Anda di halaman 1dari 23

MORALITAS HUBUNGAN ANTAR KLIEN DAN

PENEGAK HUKUM LAIN

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu mata kuliah

“ADVOKASI”

Dosen pengampu :

Muhammad Hasib, S.H.I., M.H.

Disusun oleh kelompok 5 :

1. NimasUmyFadillah (17104163105)
2. RenandaAulia Rama (17104163082)

HTN C – SMT 6

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG

FEBRUARI 2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah Yang Maha


Esa atas berkat rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik walaupun masih banyak kekurangan
didalamnya.

Makalah ini akan membahas mengenai “MORALITAS HUBUNGAN


ANTAR KLIEN DAN PENEGAK HUKUM LAIN”. Kami juga berharap
semoga pembuatan makalah ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Untuk itu kami ucapkan terimakasih kepada :

1. Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung Prof. Dr. H.


Maftukhin, M.Ag.

2. Dosen pengampu yang telah memberikan bimbingan dalam


penyusunan makalah ini Muhammad Hasib, S.H.I., M.H.

3. Teman – teman dan seluruh pihak yang ikut berpartisipasi dalam


penyelesaian makalah.

Tiada gading yang tak retak, itu kata pepatah tiada satupun manusia
yang luput dari kesalahan, oleh karena itu kami berharap pemberian maaf yang
sebesar-besarnya. Atas kekurangan dan kesalahan, baik yang disengaja
maupun yang tidak disengaja. Saran dan kritik sangat kami harapkan agar kami
dapat memperbaiki makalah-makalah selanjutnya.

Penyusun

Tulungagung, 22Februari 2019

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ……………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI .................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................................. 2
BAB II. PEMBAHASAN................................................................................ 3
A. PengertianMoralitas............................................................................ 3
B. HubunganHukumdanMoralitas........................................................... 4
C. MoralitasProfesiHukum...................................................................... 7
D. UpayaPenegakHukum......................................................................... 13
BAB III. PENUTUP .....................................................................................17
A. Kesimpulan ......................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya setiap orang mempunyai kebebasan untuk berucap, bertindak,
berperilaku atau untuk mengerjakan pekerjaan yang menjadi kesenangan sesuai
dengan keahliannya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya. Namun setiap
orang untuk mencapai tujuan hidup itu, agar dia dapat hidup tentram, tertib,
teratur aman, dan damai serta tidak diganggu oleh orang lain, ia dituntut untuk
mentaati batasan-batasan atau etika dalam pergaulan hidupnya dengan orang lain
yang ada disekitarnya, setiap orang juga dituntut untuk tidak merugikan orang
lain dan harus mempertanggungjawabkan terhadap apa yang dilakukan.
Batasan-batasan bagi mereka yang berprofesi hukum dalam melaksanakan
profesinya adalah etika, adalah kode etik profesi hukum yang berisi kewajiban-
kewajiban, larangan-larangan dan keharusan untuk mempertanggungjawabkan
dalam melaksanakan profesinya serta sangsi bagi yang tidak melaksanakan
kewajiban atau melanggar larangan tersebut.1
Hakikatnyamanusiaadalahmakhluk moral.Untukmenjadimakhluksosial
yang memiikikepribadianbaiksertabermoraltidaksecaraotomatis, perlusuatuusaha
yang
disebutpendidikan.Menurutpandanganhumanismemanusiamemilikikemampuanu
ntukmengarahkandirinyaketujuan yang
positifdanrasional.Manusiadapatmengarahkan, mengatur,
danmengontroldirinya.Menurut Ki HajarDewantara,
pendidikanialahupayauntukmemajukanperkembanganbudipekerti
(kekuatanbatin), pikiran (intelek), danjasmani (SlametSutrisno, 1983, 26).
Perkembangankepribadianseseorangtidaklepasdaripengaruhlingkungansosialbud
ayatempattumbuhdanberkembangnyaseseorang (cultural backround of
personality).
Denganadanyaakal, manusiadapatmengembangkanperilakumelalui moral
yaituetika.Dimanamanusiabertindakada yang mengaturnyayaitu hukum. Agar
tidakada yang merasadirugikanantarapihak yang satudengan yang lain.

Suparman Usman, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Gaya


1

Media Pratama, Jakarta, 2008, hal 1

1
Dari penjabarandiatas, bahwa Moral, danHukumsalingberkaitan.Moral
danHukumselaluadadalamkehidupanmanusia.ManusiasebagaiPelaku, Moral
danHukumbertanggungjawabterhadapdirimerekasendiridalamMasyarakatdan
Negara
Kode etik profesi merupakan norma yang di tetapkan dan diterima oleh
sekelompok profesi yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada
anggotanya bagaimana membuat dan sekaligus menjamin mutu profesi itu di
mata masyarakat. Fokus perhatian ditujukan pada kode etik polisi, kode etik
jaksa, kode etik hakim, kode etik advokad, dan kode etik notaris.
Masalah etika dan moral perlu mendapat perhatian yang seksama untuk
memberikan jiwa pada hukum dan penegaknya. Dalam rangka revitalisasi
hukum untuk mendukung demokratisasi, maka masalah moral dan etika
mendesak untuk ditingkatkan fungsi dan keberadaanya, karena saat ini aspek
moral dan etika telah menghilang dari system hukum di Indonesia.2

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Moralitas?
2. Bagaimanakah Hubungan Hukum dan Moralitas?
3. Apa sajakah Moralitas Profesi Hukum?
4. Bagaimana upaya penegakan hukum melanggaran Moralitas terhadap
profesi hukum?

C. Tujuan
1. Memahami arti Moralitas
2. Menguasai hubungan antara hokum dan moralitas
3. Agar mahasiswa mengetahui moral semua profesi hokum
4. Untuk mengetahui upaya penegak hokum melanggar moral terhadap profesi
hokum

BAB II
2
Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, 2006, hal. 38.

2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Moralitas
BerbicaratentangMoralitas, marikitalihatterlebihdahulu di
dalamKamusBahasa Indonesia apadefinisitentangmoralitas, Moralitasberarti Budi
Pekerti, SopanSantun, AdatKesopanan. Sementara kata Moralitas, berasaldari
kata “Moral” dan moral di
dalamkamusdidefinisikansebagaiajarantentangbaikburuk yang
diterimaumummengenaibudipekerti.Moralitasadalahsifat moral
ataukeseluruhanasasdannilai yang berkenaandenganbaikdanburuk
(Bertens,2002:7).
Jadi, jikakitaberbicaratentang ”Moralitasatau Moral”
pastikitamerujukkepadacaraberfikirdanbertindak yang dilandasiolehbudipekerti
yang luhur. Istilah moral jugabiasanyadipergunakanuntukmenentukanbatas-
batassuatuperbuatan, kelakuan, sifatdanperangkaidinyatakanbenar, salah, baik,
buruk, layakatautidaklayak,
patutmaupuntidakpatut. Moralitasdapatberasaldarisumbertradisiatauadat, agama
atausebuahideologiataugabungandaribeberapasumber. 
Ditinjaudarisudutetimologis, kata moral berasaldari kata mos,
bentukjamaknya mores yang berartiadatistiadatataukebiasaan.Kata mores
inimempunyaisinonimmos, moris, manner mores atau manners, morals.Moral
(Bahasa Latin Moralitas) adalahistilah manusia menyebutkemanusiaatau orang
lainnyadalamtindakan yang memilikinilaipositif.Moral
jugadapatdiartikansebagaisikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang
dilakukanseseorangpadasaatmencobamelakukansesuatuberdasarkanpengalaman,
tafsiran, suarahati, sertanasihat, dan lain-lain. DalambahasaIndonesia,kata moral
berartiakhlak (bahasa Arab) ataukesusilaan yang
mengandungmaknatatatertibbatinatautatatertibhatinurani yang
menjadipembimbingtingkahlakubatindalamhidup. Moral
merupakankondisipikiran, perasaan, ucapan, danperilakumanusia yang
terkaitdengannilai-

3
nilaibaikdanburuk.Istilahmoralitaskitakenalsecaraumumsebagaisuatusistemperatu
ran-peraturanperilakusosial, etikahubunganantar-orang.3
Manusia yang tidakmemiliki moral disebut amoral
artinyadiatidakbermoraldantidakmemilikinilaipositif di
matamanusialainnya.Sehingga moral adalahhalmutlak yang
harusdimilikiolehmanusia. Moral secaraekplisitadalahhal-hal yang
berhubungandenganprosessosialisasi individutanpa moral
manusiatidakbisamelakukan proses sosialisasi.
Penilaianterhadap moral
diukurdarikebudayaanmasyarakatsetempat.Moraladalahperbuatan/tingkahlaku/uc
apanseseorangdalamberinteraksidenganmanusia.Moral
adalahprodukdaribudayadan Agama.Setiapbudayamemilikistandar moral yang
berbeda-bedasesuaidengansistemnilai yang berlakudantelahterbangunsejak lama.
Cirimanusiabermoralataumanusiatidakbermoral, jikadilihatdaripengertiandan
beberapaistilahterkaitpengertian moral ciri orang
bermoraldantidakbermoraladalahjikaseseorangmelakukantindakansesuaidenganni
lai rasa danbudaya yang
berlakuditengahmasyarakattersebutdandapatditerimadalamlingkungankehidupans
esuaiaturan yang berlakumaka orang tersebutdinilaimemiliki moral. Kata moral
atau akhlak sering kali
digunakanuntukmenunjukkanpadasuatuperilakubaikatauburuk,
sopansantundankesesuaiannyadengannilai-nilaikehidupanpadaseseorang.
Sanksi moral itusendiriberupasanksidariTuhan yang
ditimpakankelakdiakhirat, sanksipadadirisendiri yang bersifatkejiwaan (sedih,
resah, malu,dsb), dansanksi yang berasaldarikeluargaataumasyarakat (dicemooh,
dicela, dikucilkan,dsb).4

B. Hubungan Hukum dan Moralitas


Dalam kehidupan bermasyarakat tidak akan terlepas dari ikatan nilai-nilai,
baik nilai-nilai agama, moral, hukum, keindahan, dan sebagainya. Hubungan
3
Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal
13
4
https://www.beritatransparansi.com/etika-profesi-hukum-dan-penegakan-hukum-di-indonesia-
hambatan-dan-upaya-mengatasinya/ diakses Jum’at 22 Februari 2019, Pukul 18.00 WIB

4
antara hukum dan moralitas sangat erat sekali. Tujuan hukum ialah mengatur tata
tertib hidup bermasyarakat sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Sedangkan
moral bertujuan mengatur tingkah laku manusia sesuai dengan tuntutan nilai-nilai
moral yang berlaku di masyarakat. Hukum berisikan perintah dan larangan agar
manusia tidak melanggar aturan-aturan hukum baik yang tertulis maupun tidak
tertulis. Moral menuntut manusia untuk bertingkah laku baik dan tidak melanggar
nilai-nilai etika atau moral. Berbeda dengan hukum, maka hakikat moralitas
pertama-tama terletak dalam kegiatan batin manusia. Moral berkaitan dengan
masalah perbuatan manusia, pikiran serta pendirian tentang apa yang baik dan
apa yang tidak baik, mengenai apa yang patut dan tida patut untuk dilakukan
seseorang. Dikatakan moralnya baik apabila sikap dan perbuatannya sesuai
dengan pedoman sebagaimana digariskan oleh ajaran Tuhan, hukum yang
ditetapkan pemerintah serta kepentingan umum. Pelanggaran terhadap norma
hukum sekaligus juga melanggar norma moral. Karena itu bagi pelanggar norma
hukum akan mendapat dua sanksi sekaligus, yaitu sanksi hukum dan sanksi
moral. Sanksi hukum berupa hukuman sesuai dengan aturan-aturan yang
ditetapkan pemerintah.  Sedangkan sanksi moral berupa: (1) sanksi dari Tuhan,
(2) sanksi pada diri sendiri, dan (3) sanksi yang berasal dari keluarga atau
masyarakat.
Nilai moral dan hukum mempunyai keterkaitan yang sangat erat sekali. Nilai
dianggap penting oleh manusia itu harus jelas, harus semakin diyakini oleh
individu dan harus diaplikasikan dalam perbuatan. Moralitas diidentikan dengan
perbuatan baik dan perbuatan buruk (etika) yang mana cara mengukurannya
adalah melalui nilai- nilai yang terkandung dalam perbuatan tersebut.
Pada dasarnya nilai, moral, dan hukum mempunyai fungsi yaitu untuk
melayani manusia.pertama, berfungsi mengingatkan manusia untuk melakukan
kebaikan demi diri sendiri dan sesama sebagai bagian dari
masyarakat. kedua, menarik perhatian pada permaslahan-permasalahan moral
yang kurang ditanggapi manusia. Ketiga, dapat menjadi penarik perhatian
manusia kepada gejala “Pembiasaan emosional”
Selain itu fungsi dari nilai, moral dan hukum yaitu dalam rangka untuk
pengendalian dan pengaturan. Pentingnya system hukum ialah sebagai

5
perlindungan bagi kepentingan-kepentingan yang telah dilindungi agama, kaidah
kesusilaan dan kaidah kesopanan karena belum cukup kuat untuk melindungi dan
menjamin mengingat terdapat kepentingan-kepentingan yang tidak teratur. Untuk
melindungi lebih lanjut kepentingan yang telah dilindungi kaidah-kaidah tadi
maka diperlukanlah system hukum.
K. Bertens menyatakan ada setidaknya empat perbedaan antara hukum dan
moral,pertama, hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas (hukum lebih
dibukukan daripada moral), kedua, meski hukum dan moral mengatur tingkah
laku manusia, namun hukum membatasi diri pada tingkah laku lahiriah saja,
sedangkan moral menyangkut juga sikap bathin seseorang, ketiga, sanksi yang
berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang berkaitan dengan
moralitas, keempat, hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akhirnya
atas kehendak negara sedangkan moralitas didasarkan pada norma-norma moral
yang melebihi para individu dan masyarakat5.
Moral sebenarnya tidak dapat lepas dari pengaruh sosial budaya, setempat
yang diyakini kebenarannya. Moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia
sebagai manusia. Hal tersebut akan lebih mudah kita pahami manakala
mendengar orang mengatakan perbuatannya tidak bermoral. Perkataan tersebut
mengandung makna bahwa perbuatan tersebut dipandang buruk atau salah karena
melanggar nilai-nilai dan norma-norma moral yang berlaku dalam masyarakat.
Di sisi lain, etika dapat dibagi menjadi etika umum dan etika khusus. Etika
khusus selanjutnya dibedakan lagi menjadi etika individual dan etika sosial.
Pembedaan etika menjadi etika umum dan etika khusus ini dipopulerkan oleh
Magnis Suseno dengan istilah etika deskriptif. Lebih lanjut Magnis Suseno
menjelaskan bahwa etika umum membahas tentang prinsip-prinsip dasar dari
moral, seperti tentang pengertian etika, fungsi etika, masalah kebebasan,
tanggung jawab, dan peranan suara hati. Di lain pihak, etika khusus menerapkan
prinsip-prinsip dasar dari moral itu pada masing-masing bidang kehidupan
manusia. Adapun etika khusus yang individual memuat kewajiban manusia
terhadap diri sendiri sedangkan etika sosial membicarakan tentang kewajiban
manusia sebagai anggota umat manusia.6
5
A. Purwa hadiwardoyo, Moral dan masalahnya, Kanisius, Yogyakarta, 1994, hal 13
6
DRS.H. ADNAN QOHAR, Pengertian Etika dan Profesi Hukum, WKPA Jombang

6
C. Moralitas Profesi Hukum
Moral profesi hukum adalah norma moral yang harus ditaati oleh mereke
yang berprofesi dibidang hukum. Untuk membuat hukum yang baik diperlukan
oleh orang-orang yang memiliki moral dan etika yang baik. Demikian juga untuk
melaksanakan dan penegakkannya. Beberapa contoh bidang-bidang profesi
penegak hukum antara lain:
1. Hakim
Moral hakim adalah norma etika yang berlaku dan harus ditaati oleh
hakim, organisasi ini dibuat oleh organisasi mereka yang berprofesi
sebagai hakim, yaitu Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), dalam munas
IKAHI VIII di Bandung tanggal 30 Maret 2001 diputuskan profesi kode
etik hakim Indonesia. Dalam moral tersebut antara lain dinyatakan7:
1. Kode etik profesi hakim dan pedoman tingkah laku
2. Maksud dan tujuan
3. Sifat hakim
4. Sikap hakim
5. Kewajiban dan larangan hakim
6. Komisi Kehormatan profesi hakim
7. Sangsi
8. Pemeriksaan
2. Moral Jaksa
Sebagai pelengkapan dari pembinaan dan etika profesi sebagai jaksa
berdasarkan Keputusan Jaksa Agung Nomor: Kep/074/j.a.7/1978 tanggal
17 Juli 1978 disahkan Panji Adhyaksa. Panji ini merupakan perangkat
kejaksaan, lambang kebanggaan korps, lambang cita-cita kejaksaan dan
pengikat jiwa korps kejaksaan. Pada panji tersebut terdapat lambang
korps kejaksaan.
Moral serupa dengan moralitas profesi yang lain. Mengandung nilai-
nilai luhur dan ideal sebagai pedoman berperilaku dalam satu profesi.
Yang apabila nantinya dapat dijalankan sesuai dengan tujuan akan
melahirkan jaksa-jaksa yang memang mempunyai kualitas moral yang

7
Suparman Usman, Op. Cit., hal 162.

7
baik dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga kehidupan peradilan di
Negara kita akan mengarah pada keberhasilan.
Sebagai komponen kekuasaan eksekutif di bidang penegak hukum,
adalah tepat jika setelah kurun waktu tersebut, kejaksaan kembali
merenungkan keberadaan institusinya, sehingga dari perenungan ini,
diharapkan dapat muncul kejaksaan yang berparadigma baru yang
tercermin dalam sikap, pikiran dan perasaan, sehingga kejaksaan tetap
mengenal jati dirinya dalam memenuhi panggilan tugasnya sebagai wakil
negara sekaligus wali masyarakat dalam bidang penegakan hukum.
Dalam rangka mewujudkan jaksa yang memiliki integritas
kepribadian serta disiplin tinggi guna melaksanakan tuigas penegakan
hokum dalam rangka mewujudkan keadilan dan kebenaran, maka
dikeluarkanlah kode prilaku jaksa sebagaimana tertuang dalam peraturan
jaksa agung RI (PERJA) No. : Per-067/A/JA/07/2007 tanggal 12 Juli
2007.
Dalam kode perilaku jaksa antara lain disebut:
1. Kewajiban pasal (3)
2. Mentaati kaidah hokum, peraturan perundang-undang dan
peraturan kedinasan yang berlaku
3. Menghormati prinsip cepat, sederhana, biaya ringan sesuai dengan
asas peradilan yang diatur dalam KUHAP.
4. Berdasarkan pada keyakinan dan alat bukti yang sah untuk
mencapai keadilan kebenaran
5. Bersikap mandiri, bebas dari pengaruh, tekanan/ ancaman, opini
public secara langsung atau tidak langsung
6. Bertindak secara objektif dan tidak memihak
7. Memberitahukan dan atau memberikan hak-hak yang dimiliki oleh
tersangka/terdakwa maupun korban
8. Membangun dan memelihara hubungan antara aparat penegak
hokum dan mewujudkan system peradilan pidana terpadu
9. Mengundurkan diri dari penanganan perkara yang mempunyai
kepentingan pribadi atau keluarga, mempunyai hubungan

8
pekerjaan, partai atau financial atau mempunyai nilai ekonomis
secara langsung atau tidak langsung
10. Menyimpan dan memegang rahasia sesuatu yang seharusnya
dirahasiakan
11. Menghormati kebebasan dan perbedaan pendapat sepanjang tidak
melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
12. Menghormati dan melindungan hak-hak asasi manusia dan hak-
hak kebebasan sebagaimana yang tertera dalam peraturan
perundang-undang dan instrument hak asasi manusia yang
diterima secara universal.
13. Menanggapi kritik dengan arif dan bijaksana
14. Bertanggung jawab secara internal dan berjenjang, sesuai dengan
prosedur yang ditetapkan
15. Yang bertanggung jawab secara eksternal kepada public sesuai
dengan kebijakan pemerintah dan aspirasi masyarakat tentang
keadilan dan kebenaran
Larangan (pasal 4)
Dalam menjalankan tugas profesi jaksa dilarang:
1. Menggunakan jabatan dan atau kekuasaanya untuk kepentingan
pribadi atau pihak lain
2. Merekayasa fakta-fakta hokum dalam penanganan perkara
3. Menggunakan kapasitas dan otoritasnya untuk melakukan
penekanan secara fisik atau dan psikis
4. Meminta dan atau menerima  hadiah dan atau keuntungan serta
melarang keluarganya meminta dan atau menerima hadiah dan
atau keuntungan sehubungan dengna jabatannya
5. Menangani perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau
keluarga, atau mempunyai hubungan pekerjaan, partai, atau
financial atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung atau
tidak langsung
6. Bertindak diskriminatif dalam bentuk apapun

9
7. Membentuk opini public yang dapat merugikan kepentingan
kepenegakan hokum
8.  Memberikan keterangan kepada public kecuali terbatas pada hal-
hal teknis perkara yang ditangani
Sanksi
Jaksa yang melanggar akan diberikan sanksi yang sesuai dengan
pasal 5, yaitu;
9. (1) Pelanggaran yang dilakukan oleh Jaksa terhadap Kode
Perilaku Jaksa  dapat berupa tidak melaksanakan kewajiban
dan/atau melakukan perbuatan yang dilarang. Jaksa yang tidak
melaksanakan kewajiban dan/atau melakukan perbuatan yang
dilarang  dapat dijatuhi tindakan administratif.
10. (2) Penjatuhan tindakan administratif kepada Jaksa berdasarkan
Kode Perilaku Jaksa tidak menghapuskan pemberian sanksi
pidana, antara lain berdasarkan KUHP, Undang-Undang Tindak
Pidana Korupsi, dsb; pemberian sanksi berdasarkan Undang-
Undang Kejaksaan dan turunannya serta pemberian hukuman
disiplin pegawai negeri berdasarkan PP 30 Tahun 1980.
11. (3a) Tindakan administratif berupa pembebasan dari tugas-tugas
Jaksa berarti pencabutan segala wewenang yang melekat pada
fungsi Jaksa.
12. (3b) Tindakan administartif berupa pengalihtugasan pada satuan
unit kerja yang lain maksudnya adalah pengalihtugasan pada
satuan unit kerja yang kelasnya lebih rendah  paling singkat
selama 1 (satu) tahun, dan paling lama 2 (dua) tahun. Setelah
masa  menjalani tindakan administratif selesai, maka Jaksa yang
bersangkutan dapat dialihtugaskan lagi ketempat yang setingkat
dengan pada saat sebelum menjalani tindakan administratif8.

3. Moral Advokat

Evy Lusia Ekawati, Peranan Jaksa Pengacara Negara dalam Penanganan Perkara
8

Perdata, Genta Publishing, Yogyakarta, 2012, hal.8- 12.

10
Adokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela
perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada
kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan. Hak Imunitas
Advokat adalah hak advokat yang tidak dapat dituntut baik secara perdata
maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik
untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan. Hak atas
informasi dalam menjalankan profesinya advokat berhak memperoleh
informasi, data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi pemerintah
maupun pihak lain yang berkaitan untuk pembelaan kepentingan lainnya.
Advokat dalam menjalankan tugas dilarang membeda-bedakan karena
jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial
dan budaya. Advokat tidak dapat diidentikan dengan kliennya dalam
membela perkara kliennya.
Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui dari
kliennya, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Advokat berhak
atas kerahasian hubungannya dengan klien, termasuk perlindungan atas
dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan
terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik. Advokat juga wajib
memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan oleh klien,
dan tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan antara
advokat dan kliennya.
Advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan
kepentingan tugas dan martabat profesinya. Advokat dilarang memegang
jabatan lain yang meminta pengabdian sedemikian rupa sehingga
merugikan profesi advokat atau mengurangi kebebasan dan kemerdekaan
dalam menjalankan tugas profesinya. Advokat yang menjadi pejabat
negara tidak melaksanakan tugas profesi advokat selama memangku
jabatan tersebut9.

4. Moral Notaris

9
Munir Fuady, Profesi Mulia: Etika Profesi bagiHakim, Jaksa, Advokat, Notaris, Kurator, dan Pengurus,
Jakarta, Citra Aditya Bakti, 2006, hal. 83.

11
Kode Etik Notaris merupakan suatu kaidah moral yang ditentukanoleh
perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia berdasarkan Keputusan
KongresPerkumpulan dan/atau yang ditentukan dan diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang
berlaku bagi, serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota
perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas clan jabatan
Notaris.10
Dasar hukum mengenai keberadaan Notaris/lembaga notariat terdapat
pada Buku Ke-empat KUH Perdata tentang Pembuktian dan
Kedaluwarsa. Dikenal adanya alat bukti tertulis, alat bukti tertulis yang
paling kuat adalah berbentuk akta otentik.
Yang dimaksudkan dengan akta otentik (Pasal 1868 KUH Perdata)
adalah suatu akta yang didalam bentuk yang telah ditentukan oleh
undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai / pejabat
umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuat.
Pejabat yang berwenang membuat akta otentik ini ditentukan, dengan
undang-undang. Notaris diatur dalam NOTARIS REGLEMENT S. 1860
No. 3 yang menggantikan Instructie voor Notarissen in Indonesia S. 1822
No. 11. Yang disebut NOTARIS adalah pejabat umum yang satu-satunya
berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum
atau oleh yang berkepentingan, dikehendaki untuk dinyatakan dalam
suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya
dan prosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta
itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan
pada pejabat atau orang-orang lain.
Inti tugas Notaris sebagai Pejabat Umum adalah mengatur secara
tertulis dan autentik hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang
secara mufakat meminta jasa-jasa notaris, yang pada asasnya sama
dengan tugas hakim memberi putusan tentang keadilan para pihak yang
bersengketa.
10
http://mkn-unsri.blogspot.com/2012/08/tinjauan-terhadap-kode-etik-notaris.html diakses Jum;at
22 Februari 2019, Pukul 16.00 WIB

12
Notaris merupakan jabatan bebas dari pengaruh tekanan, maka jabatan
notaris diangkat oleh kepala negara. Notaris dalam membuat grosse akta
tertentu dicantumkan kalimat “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa” ini membawa konsekwensi mempunyai kekuatan
eksekutorial11.
D. Upaya penegakan hukum
1. Pelanggaran Moralitas terhadap penegak hukum
Moral/Kode etik merupakan bagian dari hukum positif tetapi tidak
mempunyai sangsi yang keras. Keberlakuan kode etik porfesi semata-
mata berdasarkan moral anggota profesi, berbeda dengan keberlakuan
peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa dan dibekali
dengan sangsi yang keras. Jika seseorang tidak patuh kepada peraturan
perundang-undangan dia akan dikenai sangsi oleh negara, karena tidak
mempunya sangsi keras, maka pelanggar kode etik profesi tidak
merasakan akibat dari perbuatannya. Malahan dia merasa seperti tidak
apa-apa dan tidak berdosa.12
Sering terjadinya perbuatan profesional yang mengabaikan kode etik
profesi karena beberapa alasan yang paling mendasar, baik sebagai
individu anggota masyarakat maupun karena hubungan kerja dalam
organisasi profesi, disamping sifat manusia yang konsumerisme dan
imbalan jasa yang tidak sebanding dengan jasa yang diberikan. Atas dasar
faktor tersebut, maka dapat di jabarkan hambatan penegakan etika profesi
hukum, Antara lain:
1. Pengaruh sifat kekeluargaan
2. Pengaruh jabatan.
3. Pengaruh konsumerisme.
4. Karena lemah Iman.
5. Pengaruh sifat kekeluargaan
Salah satu ciri kekeluargaan itu memberi perlakuan dan penghargaan
yang sama terhadap anggota keluarga dan ini dipandang adil, berbeda
11
A. A.Andi Prajitno, Pengetahuan Praktis Tentang Apa dan Siapa Notaris di Indonesia, Selaras,
Malang, 2012, hal.4-6.
12
http://ujeberkarya.blogspot.co.id/2010/05/penegak-hukum-dan-kode-etik.html diakses
Juma’t 22 Februari 2019, Pukul 20.30 WIB

13
dengan perlakuan terhadap orang bukan keluarga. Hal ini berpengaruh
terhadap perilaku profesional hukum yang terikat pada kode etik profesi,
yang seharusnya memberikan perlakuan yang sama terhadap klien.
2. Pengaruh jabatan
Seyogyanya, salah satu ciri jabatan adalah bawahan menghormati dan
taat kepada atasan. Fungsi eksekutif terpisah dengan fungsi yudikatif.
Seorang hakim memegang dua fungsi sebagai pegawai negeri sipil dan
sebagai hakim. menurut kode etik hakim, hakim memutus perkara dengan
adil tanpa pengaruh atau tekanan dari pihak manapun.
Perkara yang diperiksa oleh hakim diatas ternyata ada hubungan
dengan seorang pejabat yang atasannya sendiri. Dalam kasus ini disatu
pihak hakim cenderung hormat kepada atasan dan bersedia membela
atasan sebab jika tidak mungkin hakim tersebut akan dipersulit naik
pangkat atau dimutasikan. Dilain pihak, pejabat mempunyai pengaruh
terhadap bawahan dan karena itu mengirim nota pada hakim agar
menyelesaikan perkara tersebut dengan sebaik-baiknya yang berkonotasi
pada membela atasan. Seharusnya hakim berlaku adil dan tidak memihak,
namun ternyata memihak atasannya. Dalam hal ini kode etik profesi di
abaikan oleh profesional. Seharusnya masalah
3. Pengaruh Konsumerisme
Gencarnya perusahaan-perusahaan mempromosikan produk mereka
melalui iklan media masa akan cukup berpengaruh terhadap peningkstsn
kebutuhan yang tidak sebanding dengan penghasilan yang diterima oleh
penegak hukum. Hal ini mendorong penegak hukum berusaha
memperoleh penghasilan yang lebih besar melalui jalan pintas atau
terobosan profesional, yaitu dengan mencari imbalan jasa dari pihak yang
dilayaninya.
Seharusnya pemenuhan kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dengan
melakukan kerja ekstra apa saja yang dapat menjadi sumber penghasilan
tambahan baik berkenaan dengan profesi maupun diluar profesi. Kerja
keras adalah konsep manusia dan ini menjadi lambang martabat manusia.

14
Hal ini merupakan sumber penghasilan tanpa melanggar kode etik
profesi.
4. Pengaruh Lemah Iman
Salah satu syarat menjadi profesional adalah takwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, yaitu melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-
NYA. Ketakwaan ini adalah dasar moral manusia, jika manusia
mempertebal iman dan takwa maka didalam diriakan tertanam modal
yang menjadi rem untuk berbuat buruk, dengan takwa manusia semakin
sadar bahwa kebaikan akan dibalas dengan kebaikan, sebaliknya
keburukan akan dibalas dengan keburukan. Dengan takwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa profesional memiliki benteng moral yang kuat, tidak
mudah tergoda dan tergiur dengan berbagai macam bentuk materi
disekitarny. Dengan iman yang kuat kebutuhan materi akan dipenuhi
secara wajar dan itulah kebahagiaan.
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa kode etik profesi adalah
bagian dari hukum positif, tetapi tidak memiliki upaya memaksa yang
keras. Hal ini merupakan kelemahan kode etik profesi bagi aparat
penegak hukum yang lemah iman. Untuk mengatasi kelemahan tersebut
maka upaya alternatif yang dapat ditempuh ialah memasukkan upaya
pemaksa yang keras kedalam kode etik profesi. Alternatif tersebut dapat
di tempuh dengan dua cara, yaiu dengan memasukkan klausul atau
kedudukan pada hukum positif undang-undang didalam rumusan kode
etik profesi. Atau legalisasi kode etik profesi melalui pengadilan Negeri
setempat. Sebagai berikut:
1. Klausula Penundukkan pada Undang-Undang
Setiap Undang-undang mencantumkan dengan tegassangsi yang
diancamkan kepada pelanggarnya. Dengan demikian menjadi
pertimbangan bagi warga, tidak ada jalan lain selain taat, jika terjadi
pelanggaran berati warga yang bersangkutan bersedia dikenai sangsi
yang cukup memberatkan atau merepotkan baginya.

2. Legalisasi Kode etik profesi

15
Kode etik profesi adalah semacam perjanjian bersama semua
anggota bahwa mereka berjanji untuk memenuhi kode etik yang telah
dibuatkan bersama. Dalam rumusan kode etik tersebut dinyatakan,
apabila terjadi pelanggaran kewajiban mana yang cukup diselesaikan
oleh dewan kehormatan, dan kewajiban mana yang harus
diselesaikan oleh pengadilan. Untuk memperoleh legalisasi ketua
profesi yang bersangkutan mengajukan permohonan kepada ketua
pengadila negeri setempat agar kode etik tersebut di sah kan dengan
akta penetapan pengadilan yang berisi perintah penghukuman kepada
setiap anggota untuk mematuhi kode etik terbut. Jadi, kekuatan
berlaku dan mengikat. Apabila ada yang melanggar kode etik maka
dengan surat perintah, pengadilan memaksakan pemulihan itu.13

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Soerjanto Poespowardojo, menuju kepada manusia seutuhnya dalam bunga rampai


13

sekitar manusia, gramedia, Jakarta, 1994, hal 72

16
1. Kode etik Hakim
Kode etik profesi hakim adalah norma etika yang berlaku dan harus
ditaati oleh hakim, organisasi ini dibuat oleh organisasi mereka yang
berprofesi sebagai hakim, yaitu Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), dalam
munas IKAHI VIII di Bandung tanggal 30 Maret 2001 diputuskan profesi
kode etik hakim Indonesia. Dalam kode etik tersebut antara lain dinyatakan:
a. Kode etik profesi hakim dan pedoman tingkah laku
b. Maksud dan tujuan
c. Sifat hakim
d. Sikap hakim
e. Kewajiban dan larangan hakim
f. Komisi Kehormatan profesi hakim
g. Sangsi
h. Pemeriksaan
2. Moral Jaksa antara lain disebut:
a. Mentaati kaidah hokum, peraturan perundang-undang dan peraturan
kedinasan yang berlaku
b. Menghormati prinsip cepat, sederhana, biaya ringan sesuai dengan asas
peradilan yang diatur dalam KUHAP.
c. Berdasarkan pada keyakinan dan alat bukti yang sah untuk mencapai
keadilan kebenaran
d. Bersikap mandiri, bebas dari pengaruh, tekanan/ ancaman, opini public
secara langsung atau tidak langsung
e. Bertindak secara objektif dan tidak memihak
f. Memberitahukan dan atau memberikan hak-hak yang dimiliki oleh
tersangka/terdakwa maupun korban
g. Membangun dan memelihara hubungan antara aparat penegak hokum
dan mewujudkan system peradilan pidana terpadu
h. Mengundurkan diri dari penanganan perkara yang mempunyai
kepentingan pribadi atau keluarga, mempunyai hubungan pekerjaan,
partai atau financial atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung
atau tidak langsung

17
i. Menyimpan dan memegang rahasia sesuatu yang seharusnya
dirahasiakan
j. Menghormati kebebasan dan perbedaan pendapat sepanjang tidak
melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
k. Menghormati dan melindungan hak-hak asasi manusia dan hak-hak
kebebasan sebagaimana yang tertera dalam peraturan perundang-
undang dan instrument hak asasi manusia yang diterima secara
universal.
l. Menanggapi kritik dengan arif dan bijaksana
m. Bertanggung jawab secara internal dan berjenjang, sesuai dengan
prosedur yang ditetapkan
n. Yang bertanggung jawab secara eksternal kepada public sesuai dengan
kebijakan pemerintah dan aspirasi masyarakat tentang keadilan dan
kebenaran
3. Moral Advokad
Advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan
kepentingan tugas dan martabat profesinya. Advokat dilarang memegang
jabatan lain yang meminta pengabdian sedemikian rupa sehingga
merugikan profesi advokat atau mengurangi kebebasan dan kemerdekaan
dalam menjalankan tugas profesinya. Advokat yang menjadi pejabat
negara tidak melaksanakan tugas profesi advokat selama memangku
jabatan tersebut
4. Moral Notaris
Pejabat yang berwenang membuat akta otentik ini ditentukan, dengan
undang-undang. Notaris diatur dalam NOTARIS REGLEMENT S. 1860
No. 3 yang menggantikan Instructie voor Notarissen in Indonesia S. 1822
No. 11. Yang disebut NOTARIS adalah pejabat umum yang satu-satunya
berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum
atau oleh yang berkepentingan, dikehendaki untuk dinyatakan dalam
suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya
dan prosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta

18
itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan
pada pejabat atau orang-orang lain.

DAFTAR PUSTAKA
A. Andi Prajitno, Pengetahuan Praktis Tentang Apa dan Siapa Notaris di Indonesia,
Selaras, Malang, 2012.
Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006

19
Adnan Qohar, Pengertian Etika dan Profesi Hukum, WKPA Jombang, 2002.
Purwa Hadiwardoyo, Moral dan Masalahnya, Kanisius, Yogyakarta, 1994.
Evy Lusia Ekawati, Peranan Jaksa Pengacara Negara dalam Penanganan Perkara
Perdata, Genta Publishing, Yogyakarta, 2012.
Munir Fuady, Profesi Mulia: Etika Profesi bagiHakim, Jaksa, Advokat, Notaris,
Kurator, dan Pengurus, Jakarta, Citra Aditya Bakti, 2006.
Soerjanto Poespowardojo, Menuju Kepada Manusia Seutuhnya Dalam Bunga
Rampai Sekitar Manusia, Gramedia, Jakarta, 1994.
Suparman Usman, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Gaya
Media Pratama, Jakarta, 2008.
Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, 2006.
https://www.beritatransparansi.com/etika-profesi-hukum-dan-penegakan-hukum-di-
indonesia-hambatan-dan-upaya-mengatasinya/
http://ujeberkarya.blogspot.co.id/2010/05/penegak-hukum-dan-kode-etik.html
http://mkn-unsri.blogspot.com/2012/08/tinjauan-terhadap-kode-etik-notaris.html

20

Anda mungkin juga menyukai