Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pola Komunikasi

1. Pengertian Pola

Pola adalah bentuk atau model (atau lebih abstrak suatu set
peraturan) yang biasa digunakan untuk membuat atau untuk menghasilkan
suatu bagian dari suatu yang ditimbulkan. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia dijelaskan bahwa pola memiliki arti system atau cara kerja,
bentuk atau struktur yang tetap dimana pola itu sendiri bisa dikatakan
sebagai contoh atau cetakan. (M. imanudin,2014: 15[online]).
Komunikasi adalah sebuah proses dimana sebuah ide dialihkan
dari sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud untuk
mengubah perilaku, tak terkecuali pada komunikasi antarpribadi.
Sehubungan dengan kenyataan bahwa komunikasi adalah sesuatu yang
tidak bisa dilepaskan dari aktivitas seseorang manusia, tentu masing-
masing orang mempunyai cara tersendiri, tujuan apa yang akan
didapatkan, melalui apa atau kepada siapa. (Nurudin,2010:28[online])
Masing-masing orang mempunyai perbedaan dalam
mengatualisasikan komunikasi tersebut. Oleh karena itu, dalam
komunikasi dikenal pola-pola tertentu sebagai manifestasi perilaku
manusia dalam berkomunikasi. Joseph A. Devito membagi pola
komunikasi menjadiempat, yaitu komunikasi antarpribadi, komunikasi
kelompok kecil, komunikasi publik dan komunikasi massa. (Nurudin,
2010:28 [online])
Dalam sebuah komunikasi dikenal dengan pola-pola tertentu untuk
manifestasi perilaku manusia dalam berkomunikasi. Istilah pola
komunikasi sendiri biasa disebut sebagai model, yaitu sebuah sistem yang
terdiri atas berbagai komponen-komponen yang berhubungan antar satu

16
17

dengan yang lain untuk mencapai tujuan secara bersamaan. (Saleh,


Mufafikh. 2019: 6 [online]
Djaramah (2004: 1), mendifinisikan pola komunikasi dapat
diartikan sebagai bentuk atau model dari komunikasi antara dua orang
atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan cara yang tepat
sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.
Pola komunikasi identic dengan proses komunikasi, karena pola
komunikasi merupakan rangkaian dari aktivitas menyampaikan pesan
sehingga diperoleh feedback dari penerima pesan, dari proses komunikasi,
timbul pola, bentuk dan juga bagian-bagian kecil yang berkaitan erat
dengan proses komunikasi.
Penegertian pola komunikasi menurut (Effendy, 1989: 32) adalah
proses yang dirancang untuk mewakili kenyataan keterpautannya dalam
unsur-unsur yang dicakup beserta keberlangsungannya, guna
memudahkan pemikiran secara sistematik dan logis. Dalam skripsi
Haryani Effendy mengatakan ada tiga macam pola komunikasi yaitu :
1. Pola komunikasi satu arah adalah proses penyampaian pesan dari
komunikator kepada komunikan baik menggunakan media maupun
tanpa media, tampa ada umpan balik dari komunikan dalam hal ini
komunikan bertindak sebagai pendengar saja. Pola komunikasi ini
mengasumsikan bahwa komunikannya pasif dan menerima pesan
apa adanya dan apa saja dari komunikator ( Nurudin, 2019, 2019)
2. Pola komunikasi dua arah atau timbal balik (two way traffic
communication) yaitu komunikator dan komunikan menjadi saling
tukar fungsi dalam menjalani fungsi mereka, komunikator pada
tahap pertama menjadi komunikan dan pada tahap berikutnya
saling bergantian fungsi. Namun pada hakekatnya yang
memulai percakapan adalah komunikator utama, komunikator
utama mempunyai tujuan tertentu melalui proses komunikasi
tersebut, prosesnya dialogis, serta umpan balik terjadi secara
langsung.
18

3. Pola komunikasi multi arah yaitu proses komunikasi terjadi dalam


satu kelompok yang lebih banyak di mana komunikator dan
komunikan akan saling bertukar pikiran secara dialogis
(Haryani,2011 ).

B. Komunikasi

1. Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal


dari kata Latin Communicatio, dan bersumber dari kata Communis yang
berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna. Jadi, kalau dua
orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka
komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna
mengenai apa yang di percakapkan. Kesamaan bahasa yang di pergunakan
dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Dengan
lain perkataan, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang
dibawakan bahasa itu. Jelas bahwa percakapan kedua orang tadi dapat
dikatakan komunikatif apabila kedua-duanya, selain mengerti bahasa yang
dipergunakan, jugamengerti makna dari bahan yang dipercakapkan.

Akan tetapi, pengertian komunikasi yang dipaparkan di atas sifatnya


dasariah, dalam arti kata bahwa komunikasi itu minimal harus mengandung
kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal karena
kegiatan komunikasi tidak hanya informatif, yakni agar orang lain mengerti
dan tahu, tetapi juga persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu
paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan, dan lain-
lain. (U. Onong Effendy, 1999:9).

Pentingnya komunikasi bagi kehidupan sosial, budaya, pendidikan,


dan politik sudah disadari oleh para cendekiawan sejak Aristoteles yang
hidup ratusan tahun sebelum masehi. Akan tetapi, studi Aristoteles hanya
berkisar pada retorika dalam lingkungan kecil. Baru pada pertengahan abad
ke-20 ketika dunia dirasakan semakin kecil akibat revolusei industry dan
19

revolusi teknologi elektronik, setelah ditemukan kapal api, pesawat terpang,


listrik, telepon, surat kabar, film, radio, televise, dan sebagainya maka para
cendekiawan pada abad sekarang menyadari pentingnya komunikasi
ditingkatkan dari pengetahuan menjadi ilmu.
Di antara para para ahli sosiologi, ahli psikologi, dan ahli politik di
Amerika Serikat yang menaruh minat perkembangan komunikasi adalah Carl
I. Hovland yang namanya telah disinggung di muka.
Bermacam-macam definisi komunikasi yang dikemukakan orang
untuk memberikan batasan terhadap apa yang dimaksud dengan komunikasi,
sesuai dari sudut mana mereka memandangnya. Tentu saja disesuaikan
dengan bidang dan tujuan masing-masing. Adapun definisi komunikasi
secara istilah atau terminology yang banyak dikemukakan leh para ahli
komunikasi, antara lain:
a. Menurut Carl I. hovland

Ilmu komunikasi adalah : upaya yang sistematis untuk


merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi serta
pembentukan pendapat dan sikap. (Onong U. Effendy,1998: 10)
Definisi komunikasi bermacam-macam, bergantung dari perspektifnya.
Perspektif filsafat mempersoalkan tentang hakikat
komunikator/komunikan dan bagaimana ia menggunakan komunikasi
untuk berhubungan dengan alam semesta. Aristoteles dalam bukunya De
Arte Rhetorica merumuskan komunikasi dalam komponen siapa yang
berbicara, apa yang dibicarakan, dan siapa yang mendengarkan.
b. Hovland, Janis, dan Kelly

Mendefinisikan komunikasi sebagai “The procces by witch an


individual (the communicator) transmits stimulus (usually verbal) to
modify the behavior of other individuals (the audience). Dalam kontek
ini psikologi mencoba menganalisis komunikasi antar individu;
bagaimana pesan yang disampaikan menjadi stimulus yang
menimbulkan respons bagi individual lain, bagaimana lambing-lambang
dapat bermakna dan bisa mengubah perilaku orang lain.
20

c. Wilbur Scramm dan Harold D. laswell

Komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh


komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of experience), yaitu
paduan pengalaman dan pengertian (collection of experience and
meaning) yang pernahdiperoleh dari komunikan. (Dr. Nina, 2011:35-36)
d. Everett M. Rogers
Everett M. Rogers seorang pakar sosiologi pedesaan Amerika yang telah
banyak memberi perhatian pada studi riset komunikasi, khususnya dalam inovasi
membuat definisi bahwa “komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan
dari sumber satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah
tingkah laku mereka”. (Hafied Cangara, 2014:22[online]
2. Elemen Komunikasi

Proses komunikasi adalah setiap langkah mulai saat menciptakan


informasi sampai dipahami oleh komunikasi. Komunikasi merupakan
proses sebuah kegiatan yang berlangsung kontinu. Joseph D Vito (1996)
komunikasi adalah transaksi. Hal tersebut dimaksudan bahwa komunikasi
merupakan proses di mana komponen-komponen saling terkait. Para
peserta komunikasi saling beraksi dan bereaksi sebagai satu kesatuan dan
keseluruhan (Tommy Suprarto, 2009: 7).

Proses komunikasi dapat diterangkan dengan berbagai cara. Cara


yang paling banyak digunakan dalam buku-buku komunikasi adalah
dengan menyajikan elemen-elemen komunikasi.

Ada beberapa elemen komunikasi yang selalu terlibat dalam


komunikasi, yaitu:
1. Komunikator. Komunikator adalah mengirim atau penyampai pesan.
2. Pesan (Message). Merupakan sesuatu, entah dalam bentuk ide,
abstraksi realitas atau bahkan hal yang bersifat ekspektasi (harapan)
yang disampaikan oleh komunikator kepada penerima.
3. Saluran (Source). Merupakan sarana atau media yang digunakan oleh
komunikator kepada komunikan.
21

4. Komunikan (Penerima). Merupakan penerima pesan, baik bersifat


individual, kelompok, massa, maupun anggota organisasi.
5. Hambatan atau gangguan. Dalam setiap komunikasi pasti ada factor
yang menyebabkan proses komunikasi tidak berjalan efektif, tidak
seperti yang diinginkan, dan bahkan acap kali menimbulkan salah
pengertian. Gangguan bisa berasal dari komunikator, isi pesan, media yang
digunakan, maupun pada penerimanya.
6. Umpan balik (feedback). Merupakan respons, tanggapan, ataupun
reaksi atas suatu pesan. Umpan balik bisa dalam bentuk yang netral,
ada yang mendukung (positif), dan ada yang menolak (negatif).
7. Efek. Merupakan akibat yang timbul dari komunikasi, baik berupa
emosi, pikiran maupun perilaku.
8. Situasi. Merupakan keadaan yang ada atau terjadi pada saat
berlangsung komunikasi. Situasi ini bisa berupa suhu, cuaca, tata
ruang, sikap peserta komunikasi, dan tujuan tujuan berkomunikasi.
9. Selektivitas. Merupakan filter yang digunakan peserta komunikasi
untuk menyaring pesan. Baik berupa nilai-nilai budaya, mitos,
prasangka, dan lainnya.
10. Lingkungan merupakan pihak lain yang ikut campur atau intervensi
dalam komunikasi. (Redi, Panuju, 2018: 39-40)

3. Proses Komunikasi

Adapun proses komunikasi menurut Onong terbagi dua tahap,


yakni secara primer dan secara sekunder. (Onong U. Effendy, 1999: 11)
a. Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian
pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan lambing sebagai media. Lambing ini umumnya
bahasa lisan (lisan maupun tulisan) tetapi dalam situasi
komunikasi tertentu lambing-lambang yang dapat digunakan
dapat berupa gerak tubuh, gambar, warna, dan sebagainya atau dikenal
sebagai pesan nonverbal.
22

b. Proses komunikasi secara sekunder adalah proses menyampaikan


pesan oleh seseorang, kepada orang laindengan menggunakan alat
atau sarana perantara sebagai media kedua setelah memakai
lambing sebagai media pertama. Proses ini termasuk sambungan
dari proses primer untuk menembus atau “mengakali”
keterbatasan manusia dalam menjangkau dimensi ruang dan
waktu. Dalam prosesnya komunikasi sekunder ini akan semakin
efektiv dan efisien karena didukung oleh teknologi komunikasi
yang semakin canggih, yang akan ditopang oleh teknologi-
teknologi lainnya.

4. Bentuk-Bentuk Komunikasi

Berikut bentuk-bentuk komunikasi (Mulyana, 2005:343 [online]):

1. Komunikasi intrapibadi (intrapersonal communication)

2. Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication)

3. Komunikasi kelompom (group communication)

4. Komunikasi organisasi (organization communication)

5. Komunikasi massa (mass communication

5. Fungsi komunikasi

Apabila komunikasi dipandang dari arti yang lebih luas, tidak


hanya diartikan sebagai pertukaran berita atau pesan, tetapi sebagai
kegitan individu dan kelompok mengenai tukar menukar data, fakta, dan
ide. Maka fungsinya dalam setiap sistem sosial sebagai berikut (Onong
Uchjana Effendy, 1999):
a. Menyampaikan Informasi (to inform)
b. Mendidik (to educate)
c. Menghibur (to entertain
d. Mempengaruhi (to influence)
23

6. Tujuan komunikasi

Pada umumnya komunikasi mempunyai beberapa tujuan, antaralain :

a. Perubahan sikap (attitude change)

b. Perubahan pendapat (opinion change)

c. Perubahan perilaku (behavior change)

d. Perubahan sosial (social change)

7. Hambatan-hambatan Komunikasi

Komunikasi dikatakan berhasil apabila apa yang


dikomunikasikan dimengerti atau dengan kata lain komunikasi
dikatakan efektif apabila penerima menafsirkan serta melakukan
sesuatu sesuai dengan yang diinginkan oleh pengirim. Namun tidaklah
mudah untuk menciptakan suatu komunikasi yang efektif tersebut,
karena adanya hambatan-hambatan dalam berkomunikasi. Hambatan
penurunan isi dan mutu komunikasi terjadi pada saat diartikan atau
diinterprestasi oleh penerima.
Hambatan komunikasi menurut Ruslan (2003), ada 4 (empat)
jenis yang dapat mengganggu pola komunikasi diantaranya yaitu:
1. Hambatan Dalam Proses Penyampaian (Process Barrier)

Hambatan dalam proses penyampaian ini dapat datang dari


pihak komunikator yang mendapat kesulitan dalam
penyampaiannya pesan-pesannya, tidak menguasai materi pesan,
dan belum memiliki kemampuan sebagai komunikator yang
handal. Hambatan ini juga bisa berasal dari penerima tersebut
karena sulitnya komunikaan dalam memahami pesan itu dengan
baik.

Hal ini bisa disebabkan oleh rendahnya tingkat penguasaan


bahasa, pendidikan, intelektual dan sebagainya yang ada dalam
diri komuikan. Kegagalan komunikasi bisa juga terjadi
24

dikarenakan factor, feedbacknya (hasil tidak tercapai), medium


barrier (media atau alat dipergunakan kurang tepat), dan
decoding barrier (hambatan untuk memahami pesan secara
tepat).
2. Hambatan Secara Fisik (Physical Barrier)

Sarana fisik menghambat komunikasi yang efektif seperti


pendengaran kurang tajam dan gangguan pada system dan
gangguan pada system pengeras suara (sound system) yang
sering terjadi dalam suatu ruangan kuliah, seminar, pertemuan
dan lain-lain. Hal ini dapat membuat pesan-pesan tidak efektif
sampai dengan tepat pada komunikannya.
3. Hambatan Semantik (Semantik Barrier)
Hambatan segi semantic yaitu adanya perbedaan pengertian
dan pemahaman antara pemberi pesan dan penerima tentang satu
bahasa atau lambing. Mungkin saja bahasa yang disampaikan
terlalu teknis dan formal, sehingga menyulitkan pihak komunikan
yang tingkat pengetahuan dan pemahaman bahasa teknisnya
kurang. Atau sebaliknya, tingkat pengetahuan dan pemahaman
bahasa teknis komunikator yang kurang.
4. Hambatan Psiko-Sosian (Pshycosocial Barrier)

Adanya perbedaan yang cukup lebar dalam aspek


kebudayaan, adat istiadat, kebiasaan, persepsi dan nilai yang
dianut sehingga kecenderungan, kebutuhan serta harapan-
harapan dari kedua belah pihak yang berkomunikasi juga
berbeda.

Misalnya, seorang pembicara menyampaikan kata momok


yang dalam kamus besar bahasa Indonesia sudah benar.
Nyatanya kata tersebut dalam bahasa sunda berkonotasi kurang
baik. Apabila kata tersebut diucapkanpada pidato/ kata sambutan
dalam sebuah acara formal yang dihadiri para pejabat, tokoh dan
25

sesepuh masyarakat sunda maka citra yang bersangkutan


(pembicara) bisa turun karena adanya kesalahpahaman bahasa.

Namun secara umum, menurut effendy (2009: 103) hambatan


komunikasi dapat dikelompokan menjadi:

1. Hambatan Individual Umumnya disebabkan oleh adanya


perbedaan-perbedaan dalam hal ini:
a. Perbedaan pengamatan atau dasar pandangan

b. Perbedaan emosi

c. Kurangnya kemampuan mendengar

d. Kurangnya kemampuan membaca

e. Perbedaan status

f. Hambatan psikologis

2. Hambatan Mekanis merupakan hambatan yang muncul sebagai akibat


dari:
a. Struktur organisasi

b. Kurang jelasnya materi komunikasi

3. Hambatan Fisik merupakan hambatan komunikasi yang berasal dari


lingkungan, misalnya jarak bicara yang berjauhan, angin, suara
bising, dan sebagainya.

4. Hambatan Semantik. Hambatan ini berasal dari keterbatasan simbol-


simbol (bahasa). Terkadang bahasa dapat menggambarkan maksud
(ide) tertentu sehingga penerima sulit menterjemahkannya dalam
proses decoding
26

C. Komunikasi Interpersonal

1. Pengertian Komunikasi Interpersonal

Littlejohn (1999) memberikan definisi komunikasi interpersonal


adalah komunikasi antara individu-individu. Agus M. Hardjana (2003: 85)
mengatakan, komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antardua
atau beberapa orang, di mana pengirim dapat menyampaikan pesan secara
langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara
langsung pula. Pendapat senada dikemukakan oleh Deddy Mulyana
(2008:81) bahwa komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi
adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang
memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara
langsung, baik secara verbal maupun nonverbal.
Secara umum, komunikasi interpersonal dapat diartikan sebagai
suatu proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling
berkomunikasi. Pengertian proses mengacu pada perubahan dan tindakan
(action) yang berlangsung terus-menerus. Komunikasi interpersonal juga
merupakan suatu pertukaran, yaitu tindakan menyampaikan dan
menerima pesan secara timbal balik. Sedangkan makna, yaitu sesuatu yang
dipertukarkan dalam proses tersebut adalah kesamaan pemahaman di
antara orang-orang yang berkomunikasi terhadap pesan-pesan yang
digunakan dalam proses komunikasi. (Roudhonah, 2019:135-136).
Trenholm dan Jensen (1995:26) mendefinisikan komunikasi
interpersonal sebagai komunikasi antar dua orang yang berlangsung secara
tatap muka (komunikasi diadik). Sifat komunikasi ini adalah (a) spontan
dan informal, (b) saling menerima feedback secara maksimal, (c)
partisipan berpersan fleksibel.
Selanjutnya pengertian komunikasi interpersonal menurut Indriyo
Gitosudarmo dan Agus Mulyono (2001:205) menjelaskan bahwa
komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang berbentuk tatap muka,
interaksi orang ke orang, dua arah, verbal dan non verbal, serta saling
27

berbagi informasi dan perasaan antara individu dengan individu atau antar
individu didalam kelompok kecil. Muhibudin juga mendefinisikan
komunikasi antarpribadi dapat diartikan sebagai sebuah kegiatan
komunikasi yang dilakukan secara langsung antara seseorang dan orang
lainnya.
2. Ciri-ciri Komunikasi Interpersonal

Suranto Aw (2011) menyebutkan lima ciri-ciri komunikasi


interpersonal, yaitu:
1. Arus pesan dua arah.

