Dosen pengampu :
Disusun Oleh :
2023
+
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................................................2
1. Asumsi Dasar Perilaku Manusia Dalam..................................................................................3
A. Perluasan konsep rasionalitas dalam teori ekonomi dengan memasukkan asumsi-asumsi
dasar perilaku manusia yang lebih realistis..............................................................................3
B. Bounded rationality, Perilaku oportunis...............................................................................6
C. Rational choice vs. Rule-fullowing behavior.......................................................................9
2. Eksplanasi dalam Teori: Realism Vs Instrumentalism........................................................11
3. Variabel intitusi dalam Eksplanasi teori...............................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................14
1. Asumsi Dasar Perilaku Manusia Dalam
A. Perluasan konsep rasionalitas dalam teori ekonomi dengan memasukkan asumsi-
asumsi dasar perilaku manusia yang lebih realistis
Rasionalitas merupakan istilah yang berkaitan dengan gagasan akal yang
berkonotasi pada proses berpikir dalam memberikan laporan atau keterangan.
Rasionalitas menyangkut dua aspek, yaitu (1) aspek yang berkaitan dengan pemahaman,
kecerdasan dan pengambilan keputusan, (2) kemasukakalan dari penjelasan, pemahaman
atau pembenaran. Rasionalitas juga mengandung makna quality of being rational
(kualitas menjadi rasional), possession of reason (mengandung alasan), reasonableness
(layak), rational act or belief (tindakan atau keyakinan yang rasional). Makna terakhir
menunjukkan bahwa rasionalitas mengarah pada dua dimensi, yaitu keyakinan dan
tindakan yang menurut pelakunya sebagai rasional (dan rasional sendiri digerakkan oleh
akal budi) (Isfandiar, 2015).
Konsep rasionalitas dalam ekonomi sering memunculkan istilah rational
economicman, yang dalam ekonomi konvensional menyamakan rasional tersebut dengan
serving of self-interest throug the maximization of wealth and want satisfaction. Kendali
self-interest didasarkan hanya pada the moral equivalent of the force of gravity in nature
(Isfandiar, 2015). Menurut Eisenhardt (1989) (Sari & Meiranto, 2017) ia mengemukakan
adanya tiga asumsi sifat dasar manusia, yaitu: (1) manusia mementingkan dirinya sendiri
(Self Interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas untuk persepsi masa mendatang
(Bounded Rationality), (3) manusia selalu menghindari resiko (Risk Adverse).
Rasionalitas sangat dekat dengan self-interest, sehingga terdapat beberapa
kategori, yaitu: (1) himpunan alternatif yang terbuka untuk dipilih, (2) hubungan yang
menentukan imbalan (“kepuasan”, “pencapaian tujuan”) sebagai fungsi dari alternatif
yang dipilih, dan (3) urutan prefrensi di antara imbalan (H. A. Simon, 1955). Menurut
Walter Nicholson (Isfandiar, 2015) self-interest didasarkan pada 3 sifat manusia yang
menjadi ungkapan kecenderungan manusia yaitu:
1. Completencess (kelengkapan), maknanya pada situasi yang sama manusia tidak dapat
mempunyai pilihan yang jelas karena keduanya menjadi prioritas dan diperlukan,
2. Transitivity (transitivitas), maknanya ada prioritas pilihan
3. contiunuity (kesinambungan), maknanya berbagai hal yang dibutuhkan untuk
menunjang tercapainya tujuan harus pula menjadi prioritas pilihan. Kecenderungan itu
mengiring manusia secara natural dan naluriah membangun preferensinya.
Menurut R. Varian (Isfandiar, 2015) membuat tidak asumsi tentang preferensi, yaitu:
Anggapan yang bersifat universal tersebut, didukung oleh anggapan yang hanya
terdapat dalam ajaran Islam dan hanya diyakini oleh seorang muslim, yaitu (1) adanya
kehidupan setelah kematian di dunia, (2) kehidupan dunia merupakan media untuk
mencapai kehidupan akhirat, dan (3) sumber utama hanyalah Qur’an dan Hadits
(Isfandiar, 2015).
Rasionalitas dalam ekonomi islam mempunyai batasan-batasan tertentu, karena
rasionalitas yang berbasis akal harus dikendalikan oleh etika dan norma, yang digali ddari
ajaran islam yang berasal dari sumber otoritatif yaitu Qur’an dan Hadis. Etika, bukan
hanya berlaku sebagai border (pembatas), akan tetapi ia secara internal dan inheren
berlaku pada setiap muslim dalam berperilaku ekonomi. Oleh karena itu, rasionalitas
dalam ekonomi islam berorientasi pada subyek yakni perilaku muslim dalam ekonomi.
Sehingga pandangan rasionalitas dalam ekonomi islam berimplikasi pada dihadapkannya
rasionalitas yang berbasis ajaran islam dengan pemahaman rasionalitas uang selama ini
berkembang pada perekonomian modern (Isfandiar, 2015).
Prilaku mengikuti aturan ialah fenomena dimana kita tampak terbimbing dan s
ecra normatif dibatasi sesuatu (Reiland, 2023). Norma/aturan ialah nilai bersama yang
mengatur prilaku individu dalam suatu masyarakat atau kelompok. Menurut Plateau
(2000) perkembangan dalam pembangunan ekonomi telah terjadi dimana saat ini tuju
an nilai-nilai sosial memperoleh ruang yang lebih luas. Norma sosial ialah didefinisik
an sebagai aturan yang menetukan perilaku bersama dalam suatu kelompok individu j
uga dipahami sebagai ronsip keadilan yang mengarahkan pelaku untuk berprilaku yan
g tidak mementingkan diri sendiri
Norma ialah sesuatu yang dipakai untuk mengukur sesuatu yang lain atau seb
uah ukuran, norma ialah kaidah atau petunjuk untuk hidu (bertingkah laku) sebagaima
na mestinya terhadap sesame manusia maupun terhadap alam dalam suatu masyarakat
Fungsi norma ialah sebagai pedoman membuat atau melakukan sesuatu dan ukuran u
ntuk mempertimbangkan sesuatu (De & Soemargono, 1987)
Konsep-konsep norma menurut Coleman ialah sebagai berikut:
a) Norma menentukan tindakan yang harus dilakukan oleh sekelomok orang
b) Norma dicipta secara sengaja
c) Norma diciptakan dan dipertahankan karena ada manfaat: untuk bila patuh dan ru
gi bila melanggar
d) Norma ditegakkan melalui sanksi, imbalan ika tidakan benar dan hukuman bila tid
akan tidak benar
e) Orang-orang yang patuh terhadap norma yang berlaku, menyatakan adanya hak u
ntuk menerapkan sanksi apabila melanggar dan mengakui hak orang lain yang ber
pegang pada norma tersebut
f) Tindakan dalam mematuhi norma tersebut akan mempengaruhi tindakan yang sa
ma kepada orang lain yakni mematuhi norma karena ada manfaat dalam melakuka
n kepatuhan tersebut.
Sebuah tindakan dapat dinilai rasional secara langsung, tetapi hanya dengan
mempertimbangkan sejauh mana tindakan tersebut sesuai dengan aturan yang rasiona
l untuk diikuti, dengan kata lain sebuah aturan tindakan adalah rasional jika dengan m
engikuti aturan tersebut. (Kaisla, 2000)
Gagasan filosofis tentang realisme mempunyai akar yang tajam pada ontologi, yaitu
penyelidikan terhadap hakikat keberadaan, apa yang ada atau ada, bersama dengan hakikat objek
kajian. Realisme adalah bagian tak terpisahkan dari metodologi atau kebijakan ekonomi (Qadri,
2021). Realisme bukanlah paradigma monolitik, melainkan sebuah program penelitian yang
menggabungkan berbagai aliran. Saat memperdebatkan banyak isu di luar program penelitian,
berbagai versi realisme memiliki kesamaan inti asumsi dan proposisi. Dan lagi-lagi, terdapat
perbedaan pendapat mengenai komponen mana yang pantas disebut sebagai asumsi inti, mana
yang merupakan proposisi 'sekadar', dan mana yang tidak dimasukkan ke dalam kelompok
terluar (Barth, 2000).
Meski jelas dalam menggambarkan tren sejarah secara keseluruhan, realisme mendapat
kritik keras dalam beberapa dimensi. Pertama, paham realis memandang negara sebagai 'kotak
hitam' yang kurang memahami bagaimana kepentingan nasional disusun. Kedua, realisme
dikritik karena pendekatannya yang terlalu materialistis. Peran ide, nilai, institusi, dan norma
masih diremehkan. Misalnya, Hans Morgenthau, bapak pendiri realisme politik kontemporer,
menyalahkan negara demokrasi liberal Barat karena lemah dalam bereaksi terhadap ancaman
fasisme. Ketiga, realisme biasanya disebut sebagai teori kekuatan dunia, yang menempuh mata
kuliah politik kekuasaan. Oleh karena itu, realisme perlu dilengkapi dengan asumsi teori-teori
IPE yang bersaing: Marxisme, liberalisme, konstruktivisme (Kat, 2015).
Tesis mendasar dari instrumentalisme adalah bahwa penalaran praktis hanya terdiri dari
penalaran tujuan akhir. Artinya, penalaran praktis pada dasarnya adalah tentang penggunaan
pengetahuan seseorang tentang hubungan sebab-akibat, hubungan konstitutif, dll., untuk
mencapai tujuan dan keinginan seseorang dan penalaran praktis tidak lebih dari itu. Namun
beberapa tujuan harus diberikan pada awal proses ini. Jadi, klaim penting lainnya dari
instrumentalisme adalah bahwa ada tujuan-tujuan tertentu (yang disebut tujuan akhir )
yang tidak dianggap sebagai nilai instrumental melainkan memotivasi agen sebelum melakukan
musyawarah. Singkatnya, dua klaim karakteristik instrumentalisme adalah: (1) semua penalaran
praktis adalah penalaran tujuan dan (2) beberapa tujuan tidak mempunyai pembenaran lebih
lanjut (Hughes, 2009)
Studi ekonomi politik kritis, menurut Golding dan Murdock setidaknya terdapat dua varian
utama, yakni : instrumentalis dan strukturalis. Dalam analisis instrumentalis (Herman dan
Chomsky ) fokus utama diletakan pada bagaimana cara para pemilik modal menggunakan
kekuasaan ekonomi mereka dalam sebuah sistem pasar komersial untuk menjamin aliran
informasi publik yang sejalan dengan misi dan tujuan mereka. Sehingga yang terjadi adalah
adanya berubahnya fungsi media sebagai dominasi kelas. Akan tetapi, meskipun kapitalis
mempunyai kekuasaan untuk menentukan aliran informasi yang sesuai dengan pandangan
mereka, masih terdapat struktur yang lebih luas yang memberikan keterbatasan kepada kapitalis.
Menjadi penting untuk dilakukan adalah tugas dari analisis instrumentalis ini adalah berusaha
untuk menganalisa berbagai sifat dan sumber-sumber keterbatasan yang dimiliki oleh kapitalis
dan elit politik dalam struktur yang lebih besar tersebut (Triyono, 2012)
Saat ini jauh lebih sah dibandingkan, katakanlah, dua puluh tahun yang lalu jika kita
menganggap institusi sebagai masalah penelitian yang serius di bidang ekonomi. Masalah ini
bukan lagi satu-satunya keistimewaan para pengikut Veblen, Commons, Mitchell, Ayres, dan
lainnya dalam tradisi lama Amerika. Saat ini terdapat upaya-upaya baru yang dihormati secara
luas untuk berteori tentang logika tindakan kolektif (misalnya Olson 1965), hak milik (misalnya
Furubotn dan Pejovich 1974), hukum (misalnya Posner 1973), sistem pemerintahan politik.
Metodologi umum ilmu ekonomi saat ini sebagian besar disibukkan dengan pertanyaan-
pertanyaan penilaian epistemik, yaitu pertanyaan-pertanyaan epistemologis mengenai
penerimaan dan penolakan rasional terhadap teori-teori ekonomi. Kekhawatiran utamanya adalah
peran penting bukti empiris negatif dalam konteks dinamis pengujian dan kemajuan, yang diduga
tidak memiliki kesimpulan induktif.
Ilmu ekonomi institusionalis dalam pengertian minimal ini adalah ilmu ekonomi dengan
institusi yang berperan sebagai entitas penjelas atau entitas penjelas atau keduanya. Versi
institusionalisme yang berbeda kemudian dapat dipahami sebagai hal yang didasarkan pada
spesifikasi yang berbeda, seperti spesifikasi tentang bagaimana institusi dikonseptualisasikan;
bagaimana institusi dijelaskan; aspek kelembagaan apa saja yang dijelaskan; bagaimana institusi
digunakan untuk menjelaskan hal lain; terdiri dari apakah sesuatu yang lain ini, dsb. Hal ini akan
memberi kita berbagai macam institusionalisme. Garis pemisah antara institusionalisme lama
dan institusionalisme baru menjadi relatif, karena hanya satu dari sekian banyak institusi lain
yang memotong kedua kategori gabungan tersebut secara internal.
Mari kita lihat karakterisasi Richard Langlois mengenai ekonomi institusionalis baru
dalam kaitannya dengan 'tema' dan sebagai 'program penelitian' yang lebih spesifik. Dia
membedakan tiga tema bersama dan item terkait dalam program penelitian institusionalis baru
Saya merangkumnya sebagai berikut.
1. Pendekatan 'lain-lain atau topikal' yang 'menarik perhatian pada masalah-masalah ekonomi
yang diabaikan oleh para ekonom ortodoks yang tidak memiliki keterpaduan teoritis, karena
ilmu ekonomi dikatakan mempunyai batas-batas yang jelas dan pintu-pintu tetap terbuka
untuk topik atau proyek apa pun yang dapat menarik perhatian penyelidik institusionalis.
2. Pendekatan 'tematik' yang berfokus pada 'berbagai tema dasar yang sudah mapan' namun
masih kurang 'kerangka penafsiran menyeluruh yang ke dalamnya tema-tema dasar... dapat
dipadukan dalam satu kesatuan umum.
Gruchy kemudian mengakui bahwa 'mayoritas kaum institusionalis [tampaknya bukan tipe
institusionalis lama] menganut pendekatan aneka atau topika dalam studi ekonomi
institusional' dan bahkan segelintir orang tersebut (seperti Veblen, Mitchell, Commons,
Ayres, dan Galbraith) yang telah berupaya mengembangkan kerangka teoritis untuk
kelembagaan
DAFTAR PUSTAKA
De, V. H., & Soemargono, S. (1987). Pengantar Etika. Tiara Wacana Yogya.
Dwi Prawitasari, N. M., & Dwiana Putra, I. M. P. (2019). Pengaruh Perilaku Oportunistik,
https://doi.org/10.24843/eja.2019.v28.i03.p22
Gigerenzer, G. (2000). Adaptive Thinking Rationality In The Real World. Oxfor University
Press.
https://zuryawanisvandiarzoebir.wordpress.com/2008/08/10/rational-choice-theory-dan-
simbolik-interaksionisme/
Isfandiar, A. A. (2015). Melacak Teori Rasionalitas Ekonomi berbasis Islamic Ethics. Muqtasid:
https://doi.org/10.18326/muqtasid.v6i2.23-41
Universitas Brawijaya.
https://doi.org/10.21831/jpai.v14i2.12865
https://doi.org/10.1111/phc3.12900
Sari, A. R., & Meiranto, W. (2017). Pengaruh Perilaku Opportunistik, Mekanisme Pengawasan,
6, 1–17.
Simon, H. (1955). A Behavioral Model Of Rational Choice. Quarterly Journal of Economics, 69.
Simon, H. A. (1955). The Prussian Income Tax Author ( s ): Joseph A. Hill Source: The
Quarterly Journal of Economics , Vol. 6 , No. 2 ( Jan ., 1892 ), pp. 207-226 Published by: