Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA By. G DENGAN IMUNISASI DASAR


USIA 1 BULAN UPTD PUSKESMAS KAYON
PALANGKA RAYA

DISUSUN OLEH :

OKTAVIONA
(2022-04-14901-053)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS
TAHUN 2023
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Oktaviona
NIM : 2022-04-14901-053
Program Studi : Profesi Ners
Judul : “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada By.
G dengan Imunisasi Dasar Usia 1 Bulan di UPTD Puskesmas
Kayon Palangka Raya”.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Stase Keperawatan Anak, Semester II (dua) Pada Program
Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Palangka Raya, 10 Mei 2023

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Karmitasari Yanra, Ners., M.Kep Sri Wulandari, S.Kep., Ners


BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Anak
1.1.1 Definisi

Menurut WHO (2021) definisi anak adalah dihitung sejak seseorang di


dalam kandungan sampai dengan usia 19 tahun.
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk juga yang
masih di dalam kandungan. Menjelaskan bahwa, anak adalah siapa saja yang
belum berusia 18 tahun dan termasuk anak yang masih didalam kandungan, yang
berarti segala kepentingan akan pengupayaan perlindungan terhadap anak sudah
dimulai sejak anak tersebut berada didalam kandungan hingga berusia 18 tahun
(Depkes RI, 2020).
Merujuk dari Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian anak secara
etimologi diartikan manusia yang masih kecil ataupun manusia yang belum
dewasa.
Dapat disimpulkan bahwa anak adalah yang berusia di bawah 18 tahun,
termasuk yang didalam kandungan.
1.1.2 Kebutuhan Dasar Anak
Kebutuhan dasar untuk tumbuh kembang anak secara umum digolongkan
menjadi kebutuhan fisik-biomedis (asuh) yang meliputi, pangan atau gizi,
perawatan kesehatan dasar, tempat tinggal yang layak, sanitasi, sandang,
kesegaran jasmani atau rekreasi. Kebutuhan emosi atau kasih saying (Asih), pada
tahun-tahun pertama kehidupan, hubungan yang erat, mesra dan selaras antara ibu
atau pengganti ibu dengan anak merupakansyarat yang mutlakuntuk menjamin
tumbuh kembang yang selaras baik fisik, mental maupun psikososial. Kebutuhan
akan stimulasi mental (Asah), stimulasi mental merupakan cikal bakal dalam
proses belajar (pendidikan dan pelatihan) pada anak. Stimulasi mental ini
mengembangkan perkembangan mental psikososial diantaranya kecerdasan,
keterampilan, kemandirian, kreaktivitas, agama, kepribadian dan sebagainya.
1.1.3 Tingkat Perkembangan Anak
Menurut Damaiyanti (2022), karakteristik anak sesuai tingkat
perkembangan :
1. Usia bayi (0-1 tahun)
Pada masa ini bayi belum dapat mengekspresikan perasaan dan pikirannya
dengan kata-kata. Oleh karena itu, komunikasi dengan bayi lebih banyak
menggunakan jenis komunikasi non verbal. Pada saat lapar, haus, basah dan
perasaan tidak nyaman lainnya, bayi hanya bisa mengekspresikan
perasaannya dengan menangis. Walaupun demikian, sebenarnya bayi dapat
berespon terhadap tingkah laku orang dewasa yang berkomunikasi dengannya
secara non verbal, misalnya memberikan sentuhan, dekapan, dan
menggendong dan berbicara lemah lembut.
Ada beberapa respon non verbal yang biasa ditunjukkan bayi misalnya
menggerakkan badan, tangan dan kaki. Hal ini terutama terjadi pada bayi
kurang dari enam bulan sebagai cara menarik perhatian orang. Oleh karena
itu, perhatian saat berkomunikasi dengannya. Jangan langsung menggendong
atau memangkunya karena bayi akan merasa takut. Lakukan komunikasi
terlebih dahulu dengan ibunya. Tunjukkan bahwa kita ingin membina
hubungan yang baik dengan ibunya.
2. Usia pra sekolah (2-5 tahun)
Karakteristik anak pada masa ini terutama pada anak dibawah 3 tahun adalah
sangat egosentris. Selain itu anak juga mempunyai perasaan takut oada
ketidaktahuan sehingga anak perlu diberi tahu tentang apa yang akan akan
terjadi padanya. Misalnya, pada saat akan diukur suhu, anak akan merasa
melihat alat yang akan ditempelkan ke tubuhnya. Oleh karena itu jelaskan
bagaimana akan merasakannya. Beri kesempatan padanya untuk memegang
thermometer sampai ia yakin bahwa alat tersebut tidak berbahaya untuknya.
Dari hal bahasa, anak belum mampu berbicara fasih. Hal ini disebabkan
karena anak belum mampu berkata-kata 900-1200 kata. Oleh karena itu saat
menjelaskan, gunakan kata-kata yang sederhana, singkat dan gunakan istilah
yang dikenalnya. Berkomunikasi dengan anak melalui objek transisional
seperti boneka. Berbicara dengan orangtua bila anak malu-malu. Beri
kesempatan pada yang lebih besar untuk berbicara tanpa keberadaan
orangtua.
Satu hal yang akan mendorong anak untuk meningkatkan kemampuan dalam
berkomunikasi adalah dengan memberikan pujian atas apa yang telah
dicapainya.
3. Usia sekolah (6-12 tahun)
Anak pada usia ini sudah sangat peka terhadap stimulus yang dirasakan yang
mengancam keutuhan tubuhnya. Oleh karena itu, apabila berkomunikasi dan
berinteraksi sosial dengan anak diusia ini harus menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti anak dan berikan contoh yang jelas sesuai dengan
kemampuan kognitifnya.
Anak usia sekolah sudah lebih mampu berkomunikasi dengan orang dewasa.
Perbendaharaan katanya sudah banyak, sekitar 3000 kata dikuasi dan anak
sudah mampu berpikir secara konkret.
4. Usia remaja (13-18)
Fase remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari akhir masa anak-
anak menuju masa dewasa. Dengan demikian, pola piker dan tingkah laku
anak merupakan peralihan dari anak-anak menuju orang dewasa. Anak harus
diberi kesempatan untuk belajar memecahkan masalah secara positif. Apabila
anak merasa cemas atau stress, jelaskan bahwa ia dapat mengajak bicara
teman sebaya atau orang dewasa yang ia percaya.
Menghargai keberadaan identitas diri dan harga diri merupakan hal yang
prinsip dalam berkomunikasi. Luangkan waktu bersama dan tunjukkan
ekspresi wajah bahagia.
1.1.4 Tugas Perkembangan Anak
Tugas perkembangan menurut teori Havighurst (2021) adalah tugas yang
harus dilakukan dan dikuasai individu pada tiap tahap perkembangannya. Tugas
perkembangan bayi 0-2 tahun adalah berjalan, berbicara, makan makanan padat,
kestabilan jasmani.
Tugas perkembangan anak usia 3-5 tahun adalah mendapat kesempatan
bermain, berkesperimen dan berekplorasi, meniru, mengenal jenis kelamin,
membentuk pengertian sederhana mengenai kenyataan social dan alam, belajar
mengadakan hubungan emosional, belajar membedakan salah dan benar serta
mengembangkan kata hati juga proses sosialisasi.
Tugas perkembangan usia 6-12 tahun adalah belajar menguasai
keterampilan fisik dan motorik, membentuk sikap yang sehat mengenai diri
sendiri, belajar bergaul dengan teman sebaya, memainkan peranan sesuai dengan
jenis kelamin, mengembangkan konsep yang diperlukan dalam kehidupan sehari-
hari, mengembangkan keterampilan yang fundamental, mengembangkan
pembentukan kata hati, moral dan sekala nilai, mengembangkan sikap yang sehat
terhadap kelompok sosial dan lembaga.
Tugas perkembangan anak usia 13-18 tahun adalah menerima keadaan
fisiknya dan menerima peranannya sebagai perempuan dan laki-laki, menyadari
hubungan-hubungan baru dengan teman sebaya dan kedua jenis kelamin,
menemukan diri sendiri berkat refleksi dan kritik terhadap diri sendiri, serta
mengembangkan nilai-nilai hidup.

