Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

PEMENUHAN KEBUTUHAN DISIPLIN, CINTA, AKTUALISASI DIRI, KEAMANAN


PENCEGAHAN KECELAKAAN, PERSONAL HYGIENE, DAN PENCEGAHAN
INFEKSI

DISUSUN OLEH:
AMELIANA INTAN ARTANTI (P1337420121010)
M. HARIS HILMY (P1337420121011)
M. BIMA OKTAVIAN P. (P1337420121018)
TEGAR SETYA DHARMA (P1337420121092)
ZAIM FIKRI (P1337420121070)

KELAS REGULER I

PRODI DIII KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan mengangkat judul
"PEMENUHAN KEBUTUHAN DISIPLIN, CINTA, AKTUALISASI DIRI, KEAMANAN
PENCEGAHAN KECELAKAAN, PERSONAL HYGIENE, DAN PENCEGAHAN
INFEKSI". Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta kementerian kesehatan
2. Pimpinan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang serta staff.
3. Dosen pengampu mata kuliah Keperawatan Anak Lucia Endang H YK, SKp,
MN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh sebab itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari dosen pengampu serta
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 23 Januari 2023


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN .....................................................................................1
A. Latar Belakang ....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...............................................................................................1
C. Tujuan..................................................................................................................1
BAB II. PEMBAHASAN .......................................................................................2
A. Usia 28 hari – 12 bulan .......................................................................................2
B. Usia 1 – 3 tahun...................................................................................................2
C. Usia 3 – 6 tahun...................................................................................................3
D. Usia 6 – 12 tahun.................................................................................................7
E. Usia 12 – 18 tahun ..............................................................................................8
BAB III. PENUTUP ..............................................................................................13
A. Kesimpulan ......................................................................................................13
B. Saran .................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
pasal 1 ayat 1, Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sedangkan menurut WHO, batasan usia
anak antara 0-19 tahun. Anak mempunyai hak untuk bertumbuh dan berkembang.
Bertumbuh berarti bertambahnya ukuran tubuh dan jumlah sel serta jaringan di antara
sel-sel. Indikator untuk mengetahui adanya pertumbuhan adalah: adanya pertambahan
tinggi badan, berat badan dan lingkar kepala. Berkembang adalah bertambahnya
struktur, fungsi dan kemampuan anak yang lebih kompleks. Pertumbuhan dan
perkembangan terjadi secara bersamaan (simultan). Kebutuhan-kebutuhan Dasar
Anak untuk Tumbuh Kembang yang optimal meliputi kebutuhan disiplin, cinta,
aktualisasi diri, keamanan, kebersihan, dan pencegahan infeksi.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana pemenuhan kebutuhan disiplin, cinta, aktualisasi diri, keamanan
pencegahan kecelakaan, personal hygiene, dan pencegahan infeksi?
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui kebutuhan dasar pada anak
2. Mengetahui cara pemenuhan kebutuhan dasar tersebut
3. Mengoptimalkan edukasi kepada orang tua
BAB II
PEMBAHASAN

A. Usia 28 hari - 12 bulan


Adanya kesamaan karakteristik pada setiap tahapan usia menjadi acuan bagi
anak, orangtua serta guru tentang kemampuan yang harus dikuasai oleh anak pada
usia tersebut. Hal inilah yang membawa implikasi bagi anak untuk melakukan
tugas-tugas yang sesuai dengan tahapan usia yang sedang dijalankannya.
Perkembangan berbagai aspek dari seorang individu anak tidak terjadi secara terpisah
tetapi berjalan secara holistik serta dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan
eksternal. Untuk tahapan awal anak akan meniru orang tua mulai hal-hal kecil seperti
kedisiplinan, contohnya jika orang tua memandikan anaknya 2x sehari pasti anak
tersebut akan mengerti saat sudah menginjak usia yang lebih besar dan menerapkan
kedisiplinan pada dirinya sendiri. Para orang tua dan pendidik anak harus sadar apa
yang dapat dan harus mereka lakukan untuk membuat anak menikmati dan
mengambil manfaat pada setiap perkembangannya. Keberhasilan pada tiap
perkembangan, termasuk cinta yang mereka berikan, pada tahun-tahun pertama
kehidupannya (bahkan sejak dalam kandungan), anak mutlak memerlukan ikatan yang
erat, serasi dan selaras dengan ibunya untuk menjamin tumbuh kembang fisik-mental
dan psikososial anak.
Pada usia ini orang tua harus sering mengajari dan memberikan contoh kepada
anak mengenai hal-hal kecil disekitar mereka, agar mereka bisa menghargai sesama,
belajar untuk menerima suatu keadaan walaupun anak tersebut masih belum
mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya, dan anak dapat belajar mengenali
dirinya sendiri dengan baik. Anak mutlak memerlukan ikatan yang erat, serasi dan
selaras dengan ibunya untuk menjamin tumbuh kembang fisik-mental dan psikososial
anak dengan cara menciptakan rasa aman dan nyaman, anak merasa dilindungi, diberi
contoh (bukan dipaksa) dibantu, didorong atau dimotivasi, dan dihargai dididik
dengan penuh kegembiraan, melakukan koreksi dengan kegembiraan dan kasih
sayang (bukan ancaman/ hukuman). Anak perlu diberikan imunisasi dasar lengkap
agar terlindung dari penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Serta
orang tua harus memperhatikan kebersihan meliputi kebersihan makanan,
minuman,udara, pakaian, rumah, sekolah, tempat bermain dan transportasi.

B. Usia 1 - 2 tahun
Kebutuhan kasih sayang meliputi sikap keperdulian antara orang tua dan anak,
perhatian dari ibu atau ayah yang mendampingi anaknya dan wujud tanggung jawab
orang tua dalam mendidik anak. Pada umumnya pemenuhan kebutuhan kasih sayang
yang orang tua berikan pada anak-anak mereka adalah sikap perhatian. Pada usia 1
sampai 3 tahun anak – anak sering mencari perhatian pada orang tua, dan sat itulah
peran orang tua berpengaruh dalam perkembanganya.
Kebutuhan aktualisasi diri meliputi kemandirian dan kemampuan anak. Orang
tua masih memberikan bantuan sepenuhnya untuk aktivitas sehari-hari atau ADL
(Activities of Daily Living) tetapi pada umumnya yang dilakukan orang tua
mendukung apa yang mereka sukai, dan tidak membebani mereka sesuai dengan
kemampuannya. Ukuran anak terpenuhi dalam kebutuhan aktualisasi diri bisa dilihat
dari keseharian anak.
Kebutuhan disiplin yang dapat diterapkan orangtua pada anak usia dari 1
sampai 3 antara lain membahas pendekatan terhadap pelatihan toilet, khususnya
harapan dan sikap realistis terhadap resiko kecelakaan di toilet. Keunikan proses
berpikir balita, terutama mengenai penggunaan bahasa mereka, pemahaman yang
buruk tentang waktu dan keadaan, hubungan sebab akibat dalam hal kedekatan
peristiwa. Dan yang terakhir himbaulah orangtua untuk menawarkan pilihan-pilihan
ketika masih anak bimbang.
Keamanan dan pencegahan cedara yang dilakukan pada anak saat usia dari 1
sampai 3 tahun dapat dibedakan sesuai dengan masa perkembangan anak tersebut
diantaranya saat anak mengalami perkembangan anak berjalan, berlari, memanjat,
mampu membuka pintu dan gerbang, bisa naik sepeda roda tiga, bisa melempar bola
dan benda lainnya. Untuk mencegah terjadinya cedera dapat dilakukan dengan awasi
anak saat bermain di luar, jangan biarkan anak bermain di tepi jalan atau di belakang
mobil yang diparkir. jangan izinkan anak bermain di tumpukan daun, salju, atau besar
wadah kardus di daerah yang diperdagangkan, mengawasi mengendarai sepeda roda
tiga (atau sepeda roda dua atau tiga), kunci pagar dan pintu jika anak-anak tidak
diawasi secara langsung.
Keamanan dalam mencegah infeksi yang dapat terjadi pada anak usia 1 – 3
tahun dapat dilakuikan dengan pengamatan dan pengawasan terhadap semua kegiatan
yang dilakukan anak dan dampaknya. Infeksi dapat terjadi dalam berbagai bentuk
kegiatan seperti menggunakan benda tajam, mainan yang kotor dan lingkungan yang
tidak terjaga. Pencegahan infeksi dapat dilakukan diantaranya dengan personal hygine
yang teratur. Personal hygine juga bisa diajarkan secara mandiri pada anak.

