Anda di halaman 1dari 10

Analisa Kasus Manusia, Nilai,Moral & Hukum

“Panic Buying”

Dosen Pengampu:

Ajeng Safitri

Nama Kelompok:

1. Pakhriza Halwani (170203001)

2. Suci Ramadhani (170203002)

3. Imanda Lutfi Utami (170203014)

4. Rasmiago (170203019)

FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA, ILMU PENGETAHUAN ALAM & KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU
PEKANBARU
2020
1. Pengertian Panic Buying
Panic buying adalah sebuah situasi dimana orang-orang membeli sejumlah
komoditas atau produk tertentu dalam jumlah besar yang diakibatkan oleh rasa takut
akan kenaikan harga atau kekurangan stok dalam waktu dekat.
Perilaku ini kerap muncul sebagai bentuk persiapan menghadapi bencana atau
wabah, sehingga orang-orang berasumsi bahwa akan sulit bagi mereka untuk
membeli dan mendapatkan kebutuhan mereka. Jenis-jenis produk yang disasar dapat
bervariasi, namun biasanya berkisar pada kebutuhan sehari-hari seperti makanan dan
produk kebersihan. Individu yang tengah berada dalam situasi panik ini kurang
memperhatikan harga dan juga seberapa banyak yang benar-benar dibutuhkan ketika
ia berbelanja.

2. Pengaruh Buruk dari Panic Buying

Membeli barang dalam jumlah banyak di saat yang bersamaan dapat


menyebabkan stok barang mendadak menipis hingga menjadi langka untuk periode
waktu tertentu. Hal ini tentunya dapat langsung berdampak buruk bagi sesama
pembeli lainnya karena tidak membeli barang yang dibutuhkannya akibat stok yang
menipis. Selain itu, berkurangnya stok barang secara tiba-tiba dapat menyebabkan
ketersediaan barang menjadi langka sehingga kemungkinan besar akan menaikkan
harga barang tersebut.

Seringkali terdapat oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang malah


mencari keuntungan pribadi dalam situasi seperti ini. Mereka melakukan penimbunan
barang dengan membeli produk dalam jumlah banyak dan menjualnya dengan harga
lebih tinggi ketika produk mulai sulit untuk didapatkan. Hal macam ini juga tentunya
akan merugikan banyak orang yang membutuhkan barang tersebut tetapi harus
merogoh kocek lebih dalam hingga dapat berpengaruh buruk pada kondisi
keuangannya.

3. Analisa Kasus dari Sudut Pandang


Manusia, Moral,Nilai, dan Hukum
1. Sudut Pandang Manusia

Perilaku panic buying ini menurut Enny Sri Hartati, Direktur Eksekutif Institute
for Development of Economics and Finance (INDEF) dipicu oleh faktor psikologis
yang biasanya terjadi karena informasi tidak sempurna atau menyeluruh yang
diterima oleh masyarakat. Akibatnya, timbul kekhawatiran di masyarakat sehingga
menimbulkan respons tindakan belanja secara masif sebagai upaya penyelamatan diri.
Terdapat dua bentuk kekhawatiran yang terjadi di masyarakat. Pertama adalah
khawatir kalau tidak belanja sekarang, bisa saja besok harga barang naik. Kedua, jika
tidak belanja sekarang, maka esok hari barangnya sudah tidak ada.

2. Dari Segi Moral dan Nilai

Panic Buying merupakan suatu tindakan pemborosan yang dilakukan oleh


masyarakat golongan berpenghasilan diatas rata-rata  namun merugikan bagi
kalangan masyarakat menengah maupun kelas bawah, dapat kita jumpai di pusat
perbelanjaan betapa banyaknya dan overload kebutuhan yang merekan beli akibat
covid-19 ini.
Pemerintah sudah mengatakan untuk tidak perlu berlebihan membeli
kebutuhan, karna masih banyak yang lebih membutuhkan. namun sikap pemerintah
masih lemah dalam menyikapi aksi panic buying ini. Banyak berita yang mengatakan
beberapa kebutuhan yang langka dan harga yang masih tidak terkontrol, ini
mengakibatkan banyak masyarakat yang menjerit bahkan ada juga masyarakat miskin
yang dipedalaman belum mengetahui bahaya dampaknya virus covid-19.

Beberapa kemungkinan alasan masyarakat melakukan panic buying, di tengah


wabah penyakit seperti COVID-19:

1. Dikendalikan oleh emosi

Menurut Dr. M. Grohol, Psy.D. yang merupakan pendiri dan editor in chief
Psych Central, keinginan panic buying bisa dipengaruhi orang lain karena adanya
penularan emosi. Saat pembeli pertama mengamati perilaku pembeli kedua yang
menimbun bahan belanja, pembeli pertama mungkin bisa terpengaruh untuk
melakukan hal yang sama.

Terlebih lagi, di tengah wabah infeksi virus corona, rasa cemas terkait
ketersediaan bahan makanan sering dirasakan. Hal tersebut bisa berpindah ke orang
lain dan bisa dipercepat oleh media sosial. Bahkan, walau rasa cemas tersebut
sebenarnya tidaklah rasional, keinginan panic buying tetap bisa dirasakan.
Tindakan panic buying untuk ikut-ikutan dengan orang lain tersebut boleh jadi
merupakan perwujudan dari insting herding (herd instinct). Beberapa ahli pun
mengaitkan fenomena panic buying dengan insting herding yang menjalar melalui
media sosial.

2. Ingin meminimalisir risiko

Banyak peneliti menyimpulkan, alasan psikologis orang-orang melakukan


panic buying berakar dari keinginan mereka untuk menekan risiko. Bagi pelaku panic
buying, risiko yang menanti karena krisis mungkin akan sedikit berkurang karena
bahan-bahan yang ditimbun tetap bisa digunakan di kemudian hari.

Keinginan menekan risiko dengan melakukan panic buying bisa dirangsang


oleh hasrat diri, serta usaha untuk menghindari penderitaan yang bisa muncul saat
krisis. Penderitaan tersebut dapat berupa penderitaan emosional dan fisik, serta
penderitaan yang memang terjadi atau yang masih dalam bayangan.

Walau tindakan panic buying tak bisa dibenarkan, setiap individu pada
dasarnya memiliki toleransi risiko yang berbeda. Bagi beberapa orang, menimbun
makanan, termasuk bahan makanan yang cepat kadaluarsa, mampu menenangkan diri
mereka - walau hal tersebut tidak rasional.

3. Merasakan kelegaan dan ketenangan

Perilaku menimbun barang dapat menimbulkan rasa ketenangan pada diri


pelakunya. Sensasi bahwa “semua sudah terkontrol dengan baik” pun mungkin akan
muncul di benak pelaku panic buying, begitu ia membawa barang belanjaannya ke
rumah. Tindakan panic buying memunculkan “sense of relief” bagi pelakunya, serta
mengikis ketakutan dan kecemasan yang dirasakan.

4. Ketidakpastian krisis yang dihadapi

Sementara itu, menurut Dr. Dimitrios Tsivrikos dari University College


London, panic buying dapat terjadi karena kita tak bisa menerka berapa lama krisis
kesehatan masyarakat (termasuk COVID-19) akan berlangsung. Informasi dari media
pun memicu kita untuk masuk ke dalam mode panik tersebut.

Lain halnya dengan panik karena krisis bencana. Pada jenis kepanikan ini,
masyarakat cenderung tahu bahwa krisis ‘hanya’ akan berlangsung beberapa hari
saja. Dengan demikian, kita mungkin akan lebih rasional dalam membeli produk
rumah tangga.
3. Dari Segi Hukum
Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) dan
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengimbau, agar tidak panic buying
dalam membeli kebutuhan. Memborong barang secara berlebihan akan
mengakibatkan terjadinya penimbunan.

Padahal, penimbunan ini dilarang oleh negara. Mengutip Sekretariat Kabinet


(Setkab) Republik Indonesia, seseorang dapat diancam penjara maksimal 7 tahun atau
denda hingga Rp100 miliar jika menimbun makanan. Ancaman itu tercantum pada
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (UU Pangan).