1.2 Konsep Imunisasi


1.2.1 Definisi Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi,
berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau
resisten terhadap suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang
lain. Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat
terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit
ringan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2021).
Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja memasukkan
antigen lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten
terhadap penyakit tertentu. Sistem imun tubuh mempunyai suatu sistem memori
(daya ingat), ketika vaksin masuk kedalam tubuh, maka akan dibentuk antibodi
untuk melawan vaksin tersebut dan sistem memori akan menyimpannya sebagai
suatu pengalaman. Jika nantinya tubuh terpapar dua atau tiga kali oleh antigen
yang sama dengan vaksin maka antibodi akan tercipta lebih kuat dari vaksin yang
pernah dihadapi sebelumnya (Atikah, 2021).
Imunisasi merupakan salah satu cara yang efektif untuk mencegah
penularan penyakit dan upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian pada
bayi dan balita (Mardianti & Farida, 2020).
Dari beberapa definisi di atas maka penulis menyimpulkan definisi
imunisasi adalah tindakan yang dengan sengaja memberikan antigen atau bakteri
dari suatu patogen yang akan menstimulasi sistem imun dan menimbulkan
kekebalan, sehingga hanya mengalami gejala ringan apabila terpapar dengan
penyakit tersebut.
1.2.2 Manfaat Imunisasi
Manfaat imunisasi tidak bisa langsung dirasakan atau tidak langsung
terlihat. Manfaat imunisasi yang sebenarnya adalah menurunkan angka kejadian
penyakit, kecacatan maupun kematian akibat penyakit-penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi. Imunisasi tidak hanya dapat memberikan perlindungan
kepada individu namun juga dapat memberikan perlindungan kepada populasi
Imunisasi adalah paradigma sehat dalam upaya pencegahan yang paling efektif
(Mardianti & Farida, 2020).
Imunisasi merupakan investasi kesehatan untuk masa depan karena dapat
memberikan perlindungan terhadap penyakit infeksi, dengan adanya imunisasi
dapat memberikan perlindunga kepada indivudu dan mencegah seseorang jatuh
sakit dan membutuhkan biaya yang lebih mahal.
1.2.3 Klasifikasi
Imunisasi yang merupakan rekomendasi IDAI Tahun 2020 antara lain:
a. Vaksin Hepatitis B
Vaksin Hepatitis B monovalen paling baik diberikan kepada bayi segera
setelah lahir sebelum berumur 24 jam, didahului penyuntikan vitamin K1
minimal 30 menit sebelumnya. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, segera
berikan vaksin HB dan immunoglobulin hepatitis B (HBIg) pada ekstrimitas
yang berbeda, maksimal dalam 7 hari setelah lahir. Imunisasi HB selanjutnya
diberikan bersama DTwP atau DTaP (IDAI, 2020).
b. Vaksin polio
Vaksin Polio 0 sebaiknya diberikan segera setelah lahir. Apabila lahir di
fasilitas kesehatan diberikan bOPV-0 saat bayi pulang atau pada kunjungan
pertama. Selanjutnya berikan bOPV atau IPV bersama DTwP atau DTaP.
Vaksin IPV minimal diberikan 2 kali sebelum berusia 1 tahun bersama DTwP
atau DTaP (IDAI, 2020).
c. Vaksin BCG
Vaksin BCG sebaiknya diberikan segera setelah lahir atau segera mungkin
sebelum bayi berumur 1 bulan. Bila berumur 2 bulan atau lebih, BCG
diberikan bila uji tuberkulin negatif. (IDAI, 2020).
d. Vaksin DPT Vaksin DPT dapat diberikan mulai umur 6 minggu berupa
vaksin DTwP atau DTaP. Vaksin DTaP diberikan pada umur 2, 3, 4 bulan
atau 2, 4, 6 bulan. (IDAI, 2020).
e. Vaksin Hib
Vaksin Hib diberikan pada usia 2, 3, dan 4 bulan. Kemudian booster Hib
diberikan pada usia 18 bulan di dalam vaksin pentavalent (IDAI, 2020).
f. Vaksin pneumokokus (PCV)
PCV diberikan pada umur 2, 4, dan 6 bulan dengan booster pada umur 12- 15
