PENDAHULUAN
adalah virus atau bakteri. Penumonia sebagian kecil juga dapat disebabkan hal lain seperti
aspirasi dan radiasi. Bronkopneumonia termasuk salah satu bagian dari klasifikasi pneumonia
Insiden pneumonia pada anak kurang dari 5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus per
100 anak per tahun sedangkan di negara berkembang 10-20 kasus per 100 anak per tahun.
Sebanyak lebih dari 5 juta kematian balita per tahunnya di negara berkembang disebabkan
karena pneumonia. WHO mencatat lebih dari separuh kasus pneumonia baru per tahun di
dunia terkonsentrasi di negara India, Cina, Pakistan, Bangladesh, Indonesia dan Nigeria
dimana diperkirakan terdapat 6 juta anak kurang dari 5 tahun di Indonesia menderita
pneumonia baru tiap tahunnya. Menurut WHO, sebanyak 19 % dari 3 juta kematian anak
Dari tahun ke tahun, pneumonia selalu berada pada daftar 10 penyakit terbesar di
fasilitas kesehatan di Indonesia. Pada tahun 2013, prevalensi penumonia pada pada balita
adalah 18,5. Berdasarkan Riskesdas 2013, 15,5% kematian balita disebabkan oleh
pneumonia. Hal ini menjadikan pneumonia menjadi penyebab kematian balita kedua setelah
diare (25,2%). Insidens tertinggi pneumonia balita terdapat pada kelompok umur 12-23 bulan
(21,7%).3
Di kota Semarang jumlah penderita pneumonia pada kelompok usia < 1 tahun
meningkat dari tahun 2005 hingga 2011 sedangkan pada kelompok usia 1 – 4 tahun terjadi
penurunan di tahun 2011 dibanding tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 2900 kasus.
Pneumonia pada balita merupakan salah satu indikator keberhasilan program pengendalian
penyakit dan penyehatan lingkungan sehingga ditargetkan pada tahun 2015 persentase
Penyakit jantung pada anak meliputi penyakit jantung bawaan (PJB) dan penyakit
jantung didapat. Sebagian besar penyakit jantung pada anak merupakan penyakit jantung
bawaan. PJB merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan perkembangan sistem
kardiovaskuler pada masa embrio. Penyebab PJB tidak diketahui, lebih dari 90 % kasus PJB
penyebabnya adalah multifaktorial. Faktor yang berpengaruh adalah faktor lingkungan dan
hereditasi. Faktor lingkungan yang berpengaruh terutama terdapat selama dua bulan pertama
kehamilan diantaranya rubela pada ibu dan penyakit virus lain, talidomid dan mungkin obat-
obat lain, radiasi, ibu perokok, ibu dengan diabetes melitus, minum jamu dan pil KB.5
Asia dilaporkan memiliki prevalensi kelahiran dengan PJB tertinggi, yaitu 9,3 per
1000 kelahiran hidup. Di Indonesia 45.000 bayi terlahir dengan PJB tiap tahun. Dari 220 juta
penduduk Indonesia, diperhitungkan bayi yang lahir mencapai 6.600.000 dan 48.800
Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus arterious setelah
lahir, yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta (tekanan lebih tinggi )
ke dalam arteri pulmoner (tekanan lebih rendah). Insidensi Patent Duktus Arteriosus (PDA)
pada anak-anak yang lahir di Amerika Serikat adalah antara 0,02% dan 0,006% dari kelahiran
hidup. Insidensi ini meningkat pada anak yang lahir kurang bulan (20% pada bayi kurang
bulan >32 minggu kehamilan hingga 60% pada mereka <28 minggu kehamilan).6
Diperkirakan insiden PDA di Korea sekitar 0.02% - 0.04% pada bayi cukup bulan.
Pada bayi kurang bulan terjadi sekitar 20% - 60% pada hari ketiga kehidupan PDA terjadi
sekitar 6% - 11% dari semua penyakit jantung bawaan. (Park et al,2012).Insidensi patent
duktus arteriosus di Rumah Sakit Taksin Thailand pada bayi kurang bulan mencapai 2,65%.
Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, insidensi patent duktus arteriosus pada bayi
Gagal jantung kongestif adalah masalah emergensi yang sering terjadi pada bayi
dengan penyakit jantung. Sebesar 80% dari gagal jantung dapat terjadi saat tahun pertama
penyakit jantung bawaan asianotik, patent ductus arteriosus ¢ 5mm,, gagal jantung Ross III
dan severe chronic malnutrition dengan tujuan untuk mengetahui cara menegakkan diagnosa
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui karakteristik dan faktor-
faktor resiko pasien anak dengan bronkopneumonia yang dirawat di RSUP Dr. Kariadi
1.3 Manfaat
Penulisan laporan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai media belajar agar dapat
mendiagnosis dan mengelola pasien dengan tepat dan komprehensif, serta mengetahui faktor
Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Laki - Perempua
Laki n Total
Tahun 202 Count 39 24 63
Masuk 0 % within Tahun 61.9% 38.1% 100.0
Masuk %
202 Count 38 32 70
1 % within Tahun 54.3% 45.7% 100.0
Masuk %
202 Count 80 51 131
2 % within Tahun 61.1% 38.9% 100.0
Masuk %
202 Count 52 30 82
3 % within Tahun 63.4% 36.6% 100.0
Masuk %
Pada tahun 2020, terdapat 39 pasien berjenis kelamin laki – laki dan 24 pasien berjenis
kelamin perempuan. Pada tahun 2021, terdapat 38 pasien berjenis kelamin laki – laki dan
32 pasien berjenis kelamin perempuan. Pada tahun 2022, terdapat 80 pasien berjenis
kelamin laki – laki dan 51 pasien berjenis kelamin perempuan. Pada tahun 2023, terdapat
52 pasien berjenis kelamin laki – laki dan 30 pasien berjenis kelamin perempuan.
Usia
Pada tahun 2020, rata – rata pasien berusia 22,9 bulan dengan usia terendah 1 bulan dan
usia tertinggi 189 bulan. Pada tahun 2021, rata – rata pasien berusia 18,62 bulan dengan
usia terendah 2 bulan dan usia tertinggi 168 bulan. Pada tahun 2022, rata – rata pasien
berusia 21,77 bulan dengan usia terendah 1 bulan dan usia tertinggi 172 bulan. Pada tahun
2023, rata – rata pasien berusia 41,89 bulan dengan usia terendah 5 bulan dan usia
tertinggi 174 bulan.
Tahun Masuk * Kelompok Usia Crosstabulation
Kelompok Usia
<2 2 - 11 12 - 60 >60
Bulan Bulan Bulan Bulan Total
Tahun 2020 Count 7 30 21 5 63
Masuk % within Tahun 11.1% 47.6% 33.3% 7.9% 100.0%
Masuk
2021 Count 1 29 35 5 70
% within Tahun 1.4% 41.4% 50.0% 7.1% 100.0%
Masuk
2022 Count 2 60 58 11 131
% within Tahun 1.5% 45.8% 44.3% 8.4% 100.0%
Masuk
2023 Count 0 11 55 16 82
% within Tahun 0.0% 13.4% 67.1% 19.5% 100.0%
Masuk
Total Count 10 130 169 37 346
% within Tahun 2.9% 37.6% 48.8% 10.7% 100.0%
Masuk
Kelompok usia
Pada tahun 2020, kelompok usia tertinggi berusia 2-11 bulan (47,6%) dan terendah pada
kelompok usia >60 bulan (7,9%). Pada tahun 2021, kelompok usia tertinggi berusia 12-60
bulan (50.0%) dan terendah pada kelompok usia <2 bulan (1,4%). Pada tahun 2022,
kelompok usia tertinggi berusia 2-11 bulan (45,8%) dan terendah pada kelompok usia <2
bulan (1,5%). Pada tahun 2023, kelompok usia tertinggi berusia 212-60 bulan (48,8%)
dan terendah pada kelompok usia <2 bulan dimana tidak terdapat pasien pada kelompok
usia tersebut.
Status Gizi
Dari keempat tahun, status gizi terbanyak adalah status gizi baik, diikuti status gizi buruk,
kurang, dan paling rendah adalah status gizi lebih
Status Sosial Ekonomi
Tahun Masuk * Status Sosial Ekonomi Crosstabulation
Status Sosial
Ekonomi
Kurang Cukup Total
Tahun 2020 Count 12 51 63
Masuk % within Tahun 19.0% 81.0% 100.0
Masuk %
2021 Count 35 35 70
% within Tahun 50.0% 50.0% 100.0
Masuk %
2022 Count 48 83 131
% within Tahun 36.6% 63.4% 100.0
Masuk %
2023 Count 28 54 82
% within Tahun 34.1% 65.9% 100.0
Masuk %
Total Count 123 223 346
% within Tahun 35.5% 64.5% 100.0
Masuk %
Pada keempat tahun, sebagian besar dari pasien memiliki status sosial ekonomi yang baik.
Riwayat Preterm
Tahun Masuk * Riwayat Preterm Crosstabulation
Riwayat Preterm
Preter
m Aterm Total
Tahun 2020 Count 4 59 63
Masuk
% within Tahun 6.3% 93.7% 100.0%
Masuk
2021 Count 4 66 70
Sebagian besar pasien pasien dalam penelitian ini memiliki imunisasi yang lengkap sesuai
dengan usia.
Komorbid Paru
Komorbid Jantung
Komorbid Neuro
Komorbid Renal
Komorbid Sindrom
Komorbid Keganasan
95,1% pasien pada penelitian ini tidak memiliki komorbid keganasan. Pasien dengan
komorbid keganasan terbanyak terjadi pada tahun 2023 dimana terdapat 6 pasien dengan
komorbid keganasan
64,5% pasien pada penelitian ini tidak memiliki komorbid jantung. Pasien dengan
komorbid jantung terbanyak terjadi pada tahun 2022 dimana terdapat 49 pasien dengan
komorbid jantung
Terapi Antibiotik
Sebanyak 211 pasien mendapatkan antibiotik lini pertama. Penggunaan lini ketiga paling
jarang dengan hanya 20 pasien yang mendapatkan terapi lini kedua. Penggunaan terapi
lini pertama paling banyak di tahun 2022 dimana terdapat 76 pasien yang mendapatkan
terapi tersebut.
Terapi Inhalasi
PEMBAHASAN
3.1 Pneumonia
3.1.1 Definisi
Pneumonia merupakan inflamasi pada parenkim paru yang meliputi alveolus dan
jaringan interstitial. Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri,
virus, jamur) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dan lain-lain). 6,7
Pneumonia adalah penyakit klinis, sehingga didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda
klinis, dan perjalanan penyakitnya. Salah satu definisi klasik menyatakan bahwa
pneumonia adalah penyakit respiratorik yang ditandai dengan batuk, sesak nafas, demam,
ronki basah halus, dengan gambaran infiltrat pada foto polos dada.8
Definite risk factors: malnutrisi, BBLR, ASI tidak eksklusif, imunisasi belum
dilakukan, polusi indoor.
Likely risk factors: kebiasaan merokok orang tua, defisiensi zinc, pengalaman ibu
sebagai pengasuh, dan keadaan komorbid lainnya (diare, asma, penyakit jantung).
Possible risk factors: tingkat pendidikan orang tua, kebiasaan menitipkan anak di day-
care, musim hujan (kelembaban), lokasi rumah di dataran tinggi (udara dingin),
defisiensi vitamin A, polusi outdoor.
3.1.3 Etiologi
Bakteri penyebab pneumonia berbeda sesuai dengan distribusi umur pasien (tabel 1).6
Tabel 1. Etiologi pneumonia berdasarkan umur6
3.1.4 Patogenesis
1. Anamnesis
Gejala infeksi umum: demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu
makan, keluhan gastrointestinal (mual, muntah, diare).
Gangguan respiratori: batuk awalnya kering kemudian menjadi produktif
dengan dahak purulen, sesak napas, retraksi dinding dada, takipneu, napas
cuping hidung, sianosis.
Foto thorax
- Infiltrat intersisial, ditandai peningkatan corak bronkovaskuler,
peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.
- Infiltrat alveolar, ditandai konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Konsolidasi bila mengenai 1 lobus disebut pneumonia lobaris. Atau dapat
berbentuk lesi tunggal mirip lesi tumor paru, biasanya cukup besar, sfering,
batas tak terlalu tegas disebut round pneumonia.
- Bronkopneumonia, ditandai gambaran difus merata pada kedua paru, berupa
bercak infiltrat disertai corakan peribronkhial.
Pengecatan gram dan kultur sputum
Pemeriksaan antigen virus
Analisis cairan pleura
Pemeriksaan C-reactive protein (CRP)
3.1.6 Tatalaksana
Anak dengan pneumonia tanpa retraksi/ tanda bahaya umum, diterapi amoxicillin oral
minimal 40 mg/kgBB/pemberian 2 kali sehari untuk 5 hari. Bila gagal, rujuk ke fasilitas
lanjutan untuk terapi lini ke 2.
Anak usia 2-59 bulan yang sakit pneumonia dengan retraksi diterapi amoxicillin oral
minimal 40 mg/kgBB/pemberian 2 kali sehari untuk 5 hari.
Anak usia 2-59 bulan dengan pneumonia berat harus diterapi ampicillin 50mg/kgBB
/penicillin 50.000 units per kgBB parenteral (IM/IV) tiap 6 jam selama minimal 5 hari
dan gentamicin 7,5 mg/kgBB IM/IV 1 kali sehari minimal selama 5 hari sebagai terapi
lini pertama. Ceftriaxone diberikan sebagai lini kedua bila lini pertama gagal.
Nebulisasi dengan beta agonis jangka pendek dan/atau NaCl dapat diberikan untuk
memperbaiki mucocilliaryclearance. Namun hal tersebut tidak direkomendasikan oleh WHO.
Selain itu, pemberian steroid untuk terapi pneumonia pada anak-anak juga tidak di
rekomendasikan oleh WHO. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pemberian
kortikosteroid untuk pneumonia pada anak yang tidak memiliki asma menyebabkan
kegagalan terapi. Penelitian lain menyebutkan anak yang menderita pneumonia yang
mendapatkan beta agonis dan diberikan kortikosteroid sistemik mempunyai length of stay
yang lebih pendek. Hasil penelitian juga menyebutkan anak yang menderita pneumonia tetapi
tidak mendapatkan beta agonis dan diberikan kortikosteroid sistemik mempunyai length of
stay yang lebih panjang dan meningkatkan kekambuhan11,12