Komunikasi interoersonal memempatkan sumber pesan


dan penerima dalam posisi yang sejajar, sehingga memicu
terjadinya pola penyebaran pesan mengikuti arus dua arah. Artinya
komunikator dan komunikan dapat berganti peran secara cepat.
Seorang sumber pesan, dapat berubah peran sebagai penerima
pesan, begitu pula sebaliknya. Arus pesan secara dua arah ini
berlangsung secara berkelanjutan.
2. Suasana nonformal
Komunikasi interpersonal biasanya berlangsung dalam
suasana nonformal. Dengan demikian, apabila komunikasi itu
berlangsung antara para pejabat di sebuah instansi, maka para pelaku
komunikasi itu tidak secara kaku berpegang pada herarki jabatan
dan prosedur birokrasi, namun lebih memilih pendekatan secara
individu yang bersifat pertemanan. Relevan dengan suasana
nonformal tersebut, pesan yang dikomunikasikan biasanya bersifat
lisan, bukan tertulis. Disamping itu, forum komunikasi yang dipilih
biasanya juga cenderung bersifat nonformal, seperti percakapan
intim danlobi, bukan forum formal seperti rapat.
3. Umpan balik segera

Oleh karena komunikasi interpersonal biasanya


mempertemukan para pelaku komunikasi secara bertatap muka,
28

maka umpan balik dapat diketahui dengan segera. Seorang


komunikator dapat segera memperoleh balikan atas pesan yang di
sampaikan dari komunikan, baik secara verbal maupun nonverbal.
Ambil contoh, seorang komunikator bermaksud menawarkan
gagasan kepada komunikan, apakah komunikan menerima tawaran
tersebut atau tidak, dapat diketahui dengan segera melalui respon
verbal maupun nonverbal. Respon verbal berarti jawaban yang
berupa kata-kata: setuju, tidak setuju, piker-pikir, dan sebagainya.
Sementara itu respon nonverbal dapat ditangkap melalui gelengan
atau anggukan kepala, pandangan mata, raut muka, dan
sebagainya.
4. Peserta komunikasi berada dalam jarak yang dekat
Komunikasi interpersonal merupakan metode komunikasi
antarindividu yang menuntut agar peserta komunikasi berada dalam
jarak dekat, baik jarak dalam arti fisik maupun psikologis. Jarak
yang dekat dalam arti fisik, artinya para pelaku saling bertatap muka,
berada pada satu lokasi tempat tertentu. Sedangkan jarak yanh dekat
secara psikologis menunjukan keintiman hubungan antarindividu.
5. Peserta komunikasi mengirim dan menerima pesan secara
simultan dan spontan.

Untuk meningkatkan keefektifan komunikasi interpersonal,


peserta komunikasi dapat memberdayakan pemanfaatan kekuatan
pesan verbal maupun nonverbal secara bersamaan, saling mengisi,
saling memperkuat sesuai tujuan komunikasi. Misalnya untuk
menegaskan bahwa seseorang merasa bahagia dengan pertemuan
yang baru saja terjadi, dapat diungkapkan secara verbal maupun
nonverbal. Secara verbal diungkapkan dengan ucapan atau kata-
kata, seperti: senang sekali bertemu Anda. Sedangkan secara
nonverbal dapat dilakukan dengan berbagai isyarat: bersalaman,
berpelukan, tersenyum, dan sebagainya.
29

Sementara itu Judy C. Pearson (S. Djuarsa Sendjaja, 2002: 2.1)


menyebutkan enam karakteristik komunikasi interpersonal, yaitu:

1. Komunikasi onterpersonal dimulai dengan diri sendiri (self)


srtinys bahwa segala bentuk proses penafsiran pesan maupun
penilaian mengenai orang lain, berangkat dari diri sendiri.

2. Komunikasi interpersonal bersifat transaksional ciri komunikasi


seperti ini terlihat dari kenyataan bahwa komunikasi interpersonal
bersifat dinamis, merupakan pertukaran pean secara timbal balik
dan berkelanjutan.

3. Komunikasi interpersonal menyangkut aspek isi pesan dan


hubungan antarpribadi. Maksudnya bahwa efektifitas komunikasi
interpersonal tidak hanya ditentukan oleh kualitas pesan,
melainkan juga ditentukan dengan kadar hubungan
antarindividunya.

4. Adanya kedekatan fisik antara pihak-pihak yang berkomunikasi.


Dengan kata lain, komunikasi interpersonal akan lebih efektif
manakala antara pihak-pihak yang berkomunikasi itu saling
bertatap muka.

5. Melibatkan kedua belah pihak yang saling bergantungan. Hal ini


mengidentifikasikan bahwa komunikasi interpersonal melibatkan
ranah emosi, sehingga terdapat saling ketergantungan emosional
di antara pihak-pihak yang berkomunikasi.

6. Komunikasi interpersonal tidak dapat diubah maupun di ulang.


Artinya, ketika seseorang sudah terlanjur mengucapkan sesuatu
kepada orang lain, maka ucapan itu sudah tidak dapatdiubah atau
diulang, karena sudah terlanjur diterima oleh komunikan.
Ibaratnya seperti anak panah yang sudah terlepas dari busurnya,
sudah tidak dapat ditarik lagi. Memang, kalauseseorang terlanjur
30

melakukan salah ucap, orang tersebut dapat meminta maaf dan


diberi maaf, tetapi tidak berarti menghapus apa yang pernah
diucapkan.

3. Fungsi Komunikasi Interpersonal

1. Membentuk Identitas Diri

Fungsi komunikasi antar pribadi yang pertama adalahmembentuk


identitas diri. Dalam artian bahwa komunikasi antar pribadi dapat
membantu kita membentuk identitas diri yang didasarkan pada hubungan
dan pencitraan diri.
2. Memahami Diri dan Orang Lain

Dalam system komunikasi interpersonal atau system komunikasi


antarpribadi, memahami diri dan orang lain sangatlah penting.
Pemahaman kita tentang diri sendiri. Dan orang lain dapat diperoleh
melalui interaksi yang kita lakukan dengan orang lain bersedia
membuka diri atau self-disclosure kepada orang lain. Salah satu
pengaruh self-disclosure dalam komunikasi antarpribadi diantaranya
adalah meningkatkan efektivitas komunikasi interpersonal.
3. Mengembangkan Hubungan Interpersonal.

Komunikasi antarpribadi dapat membantu kita terhubung dengan


orang lain, membentuk serta mengembangkan hubungan yang baik.
Sebagai makhluk sosial tentunya kita membutuhkan orang lain untuk
mengurangi tekanan dan terhindar dari kesendirian. Membina hubungan
dengan orang lain memungkinkan kita untuk saling berbagi dan
menjadikan kita lebbih positif terhadap diri sendiri.
4. Menyesuaikan Diri
Komunikasi antar pribadi yang baik memungkinkan kita untuk
melihat ke dalam realitas orang lain. Misalnya, mengembangkan
hubungan interpersonal dengan seseorang yang memiliki latar belakang
budaya yang berbeda dengan kita dapat memperluas sudut pandang yang
31

kita miliki. Masing-masing individu memiliki gaya interpersonal sendiri


namun kita menyesuaikan diri pedengan suara, bentuk, dan isi pesan
yang mereka kirimkan. Teori ini menyatakan bahwa pembicara akan
menyesuaikan atau mengakomodasi gaya berbicara pendengar dalam
rangka untuk memperoleh persetujuan sosial dan efisiensi komunikasi yang
lebih besar.
5. Memperoleh Informasi

Selama proses berlangsungnya komunikasi antarpribadi atau


proses komunikasi interpersonal berbagai informasi dan pengetahuan
tentang orang lain tersaji dengan melimpah. Hal ini dapat membantu
kita untuk berkomunikasi secara lebih efektif dengan orang lain.
Mengenal orang lain dapat membantu kita memprediksi apa yang
mereka pikirkan, rasakan, dan tindakan mereka.
6. Mengurangi Ketidakpastian

Terkait dengan informasi yang diperoleh selama proses


komunikasi, berbagai informasi yang kita bagi dengan orang begitu
juga sebaliknya dapat mengurangi sejumlah ketidakpastian yang
dialami. Memperoleh informasi yang diperlukan memberikan dampak
pada bertambahnya pengetahuan yang kita miliki. Salah satu teori
komunikasi antar pribadi yang mengupas pengurangan ketidakpastian
adalah teori pengurangan ketidakpastian yang dikemukakan oleh
Charles Berger dan Richard Calabrese.
7. Mempengaruhi Orang Lain
Komunikasi antar pribadi terkadang digunakan untuk mencapai
beberapa tujuan salah satunya adalah untuk mempengaruhi orang lain.
Untuk mencapai tujuan tersebut, umumnya kita menggunakan teknik
agar orang bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan
sesuatu, dan lain sebagainya. Selain menggunakan teknik komunikasi
persuasif, kemampuan untuk mempengaruhi orang lain juga ditunjang
dengan keterampilan keasertifan yang membantu dalam menciptakan
dan membina hubungan.
32

8. Manajemen Konflik

Ketika kita berinteraksi dengan orang lain tak jarang akan


terjadi konflik. Konflik interpersonal atau konflik antar pribadi
merupakan salah satu Konflik yang terjadi dalam hubungan antar
pribadi dapat membawa emosi yang negatif. Namun perlu dipahami
pula bahwa konflik tidak selalu berdampak negatif atau tidak produktif
bagi partisipan komunikasi.

Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa kuantitas konflik


dalam sebuah hubungan tidak sepenting bagaimana konflik itu
ditangani. Ketika kita dapat menangani konflik dengan baik maka
akan mengarah pada kepuasan hubungan. Berbagai jenis manajemen
konflik yang dapat dilakukan adalah bersaing, berkolaborasi,
akomodasi, penghindaran, dan kompromi.
9. Mengembangkan Keterampilan Komunikasi Suportif Komunikasi
suportif adalah komunikasi interpersonal yang membantu individu
untuk berkomunikasi secara akurat terutama dalam situasi dan kondisi
yang sulit. Komunikasi suportif berusaha untuk meningkatkan kualitas
hubungan yang positif antara kita dan orang lain ketika menangani
suatu masalah dengan cara memberikan umpan balik negatif atau
mengatasi masalah yang sulit.
10. Mendeteksi Kebohongan

Komunikasi antar pribadi dapat berfungsi untuk mendeteksi


kebohongan seseorang. Hasil studi menunjukkan bahwa metode
verbal yang digunakan untuk mendeteksi kebohongan jauh lebih baik
dibandingkan dengan metode nonverbal walaupun secara umum
terdapat beberapa pandangan yang mengatakan hal sebaliknya
Mendeteksi kebohongan dapat dilakukan salah satunya dengan
menggunakan metode wawancara.

Melalui wawancara, pewawancara dapat mengidentifikasi


ketidakonsistenan antara jawaban dan bukti yang ada. Selain itu,
33

berbagai petunjuk nonverbal seperti ekspresi wajah dan lainnya juga


dapat digunakan untuk mengungkapkan kebenaran dibalik
kebohongan yang dilakukan oleh manusia.

4. Efektivitas Komunikasi Interpersonal

Dalam kajian mengenai efektivitas komunikasi interpersonal


Devito mengungkapkan bahwa: Efektivitas Komunikasi Interpersonal
dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu
keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung
(supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality). (
Devito, 1997: 259-264 ).
a. Keterbukaan (Openess)

Adalah suatu sikap dimana tidak ada perasaan tertekan ketika


melakukan kegiatan komunikasi yang ditandai dengan kesediaan
untuk jujur dalam menyampaikan apa yang sedanng dirasakan dan
sedang dipikirkan.
b. Empati (Empathy)
Adalah suatu sikap ikut merasakan apa yang dirasakan oleh lawan
bicara, yang ditandai dengan kesediaan mendengarkan dengan
sepenuh hati, merespon secara tepat setiap perilaku yang muncul
dalam kegiatan komunikasi.
c. Dukungan (Supportivenes)
Yaitu suatu sikap memberikan respon balikan terhadap apa yang
dikemukakan dalam kegiatan komunikasi, sehingga dalam kegiatan
komunikasi terjadi pola dua arah.
d. Rasa positif (Positiveness)
Adalah suatu perasaaan memandang orang lain dalam kegiatan
komunikasi sebagai manusia. Hal ini ditandai dengan sikap tidak
mudah men judge dalam setiap kegiatan interaksi dalamkomunikasi.
e. Kesetaraan (Equality)

Adalah suatu kondisi dimana dalam kegiatan komunikasi terjadi


34

posisi yang sama antara komunikan dan komunikator, tidak terjadi


dominasi antara satu dengan yang lain. hal ini ditandai arus pesan
yang dua arah.

D. Komunikasi Nonverbal

1. Pengertian Komunikasi Nonverbal

Komunikasi nonverbal adalah percakapan yang dilakukan dengan


gerakan tubuh atau bahasa tubuh, sering kali disebut dengan bahasa
isyarat. Menurut Larry A Samovar dan Richard E. Porter
mengungkapkan pengertian Komunikasi Nonverbal yaitu semua
rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi,
yang dihasilkan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial
bagi pengirim atau penerima. (Deddy Mulyana, 2007: 343)
2. Ciri- Ciri Komunikasi Nonverbal

Ciri Komunikasi nonverbal diantaranya sebagai berikut


(Aminatus Sholikha, 2020: 20 [online]):
a. Disampaikan dengan menggunakan isyarat (gesture), gerak- gerik
(movement), postur/lipologi, pembahasa, kinesic/sentuhan,
penampilan fisik, ruang, jarak, waktu, consumer produk dan
artefak.
b. Proses komunikasi implisit dan dapat terjadi dua arah maupun satu
arah.
c. Kualitas proses komunikasi tergantung pada pemahaman terhadap
persepsi orang lain.
3. Fungsi Komunikasi Nonverbal
Hal yang menarik dari komunikasi nonverbal adalah studi Ray L.
Birdwhistell yaitu 65% dari komunikasi tatap-muka adalahnonverbal,
sementara menurut Albert Mehrabian, 93% dari semuamakna sosial dalam
komunikasi tatap-muka diperoleh dariisyarat-isyarat nonverbal.
Lebih jelasnya dalam hubungannya dengan perilaku verbal, perilaku
35

nonverbal mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut (Deddy Mulyana, 2007:


351):
1. Perilaku nonverbal dapat mengulangi perilaku verbal.
Misalnyaanggukan kepala ketika mengatakan “ya” atau
menggelengkan kepala jika mengatakan “tidak”.
2. Memperteguh, menekankan atau melengkapi perilaku verbal.
Misalnya, melambaikan tangan seraya mengucapkan”Selamat
jalan”.
3. Perilaku nonverbal dapat menggantikan perilaku verbal. Misalnya
seseorang menggoyangkan tangan dengan telapak tangan mengarah
ke depan (sebagai pengganti kata tidak. Ekspresi wajah juga dapat
menggantikan “hari yang buruk”.
4. Perilaku nonverbal dapat meregulasi perilaku verbal. Misalnya
seorang mahasiswa melihat jam tangan menjelang kuliah berakhir,
sehingga dosen segera menutup kuliahnya.

E. Guru dan Siswa Sekolah Luar Biasa

1. Guru

Dalam proses belajar mengajar guru memegang peranan penting


dalam lancarnya arus komunikasi yang terjadi didalam kelas. Dimana
umumnya pendidikan berlangsung secara berencana didalam kelas secara
tatap muka. Meskipun komunikasi pengajar dan siswa dalam kelas itu
termasuk komunikasi kelompok, sang pengajar sewaktu-waktu bisa
mengubahnya menjadi komunikasi antarpribadi. (Onong U. Effendy, 2013:
101)

Dilihat dari hal tersebut guru memang sudah menjadi titik sentral
dalam terjadinya komunikasi dalam kelas, dimana guru dalam undang-
undang nomor 14 tahun 2005 yang tertuang dalam bab I pasal 1 ayat 1
dijelaskan bahwa guru adalah pendidik professional yang tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
36

mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur


pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia sendiri dijelaskan bahwa


guru adalah orang yang pekerjaannya mengajar. Sementara menurut
Purwanto, guru adalah orang yang diserahi tanggung jawab sebagai
pendidik dilingkungan sekolah. Husnul Chotimah sendiri menjelaskan
bahwa guru adalah mereka yang memfasilitasi transisi dari pengetahuan
dari sumber belajar ke peserta didik. Sementara Dri Atmaka menjelaskan
guru adalah orang yang bertanggung jawab untuk memberikan bantuan
kepada siswa dalam pengembangan baik fisik dan spiritual.
(gurupendidikan.com [online]).

Guru adalah orang yang pekerjaannya mengajar (Kamus Besar


Bahasa Indonesia). Di sekolah, guru merupakan orang yangmendidik anak
dalam segala hal. Guru dan cara mengajarnya merupakan faktor penting
dalam menentukan keberhasilan anak dalam belajar. Bagaimana sikap dan
kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki oleh guru,
dan bagaimana cara guru itu mengajarkan pengetahuan itu kepada anak-
anak didiknya dan turut menentukan hasil belajar yang akan dicapai oleh
siswa.

Dalam kegiatan belajar, guru berperan sebagai pembimbing, guru


harus berusaha menghidupkan dan memberikan motivasi agar terjadi
proses yang kondusif dan juga merupakan orang yang sering berinteraksi
dengan siswanya disepanjang hari. Dengan demikian, cara mengajar guru
harus efektif dan dimengerti oleh anak didiknya, baik dalam menggunakan
model, teknik, ataupun metode dalam mengajar yang akan disampaikan
kepada anak didiknya dalam proses belajar mengajar dan disesuaikan
dengan konsep yang diajarkan berdasarkan kebutuhan siswa dalam proses
belajar mengajar. Sulit tidaknya suatu pelajaran dimata anak-anak
tergantung pada bagaimana gurunya mengungkapkan.

Terkadang, ada guru yang selalu meremehkan siswanya. Guru


37

yang tidak bisa memotivasi anak untuk belajar lebih giat lagi. Bahkan,
sering kita temukan guru yang membiarkan anak yang tidak mengerjakan
pekerjaan rumah (PR), tidak memberi sanksi terhadap anak yang terlambat
ataupun membolos. Oleh karena itu, sangat penting memperhatikan guru
demi mengatasi kesulitan saat belajar pada anak khususnya untuk anak
berkebutuhan khusus yaitu tunagrahita. (Nindi Pratiwi, 2017: 49 [online]).
2. Siswa
Dalam proses belajar mengajar tidaklah lengkap jika yang ada
hanya seorang guru, tetapi dalam proses belajar mengajar juga dibutuhkan
siswa yang dengannya proses belajar mengajar dapat diwujudkan. Siswa
menjadi objek dalam sebuah proses belajar mengajar, dimana guru
memfasilitasi seluruh kebutuhan siswa dalam hal pengetahuan yang
diinginkan.
Siswa/siswi merupakan anak-anak yang belajar atau menuntut
ilmu pendidikan disekolah baik pada tingkat PAUD (Pendidikan Anak
Usia Dini), TK (Taman Kanak-anak), SD (Sekolah Dasar), SLTA
(Sekolah Lanjutan Tingkatan Pertama), dan SLTA (Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas) bahkan pada sekolah SLB (Sekolah Luar Biasa). Setiap
siswa memiliki latar belakang yang berbeda-beda namun memiliki satu
tujuan ketika mereka berada disekolah yaitu belajar untuk menuntut ilmu
pendidikan. Siswa-siswa kelak akan menjadi penerus generasi bangsa dan
berguna bagi negaranya, maka dari itu mereka berhak mendapatkan
pembekalan ilmu yang bemutu dari sekolahnya.
3. Sekolah Luar Biasa
Sekolah luar biasa merupakan sekolah bagi peserta didik yang
memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena
kelainan fisik, emosional, mental sosial, bahkan yang memiliki pontensi
kecerdasan diatas rata-rata atau biasa disebut anak memiliki bakat
istimewa. Selain itu, sekolah luar biasa khusus dirancang untuk
memenuhi setiap kebutuhan unik dari setiap siswanya.
Para siswa harus diberi kesempatan untuk mencapai potensi
38

mereka. Untuk itu, sistem pendidikan harus dirancang dengan


memperhitungkan perbedaan yang besar antarsiswa karena setiap anak
berkebutuhan khusus membutuhkan metode-metode yang berbeda dalam
penerapan pelajaran. Bagi mereka dengan kebutuhan belajar yang luar
biasa atau memiliki ketidakmampuan khusus harus mempunyai akses
terhadap pendidikan bermutu tinggi dan yang tepat.
Pendidikan Sekolah Luar Biasa (SLB) ada begitu banyak di
Indonesia, khususnya dikota Medan tetapi banyak pula yang tidak
mengenal bahkan mengetahui tentang Sekolah Luar Biasa (SLB) seakan
keberadaannya tidak terekspos dan dikembangkan baik dari pemerintah
setempat maupun pihak dari pihak sekolah itu sendiri yang kurang
mempromosikan sekolah tersebut layaknya pendidikan formal atau
sekolah umum yang ada. Berdasarkan urutan sejarah berdirinya
pendidikan luar biasa atau SLB pertama untuk masing-masing kategori
kecacatan SLB itu dikelompokkan menjadi :
1. SLB bagian A untuk anak Tuna Netra
2. SLB bagian B untuk anak Tuna Rungu
3. SLB bagian C untuk anak Tuna Grahita
4. SLB bagian D untuk anak Tuna Daksa
5. SLB bagian E untuk anak Tuna Laras
6. SLB bagian F untuk anak Cacat Ganda
Sekolah luar biasa merupakan salah satu komponen dalam salah
satu sistem pemberian layanan yang kompleks dalam membantu anak
berkebutuhan khusus untuk mencapai potensinya secara maksimal, baik
dari bina diri (kemandirian), sosial, bahkan dari pendidikan akademiknya.