C. Usia 3-6 Tahun


Pada tahun-tahun pertama kehidupannya (bahkan sejak dalam kandungan),
anak mutlak memerlukan ikatan yang erat, serasi dan selaras dengan ibunya untuk
menjamin tumbuh kembang fisik-mental dan psikososial anak dengan cara:
● Menciptakan rasa aman dan nyaman, anak merasa dilindungi,
● Diperhatikan minat, keinginan, dan pendapatnya
● Diberi contoh (bukan dipaksa)
● Dibantu, didorong/dimotivasi, dan dihargai
● Dididik dengan penuh kegembiraan, melakukan koreksi dengan kegembiraan
dan kasih sayang (bukan ancaman/ hukuman)
Kedisiplinan adalah serangkaian dari perilaku yang menunjukkan nilai
ketaatan, kepatuhan, keteraturan dan atau ketertiban. Perilaku itu tercipta melalui
proses binaan melalui keluarga, pendidikan dan pengalaman (Hartini, 2013).
Berdasarkan tanggapan diatas peneliti menyimpullan bahwa adanya kedisiplinan
karena adanya perilaku yang mencerminkan nilai ketaatan, kepatauhan, keteraturan
dan atau ketertiban, baik tertulis maupun tidak tertulis.
Disiplin adalah proses bimbingan yang memiliki tujuan untuk menanamkan
pola perilaku tertentu dan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Sebenarnya disiplin adalah
membiasakan anak untuk menaati peraturan yang ada dilingkungannya. Tujuan awal
dari disiplin adalah untuk melatih dan mengontrol anak, untuk mencapai itu
dibutuhkan orang dewasa untuk mengajarkan kedisiplinan. Ketika anak sudah disiplin
dengan sendirinya anak akan dapat mengarahkan dirinya sendiri tanpa pengaruh atau
disuruh oleh orang lain, dalam hal ini berarti anak sudah mampua menguasi tingkah
lakunya sendiri dengan berpedoman pada norma-norma yang jelas , standar-standar
dan aturan-sturan yang sudah menjadi milik sendiri, untuk itu orang dewasa atau
orang tua harus secara aktif dan terus menerus melakukan pendampingan pada anak.
Disiplin dapat dilakukan secara berkelanjutan dalam membentuk kebiasaan
sehingga anak akan mudah melakukan seperti contoh : jika ada anak yang selalu
dididik untuk doa jam 5 pagi setiap hari untuk melaksanakan doa pagi, maka hal
tersebut akan menjadi kebiasaan dan anak tidak akan merasa berat dalam melakukan
kegiatan tersebut.
Pada hakikatnya kedisiplinan anak usia dini adalah suatu pengendalian diri
terhadap perilaku anak usia 0-6 tahun dalam berperilaku sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.(bisa berupa tatanan nilai, norma, dan tata tertib di rumah maupun di
sekolah), (Hasriana, 2014).
Pada dasarnya ada dua hal yang dibentuk oleh orang tua dan guru terkait
dengan karakter disiplin bagi anak usia dini, yaitu mendidik anak untuk berperilaku
yang baik dan mendidik anak untuk menjauhi perilaku yang buruk, (Hasriana, 2014).
Kebutuhan dasar anak salah satunya adalah kebutuhan aktualisasi diri
(Kasmiati, 1998). Maslow dalam teorinya menyatakan bahwa kebutuhan manusia
meliputi kebutuhan biologis (sandang, pangan, papan dan kesehatan), kebutuhan
psikologis (rasa aman, harga diri (self-esteem) dan kasih sayang) dan kebutuhan yang
paling tinggi yaitu kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan - kebutuhan tersebut
seharusnya dapat terpenuhi dan setiap individu akan berusaha untuk memenuhi
kebutuhan tersebut (Asmadi, 2008). Oleh karena itu, untuk membentuk generasi
terbaik maka kebutuhan dasar anak harus dipenuhi (kbtkhjnartini, 2016).
Jika kebutuhan aktualisasi diri anak terpenuhi maka anak akan dapat
mengembangkan potensinya secara maksimal (Asmadi, 2008); (Kasmiati, 1998).
Perkembangan secara optimal di istilahkan oleh Carl R. Rogers dalam bukunya “On
Becoming a Pearson” adalah keinginan mereka yang terkuat untuk menjadi diri
sendiri yang sebenarnya, dapat menjadi manusia yang berfungsi sepenuhnya.
Kesehatan anak merupakan salah satu indikator pencapaian dari upaya
pembangunan kesehatan di Indonesia. Satu upaya tersebut adalah perhatian penuh
terhadap kesejahteraan dan perkembangan anak yang dipengaruhi oleh Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang merupakan salah satu upaya untuk mengubah
perilaku masyarakat agar mendukung peningkatan derajat kesehatan (Kemenkes
2011). Indikator PHBS di tatanan institusi pendidikan menurut (Suparyanto 2010)
salah satunya adalah kebersihan diri (personal hygiene). Pada kehidupan sehari-hari
kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena
kebersihan akan mempengaruhi kesehatan, kenyamanan, keamanan dan kesehjateraan
(Suparyanto, 2010).
Personal hygiene adalah suatu bentuk upaya atau tindakan memelihara
kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Laily &
Sulistyo, 2012). Personal hygiene merupakan kegiatan membersihkan seluruh anggota
tubuh yang bertujuan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang,
termasuk di dalamnya yaitu perawatan kulit, perawatan kuku, tangan, dan kaki
(Natalia, 2015). Personal hygiene menjadi penting dan termasuk kedalam tindakan
pencegahan primer yang spesifik karena personal hygiene yang baik akan
meminimalkan pintu masuk (port the entry) mikroorganisme, sedangkan personal
hygiene yang kurang atau tidak baik akan mempermudah tubuh terserang berbagai
penyakit karena mikroorganisme atau kuman mudah masuk kedalam tubuh melalui
kulit, kuku, tangan, dan kaki. Personal hygiene sangat penting dan perlu mendapat
perhatian sejak kecil terutama pada anak usia prasekolah yang berada pada tahap
pertumbuhan dan perkembangan yaitu dalam rentang 3-6 tahun merupakan masa awal
yanag sangat menentukan bagi perkembangan individu pada tahap-tahap kehidupan
selanjutnya (Potter & Perry, 2005).
Anak-anak merupakan masa awal pertumbuhan dan perkembangan manusia,
terutama pada masa usia prasekolah perkembangan kognitif dan psikososial terjadi
sangat cepat (Potter & Perry, 2005). Perkembangan kognitif pada anak menurut
pandangan aliran tingkah laku (behaviorisme) berpendapat bahwa pertumbuhan
pengetahuan melalui terhimpunnya informasi yang makin bertambah (Soemiarti,
2008). Apabila sejak dini sudah diberikan pengetahuan tentang personal hygiene
maka pengetahuan anak untuk kebersihan diri akan lebih matang dan dapat
menumbuhkan kebiasaan anak dalam melakukan praktik personal hygiene (Rendy,
2013). Mengingat anak usia prasekolah sudah mampu beraktifitas di luar rumah dan
kemungkinan dapat melakukan kegiatan yang kurang sehat seperti makan jajanan
tanpa mencuci tangan terlebih dahulu, bermain ditempat yang kotor dan tanpa
menggunakan alas kaki, jajan sembarangan, dan lain sebagainya
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi personal hygiene seseorang baik,
cukup, atau kurang antara lain adalah praktik sosial, pilihan pribadi, citra tubuh, status
sosial ekonomi, pengetahuan dan motivasi, variabel budaya, kondisi fisik (Potter &
Perry, 2009). Dampak dari kebersihan diri (personal hygiene) yang buruk atau kurang
bisa menyebabkan port the entry kuman yang menimbulkan berbagai macam penyakit
antara lain diare, cacingan, sakit perut, penyakit kulit dan gangguan fisik pada kuku
(Laily & Sulistyo, 2012). Penyakit tersebut banyak terjadi karena rendahnya
kesadaran berperilaku hidup bersih dalam menjaga kebersihan diri yang sering
penularan penyakit melalui tangan karena kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum
makan dan menjamah makanan, kuku yang panjang dan kotor dan kebersihan kulit
yang tidak terpenuhi maka dapat menyebabkan penyakit kulit yang dapat ditularkan
secara langsung (kontak kulit dengan kulit) dengan gesekan kulit misalnya berjabat
tangan, tidur bersama (Djuanda, 2007). Data Profil Kesehatan Surabaya 2014 Kota
surabaya merupakan urutan tertinggi ke dua dengan jumlah kejadian diare yang
ditangani 86.883 setelah kota sumenep dan kecamatan kenjeran merupakan urutan
urutan tertinggi pertama dengan jumlah kejadian diare yang ditangani 5.068. Hasil
wawancara dengan kepala sekolah TK Tunas Mulya menunjukkan data bahwa setiap
bulannya terdapat 25% anak yang tidak masuk dikarenakan sakit dan hasil wawancara
dengan wali murid penyakit yang sering di alami anaknya antara lain yaitu sakit perut,
diare, batuk, pilek dan demam. Hal ini jika tidak diatasi dapat mempengaruhi
perkembangan dan pendidikan anak kedepannya yang terhambat akibat ketertinggalan
pelajaran saat mereka sakit dan berdampak pada prestasi belajar dan masa depan anak
yang baik.
Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di masyarakat terutama
pada anak-anak dengan menjaga kebersihan diri merupakan salah satu cara yang
cukup efektif dalam meningkatkan kesehatan anak. Berdasarkan kebijakan
pemerintah dalam upaya menangani masalah PHBS telah ditetapkan berupa kebijakan
nasional promosi kesehatan yang tercantum dalam peraturan menteri kesehatan RI
No. 2269/Menkes/PER/XI/2011 tentang Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS). Tujuan umum dari kebijakan ini salah satunya adalah
meningkatkan PHBS di tatanan institusi pendidikan dengan cara memberikan
pendidikan kesehatan. Tujuan dari pendidikan kesehatan adalah anak mempunyai
kemauan dan kemampuan untuk melakukan perilaku kebersihan diri perorangan
dengan baik serta terdorong untuk melakukan kebersihan perorangann (Pratiwi,
2011).
D. Usia 6-12 Tahun
Masa kanak-kanak (usia 6-12 tahun) adalah periode ketika anak dianggap
mulai dapat bertanggung jawab atas perilakunya sendiri, dalam hubungannya dengan
orang tua mereka, teman sebaya, dan orang orang lain. Periode ini sangat penting
dalam mendorong pembentukan harga diri yang tinggi pada anak. Harga diri tinggi
yang terbentuk pada periode ini akan menjadi modal anak untuk memasuki masa
remaja dan tumbuh menjadi remaja yang lebih percaya diri.
Usia 6-12 tahun juga sering disebut usia sekolah artinya sekolah menjadi
pengalaman inti anak anak usia ini, yang menjadi titik pusat perkembangan fisik,
kognitif dan psikososial. Usia 7-12 tahun yaitu anak-anak menguasai berbagai konsep
untuk melakukan manipulasi logis. Misalnya, mereka dapat menyusun benda
berdasarkan dimensi, seperti tinggi dan berat, dapat juga membentuk mental sengan
serangkaian tindakan. Anak-anak yang berumur 5 tahun dapat mencari jalan sendiri
ke rumah temanya karena mereka tahu harus membelok pada tempat-tempat tertentu,
tetapi mereka tidak mempunnyai gambaran rute secara keseluruhan.
Sebaliknya anak-anak usia 8 tahun sanggup menggambarkan peta rute itu.
Masa ini tahapan operasional konkret, meskipun anak-anak memakai istilah abstrak,
mereka hanya memakai hubungannya dengan objek sebelum mencapai tahapan akhir
perkembangan kognitif. Pada tahapan operasional formal, yang dimulai sekitar usia
11-12 tahun, anak-anak sanggup berfikir logis dengan berbagai istilah simbolik. Anak
mulai menghargai bahwa beberapa peraturan adalah kebiasaan social, persetujuan
bersama yang dapat sekehandak hati diputuskan dan di ubah jika semua setuju. Anak
kecil menumjukkan minatnya dalam membuat peraturan bahkan untuk menghadapi
situasi yang belum yang belum pernah mereka jumpai. Stadium ini ditandai oleh
model ideologis penalaran moral ketimbang situasi personal dan interpersonal.
Pada awal usia 6 tahun anak anak ini masih terlihat seperti anak kecil namun
sekitar usia 12 tahun, anak anak ini sudah berubah dan mulai tampak seperti orang
dewasa. Menginjak usia sekolah, anak-anak mulai menyadari bahwa pengungkapan
emosi secara kasar tidaklah diterima di masyarakat. Oleh karena itu, anak-anak mulai
belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Kemampuan
mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan latihan. Dalam proses
peniruan, kemampuan orang tua dalam mengendalikan emosinya sangat berpengaruh.
Emosi-emosi yang dialami pada tahap perkembangan usia sekolah ini adalah marah,
takut, iri hati, kasih sayang, rasa ingin tahu, dan kegembiraan.

1. Anak Usia 6-7 Tahun : mulai membaca dengan lancar, cemas terhadap
kegagalan, peningkatan minat pada bidang spiritual, terkadang malu atau
sedih.
2. Anak Usia 8-9 Tahun : kecepatan dan kehalusan aktivitas motorik meningkat,
mampu menggunakan peralatan rumah tangga, ketrampilan lebih individual,
ingin terlibat dalam sesuatu, menyukai kelompok dan mode, mencari teman
secara aktif.
3. Anak Usia 10-12 Tahun : perubahan sifat berkaitan dengan berubahnya postur
tubuh yang berhubungan dengan pubertas mulai tampak, mampu melakukan
aktivitas rumah tangga (seperti mencuci, menjemur pakaian sendiri, dll),
adanya keinginan anak untuk menyenangkan dan membantu orang lain, mulai
tertarik dengan lawan jenis.

E. Usia 12-18 Tahun


Masa remaja merupakan masa yang sulit dan rumit karena mereka berada di
masa transisi dari anak- anak ke dewasa, hal ini juga disebut sebagai masa canggung
karena mereka berada di posisi belum saatnya menjadi dewasa tetapi sudah tidak lagi
menjadi anak-anak dan ini akan menyebabkan konflik pada diri remaja. Maka dengan
adanya konflik ini terjadilah perubahan psikologis pada remaja. Perubahan ini yang
menjadikan mereka mencari jatidiri yang ditandai dengan banyak mencoba hal-hal
baru, mencari identitas mengenai siapa dirinya dan keberadaanya di keluarga maupun
masyarakat. Pengakuan keberadaan mereka sangat menjadi prioritas terlebih dalam
keluarga maupun pada kelompok sebayanya.
Patterson dkk dalam Indrawati dan Ra¬himi (2019 : 88) memaparkan bahwa
penyimpangan atau kenakalan remaja disebabkan oleh identitas, usia, self control,
jenis kelamin, pengaruh teman sebaya, kelas ekonomi, dan proses keluarga. Tentunya
hal ini akan mengganggu perencanaan kehidupan yang akan datang bagi remaja.
Semua perbuatan remaja dilakukan untuk mendapatkan pengakuan terhadap dirinya.
Disamping itu untuk menghilangkan perasaan minder, mereka melakukan perbuatan
yang dapat merugikan diri sendiri dengan tujuan untuk ditunjukkan kepada semua
orang. Tindakan menyimpang tersebut merupakan akibat dari kegagalan sistem
pengontrolan diri, yaitu gagal mengawasi dan mengatur perbuatan mereka. Mereka
tidak dapat mengontrol emosi sehingga disalurkan dalam perbuatan kurang baik
(Kartono, 2011 : 57-58). Perilaku remaja sebagian besar merupakan pengaruh dari
keluarga karena keluarga memiliki peran penting dalam pembentukan karakter
remaja. Penanaman nilai-nilai dan norma-norma yang diterapkan sejak kecil akan
melekat hingga mereka dewasa. Purwaningsih dalam Aziz (2015 : 21) menyebutkan
bahwa keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama yang memiliki peran penting
khususnya dalam penyadaran, penanaman, dan pengembangan nilai moral, sosial, dan
budaya. Keluarga memiliki tugas untuk selalu mendampingi, membina, mendidik,
atau bahkan mengawasi remaja selama mereka mencari jatidiri. Dikarenakan dalam
proses pencarian jatidiri mereka lebih senang dengan mencoba hal-hal yang baru
dikhawatirkan dapat menjerumuskan remaja untuk melakukan tindakan-tindakan
negatif sehingga dapat dikatakan sebagai kenakalan remaja.
Keluarga memiliki tugas untuk membentuk kepribadian yang baik bagi
anggotanya dengan mengajarkan berbagai macam fungsi sosialnya. Untuk itu
diperlukan keluarga yang mampu membina dan mendidik remaja sehingga dapat ikut
mensukseskan pembangunan nasional. Remaja yang berkualitas sangat berpotensi
untuk membantu proses pembangunan negara. Sehingga keluarga dituntut untuk
memberikan pembinaan yang terbaik untuk remaja agar tidak terjadi masalah
berkepanjangan yang dapat merugikan dirinya sendiri, lingkungannya, atau bahkan
negara. Seperti pendapat Mardiyono (2016 : 50) remaja yang bermasalah atau dengan
kata lain terjadinya kenakalan remaja akan menjadi persoalan bagi negara karena
remaja merupakan tulang punggung generasi penerus yang akan menggantikan para
orang tua. Maka dari itu perlu dilakukan peningkatan kualitas remaja melalui
pembangunan keluarga sehingga tercapainya pembangunan nasional.
Keluarga harus mampu mendidik dan membina anggotanya sesuai dengan
norma dan kaidah yang diberlakukan. Terlebih dalam pembinaan yang diberikan
kepada remaja, sebagai seorang pendidik orang tua harus mampu memberikan semua
pengetahuan menyangkut kehidupan remaja bagi anak remajanya. Ini sependapat
dengan Apriani dan Suminar. Orang tua memiliki peran sebagai pendidik diharuskan
memberikan jawaban alternative mengenai berbagai pertanyaan yang sering diajukan
oleh remaja. Dengan jawaban alternative ini remaja diajarkan untuk berpikir lebih
jauh dan memilih yang terbaik. Jika orang tua tidak mampu memberikan jawaban
disetiap pertanyaan yang diberikan oleh remaja mereka akan kebingungan dalam
menentukan langkah sehingga mereka mencari jawaban lain diluar lingkungan orang
tua dan nilai yang dianutnya bisa berbahaya jika lingkungannya tidak sesuai dengan
norma dan bertentangan dengan yang diberikan orang tua. Maka dari itu pengetahuan
orang tua dan pembinaan kepada remaja menjadi hal penting dalam mendidik remaja.
Pengetahuan dan keterampilan keluarga dalam memberikan pendidikan dan
pembinaan terhadap anak remajanya dapat diperoleh melalui program Bina Keluarga
Remaja (BKR). Dengan adanya kegiatan Bina Keluarga remaja ini orang tua akan
mendapatkan informasi bagaimana cara untuk mendidik, membimbing, serta
mendampingi remaja dalam proses pencarian jati diri sehingga dapat tercapainya
pembentukan kepribadian yang sempurna. Bina Keluarga Remaja merupakan salah
satu pendekatan program Generasi Berencana (Genre). Program Genre adalah suatu
program Genre dilaksanakan melalui pendekatan dari dua sisi yaitu pendekatan
kepada remaja itu sendiri dan pendekatan keluarga yang mempunyai remaja.
Pendekatan kepada remaja dilakukan melalui pendekatan dari dua sisi yaitu remaja
dan orang tua yang memiliki remaja. Pendekatan kepada remaja dilakukan melalui
pusat pengembangan Pusat Informasi dan Konseling Remaja/ Mahasiswa (PIK R/M)
sedangkan pendekatan kepada keluarga yang mempunyai remaja dilakukan melalui
pengembangan kelompok Bina Keluarga Remaja. BKR adalah kegiatan penyuluhan
kepada keluarga yang mempunyai anak remaja dan remaja melalui pertemuan secara
berkala yang dilakukan oleh fasilitator/ motivator/ kader untuk meningkatkan
bimbingan/ pembinaan tumbuh kembang anak secara baik dan terarah dalam rangka
membangun keluarga berkualitas (BKKBN, 2008 : 7-8).
Program Bina Keluarga Remaja (BKR) ini kegiatan yang sangat strategis
dalam mengupayakan terwujudnya sumber daya manusia potensial melalui upaya
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga dalam mengasuh dan membina
tumbuh kembang remaja melalui peran orang tua dalam keluarga. Program Bina
Keluarga diharapkan mampu mengatasi kecenderungan perilaku menyimpang di
kalangan remaja. Program BKR merupakan program yang tidak hanya berfokus pada
penyuluhan saja, melainkan memiliki berbagai kegiatan yang dapat membantu
keluarga dan remaja untuk mempersiapkan keluarga yang berkualitas di masa yang
akan datang. Pemberian softskill pada keluarga dan remaja, mempererat hubungan
keduanya, pemberian informasi baik bagi orang tua mau¬pun remaja seperti tentang
pernikahan remaja, kenakalan remaja, kesehatan fisik dan psikis remaja, dan lain
sebagainya. Dalam kegiatan BKR ini orang tua akan mendapatkan informasi dalam
meningkatkan bimbingan dan pembinaan tumbuh kembang akan secara baik dan
terarah dengan dibantu fasilitator dan kader. Kader memiliki peran untuk
menggerakkan program BKR dan juga sebagai pemberi informasi, pengetahuan, dan
wawasan pada orang tua remaja sehingga orang tua memiliki bekal untuk mendidik
anak remajanya dengan baik dan benar. Orang tua sebagai mediator untuk
menerapkan semua informasi yang di dapat dari kegiatan BKR kepada anak
remajanya agar dapat meminimalisir penyimpangan sosial yang terjadi pada remaja
dan membantu menyiapkan masa depan anak remajanya.
Tujuan dari program BKR ini adalah meningkatkan pengetahuan anggota
keluarga terhadap kelangsungan perkembangan remaja, menumbuhkan rasa cinta dan
kasih sayang antara orang tua dan anak remajanya, terlaksananya diteksi ini terhadap
setiap gejala yang memungkinkan timbulnya kesenjangan hubungan antara orang tua
dan anak remajanya, serta tercipta sarana hubungan yang sesuai yang didukung sikap
dan perilaku yang rasional dalam tanggung jawab orang tua (BKKBN : 2012) dalam
Saragih (2018 : 35). Sasaran langsung dalam program BKR adalah keluarga yang
memiliki anak usia sekolah 10-24 tahun. Sedangkan sasaran tidak langsung yaitu
guru, pemuka agama, pemuka adat, pemimpin organisasi profesi/ organisasi sosial
kemasyarakatan, pemuda/ wanita, para ahli dan lembaga bidang ilmu yang terkait,
serta institusi/ lembaga pemerintah dan non pemerintah. Pentingnya program BKR ini
bagi keluarga yang memiliki anak remaja karena pada masa ini remaja mengalami
banyak permasalahan sehingga membutuhkan pendampingan dan bimbingan dari
keluarga agar mereka tidak terjermus pada penyimpangan sosial dan dapat
mempersiapkan masa depan dengan baik.
Sedangkan fungsi keluarga menurut BKKBN (2014 : 5-82) dapat
diklasifikasikan ke dalam fungsi-fungsi berikut : Fungsi agama berarti keluarga
mengenalkan, menanamkan, seta mengembangkan nilai-nilai agama kepada
anggotanya. Fungsi sosial budaya berarti keluarga mengajarkan kepada anggotanya
untuk berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain. Fungsi cinta dan kasih sayang
berarti keluarga sebagai tempat tumbuh cinta kasih sesama anggotanya dan
menumbuhkan suasana cinta dan kasih sayang dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Fungsi perlindungan berarti keluarga menjadi pelindung bagi anggotanya
dan memberikan rasa aman, tenang dan tentram. Fungsi reproduksi melalui
perkawinan yang sah keluarga berfungsi sebagai pengatur reproduksi keturunan.
Fungsi sosial dan pendidikan berarti memberikan pendidikan, pengetahuan, dan
keterampilan hidup sebagai bekal hidup untuk dirinya sendiri dan di masyarakat luas.
Fungsi ekonomi berarti memenuhi kebutuhan material dan menanamkan nilai-nilai
keuangan serta perencanaan keuangan kepada anggotanya. Fungsi lingkungan berarti
mengajarkan anggotanya untuk memiliki sikap dan perilaku yang peduli terhadap
lingkungan. Melalui peran dan fungsinya tersebut diharapkan keluarga mampu
melaksanakan kewajibannya termasuk dalam membina dan mendidik anak remajanya
agar mereka tidak terjerumus pada kenakalan remaja.

Personal Hygiene, Pencegahan Kecelakaan, dan Pencegahan Infeksi


Masa remaja adalah masa yang paling indah, tentunya akan terwujud apabila
para remaja memiliki kesehatan yang baik. Masa ini merupakan tahap perkembangan
transisi yang membawa individu dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang
ditandai dengan perubahan fisik pada masa pubertas, serta perubahan kognitif dan
sosial.Periode remaja umumnya dimulai sekitar 11 smpai 20 tahun.Sebagai generasi
penerus bangsa, para remaja diharapkan memiliki kesehatan yang optimal, baik secara
fisik, mental maupun sosialnya.Pada umumnya masalah kesehatan fisik pada remaja
ini sering diabaikan sehingga berdampak terhadap kesehatan fisik pada
remaja.Kurangnya pengetahuan tentang personal hygiene dapat menjadi faktor
penghambat kesehatan kebersihan diri pada remaja. Ada beberapa bagian kesehatan
yang perlu mendapat perhatian oleh remaja dalam pelaksanaan personal hygiene
seperti menjaga kesehatan gigi dan mulut, kesehatan kulit dan wajah, kesehatan organ
reproduksi, pakaian sehari-hari dan perawatan pada rambut serta kuku dan kaki
(Rosidah, 2019).
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk memelihara kesehatan, baik fisik maupun psikisnya
(Pemiliana, 2019). Personal hygiene merupakan perawatan diri, dimana seseorang
merawat fungi-fungi tertentu seperti mandi, toileting, kebersihan tubuh secara umum
dan berhias.Personalhygiene atau kebersihan diri diperlukan untuk kenyamanan,
keamanan dan kesehatan seseorang, yang merupakan langkah awal mewujudkan
kebersihan diri.Dengan tubuh yang bersih meminimalkan resiko seseorang terhadap
kemungkinan terjangkitnya suatu penyakit yang berhubungan dengan kebersihan diri
yang buruk (Rosidah, 2019). Personal Hygiene Education merupakan suatu kegiatan
pemberian pendidikan kesehatan tentang upaya memelihara kesehatan diri terutama
saat menstruasi. Edukasi berisi tentang personal hygiene organ reproduksi,
memberikan pengetahuan tentang cara membersihkan organ reproduksi yang benar
ketika menstruasi sehingga dapat berperilaku Hidup Bersih dan Sehat (Nuryaningsih
et al., 2021).
Masalah kesehatan sangat kompleks dan saling berkaitan dengan
masalah-masalah di luar masalah kesehatan itu sendiri demikian pula untuk mengatasi
masalah kesehatan masyarakat tidak hanya dilihat dari segi kesehatan itu sendiri tapi
harus dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap kesehatan tersebut. Dalam
kehidupan sehari-hari kerbersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus
diperhatikan karena kebersihan akan memengaruhi kesehatan, kenyamanan,
keamanan dan kesejahteraan seseorang. Masalah yang akan timbul akibat kebersihan
organ reproduksi yang kurang baik yaitu timbul beberapa penyakit kelamin seperti
kanker seviks, keputihan, iritasi kulit genital, alergi, peradangan atau infeksi saluran
kemih. Hal tersebut berkaitan dengan saluran kemih dibawah wanita lebih pendek,
sehingga dapat dengan mudah terpapar kuman dan bibit penyakit. Kuman tertentu dan
jumlah tertentu dapat menimbulkan peradangan dan dapat menimbulkan rasa sakit.
Maka dari itu sangat penting untuk menjaga kebersihan vagina agar mencegah
kuman-kuman tersebut masuk kedalam alat kelamin dan mengakses air, sanitasi, dan
kebersihan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari mereka.
Hygiene ketika menstruasi merupakan hal penting dalam menentukan
kesehatan organ reproduksi remaja putri. Perawatan yang baik merupakan faktor
penentu dalam memelihara kesehatan reproduksi karna pada saat menstruasi
pembeluh darah dalam rahim sangat mudah sekali terkena infeksi (Aryani, 2010).
Menurut Mardani dan Priyoto (2010), perilaku personal hygiene adalah suatu
pemahaman, sikap dan praktik yang dilakukan seseorang untuk meningkatkan derajat
kesehatan, memelihara kebersihan diri, meningkatkan rasa percaya diri dan mencegah
timbulnya penyakit. Akibat kurangnya pemahaman personal hygiene genetalia adalah
terjadinya gangguan kesehatan reproduksi seperti keputihan, infeksi saluran kemih,
penyakit radang panggul dan kemungkinan terjadi kanker leher rahim (Wakhidah dan
Wijiyanti, 2014). Informasi merupakan bagian penting dari proses pemahaman bagi
seseorang. Informasi yang diberikan mencakup pengetahuan tentang apa yang terjadi
pada dirinya dalam hal reproduksi dan bagaimana organ dan fungsi reproduksinya
berkembang (Agra, 2010)
Hasil penelitian membuktikan adanya hubungan pengetahuan dengan tindakan
personal hygiene dimana pengetahuan remaja putri di SMP Negeri 4 Baubau masih
dalam kategori kurang dengan tindakan buruk sebesar 44,0%. Hal ini karena
dipengaruhi oleh pemahaman yang masih salah sehingga kemampuan untuk
diperaktekkan berada pada kondisi yang tidak benar dan pengalaman orang sekitar
dimana melaksanakan personal hygiene menstruasi. Semakin tinggi
pendidikan/pengetahuan seseorang maka semakin tinggi pulakesadaranya melakukan
indakan yang benar. Dengan pengetahuan maka seseorang tahu tentang apa saja
penyebab penyakit yang bisa terjadi. Sehingga dengan pengetahuan yang ia miliki
maka seseorang akan berusaha melakukan upaya agar terhindar dari penyakit. Hasil
penelitian juga membuktikan adanya hubungan antara pemberian informasi dengan
tindakan personal hygiene dari 41 remaja putri hanya 18 orang (43,9%) yang
mendapatkan informasi terkait personal hygiene menstruasi dan mayoritas informasi
di dapatkan dari ibu yaitu sebesar 50%. Dapat diketahui terdapat hubungan antara
pengetahuan dan pemberian informasi dengan tindakan personal hygiene di SMP
Negeri 4 Baubau. Maka diharapkan agar guru di sekolah dapat membantu
siswiberperilaku yang baik seperti bekerja sama dengan layanan kesehatan setempat
untuk melakukan penyuluhan individu atau kelempok, dan mendatangkan narasumber
untuk mendatangkan narasumber untuk pengetahuan tentang personal hygiene
menstruasi.
Masalah lain yang dialami oleh remaja yaitu masalah kesehatan gigi dan mulut
merupakan hal penting untuk kesehatan secara umum dan kualitas hidup, terutama
pada remaja. Kesehatan mulut berarti terbebas kanker tenggorokan, infeksi dan luka
pada mulut, penyakit gusi, kerusakan gigi, kehilangan gigi, dan penyakit lainnya,
sehingga terjadi gangguan yang membatasi dalam menggigit, mengunyah, tersenyum,
berbicara, dan kesejahteraan psikososial (WHO, 2012). Perilaku atau kebiasaan
seseoarang dalam menjalankan kehidupan sehari-hari berkaiatan dengan kebersihan
(personal hygiene) yang juga dapat mempengaruhi kesehatan. Praktik hygiene
seseorang dipengaruhi oleh factor pribadi, social budaya. Jika seseorang sakit,
biasanya masalah kebersihan kurang diperhatikan Mayoritas persoalan yang dihadapi
para remaja adalah persoalan kesehatan reproduksi (Hairil Akbar, 2020)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak mempunyai hak untuk bertumbuh dan berkembang. Bertumbuh berarti
bertambahnya ukuran tubuh dan jumlah sel serta jaringan di antara sel-sel.
Pertumbuhan dan perkembangan terjadi secara bersamaan (simultan). Anak memiliki
hak untuk mendapatkan kebutuhannya secara disiplin, mendapatkan cinta dan kasih
sayang, aktualisasi diri, rasa aman dan nyaman, personal hygiene atau kebersihan
dalam dirinya, dan pencegahan infeksi. Keluarga harus mampu mendidik dan
membina anggotanya sesuai dengan norma dan kaidah yang diberlakukan. Semakin
tinggi pendidikan atau pengetahuan seseorang yang diajari sedari dini, maka semakin
tinggi pula kesadaran melakukan tindakan yang benar. Dengan pengetahuan maka
seseorang tahu tentang apa saja penyebab penyakit yang bisa terjadi.

B. Saran
1. Tenaga kesehatan dapat menggencarkan edukasi ke orang tua tentang
pentingnya ilmu pertumbuhan dan perkembangan anak.
2. Pemerintah dapat memfasilitasi dan memantau anak-anak yang ada di
indonesia untuk bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik.
3. Mahasiswa kesehatan terutama keperawatan dapat ikut serta untuk
memberikan edukasi kepada masyarakat terutama orang tua muda tentang
pentingnya kebutuhan dasar anak.
DAFTAR PUSTAKA
Maslow, Abraham. 1970. Motivation and Personality Third Edition. America: Longman

Nasrawaty. 2016. Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Anak Tuna Grahita Di SLB AC
Mandara Kendari. Skripsi. (Kendari: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, 2016),
Diakses pada tanggal 04 Januari, jam 01.50 WIB.

Kemenkes RI Direktorat Jenderal Kesmas (2011). Kebutuhan Dasar Anak untuk Tumbuh
Kembang Yang Optimal, diakses pada 21 Januari 2023, pukul 14.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai