Disusun oleh :
dr. Yohannes Kurniawan Soeparno
22040322310003
Pembimbing :
dr. Sigid Kirana Lintang Bhima, Sp.FM(K)
Dilema etik adalah dilema yang seringkali dihadapi oleh tenaga kesehatan, termasuk
dokter dalam menangani pasiennya. Kasus yang akan saya bahas kali ini adalah
pemberian imunisasi bagi anak-anak. Dimana imunisasi merupakan salah satu cara
yang bisa dilakukan untuk mencegah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
(PD3I) yang sudah dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan kebenarannya
melalui penelitian klinis bertahun-tahun bahkan belasan tahun. Tidak jarang imunisasi
ini menjadi perdebatan dalam hal pelaksanaannya di beberapa provinsi di Indonesia,
terutama dalam hubungannya dengan Agama.
Dalam melaksanakan praktek dan pengambilan tindakan sehari hari, seorang dokter
memiliki teori-teori etik maupun prinsip-prinsip etik kedokteran yang dianut
(Beneficence, Non Maleficence, Autonomy, dan Justice). Pelaksanaan Imunisasi
sendiri menitikberatkan pada prinsip Autonomy, Beneficence, dan Non Maleficence.
A. Autonomy
Prinsip etik yang pertama adalah Autonomy dimana pasien dalam hal ini
adalah anak mempunyai kebebasan dan kemerdekaan untuk memilih tindakan tertentu
yang memperbolehkan setiap orang untuk memutuskan apa yang terbaik untuk
dirinya.Namun anak yang masih muda dianggap tidak kompeten dan kurang
pengetahuan untuk membuat pilihan dengan implikasi sepanjang hidup.Orang tua
mungkin tidak mempunyai otonomi atas keputusan ini akan tetapi mereka mempunyai
otoritas sebagai orang tua dan karena alasan ini, tenaga kesehatan tidak boleh
mengesampingkan orang tua dalam proses pengambilan keputusan.
Sebagai seorang dokter, saya sendiri akan tetap menjunjung tinggi prinsip-
prinsip etik kedokteran yang sudah saya bahas diatas. Pengambilan keputusan untuk
dilakukan imunisasi atau tidak akan saya kembalikan kepada keputusan orang tua,
sesuai dengan hukum Indonesia yang menyatakan bahwa keputusan klinis anak-anak
akan diambil oleh orang tua atau wali anak tersebut sampai anak-anak tersebut sudah
melepas definisi anak-anak menurut hukum yang berlaku di Indonesia. Tentunya saya
tidak akan langsung berpasrah untuk tidak melaksanakan imunisasi yang seharusnya
menjadi salah satu hak anak tersebut. Pemberian informed consent akan tetap saya
lakukan dimana di dalam informed consent tersebut saya akan menjelaskan tentang
jadwal dan keuntungan imunisasi serta menyampaikan efek samping yang dapat
ditimbulkan jika anak tidak atau mendapatkan imunisasi.Sehingga tidak disoalkan
secara hukum. Kemudian apabila penolakan diakibatkan oleh masalah keagamaan,
maka sudah dilakukan upaya untuk memberikan pemahaman dari berbagai sumber
diantaranya dari tenaga pengelola vaksin, dinas kesehatan, organisasi profesi yang
terlibat (IDI, IBI dan PPNI) dan organisasi agama (NU, Muhammadiyah, LDII, dll)
serta menghadirkan juga tokoh masyarakat setempat.