hubungan seksual.
- Di Korea Selatan, membentuk lingkaran dengan ibu jari dan telunjuk berarti
‘uang’, sedang di Indonesia, ini berarti ‘beres’. Adapun melambaikan tangan
dengan telapak menghadap keluar dan gerakan vertikal berarti ‘selamat jalan’.
- Di Indonesia untuk menunjukkan sesuatu dengan sopan (menunjukkan sesuatu
kepada orang yang lebih tua) menggunakan ibu jari, sedangkan di Korea Selatan
menunjuk sesuatu dilakukan dengan jari telunjuk.
- Di Indonesia, meletakkan jari telunjuk miring menempel di jidat menyatakan
‘gila’, sedangkan di Korea Selatan hal itu dinyatakan dengan membuat
lingkaran berkali-kali dengan jari telunjuk di jidat.
- Orang Korea Selatan menunjuk pada dirinya sendiri, ia akan menunjuk dadanya
dengan jari jempol, sedangkan orang Indonesia untuk menunjuk pada dirinya
sendiri menepuk atau menunjuk pada dadanya.
- Untuk menyatakan tidak punya uang, orang Korea Selatan menyatukan jempol
dan telunjuk kemudian digerakkan, sedangkan bagi orang Indonesia hal tersebut
dianggap sebagai pernyataan bahwa orang yang melakukan hal tersebut sedang
menyepelekan sesuatu, atau menganggap sesuatu itu mudah sekali.
- Bagi orang Indonesia untuk memberitahu bahwa ia tidak punya uang, cukup de-
ngan menggabungkan jempolnya dengan telunjuk dan kemudian digerak-
gerakkan.
- Melambaikan tangan dengan telapak menghadap ke luar dengan gerakan
vertikal berarti ‘selamat jalan’ di Indonesia, sedang di Korea Selatan itu berarti
mengundang orang untuk mendekat.
- Berbeda dengan Amerika, baik orang Korea Selatan maupun Indonesia
menggunakan telapak tangannya untuk menulis.
- Orang Indonesia menunjukkan rasa hormat pada orang yang lebih tua dengan
sedikit membungkukkan punggung ketika berjalan melewati orang yang lebih
tua, sedangkan di Korea Selatan tidak terdapat hal seperti itu.
- Di Indonesia menggesek-gesek ibu jari telunjuk berarti ‘uang’, sedangkan di
Korea Selatan ‘uang’ ditunjukkan dengan membentuk lingkaran dengan ibu jari
dan telunjuk.
- Sebagai bentuk salam, umumnya orang Indonesia menggunakan jabat tangan
dan cium pipi, sedangkan di Korea Selatan membungkukkan badan dan jabat
tangan. Dalam hal jabat tangan terdapat perbedaan pula antara Indonesia dan
Korea Selatan. Di Indonesia umumnya yang muda mengajak jabat tangan,
sedangkan di Korea Selatan yang muda menunggu ajakan jabat tangan dari yang
tua.

Beberapa contoh komunikasi non verbal Korea Selatan:

Memanggil teman

Khawatir atau “Oh ya betul!”


“Oke!”

Kebiasaan kekanak-kanakan yang


dilakukan saat mengatakan hal yang
berlawanan

Pose kebanyakan orang Korea Selatan


saat difoto.

Sambung yang kuat


Memotong

Mengukur

2.5. Bahasa Tubuh Orang Korea Selatan


2.5.1. Klasifikasi Bahasa Tubuh Orang Korea Selatan
Di antara bahasa tubuh Korea Selatan, ada persamaan dan perbedaan dengan
bahasa tubuh bangsa lain. Bahkan jika ada tindakan yang sama, tindakan-tindakan
tersebut oleh bangsa lain mengandung arti yang berbeda.
Menurut Jo (2000: 20-23), klasifikasi dasar pada bahasa tubuh orang Korea
Selatan dapat terbagi menjadi tiga yaitu:menurut bagian-bagian tubuh, tergantung
pada situasi, dan tergantung pada preferensi atau pilihan.

a. Menurut Bagian Tubuh


Bahasa tubuh diklasifikasikan menurut sistem gerakan yang memberitahukan
arti yang sesuai gerakan bagian tubuh. Hal ini dapat dilihat mengikuti atau
sesuai arti kosa kata yang digunakan. Jika dilihat klasifikasinya sebagai
berikut:
1. Kepala: menggelengkan kepala, memegang kepala, dan gerakan lainnya
yang berhubungan dengan kepala.
2. Mata: antara lain ekspresi yang mengandung arti yang beragam sesuai
dengan arah tujuan yang dilihat dan tersenyum dengan satu mata.
3. Tangan: menunjuk sesuatu, menggapai dengan gerakan, juga gerakan
yang berhubungan dengan keseluruhan tangan.
4. Kaki: sikap duduk, juga gerakan lain yang berhubungan dengan
keseluruhan kaki.
5. Wajah: antara lain ekspresi muka, alis mata, hidung bibir, dan lidah.
Menyentuh wajah dengan tangan, juga gerakan yang mengandung arti
serupa.
6. Bahu: gerakan menaik-turunkan bahu.

b. Menurut Situasi
Banyak kejadian yang berhubungan dengan situasi komunikasi dalam
tingkatan bahasa tubuh Korea. Hal ini mempengaruhi fungsi dan situasi yang
tepat dalam penggunaan gerakan itu sendiri. Oleh karena it, dapat dikatakan
perlunya mengakui perbedaan situasi ini. Perbedaan tersebut antara lain
sebagai berikut:
1. Ketika salam
2. Ketika bertemu orang
3. Ketika makan
4. Ketika duduk
5. Ketika berbicara

c. Sesuai Preferensi atau Pilihan


Bahasa tubuh mengandung fungsi utama untuk mengurangi kesalahpahaman
yang timbul dalam komunikasi antarbudaya. Oleh karena itu, dengan
pemilihan gerakan yang tepat akan mengurangi kesalahpahaman. Kesalahan
pemilihan gerakan cenderung menjadi tabu dalam situasi sosial tertentu.
Orang korea berpikir tidak ada salahnya memahami tindakan tersebut. Jika
pemahaman ini dihiraukan, tidak peduli seberapa baik dapat berbahasa
Korea, kesalahpahaman dan ketidaknyamanan akan muncul pada saat
berkomunikasi dengan orang Korea dan hal itu dapat saja terjadi.
Berikut contoh tindakan yang tabu dan tindakan yang tidak baik, antara lain:
1. Contoh tindakan tabu:
a. Duduk di sudut meja.
b. Menunjuk-nunjuk (menuding) orang.

2. Contoh tindakan yang tidak baik


a. Memasukkan tangan ke saku, akan membat orang tersebut terlihat
angkuh atau sombong.
b. Tidak bagus jika memandang dengan kaca mata yang diturunkan ke
bawah.
c. Tidak baik memanggil orang dengan telapak tangan ke arah atas.
d. Makan sambil berjalan.
e. Tidak baik jika memandang orang dari atas sampai ke bawah.

2.5.2. Gerakan-Gerakan Tubuh Orang Korea Selatan


Gerakan-gerakan tubuh orang Korea Selatan, antara lain sebagai berikut:
1. Berjabat tangan
Jabat tangan merupakan gerakan tangan yang memiliki banyak arti. Di Korea,
gerakan ini dilakukan dengan cara saling menggenggam tangan. Cara salam
yang dilakukan dengan tangan kanan untuk menunjukkan bahwa tidak ada
maksud untuk menyerang. Di Korea, menggenggam tangan juga memperbesar
arti bekerja sama. Dalam hal berjabat tangan di Korea, orang muda harus
menunggu ajakan orang yang lebih tua.

2. Membungkukkan badan
Gerakan memberi salam dengan merendahkan bahu 90 derajat berarti
menghormati atau mematuhi. Memberi salam dengan membungkuk 90 derajat
di Korea dapat mencerminkan maksud terselubung. Jika melihat film yang
berhubungan dengan anggota mafia atau geng jalanan, banyak digambarkan
memberi salam dengan membungkuk 90 derajat. Gerakan ini menggambarkan
dalam keadaan posisi yang sulit melindungi diri gerakan tersebut dimaksudkan
untuk mematuhi.

3. Merendahkan kepala dan pinggang


Gerakan ini berarti memberi salam. Memberi salam dengan cara merendahkan
kepala dan pinggang dengan posisi tangan biasanya salah satu di atas tangan
yang lain, lalu pinggang membungkuk. Dalam memberi salam, orang Korea
cukup merendahkan pinggang sekali saja, tetapi di Jepang orang banyak
memberi salam dengan merendahkan pinggang beberapa kali. Di beberapa
negara, ketika memberi salam tidak perlu membngkukkan kepala.
4. Gerakan mengacungkan jempol atau ibu jari.
Melakukan gerakan mengacungkan ibu jari berarti bagus. Gerakan ini
dilakukan dengan disertai ungkapan paling bagus atau berarti suka, bagus, atau
baik. Namun, gerakan mengacungkan ibu jari ke arah bawah adalah gerakan
yang sangat jarang digunakan karena hal ini berarti tidak bagus. Pada zaman
kuni di Roma, ibu jari menghadap ke arah bawah berarti mati atau meninggal,
sedangkan mengacungkan ibu jari dapat berarti kepala keluarga atau pimpinan
perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai