Anda di halaman 1dari 8

UJIAN PENGAYAAN DASAR

DIVISI TUMBUH KEMBANG DAN PEDIATRI SOSIAL

Disusun oleh :
dr. Yohannes Kurniawan Soeparno 22040322310003

Pembimbing :
Dr. dr. Fitri Hartanto ,Sp.A(K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2022
1. Dalam pelayanan ilmu kesehatan anak, seorang profesional harus melihat
anak secara utuh. Apa saja yang harus diperhatikan dan uraikan faktor-faktor
yang mempengaruhinya ?
Ilmu kesehatan anak mempelajarui proses tumbuh kembang anak dalam
kondisi sehat maupun sakit mulai dari konsepsi sampai dengan usia 18 tahun untuk
dikelola secara komprehensif dan holistik guna mencapai potensi genetik yang
optimal.
Pediatri sosial merupakan wadah berbagai upaya kesehatan anak yang secara
komprehensif mencakup upaya bidang promosi, pencegahan, deteksi dini, pengobatan
dan rehabilitasi. Upaya pelayanan kesehatan ini dilakukan secara rutin dan
menjangkau semua tahapan atau kelompok tumbuh kembang anak, sehingga setiap
anak memperoleh derajat kesehatan fisis, intelektual juga emosional yang utuh. Untuk
itu diperlukannya perhatian tak hanya pada segi biologis sang anak, tetapi juga dari
segi psikososial. Dalam garis besarnya upaya pediatri pencegahan lebih bersifat
menghindarkan dan mencegah terjadinya penyakit serta mencegah terjadinya
penyimpangan tingkah laku dan keterbatasan fisik, ketimbang mengobati atau
merehabilitasi.
Pada prakteknya kegiatan ini dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu
pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan primer mencakup berbagai
upaya untuk menghindarkan penyakit sebelum penyakit itu timbul, antara lain untuk
tingkat komunitas dapat berupa penyediaan air bersih dan fasilitas kesehatan,
pembuangan limbah, penanganan terhadap berbagai kenakalan remaja. Untuk tingkat
individual dapat berupa pelayanan ibu hamil, evaluasi tumbuh kembang anak secara
berkala, imunisasi, pasteurisasi susu dan sebagainya. Untuk masa produktif pun perlu
diperhatikan pencegahan primer, yang dapat berupa informasi pola makan yang sehat
dan pola hidup sehat (misalnya tidak merokok) yang tentunya diharapkan dapat
mengurangi kejadian timbulnya penyakit-penyakit di kemudian hari. Pencegahan
sekunder meliputi upaya mengenal, mengatasi, dan menghindarkan faktor penyebab
sakit, termasuk juga upaya mengenal dan memulihkan sakit pada stadium awal,
misalnya penjaringan terhadap suatu penyakit seperti diabetes, tuberculosis, skoliosis
atau thallasemia. Pada pencegahan tersier termasuk upaya memperbaiki, memulihkan,
dan menghentikan cacat akibat suatu penyakit.
Bersifat holistik meliputi intervensi lingkungan mikro, mini, meso dan makro.
Lingkungan mikro yang dimaksud disini adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan anak itu sendiri (Ibu --> pendidikan, gizi, dll, Nutrisi, Imunisasi, pengobatan
sederhana). Lingkungan mini adalah orangtua, keluarga, pengasuh, mainan, stimulasi,
aturan serta norma yang berada disekitar anak tersebut. Lingkungan meso adalah
pelayanan kesehatan, pendidikan, sarana bermain, tetangga, dan teman yang berada
di sekitar lingkungan anak tersebut. Lingkungan makro adalah kebijakan pemerintah,
profesi, WHO, ekonomi, politik, sosial dan budaya di sekitar anak tersebut.

2. Konsep deteksi dini pertumbuhan dan perkembangan anak tentu harus dapat
dilakukan disetiap jenjang lingkungan anak. Bagaimana konsep deteksi dini
secara berjenjang dapat dilakukan pada lingkungan layanan kesehatan anak
hingga anak mendapatkan intervensi dan instrumen apa saja yang dapat
digunakan di setiap jenjangnya ?
Konsep deteksi dini pertumbuhan dan perkembangan anak terdiri dari 5 tahap, yaitu :
- Surveilans
Pada tahap ini dinilai untuk mengenal adanya tanda dan gejala dini (early warning
signs) pada populasi anak sehat secara umum di setiap waktu. Instrumen yang bisa
digunakan adalah buku KIA. Pada tahap ini yang perlu ditekankan adalah tahap ini
bersifat skrining bukan untuk menentukan diagnosa pasti. Bila hasil pada tahap ini
(+) akan dilanjutkan ke tahap pra skrining. Apabila tahap ini tidak dilakukan, akan
terjadi keterlambatan skrining, keterlambatan diagnostik, keterlambatan penanganan,
yang bisa berujung pada kegagalan penanganan. Tahap ini bisa dilakukan di
lingkungan keluarga dan masyarakat.

-Praskrining
Tahap ini ditujukan untuk memperluas cakupan dan mempercepat skrining.
Instrumen yang digunakan adalah buku Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini
Tumbuh Kembang Anak (SDIDTK). Pada instrumen ini terdapat pemeriksaan
pertumbuhan dan perkembangan yang disesuaikan dengan usia pertumbuhan dan
perkembangan anak. Tahap ini dapat dilakukan di Puskesmas oleh petugas kesehatan

-Skrining
Pada tahap ini dinilai untuk mengetahui tingkat resiko pada populasi anak yang
beresiko sesuai tahapan usia dengan menggunakan instrumen yang terstandardisasi.
Instrumen yang bisa digunakan adalah Denver II. Tahapan ini bisa dilakukan oleh
Dokter Spesialis Anak.

-Evaluasi Diagnostik
Pada tahap ini dinilai untuk proses evaluasi secara menyeluruh dan komprehensif
menggunakan instrumen yang terstandardisasi. Pada tahap ini bisa digunakan
instrumen buku DSM V.

-Manajemen Terapi
Penilaian manajemen terapi akan dilakukan oleh profesional sesuai bidangnya dan
berdasarkan bukti ilmiah (Evidence Based Medicine)

3. Orang tua haruslah mempersiapkan diri mereka sebelum bersepakat untuk


merencanakan mempunyai anak karean akan terkait dengan kepentingan hak
dan kewajiban. Jelaskan hubungan antara id, Ego, dan Super Ego terkait
dengan tanggung jawab orangtua terhadap anak.
Menurut Sigmund Freud, komponen kepribadian adalah kompilasi dan
dinamika dari Id, Ego, dan Superego. Seorang anak adalah gabungan dari Id, Ego, dan
Superego yang membentuk kepribadian dari anak tersebut. Id dalam anak adalah
keinginannya dalam mengeksplorasi, memenuhi keingintahuannya, dan memenuhi
kebutuhannya. Id menjadi sistem kepribadian asli yang dibawa anak sejak lahir,
berisikan aspek psikologis yang diturunkan dan beroperasi atas prinsip ‘kenikmatan’
untuk memuaskan nafsu terdalam seorang anak. Nafsu terdalam yang dimaksud disini
tidak hanya pada batas kebutuhan makan dan minum, tetapi juga eksplorasi rasa ingin
tahu yang tidak bisa dibendung. Keingitahuan akan lawan jenis, tentang sesuatu yang
ternyata berbahaya, hanya untuk memenuhi nafsu ingin tahunya.
Untuk mengendalikan Id, diperlukan Superego. Superego memberikan
pertimbangan mengenai standar benar dan salah, standar benar/salah ini dapat datang
dari pengajaran orangtua, sekolah, ataupun masyarakat. Superego menjadi nilai dan
norma yang dipegang oleh anak selama bertingkah laku. Jika misalnya Id meminta
anak untuk mencuri, Superego akan melarangnya karena bagi Superego hal tersebut
salah menurut nilai dan norma. Disinilah biasanya konflik batin terjadi di mana Id
tidak sejalan dengan Superego. Dari pertentangan ini, muncullah komponen ketiga
yakni Ego, yang bertugas menghubungkan Id dan Superego dengan dunia nyata.
Anak menyesuaikan diri dengan kenyataan melalui komponen Ego, satu-satunya
komponen yang bisa dikendalikan anak. Hubungan antara Id, Ego, dan Superego bisa
dianalogikan sebagai seseorang yang sedang menaiki seekor kuda. Id adalah kuda
yang bisa kapan saja mengamuk dan berlari kesana kemari, sedangkan superego
adalah jalan dimana kuda tesebut harus berjalan dan Ego adalah seseorang yang
mengendalikan kuda tersebut agar tetap berada di jalan yang aman.
Dalam analogi tersebut, diartikan anak-anak belum bisa mengendalikan hawa
nafsunya. Kondisi dimana proses pembentukan norma dan nilai pada anak gagal di
tahap perkembangannya, seperti misal orangtua yang gagal menyampaikan nilai-nilai
tersebut kepada anaknya. Proses adaptasi anak tersebut terhadap lingkungannya
membutuhkan tanggung jawab dari orangtuanya. Orang tua anak memiliki tanggung
jawab untuk mendampingi dan mengarahkan anaknya dalam menghadapi Id, Ego, dan
Superego dalam masa perkembangannya. Sebelum orangtua berkomitmen untuk
memiliki anak, diharapkan orangtua tidak egois dengan mengorbankan pertumbuhan
dan perkembangan anaknya dikarenakan orangtua saat ini banyak yang
mementingkan pekerjaan dibandingkan pertumbuhan dan perkembangan anak-
anaknya. Orangtua mengambil jalan yang tengah dengan memperkerjakan pengasuh
untuk merawat anak-anaknya, tidak jarang yang lebih mengerti pertumbuhan dan
perkembangan adalah pengasuhnya dibandingkan orang tuanya sendiri.

4. Jelaskan tentang komunikasi efektif terkait dengan karakteristik,


ketrampilan, dan signifikansi serta hambatan yang mungkin terjadi
Komunikasi yang efektif sangatlah diperlukan agar isi dari komunikasi
tersebut dapat tercapai pada pihak yang diajak berkomunikasi. Komunikasi pada
dasarnya adalah suatu interaksi yang terjadi antara komunikan (penerima informasi)
dan komunikator (pemberi informasi). Sebelum terjadinya komunikasi, komunikan
dan komunikator harus siap dalam memberikan dan menerima informasi.
Prinsip komunikasi efektif adalah harus KEREN :
-Komunikan dan komunikator membentuk komunikasi 2 arah, diharapkan
komunikator memberikan kesempatan kepada komunikasi untuk memberikan
tanggapan atas informasi yang diberikan oleh komunikator. Jangan sampai
komunikator hanya memberikan informasi saja.
-Educable, komunikator diharapkan memberikan informasi dengan format edukasi
yang didalamnya terdapat informasi rencana intervensi, rencana program, dan
prognosis penyakit. Perlu diingat bahwa dalam memberikan edukasi, tidak
diperbolehkan komunikator menghakimi pernyataan baik yang sudah disampaikan
oleh komunikan maupun komunikator sendiri.
-Rasional, dalam perjalanannya ilmu kedokteran akan selalu berkembang begitu juga
dengan masyarakat yang semakin sadar akan kemajuan teknologi. Tidak jarang pada
saat kita memberikan informasi akan ditanggapi dengan informasi-informasi yang
sebelumnya sudah didapat oleh komunikan melalui media sosial yang kebenarannya
belum dapat dibuktikan. Sebagai komunikator kita diharapkan menanggapi informasi
tersebut berdasarkan Evidence Based Medicine. Kita mengajak komunikan untuk
berdiskusi bersama sama berdasarkan EBM mengenai informasi yang membuat
komunikan bingung.
-Enjoyable, dalam setiap kesempatan berkomunikasi usahakan menciptakan suasana
yang nyaman bagi komunikan dan komunikator, sehingga komunikan tidak merasaa
canggung ataupun ragu untuk memberikan tanggapan maupun bertanya. Kita sebagai
komunikator juga diharapkan memberikan kesempatan bertanya apabila dirasa
komunikan kurang memahami dengan apa yang disampaikan oleh kita sebagai
komunikator.
-Negotiable, dalam komunikasi yang terjadi antara komunikan dan komunikator perlu
dikonfirmasi kembali untuk bisa diterapkan atau tidak dalam suatu intervensi
infromasi yang dikomunikasikan. Jawaban dari tahap ini ada 3 kemungkinan, OK
(informasi yang kita berikan tersampaikan dengan baik), Tidak dan akan saya
pikirkan kembali (apabila didapatkan jawaban ini komunikator diharapkan mengulang
kembali proses komunikasi efektif ).

Hambatan yang mungkin terjadi dalam proses komunikasi adalah


-Perbedaan Status sosial anatar komunikan dan komunikator.
-Problem Semantik, menyangkut penggunaan bahasa yang digunakan komunikator
dalam menyampaikan pesan
-Distorsi persepsi, disebabkan perbedaan cara pandang yang sempit pada diri sendiri
dan perbedaan cara berpikir pada orang lain. Termasuk perbedaan tingkat pendidikan
antara komunikan dan komunikator.
-Perbedaan budaya, dalam suatu percakapan bisa terjadi adanya perbedaan bahasa,
suku, ras, dan agama dimana ada beberapa penggunaan kata yang memiliki arfti
berbeda pada tiap suku
-Gangguan fisik, gangguan lingkungan fisik seperti riuh suara orang, suara petir,
hujan dan cahaya yang kurang jelas
-Keterbatasan saluran komunikasi, gangguan akibat media yang digunakan dalam
melakukan komunikasi
-Tidak adanya umpan balik/tanggapan, dimana hambatan pesan yang disampaikan
tidak ditanggapi --> komunikasi satu arah

5. Jelaskan patofisiologi perjalanan terjadinya stunting sehingga terjawab


kenapa stunting sangat ditakuti oleh semua negara
Stunting adalah salah satu masalah kesehatan yang menjadi perhatian banyak
pihak dikarenakan 1 dari 5 anak berusia <5 tahun mengalami stunting. Stunting
sendiri adalah keterlambatan pertubuhan linear yang penyebabnya bersifat
multifaktorial. Stunting sering dikaitkan dengan malnutreisi dan riwayat infeksi
berulang. Pada anak yang mengalami stunting didapatlkan peningkatan resiko
morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak normal, selain
itu stunting menimbulkan efek jangka panjang, salah satunya perkembangan
kecerdasan intelektual yang terganggu sehingga anak tidak bisa berkembang sesuai
dengan potensi genetiknya. Pada saat dewasa nanti, anak-anak ini tidak bisa memiliki
penghasilan yang setara dengan rekan sebayanya yang pertumbuhan dan
perkembangannya normal. Pada akhirnya mereka akan terjebak dalam lingkaran
kemisikinan. Orang tua yang dahulu memiliki riwayat mengalami stunting cenderung
akan melahirkan anak-anak yang nantinya beresiko tinggi mengalami stunting.
Sehingga stunting dan kemiskinan akan bersifat multigenerasional, hal ini yang akan
menimbulkan kekhawatiran di negara manapun akibat dari stunting yang memiliki
efek terhadap kecerdasan intelektual seseorang (kualitas sumber daya manusia yang
menurun) menurunkan pendapatan pribadi --> penurunan GDP negara -->
pertumbuhan ekonomi negara menurun --> apabila dibiarkan terus menerus akan
menyebabkan negara tersebut kolaps.
Sumber :
1. Tatlow‐Golden M, Montgomery H. Childhood Studies and child psychology:
Disciplines in dialogue?. Children & Society. 2021 Jan;35(1):3-17.
2. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pelaksanaan SDIDTK. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI; 2016
3. Wolff A. History and concept development of psychoanalytically based prevention
projects in preschool institutions of the city of Frankfurt: conducted by the
Sigmund-Freud-Institut and the Institute for Psychoanalytic Child and Adolescent
Psychotherapy. InEarly Parenting and Prevention of Disorder 2018 Apr 17 (pp.
226-241). Routledge.
4. Vaivada T, Akseer N, Akseer S, Somaskandan A, Stefopulos M, Bhutta ZA.
Stunting in childhood: an overview of global burden, trends, determinants, and
drivers of decline. The American journal of clinical nutrition. 2020
Sep;112(Supplement_2):777S-91S.

Anda mungkin juga menyukai