Abstract
Since WHO on 12 March 2020 declared that COVID19 is a dangerous virus, public unrest
has become more and more - so that it causes scarcity of medical protection equipment.This
situation is usually marked by panic buying behavior that can trigger scarcity on a global scale.
If conventional economics argues that scarcity is an economic problem whose existence will
never disappear, then what about the perspective according to Islamic economics. Especially the
attitude of the Gorontalo people in responding to this phenomenon.
Abstrak
Semenjak WHO pada 12 maret 2020 mendeklarasikan bahwa COVID19 adalah virus yang
berbahaya, keresahan masyarakat semakin menjadi—jadi hingga menyebabkan kelangkaan pada
ketersediaan alat perlindungan medis, Situasi ini biasanya ditandai dengan perilaku panic buying
yang bisa memicu scarcity dalam skala global. Jika ekonomi konvensional berpendapat bahwa
kelangkaan adalah masalah perekonomian yang eksistensinya tidak akan pernah hilang, lantas
bagaimana dengan perpektif menurut ekonomi islam. Terutama sikap masyarakat gorontalo
dalam menyikapi fenomena ini.
Dua jenis gejala sosial yang muncul dan merebak di dunia kala awal masa pandmi adalah
panic buying yang menimbulkan scarcity atau kelangkaan. Barangbarang yang langka berupa
masker,hand sanitizer, obat-obatan pencegah flu maupun multi vitamin,bahan-bahan kimia untuk
pembuatan disinfektan dan beberapa rempahrempah yang dianggap dapat mencegah virus corona
jika mengkonsumsinya,seperti jahe,kencur yang harganya melambung tinggi dan langka dicari.
Berdasarkan analisa diatas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut kondisi sebab dan akibat
panic buying dan bagaimana kelangkaan alat perlindungan medis di Gorontalo diatasi.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan masyarakat Gorontalo dalam menyikapi kelangkaan masker pada
awal masa pandemi?
2. Apa tindakan efektif yang dilakukan masyarakat untuk meminimalisir kelangkaan
masker?
3. Bagaimana hasil analisis perbandingan fenomena kelangkaan dan pilihan menurut
pandangan ekonomi Islam dan Konvensional?
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian studi kasus dengan pendekatan
social kualitatif.
PEMBAHASAN
2.1 Kajian Teori
1. Panic Buying
Dikutip dari wartaekonomi.com.id Panic buying adalah sebuah situasi di mana banyak orang
tiba-tiba membeli makanan, bahan bakar, dll sebanyak mungkin karena mereka khawatir akan
sesuatu yang buruk yang mungkin terjadi. Serta jenis perilaku yang ditandai dengan peningkatan
cepat dalam volume pembelian, biasanya menyebabkan harga suatu barang atau keamanan
meningkat.
Rasa takut, Pada dasarnya, manusia memang sangat sensitif dan reaktif terhadap
rangsangan yang berupa ancaman.
Dipengaruhi oleh tindakan orang lain, Manusia bertindak semata-mata bukan karena
keinginan sendiri, kadang. Ketika orang lain melakukannya, maka kita pun cenderung
untuk juga melakukan hal yang sama. Begitu juga panic buying. Karena melihat orang
lain melakukannya, maka kita pun cenderung untuk ikut juga melakukannya. Ditambah
rasa takut terhadap ancaman, lengkaplah sudah motivasi kita untuk panic buying.
Kurangnya pengendalian diri yang dipicu lantaran rasa takut dan kecemasan berlebihan,
yang timbul lantaran rasa terancam., Membeli banyak barang akhirnya membuat kita bisa
mengatasi kecemasan dalam jangka pendek. Dengan melakukan panic buying, kita jadi
merasa bisa mengendalikan situasi, merasa tenang karena memiliki barang-barang yang
dibutuhkan untuk hidup.
2. Kelangkaan (scarcity)
“Economics is the science which studies human behaviour as a relationship between ends and
scarce means which have alternative uses”.
Dalam definisi di atas ekonomi adalah kajian tentang perilaku manusia yang berkaitan dengan
dua hal. Pertama adalah tujuan atau keinginan (ends) dan kedua adalah sumber daya yang
langka (scarce means).
Scarcity atau kelangkaan, menurut ilmu ekonomi, mempunyai dua makna, yaitu: pertama,
terbatas dalam arti tidak cukup dibandingkan dengan banyaknya kebutuhan manusia. Kedua
yaitu terbatas dalam arti manusia harus melakukan pengorbanan untuk memperolehnya.
3. Perilaku Konsumen
Konvensional : Rational Economic Man tidak ada batasan kebebasan memenuhi kepuasan dan
kepentingan diri sendiri. Biasanya konsep ini dikenal dengan Freedom of Action.
Islam : Islamic Economic Man artinya tidak mengonsumsi barang dengan niat kepuasan belaka.
Mempertimbangkan halal-haramnya, tidak materialistik , mengindahkan etika dan perilakunya
sejalan dengan prinsip Islam demi masyarakat yang seimbang.
Konvensional : Tidak membedakan antara kebutuhan dan keinginan karena jika tidak terpenuhi,
sama sama memberikan efek kelangkaan.
Islam : Membedakan antara kebutuhan dan keinginan . Meskipun begitu islam tidak melarang
manusia untuk menikmati keinginan, selama masih dalam batas yang wajar.
Penulis mengambil penelitian yang diikuti dengan kesesuaian tema terkait kelangkaan dan
pilihan menjelang masa pandemi. Objek penelitian dibatasi (dalam hal ini penulis meneliti
ketersediaan masker biasa dan masker yang sesuai dengan protocol kesehatan) dan subjek yang
dipakai adalah masyarakat Gorontalo. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan
kualitatif. Hasil data yang diteliti diperoleh dari wawancara produsen masker dan kuisioner
google form untuk konsumen.
Peneliti meneliti masker yang sering digunakan masyarakat Gorontalo (total responden ada 29
orang), yang disajikan dalam diagram berikut :
10% 7%
28%
55%
Dengan rata-rata yang menyatakan seberapa yakin masker yang digunakan telah sesuai dengan
protocol kesehatan yang beredar :
Jawaban yang diutarakan responden terkait panic buying pun cukup beragam, karena sebagai
pelaku konsumen, ketersediaan masker pada awal masa pandemic cukup sulit untuk ditemukan.
Seiring berjalannya waktu, masker dengan beragam jenis mulai diperdagangkan dan berjuta-juta
masker yang ditimbun diperjual belikan kembali.
Penulis mewawancarai empat produsen masker yang rata-rata memulai bisnis ketika masa
pandemi.
Ibu Lilyana Posangi adalah seorang ibu rumah tangga yang bekerja
sampingan dengan memproduksi masker kain. Menurut pengakuan beliau,
memproduksi masker adalah salah satu keuntungan yang bisa dimanfaatkan
selagi permintaannya cukup banyak. Terutama masker kain, beliau
berpendapat bahwa masker kain adalah produk yang cukup mudah untuk
diproduksi dan dapat dipakai dalam jangka waktu yang lama karena sifat
maskernya yang bisa dicuci kembali.
2. Saran