bulan. Jika belum diberikan pada umur 7-12 bulan, berikan PCV 2 kali
dengan jarak 1 bulan dan booster setelah 12 bulan dengan jarak 2 bulan dari
dosis sebelumnya. (IDAI, 2020).
g. Vaksin rotavirus
Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama mulai umur 6
minggu, dosis kedua dengan internal minimal 4 minggu, harus selesai pada
umur 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali, dosis pertama
6-12 minggu, dosis kedua dan ketiga dengan interval 4 sampai 10 minggu,
harus selesai pada umur 32 minggu (IDAI, 2020).
h. Vaksin influenza
Vaksin influenza diberikan mulai umur 6 bulan, diulang setiap tahun. (IDAI,
2020).
i. Vaksin MR/MMR Vaksin MR / MMR pada umur 9 bulan berikan vaksin
MR. Bila sampai umur 12 bulan belum mendapat vaksin MR, dapat diberikan
MMR. Umur 18 bulan berikan MR atau MMR. Umur 5-7 tahun berikan MR
(dalam program BIAS kelas 1) atau MMR (IDAI, 2020).
j. Vaksin jepanese encephalitis (JE)
Vaksin JE diberikan mulai umur 9 bulan di daerah endemis atau yang akan
bepergian ke daerah endemis. Untuk perlindungan jangka panjang dapat
berikan booster 1-2 tahun kemudian (IDAI, 2020).
k. Vaksin varisela
Vaksin varisela diberikan mulai umur 12-18 bulan. (IDAI, 2020).
l. Vaksin hepatitis A
Vaksin hepatitis A diberikan 2 dosis mulai umur 1 tahun, dosis ke-2 diberikan
6 bulan sampai 12 bulan kemudian (IDAI, 2020).
m. Vaksin tifoid
Vaksin tifoid polisakarida diberikan mulai umur 2 tahun dan diulang setiap 3
tahun (IDAI, 2020).
n. Vaksin human papilloma virus (HPV)
Vaksin HPV diberikan pada anak perempuan umur 9-14 tahun 2 kali dengan
jarak 6-15 bulan (atau pada program BIAS kelas 5 dan 6). (IDAI, 2020).
o. Vaksin dengue
Vaksin dengue diberikan pada anak umur 9-16 tahun dengan seropositif
dengue yang dibuktikan adanya riwayat pernah dirawat dengan diagnosis
dengue (pemeriksaan antigen NS-1 dan atau uji serologis IgM/IgG antidengue
positif) atau dibuktikan dengan pemeriksaan serologi IgG anti positif (IDAI,
2020).
1.2.4 Penyakit Yang Dapat di Cegah dengan Imuniasasi
Berdasarkan Info Datin Kementerian Kesehatan (2021), penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi yaitu :
a. Pada imunisasi wajib antara lain: polio, tuberculosis, hepatitis B, difteri,
campak rubella dan sindrom kecacatan bawaan akibat rubella (congenital
rubella syndrome/CRS)
b. Pada imunisasi yang dianjurkan antara lain: tetanus, pneumonia (radang
paru), meningitis (radang selaput otak), cacar air. Alasan pemberian imunisasi
pada penyakit tersebut karena kejadian di Indonesia masih cukup tinggi dapat
dilihat dari banyaknya balita yang meninggal akibat penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi (PD3I)
c. Pada imunisasi lain disesuaikan terhadap kondisi suatu negara tertentu
1.2.5 Patofisiologi
Di Indonesia program imunisasi yang terorganisasi sudah ada sejak tahun
1956, pada tahun 1974 dinyatakan bebas dari penyakit cacar (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2021). Kegiatan imunisasi dikembangkan menjadi
PPI (Program Pengembangan Imunisasi) pada tahun 1977, dalam upaya mencegah
penularan terhadap beberapa Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
(PD3I) seperti Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Campak, Polio, Tetanus serta
Hepatitis B (Permenkes, 2018).
Perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi khususnya dalam
bidang kesehatan mendorong peningkatan kualitas pelayanan imunisasi ditandai
dengan penemuan beberapa vaksin baru seperti Rotavirus, Jappanese
Encephalitis, dan lain-lain. Selain itu perkembangan teknologi juga telah
menggabungkan beberapa jenis vaksin sebagai vaksin kombinasi yang terbukti
dapat meningkatkan cakupan imunisasi, mengurangi jumlah suntikan dan kontak
dengan petugas (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).
WOC IIMUNISASI