4. Tuna Rungu

Karena penelitian ini khusus meneliti siswa Tuna Rungu, berikut


penjelasannya (alodokter.com [online]). Tunarungu adalah seseorang
yang memiliki hambatan dalam fungsi pendengarannya. Kondisi ini bisa
berlangsung hanya sementara atau permanen. Bagi Anda yang hidup
39

bersama penderita tunarungu, tentu saja akan memerlukan bentuk


komunikasi agar maksud pembicaraan bisatersampaikan dengan baik.
Terdapat dua jenis gangguan pendengaran yang membuat
seseorang menjadi tunarungu, yaitu bersifat bawaan (sudah ada sejak
lahir) dan yang terjadi setelah dilahirkan. Tunarungu bawaan bisa
disebabkan oleh mutasi genetic, keturunan dari orang tua, atau terpapar
penyakit ketika masih di dalam kandungan. Sedangkan tunarungu yang
terjadi setelah lahir biasanya disebabkan oleh paparana suara keras
dalam jangka panjang, usia, cedera, dan penyakit tertentu, misalnya
infeksi.
Faktor atau penyebab Tunarungu menurut (Fifi Noviaturrahmah,
2018[online]) Kehilangan pendengaran bisa disebabkan oleh faktor
genetik, infeksi pada ibu seperti cacar air selama kehamilan, komplikasi
ketika melahirkan, atau penyakit awal masa kanak-kanak seperti gondok
atau cacar air. Banyak anak sekarang ini dilindungi dari kehilangan
pendengaran dengan vaksinasi seperti untuk mencegah infeksi.
Tanda-tanda masalah pendengaran adalah mengarahkan salah
satu telinga ke pembicara, menggunakan salah satu telinga dalam
percakapan, atau tidak memahami percakapan ketika wajah pembicara
tidak dapat dilihat indikasi lain adalah tidak mengikuti arahan, sering
kali meminta orang untuk mengulang apa yang mereka katakan, salah
mengucapkan kata atau nama baru, atau tidak mau berpartisipasi dalam
diskusi kelas (Anita, 2004 : 608). Sebab-sebab kelainan pendengaran
atau tunarungu juga dapat terjadi sebelum anak dilahirkan, atau sesudah
anak dilahirkan.
Menurut Sardjono mengemukakan bahwa faktor penyebab
ketunarunguan dapat dibagi dalam:
a. Faktor-faktor sebelum anak dilahirkan (pre natal)

1. Faktor keturunan Cacar air,

2. Campak (Rubella, Gueman measles)


40

3. Terjadi toxaemia (keracunan darah)

4. Penggunaan pilkina atau obat-obatan dalam jumlah besar

5. Kekurangan oksigen (anoxia)

6. Kelainan organ pendengaran sejak lahir Faktor-faktor saat anak


dilahirkan (natal).
b. Faktor Rhesus (Rh) ibu dan anak yang sejenis

1. Anak lahir pre mature

2. Anak lahir menggunakan forcep (alat bantu tang)

3. Proses kelahiran yang terlalu lama

c. Faktor-faktor sesudah anak dilahirkan (post natal)

1. Infeksi

2. Meningitis (peradangan selaput otak) Tunarungu perseptif


yang bersifat keturunan
3. Otitismedia yang kronis

4. Terjadi infeksi pada alat-alat pernafasan.


Peneliti menyimpulkan bahwa faktor penyebab terjadinya tuna
rungu wicara yaitu factor genetic (keturunan), cedera, atau infeksi.

F. Pembelajaran Daring

1. Pengertian Pembelajaran Daring

Daring merupakan singkatan dari “dalam jaringan” sebagai


pengganti kata online yang sering kita gunakan dalam kaitannya dengan
teknologi internet. Daring adalah terjemahan dari istilah online yang
bermakna tersambung ke dalam jaringan internet. Pembelajaran daring
artinya adalah pembelajaran yang dilakukan secara online, menggunakan
aplikasi pembelajaran maupun jejaring sosial.
41

2. Ciri-ciri Pembelajaran Daring

Pembelajaran daring merupakan pembelajaran yang dilakukan


tanpa melakukan tatap muka, tetapi melalui platform yang telah tersedia.
Segala bentuk materi pelajaran didistribusikan secara online, komunikasi
juga dilakukan secara online, dan tes juga dilaksanakan secara online.
Daring juga menyatakan kondisi pada suatu alat perlengkapan atau
suatu unit fungsional. Sebuah kondisi dikatakan daring apabila memenuhi
beberapa persyaratan sebagai berikut.
1) Di bawah pengendalian langsung dari alat yang lainnya.
2) Di bawah pengendalian langsung dari sebuah sistem.
3) Tersedia untuk penggunaan segera atau real time.
4) Tersambung pada suatu sistem dalam pengoperasiannya,
5) Bersifat fungsional dan siap melayani.
Selama pelaksanaan, peserta didik memiliki keleluasaan waktu untuk
belajar. Peserta didik dapat belajar kapan pun dan dimana pun, tanpa
dibatasi oleh ruang dan waktu. Peserta didik juga dapat berinteraksi dengan
guru pada waktu yang bersamaan, seperti menggunakan video call atau live
chat. Pembelajaran daring dapat disediakan secara elektronik menggunakan
forum atau message. (among guru [online]).

G. PENELITIAN TERDAHULU

Dalam penelitian ini dilakukan oleh pustaka untuk mengetahui hasil


dalam perbedaan terhadap penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
Penelitian ini membahas mengenai pola komunikasi interpersonal antara guru
dengan siswa di SLBN Budi Utama Cirebon. Antara lain untuk menjawab
permasalahan tersebut, peneliti menggunakan metode pengumpulan data dan
observasi, wawancara dan dokumentasi. Adapun teknik analisis kualitatif
yang terdiri dari tiga unsur kegiatan yang berjalan simultan yaitu reduksi
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Sehingga data-data tersebut
42

disajikan untuk di tarik kesimpulan sementara.


Peneliti mengkaji mengenai pola komunikasi interpersonal. Selain
beberapa hal memiliki persamaan, penelitian tersebut juga memiliki beberapa
perbedaan yang peneliti lakukan:
1. Skripsi dengan judul “Pola Komunikasi Interpersonal Guru Dengan
Siswa Dalam Membentuk Kemandirian Siswa Sekolah Luar Biasa
Pondok Kasih Medan” yang ditulis oleh Nindi Pratiwi program studi
ilmu komunikasi Fakultas ilmu sosial dan ilmu politik, Universitas
Medan Area pada tahun 2017.
Fokus pada penelitian ini adalah pola komunikasi
interpersonal yang dilakukan oleh guru dalam membentuk
kemandirian dalam bina diri seperti: makan, mandi, memakai baju
bahkan memakai dan menempatkan sepatu pada rak sepatu yang telah
disediakan, mengembangkan keterampilan untuk meningkatkan
potensi siswa tuna grahita dengan membekali siswa tuna grahita
keahlian khusus dibidang tertentu, seperti: membuat suatu karya seni,
serta meningkatkan kepercayaan diri pada siswa tuna grahita agar para
siswa tuna grahita memiliki sikap positif agar mampu menyesuaikan
diri dengan lingkungan baru, masyarakat umum, ataupun bersosialisai
dengan lingkungan sekolah di SLB Pondok Kasih Medan. Dimana
yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah guru yang mengajari
siswa tuna grahita.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah observasi,
wawancara mendalam dan dokumentasi.
Persamaan dari penelitian ini dengan peneliti adalah objek
penelitiannya yaitu kepada siswa SLB. Persamaan metode
penelitiannya, yaitu menggunakan metode kualitatif, dan teknik
pengumpulan data yang dilakukannya.
Perbedaan penelitian ini dengan peneliti adalah tujuan yang
difokuskan peneliti diatas mengenai bagaimana pola komunikasi guru
43

dalam membina siswa untuk mandiri dan mengembangkan keterampilan


dalam meningkatkan potensi. Sedangkan peneliti memfokuskan
bagaimana pola komunikasi interpersonal dan proses komunikasi saat
pembelajaran daring berlangsung.
2. Skripsi dengan judul “Pola Komunikasi Antara Guru Dan Murid SDLB
Meulaboh” yang ditulis oleh Tri Bharata Yudha program studi Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Teuku
Umar Meulaboh Aceh Barat pada tahun 2014.
Fokus penelitian diatas adalah mengenai bagaimana pola
komunikasi dan hambatan-hambatan pola komunikasi antara guru dan
siswa-siswa SDLB Meulaboh. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif deskriptif, teknik pengumpulan data yang dilakukan
menggunakan observasi, wawancara mendalam dengan guru sdlb
Meulaboh, dan dokumentasi.
Perbedaan dari penelitian ini adalah penelitian ini focus ke
pembahasan mengenai perbandingan antara teori pola komunikasi dan
teori S-R dan, sedangkan peneliti memfokuskan ke teori yang
digunakan saja dalam pola komunikai pembelajaran.
Kontribusi atau manfaat yang peneliti dapat dari penelitian ini
adalah karena sama-sama meneliti mengenai pola komunikasi antara
guru dengan siswa slb, jadi masukan untuk peneliti lebih memahami
apa itu pola komunikasi. Dan untuk mengetahu perbandingan pola
komunikasi saat pembelajaran biasa atau dikelas dengan pembelajaran
daring.

3. Skripsi dengan judul “Pola Komunikasi Antarpribadi Guru dan Siswa


Berkebutuhan Khusus Dalam Menumbuhkan Kemandirian (Studi di
SLB Tunas Harapan Balaikembang Luwu Timur)” yang ditulis oleh
Syamsul Bahri Alhafid program studi ilmu komunikasi Fakultas
Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar pada tahun 2018.

Fokus penelitian diatas adalah mengenai bagaimana pola komunikasi


44

antarpribadi guru dan siswa berkebutuhan khusus dalam menumbuhkan


kemandirian. Penelitian ini menggunakan teori komunikasi interoersonal.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif, teknik
observasi yang dilakukan adalah dengan melakukan observasi dan
wawancara mendalam dengan kepala sekolah dan guru di sekolah.
Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini hanya
terletak di focus penelitiannya. Penelitian di atas lebih focus ke
bagaimana pola komunikasi antarpribadi antara guru dan siswa
tunarungu dalam menumbuhkan kemandirian. Sedangkan peneliti ini
lebih focus ke bagaimana pola komunikasi antara guru dan siswa
tunarungu dalam pembelajaran daring. Kontribusi atau manfaat yang
peneliti dapat dari penelitian ini adalah tentang bagaimana cara atau
pola komunikasi yang dilakukan untuk menumbuhkan kemandirian
siswa-siswa slb.
4. Skripsi dengan judul “Komunikasi Interpersonal Dalam Mahasiswa
Difabel (Studi Deskriptif Difabel Pada Mahasiswa Tuli Di Deaf Art
Community (DAC)” yang ditulis oleh Firqoh Fasiha Ohoirenan
program studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora,
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2017.
Focus penelitian di atas adalah mengenai bagaimana komunikasi
interpersonal mahasiswa difabel pada mahasiswa tulidi deaf art community.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, teknik pengumpulan
datanya dilakukan dengan observasi dan wawancara mendalam dengan
mahasiswa tuli.
Perbedaan dari penelitian ini adalah, penelitian diatas yang
hanya focus ke bagaimana proses komunikasi interpersonalnya
mahasiswa difabel tuli dalam mengikuti kegiatan di kelas maupun di
luar kelas seperti organisasi. Sedangkan peneliti meneliti tentang
polka komunikasi interpersonal antara guru dan siswa slb dalam
pembelajaran daring.
Kontribusi atau manfaat yang peneliti dapat dari penelitian ini
adalah tentang bagaimana mahasiswa tunarungu berkomunikasi saat di
45

kelas dan di tempat organisasi. Dengan begitu peneliti jadi tau


bagaimana komunikasi dengan mahasiswa tunarungu di kelas saat
pembelajaran atau di luar saat berorgainsasi dan jadi masukan juga
untuk mahasiswa-mahasiswi normal lainnya untuk berkomunikasi
dengan mereka.
5. Skripsi dengan judul “Pola Komunikasi Interpersonal Orang Tua
Dengan Anak Dalam Mengurangi Penggunaan Gadget (Studi Pada Sd
Islam Terpadu Harapan Mulia Palembang” yang ditulis oleh Atika
Larasati Aulia. Program studi Ilmu Komunikasi fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Sriwijaya, 2019.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriftif dengan
jenis data kualitatif. Metode pengumpulan data menggunakan
wawancara mendalam yanag mengacu pada pembahasan hasil
penelitian yang menggunakan teori pola komunikasi Interpersonal
menurut Yusuf Syamsu.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah focus


pembahasan dan teori pola komunikasinya. Penelitian ini
menggunakan teori komunikasi interpersonal menurut Yusuf Syamsu
yang mana pola komunikasi interpersonal nya yaitu otoriter,
membebaskan, dan demokratis. Sedangna peneliti menggunakan teori
komunikasi interpersonal menurut Julia T. Wood yang mana polanya
itu linier, interaksional, dan transaksional.
Kontribusi atau manfaat penelitian ini untuk peneliti adalah,
peneliti bisa mengetahui dan membedakan pola komunikai
interpersonal menurt para ahli. Penulis juga bisa menyimpulkan
penelitian peneliti menggunakan pola komunikasi yang mana.

Anda mungkin juga menyukai