Dalam UU Pangan Pasal 53 disebutkan bahwa pelaku Usaha Pangan dilarang


menimbun atau menyimpan Pangan Pokok melebihi jumlah maksimal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52.

Pasal 52 menjelaskan, "(1) Dalam hal Perdagangan Pangan, Pemerintah


menetapkan mekanisme, tata cara, dan jumlah maksimal penyimpanan Pangan
Pokok oleh Pelaku Usaha Pangan. (2) Ketentuan mengenai mekanisme, tata cara,
dan jumlah maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau
berdasarkan pada Peraturan Pemerintah."

Aturan lain yang melarang penimbunan barang adalah Undang-Undang Nomor 7


Tahun 2014 tentang Perdagangan (UU Perdagangan).

Pada pasal 107 dijelaskan bahwa pelaku usaha yang menyimpan Barang kebutuhan
pokok dan/atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi
kelangkaan Barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas Perdagangan
sebagaimana terdapat Pasal 29 ayat 1 bisa dipidana penjara paling lama lima
tahun dan denda maksimal Rp50 miliar.

Pasal 29 berisikan:

(1) Pelaku Usaha dilarang menyimpan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang
penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan Barang,
gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas Perdagangan Barang.

(2) Pelaku Usaha dapat melakukan penyimpanan Barang kebutuhan pokok dan/atau
Barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu jika digunakan sebagai bahan baku
atau bahan penolong dalam proses produksi atau sebagai persediaan Barang untuk
didistribusikan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyimpanan Barang kebutuhan pokok dan/atau
Barang penting diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden.
4. Upaya Pencegahan Panic Buying
1. Pemerintah menjaga harga kebutuhan pokok dan kesehatan agar tetap
stabil.

2. Membentuk Satgas Nasional Penanganan Covid-19

Untuk menjamin ketersediaan stok obat-obatan dan bahan pokok, pemerintah


membentuk Satgas Nasional Penanganan Covid-19 untuk mengawasi para pedagang
atau distributor untuk tidak memanfaatkan situasi saat ini dengan menimbun barang
atau menaikkan harga. Satgas berperan penting untuk memastikan ketersediaan dan
pasokan barang strategis. Pemerintah menugaskan Kapolri untuk menindak tegas
penimbun dan penjual masker dengan harga yang tinggi.

3. Pemerintah meminta masyarakat agar tidak panik dalam menyikapi dan


merespons wabah Covid-19.

Apabila kondisi panic buying berlanjut, maka berpotensi dimanfaatkan oleh


oknum pedagang untuk menaikkan harga bahan kebutuhan pokok karena
permintaan masyarakat yang tinggi. Panic buying bisa membuat stok di supplier
menipis dan menimbulkan tekanan pada rantai ketersediaan barang. Artinya,
barang-barang yang paling diperlukan untuk mencegah penyebaran Covid-19 justru
habis saat orang-orang memerlukannya. Kondisi panic buying yang berkepanjangan
juga diwaspadai sebagai pemicu inflasi karena dorongan biaya.

4. Peran Media Sosial dan Televisi

Media sosial dan televisi juga memegang peranan penting dalam panic buying.
Artinya, sikap jangan panik harus ditanamkan kepada semua pihak, tidak hanya
masyarakat tetapi juga pemangku kepentingan. Transparansi informasi Covid-19
dari pemerintah diharapkan up to date sehingga tidak terjadi penyebaran hoaks di
masyarakat. Peraturan perundang-undangan, kebijakan publik terkait Covid-19,
pembentukan pusat layanan, dan pembentukan satgas nasional penanganan Covid-
19 harus segera diterapkan untuk memberikan ketenangan pada masyarakat.

5. Pemerintah perlu memberi informasi sejelas-jelasnya terkait


perkembangan virus di Indonesia

Pemerintah harus memberikan edukasi kepada masyarakat agar membangun


kesadaran bersama untuk melakukan upaya pencegahan. Sosialisasi informasi
prosedur standar operasional penanganan Covid-19 tidak hanya di perkotaan tetapi
juga dilakukan di daerah. Komunikasi pemerintah yang transparan akan
memberikan ketenangan dan kepercayaan publik pada kinerja pemerintah dalam
upaya pencegahan Covid-19 akan meningkat.

5.Kesimpulan
Fenomena panic buying dalam menghadapi sebaran Covid-19 diharapkan tidak
berlangsung lama. Kepanikan tentu akan menimbulkan efek domino yang
kontraproduktif terhadap perekonomian. Dampak ekonomi akibat Covid-19 seperti
negara lainnya tentu akan dirasakan oleh Indonesia. Di satu sisi pemerintah
menghadapi kesulitan dalam sisi produksi dan di sisi lain konsumen melakukan
perubahan konsumsi. Tugas pemerintah agar menjamin ketersediaan stok/pasokan
alat kesehatan dan barang kebutuhan pokok dalam keadaan cukup, baik di pasar
rakyat maupun ritel modern. Ketersediaan stok barang terutama kebutuhan pokok
harus didukung oleh Bulog, produsen, distributor, dan importir.

untuk itu diperlukan sikap mengontrol diri agar tidak melakukan aksi panic
buying ini. Seharusnya kita para konsumen haruslah bijaksana dalam menyikapi
wabah virus covid-19 hanganlah terlalu berlebihan sehingga kita melupakan mereka
diluar sana yang lebih membutuhkan. Lihat saja  kebutuhan alat pelengkap diri
petugas medis salah satunya masker. Masker medis sangatlah langka. kalaupun ada
harganya sangatlah meninggi. Padahal mereka adalah petugas medis yang berada di
garda terdepan untuk berjuang melawan virus covid-19 tapi apalah daya mereka
masih kurang melengkapi peralatan tempurnya akibat sikap panic buying yang telah
terjadi .
DAFTAR PUSTAKA
Chadiza, D.S. 2020. Panic Buying dan Dampaknya Terhadap Ekonomi.
https://tirto.id/panic-buying-dan-dampaknya-terhadap-ekonomi-eDDT.(di
akses 03 Mei 2020).

Sitio P. 2020. Pengaruh Covid-19 terhadap Panic Buying di Indonesia .


https://www.kompasiana.com/parlinsitio6270/5e8ac492097f362af624f743/peng
aruh-covid-19-terhadap-panic-buying( di akses 03 Mei 2020).

Izzaty. 2020. Kebijakan Pemerintah dalam Mengatasi Panic Buying Akibat


COVID-19. Info singkat. Vol. XII, No.5/I/Puslit/Maret/2020 (di akses 03 mei
2020)

Putra ,A. 2020. Penjelasan Ahli Mengenai Perilaku Panic Buying di Tengah
Pandemi Virus Corona . https://www.sehatq.com/artikel/panic-buying-di-
tengah-krisis-dan-wabah-corona-apa-penyebabnya/amp(di akses 03 Mei 2020).

Shemi,H. 2020. Timbun Barang dan Makanan Bisa Dipenjara 7 Tahun! Jangan
Panic Buying. https://sumsel.idntimes.com/news/indonesia/helmi/awas-
menimbun-barang-dan-makanan-bisa-dipenjara-7-tahun-regional-sumsel/full
(di akses 03 Mei 2020)

Syafira, Intan. 2020. Coronavirus: Belanja dengan Bijak dan Hindari Panic
Buying. https://www.amalan.com/id/blog/coronavirus-belanja-dengan-bijak-
dan-hindari-panic-buying(di akses 03 Mei 2020)
Pembagian Tugas Kelompok 1:
1. Pakhriza Halwani (170203001), Analisa fenomena social Panic Buying
dari segi sudut pandang manusia.

2. Rasmiago (170203019), Analisa Fenomena Sosial “Panic Buying” dari segi


Moral.

3. Imanda Lutfi Utami(170203014), Analisa Fenomena Sosial “Panic


Buying” dari Segi Nilai.

4. Suci Ramadhani (170203002), Analisa Fenomena Sosial “Panic Buying”


Dari Segi Hukum, Buat PPT, Buat Word.

Anda mungkin juga menyukai