Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pneumonia merupakan inflamasi parenkim paru yang sebagian besar penyebabnya

adalah virus atau bakteri. Penumonia sebagian kecil juga dapat disebabkan hal lain seperti

aspirasi dan radiasi. Bronkopneumonia termasuk salah satu bagian dari klasifikasi pneumonia

berdasarkan lokasi infeksi di paru dimana pada bronkopneumonia manifestasi bercak

konsolidasi merata di kedua lapangan paru.1

Insiden pneumonia pada anak kurang dari 5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus per

100 anak per tahun sedangkan di negara berkembang 10-20 kasus per 100 anak per tahun.

Sebanyak lebih dari 5 juta kematian balita per tahunnya di negara berkembang disebabkan

karena pneumonia. WHO mencatat lebih dari separuh kasus pneumonia baru per tahun di

dunia terkonsentrasi di negara India, Cina, Pakistan, Bangladesh, Indonesia dan Nigeria

dimana diperkirakan terdapat 6 juta anak kurang dari 5 tahun di Indonesia menderita

pneumonia baru tiap tahunnya. Menurut WHO, sebanyak 19 % dari 3 juta kematian anak

kurang dari 5 tahun di Asia Tenggara disebabkan karena pneumonia.2

Dari tahun ke tahun, pneumonia selalu berada pada daftar 10 penyakit terbesar di

fasilitas kesehatan di Indonesia. Pada tahun 2013, prevalensi penumonia pada pada balita

adalah 18,5. Berdasarkan Riskesdas 2013, 15,5% kematian balita disebabkan oleh

pneumonia. Hal ini menjadikan pneumonia menjadi penyebab kematian balita kedua setelah

diare (25,2%). Insidens tertinggi pneumonia balita terdapat pada kelompok umur 12-23 bulan

(21,7%).3

Di kota Semarang jumlah penderita pneumonia pada kelompok usia < 1 tahun

meningkat dari tahun 2005 hingga 2011 sedangkan pada kelompok usia 1 – 4 tahun terjadi
penurunan di tahun 2011 dibanding tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 2900 kasus.

Pneumonia pada balita merupakan salah satu indikator keberhasilan program pengendalian

penyakit dan penyehatan lingkungan sehingga ditargetkan pada tahun 2015 persentase

penemuan dan tatalaksana penderita pneumonia balita dapat mencapai 100%.4

Penyakit jantung pada anak meliputi penyakit jantung bawaan (PJB) dan penyakit

jantung didapat. Sebagian besar penyakit jantung pada anak merupakan penyakit jantung

bawaan. PJB merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan perkembangan sistem

kardiovaskuler pada masa embrio. Penyebab PJB tidak diketahui, lebih dari 90 % kasus PJB

penyebabnya adalah multifaktorial. Faktor yang berpengaruh adalah faktor lingkungan dan

hereditasi. Faktor lingkungan yang berpengaruh terutama terdapat selama dua bulan pertama

kehamilan diantaranya rubela pada ibu dan penyakit virus lain, talidomid dan mungkin obat-

obat lain, radiasi, ibu perokok, ibu dengan diabetes melitus, minum jamu dan pil KB.5

Asia dilaporkan memiliki prevalensi kelahiran dengan PJB tertinggi, yaitu 9,3 per

1000 kelahiran hidup. Di Indonesia 45.000 bayi terlahir dengan PJB tiap tahun. Dari 220 juta

penduduk Indonesia, diperhitungkan bayi yang lahir mencapai 6.600.000 dan 48.800

diantaranya adalah penyandang PJB.6

Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus arterious setelah

lahir, yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta (tekanan lebih tinggi )

ke dalam arteri pulmoner (tekanan lebih rendah). Insidensi Patent Duktus Arteriosus (PDA)

pada anak-anak yang lahir di Amerika Serikat adalah antara 0,02% dan 0,006% dari kelahiran

hidup. Insidensi ini meningkat pada anak yang lahir kurang bulan (20% pada bayi kurang

bulan >32 minggu kehamilan hingga 60% pada mereka <28 minggu kehamilan).6

Diperkirakan insiden PDA di Korea sekitar 0.02% - 0.04% pada bayi cukup bulan.

Pada bayi kurang bulan terjadi sekitar 20% - 60% pada hari ketiga kehidupan PDA terjadi

sekitar 6% - 11% dari semua penyakit jantung bawaan. (Park et al,2012).Insidensi patent
duktus arteriosus di Rumah Sakit Taksin Thailand pada bayi kurang bulan mencapai 2,65%.

Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, insidensi patent duktus arteriosus pada bayi

kurang bulan mencapai 14%.6

Gagal jantung kongestif adalah masalah emergensi yang sering terjadi pada bayi

dengan penyakit jantung. Sebesar 80% dari gagal jantung dapat terjadi saat tahun pertama

kehidupan, umumnya diakibatkan oleh kelainan jantung bawaan.7

Dalam penulisan ini akan dilaporkan seorang anak dengan bronkopneumonia,

penyakit jantung bawaan asianotik, patent ductus arteriosus ¢ 5mm,, gagal jantung Ross III

dan severe chronic malnutrition dengan tujuan untuk mengetahui cara menegakkan diagnosa

dan mengelola pasien sehingga dapat mencegah komplikasi lebih lanjut.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui karakteristik dan faktor-

faktor resiko pasien anak dengan bronkopneumonia yang dirawat di RSUP Dr. Kariadi

Semarang tahun 2020-2023.

1.3 Manfaat

Penulisan laporan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai media belajar agar dapat

mendiagnosis dan mengelola pasien dengan tepat dan komprehensif, serta mengetahui faktor

resiko dan prognosis penyakit bronkopneumonia pada anak.


BAB II
DATA KARAKTERISTIK PASIEN

Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Laki - Perempua
Laki n Total
Tahun 202 Count 39 24 63
Masuk 0 % within Tahun 61.9% 38.1% 100.0
Masuk %
202 Count 38 32 70
1 % within Tahun 54.3% 45.7% 100.0
Masuk %
202 Count 80 51 131
2 % within Tahun 61.1% 38.9% 100.0
Masuk %
202 Count 52 30 82
3 % within Tahun 63.4% 36.6% 100.0
Masuk %

Pada tahun 2020, terdapat 39 pasien berjenis kelamin laki – laki dan 24 pasien berjenis
kelamin perempuan. Pada tahun 2021, terdapat 38 pasien berjenis kelamin laki – laki dan
32 pasien berjenis kelamin perempuan. Pada tahun 2022, terdapat 80 pasien berjenis
kelamin laki – laki dan 51 pasien berjenis kelamin perempuan. Pada tahun 2023, terdapat
52 pasien berjenis kelamin laki – laki dan 30 pasien berjenis kelamin perempuan.
Usia

Tahun Masuk Statistic


Usi 202 Mean 22.9206
a 0 Median 9.0000
Minimum 1.00
Maximum 189.00
202 Mean 18.6286
1 Median 12.0000
Minimum 2.00
Maximum 168.00
202 Mean 21.7710
2 Median 12.0000
Minimum 1.00
Maximum 172.00
202 Mean 41.8902
3 Median 30.0000
Minimum 5.00
Maximum 174.00

Pada tahun 2020, rata – rata pasien berusia 22,9 bulan dengan usia terendah 1 bulan dan
usia tertinggi 189 bulan. Pada tahun 2021, rata – rata pasien berusia 18,62 bulan dengan
usia terendah 2 bulan dan usia tertinggi 168 bulan. Pada tahun 2022, rata – rata pasien
berusia 21,77 bulan dengan usia terendah 1 bulan dan usia tertinggi 172 bulan. Pada tahun
2023, rata – rata pasien berusia 41,89 bulan dengan usia terendah 5 bulan dan usia
tertinggi 174 bulan.
Tahun Masuk * Kelompok Usia Crosstabulation
Kelompok Usia
<2 2 - 11 12 - 60 >60
Bulan Bulan Bulan Bulan Total
Tahun 2020 Count 7 30 21 5 63
Masuk % within Tahun 11.1% 47.6% 33.3% 7.9% 100.0%
Masuk
2021 Count 1 29 35 5 70
% within Tahun 1.4% 41.4% 50.0% 7.1% 100.0%
Masuk
2022 Count 2 60 58 11 131
% within Tahun 1.5% 45.8% 44.3% 8.4% 100.0%
Masuk
2023 Count 0 11 55 16 82
% within Tahun 0.0% 13.4% 67.1% 19.5% 100.0%
Masuk
Total Count 10 130 169 37 346
% within Tahun 2.9% 37.6% 48.8% 10.7% 100.0%
Masuk
Kelompok usia

Pada tahun 2020, kelompok usia tertinggi berusia 2-11 bulan (47,6%) dan terendah pada
kelompok usia >60 bulan (7,9%). Pada tahun 2021, kelompok usia tertinggi berusia 12-60
bulan (50.0%) dan terendah pada kelompok usia <2 bulan (1,4%). Pada tahun 2022,
kelompok usia tertinggi berusia 2-11 bulan (45,8%) dan terendah pada kelompok usia <2
bulan (1,5%). Pada tahun 2023, kelompok usia tertinggi berusia 212-60 bulan (48,8%)
dan terendah pada kelompok usia <2 bulan dimana tidak terdapat pasien pada kelompok
usia tersebut.
Status Gizi

Tahun Masuk * Status Gizi Crosstabulation


Status Gizi
Lebih Baik Kurang Buruk Total
Tahun 2020 Count 1 43 6 13 63
Masuk % within Tahun 1.6% 68.3% 9.5% 20.6% 100.0%
Masuk
2021 Count 0 40 11 19 70
% within Tahun 0.0% 57.1% 15.7% 27.1% 100.0%
Masuk
2022 Count 2 65 26 38 131
% within Tahun 1.5% 49.6% 19.8% 29.0% 100.0%
Masuk
2023 Count 2 43 19 18 82
% within Tahun 2.4% 52.4% 23.2% 22.0% 100.0%
Masuk
Total Count 5 191 62 88 346
% within Tahun 1.4% 55.2% 17.9% 25.4% 100.0%
Masuk

Dari keempat tahun, status gizi terbanyak adalah status gizi baik, diikuti status gizi buruk,
kurang, dan paling rendah adalah status gizi lebih
Status Sosial Ekonomi
Tahun Masuk * Status Sosial Ekonomi Crosstabulation

Status Sosial
Ekonomi
Kurang Cukup Total
Tahun 2020 Count 12 51 63
Masuk % within Tahun 19.0% 81.0% 100.0
Masuk %
2021 Count 35 35 70
% within Tahun 50.0% 50.0% 100.0
Masuk %
2022 Count 48 83 131
% within Tahun 36.6% 63.4% 100.0
Masuk %
2023 Count 28 54 82
% within Tahun 34.1% 65.9% 100.0
Masuk %
Total Count 123 223 346
% within Tahun 35.5% 64.5% 100.0
Masuk %

Pada keempat tahun, sebagian besar dari pasien memiliki status sosial ekonomi yang baik.

Riwayat Preterm
Tahun Masuk * Riwayat Preterm Crosstabulation
Riwayat Preterm
Preter
m Aterm Total
Tahun 2020 Count 4 59 63
Masuk
% within Tahun 6.3% 93.7% 100.0%
Masuk
2021 Count 4 66 70

% within Tahun 5.7% 94.3% 100.0%


Masuk
2022 Count 5 126 131

% within Tahun 3.8% 96.2% 100.0%


Masuk
2023 Count 7 75 82

% within Tahun 8.5% 91.5% 100.0%


Masuk
Total Count 20 326 346

% within Tahun 5.8% 94.2% 100.0%


Masuk

Sebagian besar pasien dalam penelitian ini lahir secara aterm


Imunisasi

Tahun Masuk * Imunisasi Crosstabulation


Imunisasi
Lengka Tidak
p Lengkap Total
Tahun 2020 Count 60 3 63
Masuk
% within Tahun 95.2% 4.8% 100.0%
Masuk
2021 Count 64 6 70

% within Tahun 91.4% 8.6% 100.0%


Masuk
2022 Count 124 7 131

% within Tahun 94.7% 5.3% 100.0%


Masuk
2023 Count 81 1 82

% within Tahun 98.8% 1.2% 100.0%


Masuk
Total Count 329 17 346

% within Tahun 95.1% 4.9% 100.0%


Masuk

Sebagian besar pasien pasien dalam penelitian ini memiliki imunisasi yang lengkap sesuai
dengan usia.
Komorbid Paru

Tahun Masuk * Komorbid Paru Crosstabulation


Komorbid Paru
Ya Tidak Total
Tahun 2020 Count 5 58 63
Masuk
% within Tahun 7.9% 92.1% 100.0
Masuk %
2021 Count 6 64 70

% within Tahun 8.6% 91.4% 100.0


Masuk %
2022 Count 6 125 131

% within Tahun 4.6% 95.4% 100.0


Masuk %
2023 Count 3 79 82

% within Tahun 3.7% 96.3% 100.0


Masuk %
Total Count 20 326 346

% within Tahun 5.8% 94.2% 100.0


Masuk %
94% pasien pada penelitian ini tidak memiliki komorbid paru lain diluar
bronkopneumonia. Pasien dengan komorbid paru terbanyak terjadi pada tahun 2021 dan
2022 dimana terdapat 6 pasien dengan komorbid paru diluar bronkopneumonia

Komorbid Jantung

Tahun Masuk * Komorbid Jantung Crosstabulation


Komorbid Jantung
Ya Tidak Total
Tahun 2020 Count 19 44 63
Masuk
% within Tahun 30.2% 69.8% 100.0%
Masuk
2021 Count 30 40 70

% within Tahun 42.9% 57.1% 100.0%


Masuk
2022 Count 49 82 131

% within Tahun 37.4% 62.6% 100.0%


Masuk
2023 Count 25 57 82

% within Tahun 30.5% 69.5% 100.0%


Masuk
Total Count 123 223 346

% within Tahun 35.5% 64.5% 100.0%


Masuk
64,5% pasien pada penelitian ini tidak memiliki komorbid jantung. Pasien dengan
komorbid jantung terbanyak terjadi pada tahun 2022 dimana terdapat 49 pasien dengan
komorbid jantung

Komorbid Neuro

Tahun Masuk * Komorbid Neuro Crosstabulation


Komorbid Neuro
Ya Tidak Total
Tahun 2020 Count 13 50 63
Masuk % within Tahun 20.6% 79.4% 100.0%
Masuk
2021 Count 9 61 70
% within Tahun 12.9% 87.1% 100.0%
Masuk
2022 Count 13 118 131
% within Tahun 9.9% 90.1% 100.0%
Masuk
2023 Count 9 73 82
% within Tahun 11.0% 89.0% 100.0%
Masuk
Total Count 44 302 346
% within Tahun 12.7% 87.3% 100.0%
Masuk
87,3% pasien pada penelitian ini tidak memiliki komorbid neuro. Pasien dengan
komorbid neuro terbanyak terjadi pada tahun 2020 dan 2022 dimana terdapat 13 pasien
dengan komorbid neuro

Komorbid Renal

Tahun Masuk * Komorbid Renal Crosstabulation


Komorbid Renal
Ya Tidak Total
Tahun 2020 Count 1 62 63
Masuk % within Tahun 1.6% 98.4% 100.0%
Masuk
2021 Count 1 69 70
% within Tahun 1.4% 98.6% 100.0%
Masuk
2022 Count 1 130 131
% within Tahun 0.8% 99.2% 100.0%
Masuk
2023 Count 1 81 82
% within Tahun 1.2% 98.8% 100.0%
Masuk
Total Count 4 342 346
% within Tahun 1.2% 98.8% 100.0%
Masuk
98,8% pasien pada penelitian ini tidak memiliki komorbid renal.

Komorbid Sindrom

Tahun Masuk * Komorbid Sindrom Crosstabulation


Komorbid Sindrom
Ya Tidak Total
Tahun 2020 Count 13 50 63
Masuk % within Tahun 20.6% 79.4% 100.0%
Masuk
2021 Count 15 55 70
% within Tahun 21.4% 78.6% 100.0%
Masuk
2022 Count 29 102 131
% within Tahun 22.1% 77.9% 100.0%
Masuk
2023 Count 13 69 82
% within Tahun 15.9% 84.1% 100.0%
Masuk
Total Count 70 276 346
% within Tahun 20.2% 79.8% 100.0%
Masuk
79,8% pasien pada penelitian ini tidak memiliki komorbid sindrom. Pasien dengan
komorbid sindrom terbanyak terjadi pada tahun 2022 dimana terdapat 29 pasien dengan
komorbid sindrom

Komorbid Keganasan

Tahun Masuk * Komorbid Keganasan Crosstabulation


Komorbid Keganasan
Ya Tidak Total
Tahun 2020 Count 2 61 63
Masuk % within Tahun 3.2% 96.8% 100.0
Masuk %
2021 Count 4 66 70
% within Tahun 5.7% 94.3% 100.0
Masuk %
2022 Count 5 126 131
% within Tahun 3.8% 96.2% 100.0
Masuk %
2023 Count 6 76 82
% within Tahun 7.3% 92.7% 100.0
Masuk %
Total Count 17 329 346
% within Tahun 4.9% 95.1% 100.0
Masuk %

95,1% pasien pada penelitian ini tidak memiliki komorbid keganasan. Pasien dengan
komorbid keganasan terbanyak terjadi pada tahun 2023 dimana terdapat 6 pasien dengan
komorbid keganasan

Komorbid Post Operasi

Tahun Masuk * Komorbid Post operasi Crosstabulation


Komorbid Post operasi
Ya Tidak Total
Tahun 2020 Count 5 58 63
Masuk % within Tahun 7.9% 92.1% 100.0
Masuk %
2021 Count 4 66 70
% within Tahun 5.7% 94.3% 100.0
Masuk %
2022 Count 8 123 131
% within Tahun 6.1% 93.9% 100.0
Masuk %
2023 Count 11 71 82
% within Tahun 13.4% 86.6% 100.0
Masuk %
Total Count 28 318 346
% within Tahun 8.1% 91.9% 100.0
Masuk %

64,5% pasien pada penelitian ini tidak memiliki komorbid jantung. Pasien dengan
komorbid jantung terbanyak terjadi pada tahun 2022 dimana terdapat 49 pasien dengan
komorbid jantung

Terapi Antibiotik

Tahun Masuk * Terapi Antibiotik Crosstabulation


Terapi Antibiotik
Lain -
Lini 1 Lini 2 Lini 3 Lain Total
Tahun 2020 Count 44 9 1 9 63
Masuk % within Tahun 69.8% 14.3% 1.6% 14.3% 100.0%
Masuk
2021 Count 41 11 4 14 70
% within Tahun 58.6% 15.7% 5.7% 20.0% 100.0%
Masuk
2022 Count 76 42 9 4 131
% within Tahun 58.0% 32.1% 6.9% 3.1% 100.0%
Masuk
2023 Count 50 21 6 5 82
% within Tahun 61.0% 25.6% 7.3% 6.1% 100.0%
Masuk
Total Count 211 83 20 32 346
% within Tahun 61.0% 24.0% 5.8% 9.2% 100.0%
Masuk

Sebanyak 211 pasien mendapatkan antibiotik lini pertama. Penggunaan lini ketiga paling
jarang dengan hanya 20 pasien yang mendapatkan terapi lini kedua. Penggunaan terapi
lini pertama paling banyak di tahun 2022 dimana terdapat 76 pasien yang mendapatkan
terapi tersebut.

Terapi Inhalasi

Tahun Masuk * Terapi Inhalasi Crosstabulation


Terapi Inhalasi
Ya Tidak Total
Tahun 2020 Count 28 35 63
Masuk % within Tahun 44.4% 55.6% 100.0
Masuk %
2021 Count 31 39 70
% within Tahun 44.3% 55.7% 100.0
Masuk %
2022 Count 97 34 131
% within Tahun 74.0% 26.0% 100.0
Masuk %
2023 Count 28 54 82
% within Tahun 34.1% 65.9% 100.0
Masuk %
Total Count 184 162 346
% within Tahun 53.2% 46.8% 100.0
Masuk %

Penggunaan terapi inhalasi dilakukan pada 53,2% pasien.

Tahun Masuk * Terapi Inhalasi SABA * Terapi Inhalasi Crosstabulation


Terapi Inhalasi
SABA
Ya Tidak Total
Tahun 2020 Count 27 1 28
Masuk % within Tahun 96.4% 3.6% 100.0%
Masuk
2021 Count 30 1 31
% within Tahun 96.8% 3.2% 100.0%
Masuk
2022 Count 94 3 97
% within Tahun 96.9% 3.1% 100.0%
Masuk
2023 Count 2 26 28
% within Tahun 7.1% 92.9% 100.0%
Masuk
Total Count 153 31 184
% within Tahun 83.2% 16.8% 100.0%
Masuk

Tahun Masuk * Terapi Inhalasi Kortikosteroid * Terapi Inhalasi Crosstabulation


Terapi Inhalasi Kortikosteroid
Ya Tidak Total
Tahun Masuk 2020 Count 21 7 28
% within Tahun Masuk 75.0% 25.0% 100.0%
2021 Count 28 3 31
% within Tahun Masuk 90.3% 9.7% 100.0%
2022 Count 65 32 97
% within Tahun Masuk 67.0% 33.0% 100.0%
2023 Count 0 28 28
% within Tahun Masuk 0.0% 100.0% 100.0%
Total Count 114 70 184
% within Tahun Masuk 62.0% 38.0% 100.0%
Dari keseluruhan pasien yang mendapatkan terapi inhalasi, 83,2% pasien mendapatkan
terapi inhalasi SABA dan 62,0% pasien mendapatkan terapi inhalasi kortikosteroid.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pneumonia

3.1.1 Definisi

Pneumonia merupakan inflamasi pada parenkim paru yang meliputi alveolus dan
jaringan interstitial. Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri,
virus, jamur) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dan lain-lain). 6,7
Pneumonia adalah penyakit klinis, sehingga didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda
klinis, dan perjalanan penyakitnya. Salah satu definisi klasik menyatakan bahwa
pneumonia adalah penyakit respiratorik yang ditandai dengan batuk, sesak nafas, demam,
ronki basah halus, dengan gambaran infiltrat pada foto polos dada.8

3.1.2 Faktor Risiko

Suatu individu dapat menderita pneumonia merupakan kombinasi paparan terhadap


faktor risiko yang meliputi faktor host, faktor lingkungan, dan faktor infeksi itu sendiri.
Kategori faktor risiko kejadian pneumonia pada anak yang ditetapkan oleh WHO dibagi
menjadi 3 yaitu:6,7

 Definite risk factors: malnutrisi, BBLR, ASI tidak eksklusif, imunisasi belum
dilakukan, polusi indoor.
 Likely risk factors: kebiasaan merokok orang tua, defisiensi zinc, pengalaman ibu
sebagai pengasuh, dan keadaan komorbid lainnya (diare, asma, penyakit jantung).
 Possible risk factors: tingkat pendidikan orang tua, kebiasaan menitipkan anak di day-
care, musim hujan (kelembaban), lokasi rumah di dataran tinggi (udara dingin),
defisiensi vitamin A, polusi outdoor.

3.1.3 Etiologi

Bakteri penyebab pneumonia berbeda sesuai dengan distribusi umur pasien (tabel 1).6
Tabel 1. Etiologi pneumonia berdasarkan umur6

Usia Bakteri Virus


< 1 bulan Group B Streptococcus Cytomegalovirus
Escherichia coli
Other gram-negative enteric
bacteria
Listeria monocytogenes
2 bulan- Streptococcus pneumoniae Respiratory synctial virus
1 tahun Haemophilus influenza type b Influenza virus
Staphylococcus aureus Parainfluenza virus
Pseudomonas aeruginosa Adenovirus
Chlamydia trachomatis Human metapneumovirus
2-5 Streptococcus pneumoniae Respiratory synctial virus
tahun Haemophilus influenza type b Influenza virus
Mycoplasma pneumoniae Parainfluenza virus
Mycobacterium tuberculosis Adenovirus
Human metapneumovirus
Rhinovirus
6-18 Streptococcus pneumoniae Influenza virus
tahun Chlamydophila pneumoniae
Mycoplasma pneumoniae
Mycobacterium tuberculosis
Berdasarkan tempat didapatkannya kuman, pneumonia diklasifikasikan menjadi
Community Acquired Pneumonia (CAP) dan Hospital Acquired Pneumonia (HAP). CAP
adalah pneumonia yang didapatkan di luar lingkungan rumah sakit sedangkan HAP adalah
pneumonia yang didapatkan 48-72 jam setelah masuk rumah sakit. Klasifikasi lain
pneumonia berdasarkan lokasi paru yang terkena infeksi yaitu adalah pneumonia lobaris,
bronkopneumonia, dan pneumonia interstitial.6

3.1.4 Patogenesis

Proses patogenesis bronkopneumonia, secara histopatologis, dibagi menjadi 4 stadium


yaitu:7
a. Stadium kongesti
Stadium ini menggambarkan respon inflamasi akut. Parenkim paru menjadi
berwarna merah akibat kongesti vaskuler. Ruang alveolar terisi cairan eksudat kaya
protein, neutrofil, dan bakteri. Stadium ini berlangsung 1 – 2 hari.
b. Stadium hepatisasi merah
Parenkim yang terkena berwarna merah akibat ekstravasasi sel darah merah,
padat, dan konsistensinya menyerupai hepar. Pada stadium ini, eksudat protein berubah
menjadi benang-benang fibrin dan didapatkan puncak infiltrasi neutrofil dilihat dari
jumlahnya yang banyak. Pada saat ini, mulai terbentuk konsolidasi akibat eksudat yang
padat di ruang alveolar. Hal ini akan bermanifestasi sebagai gejala sesak saat bernapas,
disebabkan oleh terganggunya proses difusi oksigen dan karbon dioksida. Kemudian
pada stadium ini, penderita juga akan merasa sulit mengeluarkan dahak. Stadium ini
berlangsung hingga hari ke-4.
c. Stadium hepatisasi kelabu
Parenkim yang terkena menjadi padat, kering, dan berwarna keabuan akibat sel-
sel darah merah yang telah lisis. Jumlah eksudat neutrofil menurun akibat pemecahan
sel-sel inflamatori dan pada stadium ini telah berganti dengan adanya sel makrofag.
Jumlah mikroorganisme juga telah jauh menurun. Berlangsung dari hari ke-5 hingga
hari ke-7.
d. Stadium resolusi
Dengan aktivitas enzim, benang-benang fibrin yang sebelumnya terbentuk dari
eksudat protein mengalami likuefaksi, mencair, serta aerasi alveolar dan pulmo secara
keseluruhan berangsur-angsur membaik. Makrofag masih ditemukan di alveolus.
Penurunan jumlah eksudat cairan dan seluler dari alveolus terjadi melalui mekanisme
ekspektorasi (pengeluaran dahak) dan drainase limfatik, diharapkan dapat
mengembalikan kondisi paru seperti semula dalam jangka waktu 3 minggu.

3.1.5 Diagnosis 6,7

1. Anamnesis
 Gejala infeksi umum: demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu
makan, keluhan gastrointestinal (mual, muntah, diare).
 Gangguan respiratori: batuk awalnya kering kemudian menjadi produktif
dengan dahak purulen, sesak napas, retraksi dinding dada, takipneu, napas
cuping hidung, sianosis.

Tabel 2. Batas takipneu menurut WHO

Usia Batas takipneu (kali/menit)


0 – 2 bulan 60
2-11 bulan 50
1-5 tahun 40
2. Pemeriksaan fisik
 Gelisah, rewel
 Demam
 Distress respirasi: takipnea, retraksi dinding dada, sianosis
 Perkusi paru pekak, suara napas melemah, auskultasi terdapat ronkhi.
3. Pemeriksaan penunjang
 Darah rutin
Pada infeksi virus, leukosit dapat normal atau sedikit meningkat. Pada infeksi
bakteri terdapat leukositosis antara 15.000-40.000/mm3, predominan PMN.

 Foto thorax
- Infiltrat intersisial, ditandai peningkatan corak bronkovaskuler,
peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.
- Infiltrat alveolar, ditandai konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Konsolidasi bila mengenai 1 lobus disebut pneumonia lobaris. Atau dapat
berbentuk lesi tunggal mirip lesi tumor paru, biasanya cukup besar, sfering,
batas tak terlalu tegas disebut round pneumonia.
- Bronkopneumonia, ditandai gambaran difus merata pada kedua paru, berupa
bercak infiltrat disertai corakan peribronkhial.
 Pengecatan gram dan kultur sputum
 Pemeriksaan antigen virus
 Analisis cairan pleura
 Pemeriksaan C-reactive protein (CRP)
3.1.6 Tatalaksana

WHO mengklasifikasikan tatalaksana pneumonia berdasarkan severitasnya (tabel 3).10

Tabel 3. Klasifikasi pneumonia berdasarkan severitasnya10

Klasifikasi Tanda dan gejala Terapi


Pneumonia berat Batuk/ dispneu dengan:  Rawat inap
 SPO2 < 90%/ sianosis sentral  Beri oksigen bila
 Distress pernapasan berat saturasi < 90 %
(merintih, retraksi dinding  Manajemen jalan
dada berat) napas
 Pneumonia dengan tanda  Beri antibiotik
bahaya umum (tidak dapat  Terapi demam tinggi
minum, letargi/ penurunan bila ada
kesadaran, dan kejang)
Pneumonia  Takipneu  Rawat jalan
 Retraksi dinding dada  Beri antibiotik
 Sarankan orang tua
kembali segera dokter
bila muncul tanda
pneumonia berat
 Follow up setelah 3
hari

Tabel 4. Klasifikasi pneumonia berdasarkan usia

Usia Kasifikasi Tanda dan Gejala Terapi


<2 Pneumonia Berat 1. Tarikan dinding dada 1. Rujuk Rujuk segera
bulan bagian bawah ke ke rumah sakit
dalam (TDDK) yang 2. Beri 1 dosis
kuat antibiotik
ATAU 3. Obati demam, jika
2. Adanya nafas cepat ada
60x/ menit atau lebih 4. Obati wheezing, jika
ada
5. Anjurkan ibunya
untuk tetap
memberikan ASI
Batuk bukan 1. Tidak ada Tarikan 1. Nasihati ibu untuk
pneumonia dinding dada bagian tindakan perawatan
bawah ke dalam yang di rumah/menjaga
kuat bayi tetap hangat
DAN 2. Memberi ASI lebih
2. Tidak Ada nafas sering
cepat, frekuensi nafas 3. Membersihkan
kurang dari 60x/ lubang hidung jika
menit mengganggu
pemberian ASI
4. Anjurkan ibu untuk
kembali kontrol jika:
- Pernapasan menjadi
cepat atau sukar
- Kesulitan minum
ASI
- Sakitnya bertambah
parah
>2 Pneumonia Berat 1. Tarikan diding dada 1. Rujuk segera ke
bulan bagian bawah ke rumah sakit
-5 dalam (TDDK) 2. Beri 1 dosis
tahun antibiotik
3. Obati demam, jika
ada
4. Obati wheezing,
jika ada
Pneumonia 1. Tidak ada tarikan 1. Nasihati ibunya
dinding dada bagian untuk tindakan
bawah ke dalam perawatan di rumah
(TDDK) 2. Beri antibiotik
2. Ada napas cepat: selama 3 hari
2 bl - <12 bl : ≥50 3. Anjurkan ibu untuk
x/menit kontrol 2 hari atau
2 bl - <12 bl : ≥40 lebih cepat bila
x/menit keadaan anak
memburuk
4. Obati demam, jika
ada
5. Obati wheezing,
jika ada

Batuk Bukan 1. Tidak ada tarikan 1. Bila batuk >3


Pneumonia dinding dada bagian minggu, rujuk
bawah ke dalam 2. Nasihati ibunya
(TDDK) untuk tindakan
2. Tidak ada napas cepat perawatan di rumah
: 3. Obati demam, jika
2 bl - <12 bl: <50 ada
x/menit 4. Obati wheezing,
12 bl - <5 th : < 40 jika ada
x/menit
Tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pemberian antibiotik yang sesuai selama 7-
10 hari, pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi gangguan keseimbangan asam-
basa, elektrolit, dan gula darah serta pemberian analgetik/antipiretik untuk mengatasi
nyeri/demam. Bila pasien sudah stabil/ tidak demam, antibiotik dapat diganti per oral dan
berobat jalan.1

Rekomendasi WHO untuk pemberian antibiotik pada pneumonia adalah:10

 Anak dengan pneumonia tanpa retraksi/ tanda bahaya umum, diterapi amoxicillin oral
minimal 40 mg/kgBB/pemberian 2 kali sehari untuk 5 hari. Bila gagal, rujuk ke fasilitas
lanjutan untuk terapi lini ke 2.
 Anak usia 2-59 bulan yang sakit pneumonia dengan retraksi diterapi amoxicillin oral
minimal 40 mg/kgBB/pemberian 2 kali sehari untuk 5 hari.
 Anak usia 2-59 bulan dengan pneumonia berat harus diterapi ampicillin 50mg/kgBB
/penicillin 50.000 units per kgBB parenteral (IM/IV) tiap 6 jam selama minimal 5 hari
dan gentamicin 7,5 mg/kgBB IM/IV 1 kali sehari minimal selama 5 hari sebagai terapi
lini pertama. Ceftriaxone diberikan sebagai lini kedua bila lini pertama gagal.
Nebulisasi dengan beta agonis jangka pendek dan/atau NaCl dapat diberikan untuk
memperbaiki mucocilliaryclearance. Namun hal tersebut tidak direkomendasikan oleh WHO.
Selain itu, pemberian steroid untuk terapi pneumonia pada anak-anak juga tidak di
rekomendasikan oleh WHO. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pemberian
kortikosteroid untuk pneumonia pada anak yang tidak memiliki asma menyebabkan
kegagalan terapi. Penelitian lain menyebutkan anak yang menderita pneumonia yang
mendapatkan beta agonis dan diberikan kortikosteroid sistemik mempunyai length of stay
yang lebih pendek. Hasil penelitian juga menyebutkan anak yang menderita pneumonia tetapi
tidak mendapatkan beta agonis dan diberikan kortikosteroid sistemik mempunyai length of
stay yang lebih panjang dan meningkatkan kekambuhan11,12

Anda mungkin juga menyukai