Neonatus

Imunisasi adalah suatu upaya


untuk menimbulkan/meningkatkan
Pencegahan awal terhadap suatu penyakit
kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu penyakit, sehingga
apabila suatu saat terpajan dengan
penyakit tersebut tidak akan sakit IMUNISASI
atau hanya mengalami sakit ringan
(Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2021).
Pemberian sesuai dengan yang ditetapkan

B1 B2 B3 B4 B5 B6
( BREATHING ) ( BLOOD ) ( BRAIN ) ( BLADDER ) ( BOWEL ) ( BONE )

Reaksi tubuh Pemberian imunisasi


Tidak Ada Masalah Tidak Ada Masalah Tidak Ada Masalah Tidak Ada Masalah
Keperawatan dengan jarum suntik Keperawatan Keperawatan Keperawatan
Pengeluaran mediator
kimia Benda asing masuk ke
dalam tubuh

Histamin
Respon nyeri

Mempengaruhi
thermostat dalam
MK : Gangguan
hipotalamus Rasa Nyaman

Sel point meningkat

Peningkatan suhu tubuh

MK : Defisit
Edukasi penanganan
MK : Hipertermia Pegetahuan
hipertermia
Ventrikel kiri gagal Produksi
MK : Defisit MK : Defisit
memompa/
Perawatan perubahan sputum Nyeri pada saat Perawatan
Diri kontraktilitas meningkat Sianosis bernapas
Dipersepsikan Diri
1.2.6 Program Pemerintah Untuk Imunisasi
Berdasarkan Keputusan Meteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2021 Tentang
Penyelenggaraan Imunisasi, pokok-pokok kegiatan pemerintah untuk imunisasi
yaitu:
a. Imunisasi Rutin
Kegiatan imunisasi rutin adalah kegiatan imunisasi secara wajib dan
berkesinambungan harus dilaksanankan pada periode waktu yang telah
ditetapkan sesuai dengan usia dan jadwal imunisasi. Berdasarkan kelompok
umur sasaran, imunisasi rutin dibagi menjadi:
1. Imunisasi rutin pada bayi
2. Imunisasi rutin pada wanita usia subur
3. Imunisasi rutin pada anak sekolah
Berdasarkan tempat pelayanan imunisasi rutin dibagi menjadi:
1. Pelayanan imunisasi di dalem gedung dilaksanakan di puskesmas,
puskesmas pembantu, rumah sakit, rumah bersalin dan polindes
2. Pelayanan imunisasi di luar gedung dilaksanakan di posyandu, kunjungan
rumah dan sekolah
3. Pelayanan imunisasi rutin juga dapat diselenggarakan oleh swasta seperti,
rumah sakit, dokter praktik dan bidan praktik.
b. Imunisasi Tambahan
Imunisasi tambahan adalah kegiatan imunisasi yang tidak wajib
dilaksanakan, hanya dilakukan atas dasar ditemukannya masalah dari hasil
pemantauan dan evaluasi, yang termasuk imunisasi tambahan meliputi:
1. Backlog fighting
Backlog adalah upaya aktif di untuk melengkapi Imunisasi dasar pada
anak yang berumur 1-3 tahun. Dilaksanakan di desa yang tidak mencapai
(Universal Child Imumunization/UCI) selama dua tahun.
2. Crash program
Kegiatan ini ditujukan untuk wilayah yang memerlukan intervensi secara
cepat karena masalah khusus seperti:
a. Angka kematian bayi akibat PD3I tinggi
b. Infrastruktur (tenaga, sarana, dana) kurang
c. Desa yang selama tiga tahun berturut-turut tidak mencapai (Universal
Child Imumunization/UCI). Kegiatan ini biasanya menggunakan
waktu yang relatif panjang, tenaga dan biyaya yang banyak maka
sangat diperlukan adanya evaluasi indikator yang perlu ditetapkan
misalnya campak, atau campak terpadu dengan polio
3. PIN (Pekan Imunisasi Nasional)
Pekan Imunissai Nasional suatu kegiatan untuk memutus mata rantai
penyebaran virus polio atau campak dengan cara memberikan vaksin polio
dan campak kepada setiap bayi dan balita tanpa mempertimbangkan status
imunisasi sebelumnya. Pemberian imunisasi campak dan polio pada waktu
PIN di samping untuk memutus rantai penularan juga berguna sebagai
imunisasi ulangan.
4. Kampanye (Cath Up Campaign)
Kegiatan-kegiatan imunisasi maasal yang dilakukan secara bersamaan di
wilayah tertentu dalam upaya memutuskan mata rantai penyakit penyebab
PD3I.
5. Imunisasi dalam Penanggulangan KLB
Pelaksanaan kegiatan Imunisasi dalam penanganan KLB disesuaikan
dengan situasi epidemiologi penyakit.

1.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


Aspek legal dapat didefinisikan sebagai studi kelayakan yang
mempermasalahkan keabsahan suatu tindakan ditinjau dan hukum yang berlaku di
Indonesia. Asuhan keperawatan (Askep) merupakan aspek legal bagi seorang
perawat, walaupun format model asuhan keperawatan di berbagai rumah sakit
berbeda-beda. Aspek legal dikaitkan dengan dokumentasi keperawatan
merupakan bukti tertulis terhadap tindakan yang sudah dilakukan sebagai bentuk
asuhan keperawatan pada pasien, keluarga, kelompok, maupun komunitas.
Dokumentasi keperawatan adalah informasi tertulis tentang statusdan
perkembangan kondisi kesehatan pasien serta semua kegiatan asuhan keperawatan
yang dilakukan oleh perawat (Dermawan, 2021).
Proses keperawatan adalah aktifitas yang mempunyai maksud yaitu praktik
keperawatan yang dilakukan dengan cara yang sistematik. Selama melaksanakan
proses keperawatan, perawat menggunakan dasar pengetahuan yang komprehensif
untuk mengkaji status kesehatan klien, membuat penilaian yang bijaksana, dan
mendiagnosa, mengidentifikasi hasil akhir kesehatan klien dan merencanakan,
menerapkan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang tepat guna mencapai
hasil akhir tersebut (Dermawan, 2021).
Asuhan Keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan
dalam aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitative dan preventif perawatan
kesehatan. Untuk sampai pada halaman ini, profesi keperawatan telah
mengidentifikasi proses pemecahan masalah yang menggabungkan elemen yang
paling diinginkan dari seni keperawtan dengan elemen yang paling relevan dari
system teori, dengan menggunakan metode ilmiah.
Proses keperawatan adalah cara sistematis yang dilakukan oleh perawat
bersama klien dalam menentukan kebutuhan asuhan keperawatan dengan
melakukan pengkajian, menentukan diagnosa, merencanakan tindakan,
melaksnakan tindakan, serta mengevaluasi asuhan keperawatan.
2.2.1 Pengkajian
Menurut hidayat (2019), pengkajian merupakan langkah pertama dari proses
keperawatan dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga
akan diketahui berbagai permasalahan yang ada. Adapun pengkajian pada klien
dengan Diagnosa Medis Imunisasi adalah :
Identitas klien dan Penanggung jawab
Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahsa yang digunakan,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor
register, tanggal dan jam masuk rumah sakit, dan diagnosis medis.
a. Keluhan utama
Biasanya mengatakan ingin mendapatkan imunisasi sesuai dengan jenis
imunisasi dan usia
b. Riwayat imunsasi sekarang
Riwayat pemberian imunisasi sesuai dengan usia.
c. Riwayat imunisasi
Anak usia sekolah sudah harus mendapat imunisasi lengkap antara lain :
BCG, POLIO I,II, III; DPT I, II, III; dan campak.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon
pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respon pasien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2016).
Menurut SDKI, diagnosa keperawatan merupakan langkah kedua dari
proses keperawatan yang menggambarkan penilaian klinis tentang respon
individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat terhadap permasalahan
kesehatan baik aktual maupun potensial. Adapun diagnosa keperawatan yang
dapat muncul pada klien dengan diagnosa Imunisasi Campak adalah :
1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (imunisasi) (halaman 284,
D.0130).
2. Gangguan Rasa Nyaman berhubungan dengan gejala penyakit (D.0074.
Halaman 166).
3. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi (D.0111.
Halaman 246).
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Menurut SIKI DPP PPNI, 2018 intervensi keperawatan adalah segala
treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan
penilaian krisis untuk mencapai luaran (outcome) yang di harapkan, sedangkan
tindakan keperawatan adalah prilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh
perawat untuk mengimpementasikan intervensi keperawatan. Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia menggunakan sistem klasifiksai yang sama dengan SDKI.
Sistem klasifikasi diadaptasi dari sistem klasifikasi international classification of
nursing precite (ICNP) yang dikembangkan oleh International Council of Nursing
(ICN) sejak tahun 1991.
Komponen ini merupakan rangkaian prilaku atau aktivitas yang dikerjakan
oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan. tindakan-
tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi, teraupetik, edukasi
dan kolaborasi (Berman et al, 2015: Potter dan Perry, 2013; Seba, 2007;
Wilkinson et al, 2016).
Dalam menentukan intervensi keperawatan, perawat perlu
mempertimbangkan beberapa faktor yaitu: karakteristik diagnosis keperawatan,
luaran (outcome) keperawatan yang diharapkan, kemampulaksanaan intervensi
keperawatan, kemampuan perawat, penerimaan pasien, hasil penelitian.
Dengan adanya Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) maka
perawat dapat menentukan intervensi yang sesuai dengan diagnosis keperawatan
yang telah terstandar sehingga dapat memberikan Asuhan Keperawatan yang
tepat, seragam secara nasional, peka budaya, dan terukur mutu pelayanannya.
Adapun intervensi keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang
berkaitan dengan diagnosa medis Imunisasi adalah:
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi
(halaman 129, L.14134) (halaman 181, I.15506)
1. Hipertermia Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x8 1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar
berhubungan dengan jam di harapkan masalah keperawatan lingkungan panas, penggunaan inkubator)
proses penyakit (infeksi) Hipertermia dapat teratasi dengan kriteria 2. Monitor suhu tubuh
(halaman 284, D.0130). hasil: 3. Monitor kadar elektrolit
1. Mengigil menurun (5) 4. Monitor haluaran urine
2. Kulit merah menurun (5) 5. Monitor komplikasi akibat hipertermia
3. Kejang menurun (5) 6. Sediakan lingkungan yang dingin
4. Akrosiasis menurun (5) 7. Longgarkan atau lepas pakaian
5. Konsumsi oksigen menurun (5) 8. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
6. Piloreksi menurun (5) 9. Berikan cairan oral
7. Vasokonstriksi perifer menurun (5) 10. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
8. Kutis memorata menurun (5) hyperhidrosis (keringat berlebih)
9. Pucat menurun (5) 11. Lakukan pendinginan eksternal (mis. Selimut hipotermia atau
10. Takikardi menurun (5) kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
11. Takipnea menurun (5) 12. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
12. Bradikardi menurun (5) 13. Berikan oksigen, jika perlu
13. Dasar kuku sianotik menurun (5) 14. Anjurkan tirah baring
14. Hipoksia menurun (5) 15. Kolaborasi pemberian cairan elektrolit intravena, jika perlu
15. Suhu tubuh membaik (5)
16. Suhu kulit membaik (5)
17. Kadar glukosa darah membaik (5)
18. Pengisian kapiler membaik (5)
19. Ventilasi membaik (5)
20. Tekanan darah membaik (5)
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi
(halaman 110, L.08064) (halaman 328, I.14564)
2. Gangguan Rasa Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x8 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
Nyaman berhubungan jam di harapkan masalah keperawatan intensitas nyeri
dengan gejala penyakit Gangguan Rasa Nyaman dapat teratasi 2. Identifikasi skala nyeri
(D.0074. Halaman 166). dengan kriteria hasil: 3. Identifikasi respon nyeri nonverbal
1. Kesejahteraan fisik meningkat (5) 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
2. Kesejahteraan psikologis meningkat 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
(5) 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
3. Dukungan sosial dari keluarga 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
meningkat (5) 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer
4. Dukungan sosial dari teman meningkat 9. Monitor efek samping yang sudah diberikan penggunaan
(5) analgetik
5. Perawatan sesuai keyakinan budaya 10. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
meningkat (5) (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback,
6. Perawatan sesuai kebutuhan meningkat terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
(5) kompres hangat/dingin, terapi bermain)
7. Kebebasan melakukan ibadah 11. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
meningkat (5) ruangan, pencahayaan, kebisingan)
8. Rileks meningkat (5) 12. Fasilitas istirahat dan tidur
9. Keluhan tidak nyaman menurun (5) 13. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
10. Gelisah menurun (5) strategi meredakan nyeri
11. Kebisingan menurun (5) 14. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
12. Keluhan sulit tidur menurun (5) 15. Jelaskan strategi meredakan nyeri
13. Keluhan kedinginan menurun (5) 16. Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
14. Keluhan kepanasan menurun (5) 17. Anjurkan menggunakan analgetik secara mandiri
15. Gatal menurun (5) 18. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
16. Mual menurun (5) 19. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
17. Lelah menurun (5) 20. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
18. Merintih menurun (5)
19. Menangis menurun (5)
20. Iritabilitas menurun (5)
21. Menyalahkan diri sendiri menurun (5)
22. Konfusi menurun (5)
23. Konsumsi alkohol menurun (5)
24. Penggunaan zat menurun (5)
25. Percobaan bunuh diri menurun (5)
26. Memori masa lalu membaik (5)
27. Suhu ruangan membaik (5)
28. Pola eliminasi membaik (5)
29. Postur tubuh membaik (5)
30. Kewaspadaan membaik (5)
31. Pola hidup membaik (5)
32. Pola tidur membaik (5)
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi
(halaman 146, L.12111) (halaman 328, I.14564)
3. Defisit Pengetahuan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x8 1. Identifikasi kesiapan menerima informasi
berhubungan dengan jam di harapkan masalah keperawatan 2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
kurang terpapar informasi Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit dapat menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
(D.0111. Halaman 246). teratasi dengan kriteria hasil: 3. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
1. Perilaku sesuai anjuran meningkat (5) 4. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
2. Verbalisasi minat dalam belajar 5. Berikan kesempatan untuk bertanya
meningkat (5) 6. Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
3. Kemampuan menjelaskan pengetahuan 7. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
tentang suatu topik meningkat (5) 8. Ajarkan strategi yang dapat di gunakan untuk meningkatkan
4. Kemampuan mengambarkan perilaku hidup bersih dan sehat
pengalaman sebelumnya sesuai dengan
topik meningkat (5)
5. Perilaku sesuai dengan pengetahuan
meningkat (5)
6. Pertanyaan sesuai dengan masalah
yang di hadapi menurun (5)
7. Persepsi yang keliru terhadap masalah
menurun (5)
8. Menjalani pemeriksaan yang tidak
tepat menurun (5)
9. Perilaku membaik (5)
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang telah direncanakan dalam rencana
keperawatan. Sama seperti tujuan dan hasil yang ditentukan oleh data, intervensi
keperawatan ditentukan oleh tujuan dan hasil yang diharapkan. Tindakan
keperawatan mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi (Vaughans,
2023).
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang
pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada
langkah sebelumnya (intervensi).
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan
untuk menentukan apakah telah berhasil meningkatkan kondisi klien
(Potter&Perry, 2019).
Pada langkah ini, adalah penilaian atas hasil dari asuhan keperawatan yang
telah di berikan oleh perawat. Memberikan asuhan keperawatan yang
pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada
langkah sebelumnya (intervensi), dan pelaksanaan (implementasi).
DAFTAR PUSTAKA
Kristiyanasari, weni. 2013. Asuhan Keperawatan Neonatus dan Anak. Yogyakarta
: Nuha Medika.
Ma’rifah & Novelia. 2011. Imunisasi Campak Untuk Anak. Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Bina Sehat PPNI Mojokerto : Medika.
Nursalam. 2011. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Edisi 2.
Nursalam. 2014. Metodologi Penelitin Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis.
Jakarta Selatan : Salemba Medika. Edisi 3.
Romauli. 2011. Buku Ajar Askeb I Konsep Dasar Asuhan Kehamilan.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Definisi
dan Indikator Diagnostik (Edisi 1). 2016. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus
Pusat
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi
dan Tindakan Keperawatan (Edisi 1, cetakan II). 2018. Jakarta Selatan :
Dewan Pengurus Pusat
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan (Edisi 1, cetakan II). 2018. Jakarta
Selatan : Dewan Pengurus Pusat
Wahyuni. 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita Penuntun Belajar Praktek
Klinik. Jakarta : EGC.
Wulandari, P. 2015. Asuhan Bayi Baru Lahir. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Kusuma Husada. Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai