Anda di halaman 1dari 70

SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. I DENGAN


DIAGNOSA MEDIS CA MAMMAE pro MRM
DI RUANG OK BEDAH RSUA SURABAYA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK IV

OKTAVIA NYAI SAKTI 2022-04-14901-052


OKTAVIONA 2022-04-14901-053
RIA FADLIANI MELINA 2022-04-14901-056
RIVALDO SETYO 2022-04-14901-057
RULY RAMADANA 2022-04-14901-058
SARPIKA YENA 2022-04-14901-060
TETENIA DIYANTI 2022-04-14901-063
THOMAS ERIK HELVIN 2022-04-14901-054

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS
TAHUN AJARAN
2023
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Pendahuluan ini di susun oleh :


Kelompok IV
Oktavia Nyai Sakti 2022-04-14901-052
Oktaviona 2022-04-14901-053
Ria Fadliani Melina 2022-04-14901-056
Rivaldo Setyo 2022-04-14901-057
Ruly Ramadana 2022-04-14901-058
Sarpika Yena 2022-04-14901-060
Tetenia Diyanti 2022-04-14901-063
Thomas Erik Helvin 2022-04-14901-054
Program Studi : Profesi Ners
Judul : “Asuhan Keperawatan pada Ny. I dengan Diagnosa Medis
Ca Mammae pro MRM di Ruang OK Bedah RSUA
Surabaya”.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menempuh


Praktik KMB II Pada Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Eka Harap Palangka Raya.

Pembimbing Akademik

Nia Pristina, S.Kep., Ners


LEMBAR PENGESAHAN
Asuhan Keperawatan ini disusun oleh:
Kelompok IV
Oktavia Nyai Sakti 2022-04-14901-052
Oktaviona 2022-04-14901-053
Ria Fadliani Melina 2022-04-14901-056
Rivaldo Setyo 2022-04-14901-057
Ruly Ramadana 2022-04-14901-058
Sarpika Yena 2022-04-14901-060
Tetenia Diyanti 2022-04-14901-063
Thomas Erik Helvin 2022-04-14901-054
Program Studi : Profesi Ners
Judul : “Asuhan Keperawatan pada Ny. I dengan Diagnosa Medis
Ca Mammae pro MRM di Ruang OK Bedah RSUA
Surabaya”.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik KMB II Pada Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Pembimbing Akademik

Nia Pristina, S.Kep., Ners

Mengetahui,
Ketua Program Studi Profesi Ners,

Meilitha Carolina,Ners, M.Kep.


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga kelompok dapat menyelesaikan Asuhan
Keperawatan pada Ny. I dengan Diagnosa Medis Ca Mammae pro MRM di
Ruang OK Bedah RSUA Surabaya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna
melengkapi tugas Praktik Profesi Ners Stase KMB II.
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Profesi
Ners STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Nia Pristina, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
4. RSUA Surabaya, terima kasih atas kesempatannya, sehingga kelompok
dapat melakukan praktik untuk capaian kompetensi KMB II
5. Ruang OK Bedah RSUA Surabaya, terima kasih atas kesempatannya,
sehingga kelompok dapat melakukan praktik untuk capaian kompetensi
KMB II
6. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan praktik capaian
kompetensi KMB II ini.
Kelompok menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat
kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kelompok mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan
pendahuluan ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat
bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI

SAMPUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan.....................................................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit Ca Mammae..................................................................................
2.1.1 Definisi Ca Mammae......................................................................................
2.1.2 Anatomi Fisiologi............................................................................................
2.1.3 Etiologi Ca Mammae......................................................................................
2.1.4 Klasifikasi Ca Mammae..................................................................................
2.1.5 Patofisiologi (WOC).......................................................................................
2.1.6 Manifestasi Klinis Ca Mammae......................................................................
2.1.7 Komplikasi Ca Mammae.................................................................................
2.1.8 Pemerikasaan Penunjang Ca Mammae...........................................................
2.1.9 Penatalaksanaan Medis Ca Mammae..............................................................
2.1 Konsep Dasar MRM.................................................................................................
2.1.1 Konsep Dasar MRM.......................................................................................
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan............................................................................
2.2.1 Pengkajian.......................................................................................................
2.2.2 Diagnosa Keperawatan....................................................................................
2.2.3 Intervensi (Perencanaan).................................................................................
2.2.4 Implementasi...................................................................................................
2.2.5 Evaluasi...........................................................................................................
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian.............................................................................................................
3.2 Diagnosa...............................................................................................................
3.3 Intervensi...............................................................................................................
3.4 Implementasi dan evaluasi....................................................................................
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian.............................................................................................................
4.2 Diagnosa...............................................................................................................
4.3 Intervensi...............................................................................................................
4.4 Implementasi dan evaluasi....................................................................................
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan ...........................................................................................................
5.2 Saran .....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ca mammae adalah suatu keadaan dimana sel telah kehilangan
pengendalian dan fungsi normal, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak
normal, cepat, serta tidak kendali. Sel-sel tersebut membelah diri dengan cepat
dari sel yang normal dan berakumalasi, kemudian membentuk suatu benjolan atau
massa pada payudara. Kanker payudara atau Carsinoma mammae merupakan
tumor ganas yang menyerang pada daerah sekitar payudara dan menyebar ke
seluruh tubuh (American Cancer Society, 2014). Faktor risiko yang erat kaitannya
dengan peningkatan insiden kanker payudara antara lain jenis kelamin wanita,
usia > 50 tahun, riwayat keluarga dan genetik (Pembawa mutasi gen BRCA1,
BRCA2, ATM atau TP53 (p53)), riwayat penyakit payudara sebelumnya (DCIS
pada payudara yang sama, LCIS, densitas tinggi pada mamografi), riwayat
menstruasi dini (< 12 tahun) atau menarche lambat (>55 tahun), riwayat
reproduksi (tidak memiliki anak dan tidak menyusui), hormonal, obesitas,
konsumsi alkohol, riwayat radiasi dinding dada, faktor lingkungan (Panigroro et
al., 2019).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kanker payudara adalah
yang terdepan kanker di kalangan wanita yang mempengaruhi sekitar 2,1 juta
setiap tahun menyebabkan jumlah kematian terkait kanker terbesar di kalangan
wanita (Kobina et al., 2021). Angka kejadian kanker payudara global mencapai
2,09 juta kasus baru pada tahun 2020. Menurut terhadap Insiden, Kematian, dan
Prevalensi Kanker Global (GLOBOCAN) mencatat, kematian akibat kanker
payudara telah mencapai 626.679 kasus. Secara umum, kanker payudara adalah
tumor yang disebabkan oleh perkembangan jaringan payudara yang tidak diatur.
Ini perkembangan yang tidak diatur disebabkan oleh beberapa penyebab, seperti:
faktor internal (usia, genetik, hormon, dll) atau faktor eksternal (diet, kurang
olahraga, obesitas, dll) (Rustamadji et al., 2021). Data dari jawa timur kasus
kanker payudara ini klien rawat inap sebanyak 1.069 orang dan menjalani rawat
jalan 970 orang.
Penyebab dari kanker payudara ini adalah merokok dan terpapar asap rokop
(perokok pasif), pola makanan yang buruk (tinggi lemak dan rendah serat,
mengandung zat pengawet/pewarna), haid pertama pada umur kurang dari 12
tahun, melahirkan anak pertama setelah umur 35 tahun, tidak pernah menyusui
anak, diantara keluarga ada yang terkena kanker sebelumnya, dll. Penatalaksanaan
atau pengobatan dari kanker payudara ini dapat digolongkan 4 macam yaitu
pembedahan, radioterapi, kemoterapi, dan terapi hormonal. Pada pengobatan
kemoterapi terdapat dampak psikologis dari kemoterapi berupa ancaman terhadap
body image, seksualitas, intimasi dari hubungan, dan konflik dalam pengambilan
keputusan terkait pilihan pengobatan yang akan dipilih (Haryati & Sari, 2019).
Akibat dari kemoterapi atau efek dari kemoterapi yaitu mual, muntah, rambut
rontok, diare, neuropati, dll (Haryati & Sari, 2019).
Berdasarkan masih tingginya prevalensi angka kejadian Ca Mammae
khususnya di Indonesia, dan juga melihat dari segi sebab akibat yang dapat di
timbulkan, dan tindakan yang MRM yang akan di berikan, maka kelompok
tertarik untuk membahas lebih lanjut tentang Ca Mammae pro MRM dan asuhan
keperawatan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat
dirumuskan masalah dalam laporan pendahuluan ini adalah : Bagaimana
pemberian asuhan keperawatan pada Ny. I dengan Diagnosa Ca Mammae pro
MRM di RSUA Surabaya?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman
langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada Ny. I dengan
Diagnosa Ca Mammae pro MRM di RSUA Surabaya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa dapat melengkapi Asuhan Keperawatan pada Ny. I dengan
Diagnosa Medis Ca Mammae pro MRM di RSUA Surabaya.
1.3.2.2 Mahasiswa dapat melakukan pengkajian pada Ny. I dengan Diagnosa
Medis Ca Mammae pro MRM di RSUA Surabaya.
1.3.2.3 Mahasiswa dapat menganalisa kasus dan merumuskan masalah
keperawatan pada Ny. I dengan Diagnosa Medis Ca Mammae pro MRM
di RSUA Surabaya.
1.3.2.4 Mahasiswa dapat menyusun asuhan keperawatan Perioperatif yang
mencakup intervensi pada Ny. I dengan Diagnosa Medis Ca Mammae
pro MRM di RSUA Surabaya.
1.3.2.5 Mahasiswa dapat melakukan implementasi atau pelaksanaan tindakan
pada Ny. I dengan Diagnosa Medis Ca Mammae pro MRM di RSUA
Surabaya.
1.3.2.6 Mahasiswa dapat mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan yang
diberikan pada Ny. I dengan Diagnosa Medis Ca Mammae pro MRM di
RSUA Surabaya.
1.3.2.7 Mahasiswa dapat mendokumentasikan hasil dari asuhan keperawatan
yang telah dilaksanakan pada Ny. I dengan Diagnosa Medis Ca Mammae
pro MRM di RSUA Surabaya.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi
Profesi Ners STIKes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit dengan diagnosa
medis Ca Mammae pro MRM secara benar dan bisa melakukan keperawatan di
rumah dengan mandiri.
1.4.3 Bagi Institusi
3.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan tentang Ca Mammae pro MRM dan Asuhan
Keperawatannya.
3.4.3.1 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan
Meningkatkan mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan
Ca Mammae pro MRM, melalui Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan secara
komprehensif.
1.4.4 Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan Ca Mammae pro MRM, yang
berguna bagi status kesembuhan klien.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Penyakit Ca Mammae
2.1.1 Definisi Ca Mammae

Kanker payudara (Carcinoma mammaee) dalam bahasa Inggris disebut


breast cancer merupakan kanker pada jaringan payudara. Ca Mammae paling
umum menyerang wanita, walaupun laki-laki mempunya potensi terkena akan
tetapi kemungkinan sangat kecil dengan perbandingan 1 diantara 1000. Ca
Mammae terjadi karena kondisi sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme
normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak
terkendali. Ca Mammae sering didefinisikan sebagai suatu penyakit neoplasma
yang ganas yang berasal dari parenchyma (Kemenkes, 2013).
Carsinoma mammae merupakan gangguan dalam pertumbuhan sel normal
mammae dimana sel abnormal timbul dari sel-sel normal, berkembang biak dan
menginfiltrasi jaringan limfe dan pembuluh darah (Rosida, 2020).
Kanker payudara (ca mammae) adalah keganasan pada payudara (mammae)
yang berasal dari sel kelenjar, saluran kelenjar, dan jaringan penunjang payudara
(Anita & Sukamti P, 2016).
Berdasarkan tiga definisi di atas, maka kesimpulan dari Ca Mammae adalah
Kanker payudara merupakan jenis kanker yang menyerang organ payudara,
dimana sel dalam payudara membelah dan tumbuh diluar kendali.

2.1.2 Anatomi Fisiologi


Payudara adalah suatu organ/kelenjar yang mempunyai fungsi khusus yaitu
memproduksi air susu, nutrisi yang disediakan untuk bayi (fungsi laktasi).
Payudara pada wanita dewasa berada diatas muskulus pectoralis yang melekat
pada tulang iga. Jaringan payudara ini melebar secara horizontal mulai dari
pinggir tulang dada (os sternum) ke arah lateral sampai garis vertikal yang melalui
puncak ketiak (midaxillary line) (dr.Rusbandi Sarpini, 2017).
Jaringan payudara ini dibungkus oleh selaput tipis (fascia), dimana lapisan
bagian bawah melekat pada bagian atas m.pectoralis dan lapisan bagian atas
melekat pada bagian bawah kulit. Fascia yang menggantung massa payudara dan
melekat pada dinding dada dikenal dengan nama ligament cooper (dr.Rusbandi
Sarpini, 2017).
Komponen jaringan kelenjar payudara ini terdiri dari lobules (dimana air
susu dibuat) yang dihubungkan dengan putting susu oleh ductus. Lobules-lobulus
dan ductus tersusun menyebar diantara jaringan fibrous (fibrous tissue) dan
jaringan lemak (adipose tissue) yang membentuk massa payudara ini (dr.Rusbandi
Sarpini, 2017).
Struktur payudara pada pria hampir sama dengan payudara wanita, hanya
pada pria lobules tidak memproduksi air susu dan mengandung sedikit sekali
jaringan fibrous dan lemak.
Secara keseluruhan payudara terdiri dari :
1. Kelenjar susu (lobulus), yang memproduksi air susu
2. Ductus, saluran yang mengalirkan air susu ke putting susu
3. Papilla mammae (putting susu/nipple) tersusun atas jaringan erektil
berpigmen dan sangat sensitif. Permukaan papilla mammae berlubang-lubang
berupa ostium papillare kecil-kecil yang merupakan ductus.
4. Areola mammae, pigmen berwarna gelap disekitar putting susu (coklat,hitam)
atau merah muda pada orang kulit putih. Di areola ini ductus akan melebar
dan disebut Sinus Laktiferus
5. Jaringan fibrous yang mengelilingi lobules dan ductus
6. Jaringan lemak
Suplai darah ke payudara terutama dari mammaria interna, cabang dari
subclavia (salah satu cabang dari arcus aorta). Suplai darah lain berasal dari
cabang axillaris dan dari intercostalis. Pembuluh limfe mengalirkan cairan limfe
berlawanan dengan aliran darah, menuju ke kelenjar limfe (lymph nodes) dibawah
ketiak, sedang sebagian kecil menuju ke kelenjar limfe di dalam payudara. Hal ini
perlu diketahui karena metastase dari kanker payudara melalui aliran limfe ini
yang ditandai dengan membesarnya kelenjar limfe di daerah ketiak (dr.Rusbandi
Sarpini, 2017).
Perkembangan atau pembesaran payudara mulai terjadi pada masa puber
dibawah pengaruh hormone estrogen dan pangesteron. Dimana pada saat ini
wanita juga mulai mengalami siklus menstruasi. Masa puber pada wanita
umumnya sekitar umur 10-13 tahun (dr.Rusbandi Sarpini, 2017).
Saat wanita hamil, kelenjar hipofise mengeluarkan hormone prolactin yang
merangsang produksi air susu. Sekresi hormone prolactin ini dirangsang oleh
hormone estrogen dan di hambat oleh hormone progesterone. Pada akhir
kehamilan, setelah bayi dilahirkan, kadar progesterone menurun secara drastis,
sehingga pengaruh estrogen lebih dominan untuk merangsang sekresi prolactin
yang kemudian akan merangsang produksi air susu ibu (ASI). Selain itu
rangsangan susu ini akan menimbulkan impuls pada syaraf yang dikirimkan ke
otak (hipotalamus). Kemudian hipotalamus akan merangsang kelenjar hipofise
untu mengeluarkan hormone oxcytocin yang juga akan merangsang pengeluaran
ASI (dr.Rusbandi Sarpini, 2017).
Menjelang menstruasi kelenjar mammae biasanya juga membesar dan
kadang menimbulkan nyeri (Cylical Mastalgia). Rasa nyeri akan menghilang
begitu terjadi menstruasi. Besar dan bentuk payudara dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain :
1. Faktor genetic (keturunan)
2. Jumlah lemak di dalam payudara
3. Tonus kulit diatas platysma yang berjalan dibawah rahang bawah sampai ke
payudara (mengangkat payudara ke atas) sehingga efek ini dikenal dengan
“natural bra effect”
4. Ligament Cooper, juga berpengaruh terhadap kekokohan payudara. Dapat
ditingkatkan dengan latihan push-up dan renang
5. Konsumsi nutrisi/gizi yang sehat
6. Menopause, sesudah wanita mengalami masa menopause (berhenti
menstruasi), payudara akan mengecil (dr.Rusbandi Sarpini, 2017)
2.1.3 Etiologi Ca Mammae
Penyebab kanker payudara sangat beragam, tetapi ada sejumlah faktor risiko
yang dihubungkan dengan perkembangan penyakit ini yaitu asap rokok, konsumsi
alkohol, umur pada saat menstruasi pertama, umur saat melahirkan pertama,
lemak pada makanan, dan sejarah keluarga tentang ada tidaknya anggota keluarga
yang menderita penyakit ini.

Terdapat banyak faktor yang akan menyebabkan terjadinya kanker


payudara.
1. Usia : Pada wanita yang berusia 60 tahun keatas memiliki resiko tinggi
terjadinya kanker payudara.
2. Riwayat penyakit : Penderita pernah memilii riwayat penyakit yang sama
yaitu kanker payudara tetapi masih tahap awal dan sudah melakukan
pengangkatan kanker, maka akan beresiko pula pada payudara yang sehat.
3. Riwayat keluarga : Penderita memiliki riwayat keluarga yang mana ibu, atau
saudara perempuan yang mengalami penyakit yang sama akan beresiko tiga
kali lipat untuk menderita kanker payudara.
4. Faktor genetik dan hormonal : Kadar hormonal yang berlebihan akan
menumbuhkan sel-sel genetik yang rusak yang akan menyebabkan kanker
payudara.
5. Menarce, menopause, dan kehamilan pertama : Seseorang yang mengalami
menarce pada umur kurang dari 12 tahun, 13 menopause yang lambat, dan
kehamilan pertama pada usia yang tua akan beresiko besar terjadinya kanker
payudara.
6. Obesitas pascamenopouse : Dimana seseorang yang mengalami obesitas itu
akan meningkatkan kadar estrogen pada wanita yang akan beresiko terkena
kanker.
7. Dietilstilbestro : obat untuk mencegah keguguran akan beresiko terkena
kanker.
8. Penyinaran : Ketika masa kanak-kanak sering tekena paparan sinar pada
dadanya, dapat menimbulkan resiko terjadinya kanker payudara (Rosida,
2020).
2.1.4 Klasifikasi Ca Mammae
Klasifikasi kanker payudara antara lain :
1. Karsinoma ductal in situ (DCIS) merupakan tipe paling sering dari
noninvasive breast cancer, berkisar 15% dari semua kasus baru kanker
payudara di USA, In situ berarti ditempat, sehingga duktal karsinoma in situ
berarti pertumbuhan sel tak terkontrol yang masih dalam duktus. Oleh karena
itu beberapa pakar meyakini DCIS merupakan lesi precancer. Umumnya lesi
tunggal, terjadi dalam satu payudara tapi pasien dengan DCIS risiko juga
lebih tinggi untuk menderita kanker payudara kontra lateral. Sangat sedikit
kasus DCIS muncul sebagai massa yang teraba, umumnya didiagnosis dengan
mamografi gambaran yang sering berupa mikrokalsifikasi yang berkelompok
(clustered microcalcifications). DCIS terkadang muncul sebagai pathologic
nipple discharge dengan atau tanpa massa. Dengan terapi tepat dan segera,
rata- rata survival lima tahun (five-year survival) untuk DCIS mencapai
100%.
2. Karsinoma lobular in situ (LCIS), ditandai oleh adanya perubahan sel dalam
lobulus atau lobus. Insiden tidak sering (4200 kasus pertahun di USA) dan
risiko untuk menderita kanker payudara invasif sedikit lebih kecil dibanding
DCIS. Disebut juga lobular intraepithelial neoplasia, saat ini kebanyakan
pakar meyakini LCIS bukan lesi premaligna, tapi merupakan marker untuk
peningkatan risiko kanker payudara. Yang khas pada LCIS adalah lesi
multipel dan sering bilateral, sering ditemukan insidental dari biopsi
payudara. Jarang ditemukan secara klinis ataupun mamografi (tidak ada tanda
khas).
3. Karsinoma invasif. Karsinoma payudara invasif merupakan tumor yang
secara histologik heterogen. Mayoritas tumor ini adalah adenokarsinoma yang
tumbuh dari terminal duktus. Terdapat lima varian histologik yang sering dari
adenokarsinoma payudara.
a. Karsinoma duktal invasive, merupakan 75% dari keseluruhan kanker
payudara. Lesi ini ditandai oleh tidak adanya gambaran histologik yang
khusus. Tumor ini konsistensinya keras dan terasa berpasir ketika
dipotong. Sering terdapat komponen ductal carcinoma insitu (DCIS) di
dalam specimen. Umumnya metastasis ke kelenjar getah bening aksila,
metastasis jauh sering ditemukan di tulang, paru, liver dan otak. Prognosis
lebih buruk disbanding subtype histologik yang lain (mucinous, colloid,
tubular, dan medullar).
b. Karsinoma lobular invasive merupakan 5%-10% dari keseluruhan kanker
payudara. Secara klinis lesi sering memiliki area abnormal yang menebal
(ill-defined thickening) di dalam payudara. Secara mikroskopis gambaran
yang khas adalah sel kecil tunggal atau Indian file pattern. Karsinoma
lobular invasif cenderung untuk tumbuh di sekitar duktus dan lobulus.
Multisentris dan bilateral lebih sering terlihat pada karsinoma lobular
disbanding karsinoma duktal. Juga metastasis ke kelenjar getah bening
aksila, lebih sering metastasis jauh ke tempat yang tidak umum (mening
dan permukaan serosa). Prognosis serupa dengan karsinoma duktal
invasif.
c. Karsinoma tubular, hanya merupakan 2% dari kanker payudara.
Diagnosis ditegakkan bila lebih dari 75% tumor menunjukkan formasi
tubule. Jarang metastasis ke kelenjar getah bening aksila. Prognosis
sangat lebih bagus dibanding tipe lain.
d. Karsinoma medullar, merupakan 5%-7% dari kanker payudara. Secara
histologik lesi ditandai oleh inti dengan differensiasi buruk, a syncytial
growth pattern, batas tegas, banyak infiltrasi limfosit dan plasma sel, dan
sedikit atau tanpa DCIS. Prognosis untuk pasien yang murni karsinoma
medullar adalah baik, tapi bila bercampur dengan komponen duktal
invasif prognosisnya sama dengan karsinoma duktal.
e. Karsinoma mucinous atau kolloid, merupakan 3% dari kanker payudara.
Ditandai oleh akumulasi yang menonjol dari mucin ekstraseluler
melingkupi kelompok sel tumor. Karsinoma kolloid tumbuh lambat dan
cenderung untuk besar ukurannya (bulky). Bila terdapat predominan
musinous, prognosis baik.
2.1.5 Patofisiologi Ca Mammae
Sel abnormal membentuk klon dan mulai berproliferasi secara abnormal,
mengabaikan sinyal yang mengatur pertumbuhan dalam lingkungan sel tersebut.
Kemudian dicapai suatu tahap dimana sel mendapatkan ciri-ciri invasif, dan
terjadi perubahan pada jaringan sekitarnya. Sel-sel tersebut menginfiltrasi jaringan
sekitar dan memperoleh akses ke limfe dan pembuluh-pembuluh darah, melalui
pembuluh darah tersebut sel-sel dapat terbawa ke area lain dalam tubuh untuk
membentuk metastase (penyebaran kanker) pada bagian tubuh yang lain.
Neoplasma adalah suatu proses pertumbuhan sel yang tidak terkontrol yang tidak
mengikuti tuntutan fisiologik, yang dapat disebut benigna atau maligna.
Pertumbuhan sel yang tidak terkontrol dapat disebabkan oleh berbagai faktor,
faktor-faktor yang dapat menyebabkan kanker biasanya disebut dengan
karsinogenesis. Transformasi maligna diduga mempunyai sedikitnya tiga tahapan
proses seluler, diantaranya yaitu inisiasi dimana inisiator atau karsinogen
melepaskan mekanisme enzimatik normal dan menyebabkan perubahan dalam
struktur genetic asam deoksiribonukleat seluler (DNA), promosi dimana terjadi
pemajanan berulang terhadap agens yang mempromosikan dan menyebabkan
eskpresi informal abnormal atau genetik mutan bahkan setelah periode laten yang
lama, progresi dimana sel-sel yang telah mengalami perubahan bentuk selama
insiasi dan promosi mulai menginvasi jaringan yang berdekatan dan bermetastase
menunjukkan perilaku maligna (Rosida, 2020).
PATWAY KANKER PAYUDARA

0
Genetik, virus (mammae Sel epitel saluran, Pertumbuhan lokal.
Penyebaran lain Ca Mammae
tumor,mekanisme keluar air susu, gelang Langsung limfogen
hemoroid) susu tampak lain hematogen

Pembedahan
(Mastektomy)
Pre Operasi Intra Operasi Post Operasi

Tampak gelisah Anatesis general Anastesis


Pengangkatan Luka insisi pada
General Pasien mengatakan organ payudara
kedinginan

HR Meningkat Kesadaran menurun


Insisi MK : Gangguan
Pembedahan Pajanan suhu Citra Tubuh MK : Nyeri
dingin Akut
Akral dingin
Reflek batuk
Terputusnya
jaringan Terjadinya proses
MK : Ansietas pembuluh darah konveksi
Akumulasi sekret

MK : Resiko Mengigil
MK : Bersihan Perdarahan
Jalan Nafas Tidak
Efektif MK : Hipotermi
Akral Dingin
2.1.6 Manifestasi Ca Mammae
Manifestasi awal berupa munculnya benjolan pada jaringan payudara,
penebalan yang berbeda dari jaringan payudara lainnya, ukuran satu payudara
menjadi lebih besar atau lebih rendah dari payudara lainnya, perubahan posisi
atau bentuk puting susu, lekukan pada kulit payudara, perubahan pada putting
(seperti adanya retraksi, sekresi cairan yang tidak biasa, ruam di sekitar area
putting), rasa sakit yang konstan di bagian payudara atau ketiak, dan
pembengkakan di bawah ketiak. Terkadang kanker payudara dapat muncul
sebagai penyakit metastasis. Tipe ca mammae metastasis memiliki gejala yang
berbeda-beda, tergantung pada organ yang terkena metastasis tersebut (Rosida,
2020).
Organ-organ yang umumnya terkena metastasis ca mammae ialah
tulang, hati, paru-paru dan otak. Gejalanya tergantung pada lokasi metastasis,
selain itu disertai dengan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan,
demam, menggigil, nyeri tulang, sakit kuning atau gejala neurologis.
Tanda carsinoma Kanker payudara kini mempunyai ciri fisik yang khas,
mirip pada tumor jinak, massa lunak, batas tegas, mobile, bentuk bulat dan elips,
adanya keluaran dari puting susu, puting eritema, mengeras, asimetik, inversi,
gejala lain nyeri tulang, berat badan turun dapat sebagai petunjuk adanya
metastase (Nurarif & Kusuma, 2015) dapat sebagai petunjuk adanya metastase.
Adapun tanda dan gejala kanker payudara :
1. Ada benjolan yang keras di payudara dengan atau tanpa rasa sakit
2. Bentuk puting berubah (retraksi nipple atau terasa sakit terus- menerus)
atau puting mengeluarkan cairan/darah (nipple discharge)
3. Ada perubahan pada kulit payudara di antaranya berkerut seperti kulit jeruk
(peaud’orange), melekuk ke dalam (dimpling) dan borok (ulcus)
4. Adanya benjolan-benjolan kecil di dalam atau kulit payudara (nodul satelit)
5. Ada luka puting di payudara yang sulit sembuh (paget disease).
6. Payudara terasa panas, memerah dan bengkak.
7. Terasa sakit/ nyeri (bisa juga ini bukan sakit karena kanker)
8. Benjolan yang keras itu tidak bergerak (terfiksasi) dan biasanya pada awal-
awalnya tidak terasa sakit.
9. Apabila benjolan itu kanker, awalnya biasanya hanya pada satu payudara
10. Adanya benjolan di aksila dengan atau tanpa massa di payudara.
2.1.7 Komplikasi Ca Mammae
Komplikasi pada Ca Mammae menurut (Nurarif & Kusuma, 2018) :
1. Gangguan Neurovaskuler
2. Metastasis (otak, paru, hati, tulang tengkorak, vertebra, iga, tulang panjang)
3. Fraktur patologi
4. Fibrosis payudara
5. Hingga kematian
1.1.8 Pemeriksaan Penunjang Ca Mammae
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan (Fayzun et al, 2018) :
a. Laboratorium meliputi
- Morfologi sel darah
- Laju endap darah
- Tes faal hati
- Tes tumor marker (carsino Embrionyk Antigen/CEA) dalam serum atau
plasma 5) Pemeriksaan sitologik Pemeriksaan ini memegang peranan
penting pada penilaian cairan yang keluar spontan dari puting payudara,
cairan kista atau cairan yang keluar dari ekskoriasi
b. Mammagrafi Pengujian mammae dengan menggunakan sinar untuk
mendeteksi secara dini. Memperlihatkan struktur internal mammae untuk
mendeteksi kanker yang tidak teraba atau tumor yang terjadi pada tahap
awal. Mammografi pada masa menopause kurang bermanfaat karean
gambaran kanker diantara jaringan kelenjar kurang tampak.
c. Ultrasonografi Biasanya digunakan untuk mndeteksi luka-luka pada daerah
padat pada mammae ultrasonography berguna untuk membedakan tumor
sulit dengan kista. kadang-kadang tampak kista sebesar sampai 2 cm.
d. Thermography Mengukur dan mencatat emisi panas yang berasal; dari
mammae atau mengidentifikasi pertumbuhan cepat tumor sebagai titik
panas karena peningkatan suplay darah dan penyesuaian suhu kulit yang
lebih tinggi.
e. Xerodiography Memberikan dan memasukkan kontras yang lebih tajam
antara pembuluh-pembuluh darah dan jaringan yang padat. Menyatakan
peningkatan sirkulasi sekitar sisi tumor.
f. Biopsi Untuk menentukan secara menyakinkan apakah tumor jinak atau
ganas, dengan cara pengambilan massa. Memberikan diagnosa definitif
terhadap massa dan berguna klasifikasi histogi, pentahapan dan seleksi
terapi.
g. CT. Scan Dipergunakan untuk diagnosis metastasis carsinoma payudara
pada organ lain
h. Pemeriksaan hematologi Yaitu dengan cara isolasi dan menentukan sel-sel
tumor pada speredaran darah dengan sendimental dan sentrifugis darah.
1.1.9 Penatalaksanaan Medis Ca Mammae
Pembedahan

1. Mastektomi radikal yang dimodifikasi Pengangkatan payudara sepanjang


nodu limfe axila sampai otot pectoralis mayor. Lapisan otot pectoralis
mayor tidak diangkat namun otot pectoralis minor bisa jadi diangkat atau
tidak diangkat.
2. Mastektomi total Semua jaringan payudara termasuk puting dan areola dan
lapisan otot pectoralis mayor diangkat. Nodus axila tidak disayat dan
lapisan otot dinding dada tidak diangkat.
3. Lumpektomi/tumor Pengangkatan tumor dimana lapisan mayor dri
payudara tidak turut diangkat. Exsisi dilakukan dengan sedikitnya 3 cm
jaringan payudara normal yang berada di sekitar tumor tersebut. 4. Wide
excision / mastektomi parsial. Exisisi tumor dengan 12 tepi dari jaringan
payudara normal,Pengangkatan dan payudara dengan kulit yang ada dan
lapisan otot pectoralis mayor.
Radioterapi

Biasanya merupakan kombinasi dari terapi lainnya tapi tidak jarang pula
merupakan therapi tunggal. Adapun efek samping: kerusakan kulit di
sekitarnya, kelelahan, nyeri karena inflamasi pada nervus atau otot pectoralis,
radang tenggorokan.
Kemoterapi

Pemberian obat-obatan anti kanker yang sudah menyebar dalam aliran darah.
Efek samping: lelah, mual, muntah, hilang nafsu makan, kerontokan membuat,
mudah terserang penyakit.

2.2 Konsep Modified Radical Mastectomy (MRM)


2.2.1 Definisi Modified Radical Mastectomy (MRM)
Modified Radical Mastectomy adalah suatu tindakan pembedahan
onkologis pada keganasan payudara yaitu dengan mengangkat seluruh jaringan
payudara yang terdiri dari seluruh stroma dan parenkhim payudara, areola dan
puting susu serta kulit diatas tumornya disertai diseksi kelenjar getah bening
aksila ipsilateral level I, II/III secara en bloc Tanpa mengangkat m.pektoralis
major dan minor ( Modul unkologi. Hal 4).
Mastektomi merupakan pembedahan yang di lakukan untuk mengangkat
payudara (Pamungkas, 2011).
Mastektomi adalah operasi pengangkatan payudar baik itu sebagian atau
seluruh payudara (Suyatno & Pasaribu, 2010).
Dapat disimpulkan mastektomi adalah pemotongan melintang dan
pengangkatan jaringan payudara dari tulang selangka.
2.2.2 Syarat – Syarat Tindakan Mastectomy
Menurut Black dan Hawks (2014), mastektomi adalah terapi pilihan jika
terpenuhi hal-hal berikut :
1. Tumor meliputi seluruh putting-aerola
2. Tumor lebih besar 7 cm
3. Tumor memperlihatkan penyakit intraductal eksentif yang meliputi
beberapa kuadran payudara.
2.2.3 Jenis-Jenis Mastectomy
Pengobatan atau terapi yang bisa di lakukan untuk mengatasi kanker
payudara antara lain pemberian kemoterapi (sitostatika), radio terapi
(penyinaran), hormone dan operasi pengangkatan payudara (mastektomi). Tipe
mastektomi dan penangan kanker payudara bergantung pada beberapa faktor,
yakni usia, kesehatan secara menyeluruh, status menopause, dimensi tumor,
tahapan tumor dan seberapa luas penyebarannta, stadium tumor, apakah telah
mencapai simpul limfe atau 22 belum (Pamungkas, 2011). Setelah mengetahui
faktor penentu di lakukannya jenis mastektomi tertentu, maka berikut ini adalah
beberapa jenis mastektomi yaitu :
1) Mastektomi Preventif
Mastektomi preventif di sebut juga prophylactic mastectomy. Pembedahan
di lakukan pada wanita yang mempunyai resiko tinggi terkena kanker payudara
akibat faktor genetika atau resiko keturunan kanker payudara. Operasi ini dapat
berupa total mastektomi, pengangkatan seluruh payudara dan puting arau
subcutaneous mastectomy, pengangkatan payudara tetapi puting tetap di
pertahankan.
2) Mastektomi Sederhana atau total (simpe or total mastectomy)

Mastektomi sederhana atau total di lakukan dengan mengangkat payudara


berikut kulit dan putingnya, namun simpul limfe tetap di pertahankan.
3) Mastektomi Radikal bermodifikasi (modified radical mastectomy)

Mastektomi radikal bermodifikasi adalah pengangkatan seluruh payudara


beserta simpul limfe di bawah ketiak, sedangkan otot pectoral (mayor dan
minor), akan di pertahankan kulit dada dapat di angkat dan bisa pula di
pertahankan, kemudian di ikuti dengan rekontruksi payudara jika di inginkan.
4) Mastektomi Radikal

Mastektomi radikal adalah pengangkatan seluruh kulit payudara , otot di


bawah payudara serta simpul limfe (getah bening).
5) Mastektomi Parsial atau Segmental (Lumpektomi)

Parsial atau segmental dapat di lakukan pada wanita dengan kanker


payudara stadium I dan II. Mastektomi parsial adalah terapi penyelamatan
payudara atau breast conserving therapy yang akan mengangkat bagian
payudara dimana tumor berada, prosedur ini biasanya akan di ikuti oleh terapi
radiasi untuk mematikan sel kanker pada jaringan payudara yang tersisa.
6) Kuadrantomi (Quadrantomy)

Kuadrantomi adalah varian lain dari mastektomi parsial. Mastektomi jenis


ini akan mengangkat seperempat bagian payudara, termasuk kulit dan jaringn
konektif. Pengangkatan beberapa atau seluruh simpul limfe akan di lakukan
dengan prosedur terpisah, dengan penyayatan simpul bawah ketiak dan biopsi
simpul sentinel.menurut (El Manan, 2011) jenis-jenis mastektomi ada 3 yaitu :
a. Mastektomi simplek, pengangkatan seluruh jaringan payudara tetapi otot
bawah payudara di biarkan utuh dan di sisakan kulit yang cukup untuk
menutup luka bekas operasi. Prosedur ini di gunaka n untuk mengobati
kanker invasive yang telah menyebar ke dalam saluran air susu. Bila di
lakukan pembedahan breast conserving maka kanker akan sering sekali
kambuh.
b. Mastektomi simplek dan diseksi kelenjar getah bening ataupun modifikasi
mastektomi radikal, pengangkatan seluruh jaringan payudara dengan
menyisakan otot dan kulit, serta pengangkatan getah bening ketiak.
c. Mastektomi radikal, pengangkatan seluruh payudara, otot dada dan jaringan
lainnya diangkat.
2.2.4 Indikasi Operasi Mastectomy
Menurut indikasi operasi mastertomi dilakukan pada kanker payudara
stadium 0 ( insitu ), keganasan jaringan lunak pada payudara, dan tumor jinak
payudara yang mengenai seluruh jaringan payudara ( Yosurantina, 2021 ).
2.2.5 Kontra Indikasi Operasi Mastectomy
Kontra indikasi operasi mastectomy tumor melekat didinding dada,
edema legan, nodul sateli yang luas, dan mastitis inflmatori.

2.3 Keperawatan Perioperatif


2.3.1 Definisi
Keperawatan perioperatif merupakan proses keperawatan untuk
mengembangkan rencana asuhan secara individual dan mengkoordinasikan serta
memberikan asuhan pada pasien yang mengalami pembedahan atau prosedur
invasif (AORN, 2013).
Keperawatan perioperatif tidak lepas dari salah satu ilmu medis yaitu ilmu
bedah. Dengan demikian, ilmu bedah yang semakin berkembang akan
memberikan implikasi pada perkembangan keperawatan perioperatif.
2.3.2 Fase Pelayanan Perioperatif
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan
pengalaman pembedahan pasien. Kata “perioperatif” adalah suatu istilah
gabungan yang mencakup tiga fase pembedahan yaitu pre operatif, intra
operatif, dan post operatif (Hipkabi, 2014).
a. Fase Pre Operatif
dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah
dan diakhiri ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup aktivitas
keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan
pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara
pre operatif dan menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan
serta pembedahan (Hipkabi, 2014).
Asuhan keperawatan pre operatif pada prakteknya akan
dilakukan secara berkesinambungan, baik asuhan keperawatan pre
operatif di bagian rawat inap, poliklinik, bagian bedah sehari (one
day care), atau di unit gawat darurat yang kemudian dilanjutkan di
kamar operasi oleh perawat kamar bedah (Muttaqin, 2009).
b. Fase Intra Operatif
dimulai ketika pasien masuk kamar bedah dan berakhir saat
pasien dipindahkan ke ruang pemulihan atau ruang perawatan
intensif (Hipkabi, 2014). Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan
mencakup pemasangan infus, pemberian medikasi intravena,
melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang
prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Dalam hal
ini sebagai contoh memberikan dukungan psikologis selama induksi
anastesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu mengatur
posisi pasien di atas meja operasi dengan menggunakan prinsip-
prinsip kesimetrisan tubuh (Smeltzer, 2010).
c. Fase Post Operatif
dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan (recovery
room) atau ruang intensive dan berakhir berakhir dengan evaluasi
tindak lanjut pada tatanan rawat inap, klinik, maupun di
rumah.lingkup aktivitas keperawatan mencakup rentang aktivitas
yang luas selama periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi
efek agen anastesi dan memantau fungsi vital serta mencegah
komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada
peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan,
perawatan tindak lanjut, serta rujukan untuk penyembuhan,
rehabilitasi, dan pemulangan (Hipkabi, 2014).
2.3.3 Perawat Kamar Bedah
Kamar operasi adalah lingkungan khusus yang dibuat dengan satu tujuan
utama yaitu keselamatan pasien. Perawat yang bekerja di kamar operasi
bertindak sebagai advokator dari pasien yang tidak dapat mengadvokasi diri
mereka sendiri sebagai akibat dari pemberian anastesi. Pasien selama proses
pembedahan adalah menjadi tanggung jawab tim bedah, yang minimal terdiri
dari dokter (operator), tim anastesi, perawat scrub, dan perawat sirkulasi
(Litwack, 2009).
Perawat scrub dan perawat sirkulasi inilah yang disebut sebagai perawat
kamar bedah (operating room nurse).
2.3.4 Perawat scrub (scrub nurse)
Perawat scrub atau di Indonesia juga dikenal sebagai perawat instrumen
merupakan perawat kamar bedah yang memiliki tanggung jawab terhadap
manajemen area operasi dan area steril pada setiap jenis pembedahan. Menurut
Hipkabi (2014) syarat menjadi perawat scrub adalah :
1) Berijazah pendidikan formal keperawatan dari semua jenjang yang diakui
oleh pemerintah yang berwenang
2) Memiliki sertifikat pelatihan dasar kamar bedah
3) Mempunyai pengalaman kerja di kamar bedah minimal 2 tahun
4) Mempunyai bakat, minat, dan iman
5) Berdedikasi tinggi
6) Berkepribadian mantap (emosi stabil)
7) Dapat bekerja sama dengan anggota tim
8) Cepat tanggap
Uraian tugas seorang perawat scrub diantaranya :
1) Pada fase pre operasi (AORN, 2013):
a) Melakukan kunjungan pasien yang akan operasi minimal sehari
sebelum pembedahan untuk memberikan penjelasan atau
memperkenalkan tim bedah.
b) Mempersiapkan ruangan operasi dalam keadaan siap pakai yang
meliputi kebersihan ruang operasi, meja instrumen, meja operasi,
lampu operasi, mesin anastesi lengkap, dan suction pump.
c) Mempersiapkan instrumen sterilsesuai dengan tindakan operasi.
d) Mempersiapkan cairan antiseptik dan bahan-bahan sesuai
keperluan pembedahan.
2) Pada fase Intra operasi (Lopez, 2011) :
a) Memperingatkan tim bedah jika terjadi penyimpangan prosedur
aseptik.
b) Membantu mengenakan jas steril dan sarung tangan untuk ahli
bedah
c) Menata instrumen steril di meja operasi sesuai dengan urutan
prosedur operasi.
d) Memberikan cairan antiseptik pada kulit yang akan diinsisi.
e) Membantu melakukan prosedur drapping.
f) Memberikan instrumen kepada ahli bedah sesuai urutan prosedur
dan kebutuhan tindakan pembedahan secara tepat dan benar.
g) Mempersiapkan benang benang jahitan sesuai kebutuhan dalam
keadaan siap pakai.
h) Membersihkan instrumen dari darah dari darah pada saat intra
operasi untuk mempertahankan serilitas alat di meja instrumen
i) Menghitung kassa, jarum, dan instrumen sebelum, selama, dan
setelah operasi berlangsung.
j) Memberitahukan hasil perhitungan jumlah alat, kassa, dan jarum
pada ahli bedah sebelum operasi dimulai dan sebelum luka
ditutup lapis demi lapis.
k) Mempersiapkan cairan untuk mencuci luka.
l) Membersihkan luka operasi dan kulit sekitar luka.
3) Pada fase post operasi (AORN, 2013)
a) Memfiksasi drain dan kateter (jika terpasang).
b) Membersihkan dan memeriksa adanya kerusakan kulit pada
daerah yang terpasang elektrode.
c) Memeriksa dan menghitung kelengkapan semua instrumen
sebelum dikeluarkan dari kamar operasi.
d) Memeriksa ulang catatan dan dokumentasi dalam keadaan
lengkap.
e) Mengirim instrumen ke bagian sterilisasi (CSSD).
Perawat sirkulasi merupakan perawat berlisensi yang bertanggung jawab
untuk mengelola asuhan keperawatan pasian di dalam kamar operasi dan
mengkoordinasikan kebutuhan tim bedah dengan tim perawatan lain yang
diperlukan untuk menyelesaikan tindakan operasi (Litwack, 2009). Perawat
sirkulasi juga bertanggung jawab untuk menjamin terpenuhinya perlengkapan
yang dibutuhkan oleh perawat scrub dan mengobservasi pasien tanpa
menimbulkan kontaminasi terhadap area steril (Muttaqin, 2009).
Pendapat perawat sirkulasi sangat dibutuhkan dan sangat membantu,
terutama dalam mengobservasi penyimpangan teknik aseptik selama prosedur
operasi.
2.3.5 Pada fase pre operasi
2.3.5.1 Melakukan timbang terima pasien
2.3.5.2 Memeriksa perlengkapan isian checklist dengan perawat rawat inap.
2.3.5.3 Memeriksa dokumen medis
2.3.5.4 Melakukan pengkajian keperawatan
2.3.5.5 Memeriksa persiapan fisik
2.3.5.6 Menyusun asuhan keperawatan pre operasi
2.3.5.7 Memberikan penjelasan ulang kepada pasien sebatas kewenangan
mengenai gambaran rencana tindakan operasi, tim bedah yang akan
menolong, fasilitas yang ada di kamar bedah, serta tahap-tahap
anastesi.
2.3.6 Pada fase intra operasi
2.3.6.1 Mengatur posisi pasien sesuai jenis operasi.
2.3.6.2 Membuka set steril dengan memperhatikan teknik aseptik.
2.3.6.3 Mengobservasi intake dan output selama tindakan operasi
2.3.6.4 Melaporkan hasil pemantauan hermodinamik kepada ahli anastesi.
2.3.6.5 Menghubungi petugas penunjang medis (petugas radiologi,
laboratorium, farmasi, dan lain sebagainya) apabila diperlukan selama
tindakan operasi.
2.3.6.6 Menghitung dan mencatat pemakaian kassa bekerjasama dengan
perawat scrub.
2.3.6.7 Mengukur dan mencatat tanda-tanda vital
2.3.6.8 Memeriksa kelengkapan instrumen dan kain kassa bersama perawat
scrub agar tidak ada yang tertinggal dalam tubuh pasien sebelum luka
operasi ditutup.
2.3.7 Pada fase post operasi
2.3.7.1 Membersihkan badan pasien dan merapikan linen pasien yang telah
selesai tindakan operasi.
2.3.7.2 Memindahkan pasien ke ruang pemulihan.
2.3.7.3 Mencatat tanda-tanda vital
2.3.7.4 Mengukur tingkat kesadaran post operasi
2.3.7.5 Meneliti, menghitung, dan mencatat obat-obatan serta cairan yang
telah diberikan pada pasien.
2.3.7.6 Memeriksa kelengkapan dokumen medik
2.3.7.7 Mendokumentasikan tindakan keperawatan selama tindakan operasi.
2.3.7.8 Melakukan evaluasi asuhan keperawatan pre, intra, dan post operasi
di kamar bedah.
Faktor yang mempengaruhi peran perawat kamar bedah
Lamanya masa kerja atau pengalaman di kamar operasi, terutama pada
operasi khususakan berdampak besar terhadap peran perawat dalam menentukan
hasil akhir tindakan operasi (Muttaqin, 2009).
Beberapa jenis operasi seperti bedah saraf, thoraks, dan kardiovaskuler
memerlukan waktu operasi yang panjang. Pada kondisi tersebut, perawat scrub
harus berdiridalam waktu lama dan dibutuhkan tingkat konsentrasi yang tinggi.
Oleh karena itu, agar dapat mengikuti jalannya operasi secara optimal maka
dibutuhkan kekuatan dan ketahanan fisik yang baik (Mutaqin, 2009).
Keterampilan terdiri atas keterampilan psikomotor, manual, dan
interpersonal yang kuat. Untuk mengikuti setiap jenis tindakan operasi, perawat
kamar bedah diharapkan mampu untuk mengintegrasikan antara kemampuan
yang dimiliki dengan keinginan dari operator bedah pada setiap tindakan yang
dilakukan (Muttaqin, 2009).
Hal ini akan memberikan tantangan tersendiri pada perawat untuk
mengembangkan keterampilan psikomotor merekaagar dapat mengikuti jalanya
prosedur operasi. Keterampilan psikomotor dan klinis dapat dioptimalkan
dengan mengikuti pelatihan perawat kamar bedah yang tersertifikasiserta diakui
oleh profesi (Litwack, 2009).
Pada kondisi operasi dengan tingkat kesulitan tinggi, timbul kemungkinan
perawat untuk melakukan kesalahan saat menjalankan perannya. Oleh karena
itu, perawat harus bersikap profesional serta mau menerima kritk dan saran.
Pada konsep tim yang digunakan dalam prosedur operasi, setiap peran
diharapkan dapat berjalan secara optimal. Kesalahan yang dilakukan oleh salah
satu peran akan berdampak pada keseluruhan proses dan hasil dari prosedur
operasi (Hipkabi, 2014).
Pengetahuan dalam prosedur perioperatif yaitu pengetahuan prosedur tetap
yang digunakan setiap institusi dimana perawat kamar bedah bekerja. Perawat
kamar bedah menyesuaikan peran yang akan dijalankan dengan kebijakan pada
institusi tersebut. Pengetahuan yang optimal tersebut akan memberikan arahan
pada peran yang akan dilaksanakan (Lopez, 2011).

2.4 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.4.1 Pengkajian Pre Operatif
Pengkajian pasien pada fase pre operatif secara umum dilakukan untuk
menggali permasalahan pada pasien sehingga perawat dapat melakukan
intervensi yang sesuai dengan kondisi pasien (Muttaqin & Sari, 2009).

1. Pengkajian Umum
Pada pengkajian pasien di unit rawat inap, poliklinik, bagian bedah
sehari, atau unit gawat darurat dilakukan secara komprehensif di mana
seluruh hal yang berhubungan dengan pembedahan pasien perlu
dilakukan secara seksama.
a) Identitas pasien: pengkajian ini diperlukan agar tidak terjadi
duplikasi nama pasien. Umur pasien sangat penting untuk
diketahui guna melihat kondisi pada berbagai jenis
pembedahan. Selain itu juga diperlukan untuk memperkuat
identitas pasien.
b) Jenis pekerjaan dan asuransi kesehatan: diperlukan sebagai
persiapan finansial yang sangat bergantung pada kemampuan
pasien dan kebijakan rumah sakit tempat pasien akan
menjalani proses pembedahan
c) Persiapan umum: persiapan informed consent dilakukan
sebelum dilaksanakannya Tindakan
2. Riwayat kesehatan
Pengkajian riwayat kesehatan pasien di rawat inap, poliklinik, bagian
bedah sehari, atau unit gawat darurat dilakukan perawat melalui
Teknik wawancara untuk mengumpulkan riwayat yang diperukan
sesuai dengan klasifikasi pembedahan
a) Riwayat alergi: perawat harus mewaspadai adanya alergi
terhadap berbagai obat yang mungkin diberikan selama fase
intraoperatifebiasaan merokok, alcohol, narkoba: pasien
perokok memiliki risiko yang lebih besar mengalami
komplikasi paru- paru pasca operasi, kebiasaan mengonsumsi
alcohol mengakibatkan reaksi yang merugikan terhadap obat
anestesi, pasien yang mempunyai riwayat pemakaian narkoba
perlu diwaspadai atas kemungkinan besar untuk terjangkit
HIV dan hepatitis
b) Pengkajian nyeri: pengkajian nyeri yang benar memungkinkan
perawat perioperative untuk menentukan status nyeri pasien.
Pengkajian nyeri menggunakan pendekatan P (Problem), Q
(Quality), R (Region), S (Scale), T (Time).
3. Pengkajian psikososiospiritual
a) Kecemasan praoperatif: bagian terpenting dari pengkajian
kecemasan perioperative adalah untuk menggali peran orang
terdekat, baik dari keluarga atau sahabat pasien. Adanya
sumber dukungan orang terdekat akan menurunkan kecemasan
b) Perasaan: pasien yang merasa takut biasanya akan sering
bertanya, tampak tidak nyaman jika ada orang asing memasuki
ruangan, atau secara aktif mencari dukungan dari teman dan
keluarga
c) Konsep diri: pasien dengan konsep diri positif lebih mampu
menerima operasi yang dialaminya dengan tepat
d) Citra diri: perawat mengkaji perubahan citra tubuh yang pasien
anggap terjadi akibat operasi. Reaksi individu berbeda-beda
bergantung pada konsep diri dan tingkat harga dirinya
e) Sumber koping: perawat perioperative mengkaji adanya
dukungan yang dapat diberikan oleh anggota keluarga atau
teman pasien.
f) Kepercayaan spiritual: kepercayaan spiritual memainkan
peranan penting dalam menghadapi ketakutan dan ansietas
g) Pengetahuan, persepsi, pemahaman: dengan mengidentifikasi
pengetahuan, persepsi, pemahaman, pasien dapat membantu
perawat merencanakan penyuluhan dan tindakan untuk
mempersiapkan kondisi emosional pasien.
h) Inform consent: suatu izin tertulis yang dibuat secara sadar dan
sukarela oleh pasien sebelum suatu pembedahan dilakukan
4. Pemeriksaan fisik
Ada berbagai pendekatan yang digunakan dalam melakukan
pemeriksaan fisik, mulai dari pendekatan head to toe hingga pendekatan
per system. Perawat dapat menyesuaikan konsep pendekatan pemeriksaan
fisik dengan kebijakan prosedur yang digunakan institusi tempat ia bekerja.
Pada pelaksanaannya, pemeriksaan yang dilakukan bisa mencakup
sebagian atau seluruh system, bergantung pada banyaknya waktu yang
tersedia dan kondisi preopratif pasien. Focus pemeriksaan yang akan
dilakukan adalah melakukan klarifikasi dari hasil temuan saat melakukan
anamnesis riwayat kesehatan pasien dengan system tubuh yang akan
dipengaruhi atau memengaruhi respons pembedahan.
5. Pemeriksaan diagnostic
Sebelum pasien menjalani pembedahan, dokter bedah akan meminta
pasien untuk menjalani pemeriksaan diagnostic guna memeriksa adanya
kondisi yang tidak normal. Perawat bertanggung jawab mempersiapkan
dalam klien untuk menjalani pemeriksaan diagnostic dan mengatur agar
pasien menjalani pemeriksaan yang lengkap. Perawat juga harus mengkaji
kembali hasil pemeriksaan diagnostic yang perlu diketahui dokter untuk
membantu merencanakan terapi yang tepat.
2.4.2 Intra Operatif
Pengkajian intraoperatif secara ringkas mengkaji hal-hal yang
berhubungan dengan pembedahan. Diantaranya adalah validasi identitas dan
prosedur jenis pembedahan yang akan dilakukan, serta konfirmasi kelengkapan
data penunjang laboratorium dan radiologi (Muttaqin & Sari, 2009).
Hal - hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang
diberi anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien
yang diberi anaesthesilokal ditambah dengan pengkajian psikososial. Secara
garis besar yang perlu dikaji adalah :
1. Pengkajian mental, bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien
masih sadar / terjagamaka sebaiknya perawat menjelaskan
prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya danmemberi
dukungan agar pasien tidak cemas/takut menghadapi prosedur
tersebut.
2. Pengkajian fisik, tanda-tanda vital (bila terjadi ketidaknormalan
maka perawat harusmemberitahukan ketidaknormalan tersebut
kepada ahli bedah).
3. Transfusi dan infuse, monitor flabot sudah habis apa belum.
4. Pengeluaran urin, normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak
1 cc/kg BB/jam.
2.4.2 Post Operatif
Pengkajian pascaanastesi dilakukan sejak pasien mulai dipindakhan dari
kamar operasi ke ruang pemulihan. Pengkajian di ruang pemulihan berfokus
pada keselamatan jiwa pasien (Muttaqin & Sari, 2009).
1. Status respirasi, meliputi: kebersihan jalan nafas, kedalaman
pernafasaan, kecepatan dan sifat pernafasan dan bunyi nafas.
2. Status sirkulatori, meliputi: nadi, tekanan darah, suhu dan warna
kulit.
3. Status neurologis, meliputi tingkat kesadaran.
4. Balutan, meliputi: keadaan drain dan terdapat pipa yang harus
disambung dengan sistem drainage.
5. Kenyamanan, meliputi: terdapat nyeri, mual dan muntah
6. Keselamatan, meliputi: diperlukan penghalang samping tempat tidur,
kabel panggil yang mudah dijangkau dan alat pemantau dipasang dan
dapat berfungsi
7. Perawatan, meliputi: cairan infus, kecepatan, jumlah cairan, kelancaran
cairan. Sistem drainage: bentuk kelancaran pipa, hubungan dengan alat
penampung, sifat dan jumlah drainage.
8. Nyeri, meliputi: waktu, tempat, frekuensi, kualitas dan faktor yang
memperberat /memperingan.
2.4.2 Diagnosa Keperawatan
PRE OPERASI
1. Ansietas berhubungan dengan Pre Operasi (SDKI D.0080) Hal 180
INTRA OPERASI
2. Resiko Perdarahan berhubungan dengan Tindakan pembedahan (SDKI
D.0012) Hal 42
POST OPERASI
3. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen pencedera fisik (Prosedur
operasi) (SDKI D.0077) Hal 172
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan luka insisi pembedahan.
(D.0083) Hal 186
Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi
Keperawatan
PRE OPERATIF Setelah dilakukan Intervensi Reduksi Ansietas (SIKI I.09314.Hal.387)
Ansietas berhubungan 1x24 Jam maka Ansietas Klien Observasi :
dengan Pre Operasi (SDKI menurun, dengan Kriteria Hasil : 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (misalnya kondisi, waktu stressor)
D.0080) Hal 180 (SLKI L.09093 Hal.132) 2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
1. Perilaku tegang menurun (5) 3. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal maupun non verbal)
2. Perilaku gelisah menurun Terapeutik :
(5) 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhan kepercayaan
3. Verbalisasi kebingungan 2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
menurun (5) 3. Pahami situasi yang membuat ansietas
4. Verbalisasi khawatir akibat 4. Dengarkan dengan penuh perhatian
kondisi yang dihadapi 5. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
menurun (5) 6. Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
5. Diaforesis menurun (5) 7. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
6. Tremor menurun (5) 8. Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang
7. Pucat menurun (5) Edukasi :
8. Konsentrasi membaik (5) 1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
2. Anjurkan keluarga tetap bersama pasien, jika perlu
3. Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
4. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
5. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
6. Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
7. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi
INTRA OPERASI Setelah dilakukan Intervensi Pencegahan Perdarahan (SIKI I.02067.Hal.283)
Resiko Perdarahan 1x24 Jam maka Risiko Observasi :
berhubungan dengan perdarahan membaik 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
Tindakan pembedahan dengan kriteria hasil : 2. Monitor nilai hematokrit/hemogloblin sebelum dan setelah kehilangan darah
(SDKI D.0012) Hal 42 (SLKI L.02017 Hal.33) 3. Monitor tanda-tanda vital ortostatik
1. Kelembapan membran 4. Monitor output dan input cairan selama pembedahan
mukosa meningkat (5) Terapeutik
2. Hemoglobin membaik 5. Posisikan pasien sesuai dengan indikasi pembedahan
(5) 6. Lindungi sekitar kulit dan anatomi yang sesuai menggunakan kasa
3. Hematokrit membaik 7. Pastikan keamanan alat–alat yang digunakan selama prosedur operasi
(5) Kolaborasi
4. Tekanan darah 1. Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu
membaik (5) 2. Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
5. Suhu tubuh membaik 3. Anjurkan pemberian pelunak tinja, jika perlu
(5)
6. Denyut nadi apikal
membaik (5)
2. Perdarahan pasca
operasi menurun (5)
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi
POST OPERASI Setelah dilakukan Intervensi Manajemen Nyeri (SIKI I.08238 Hal.201)
Nyeri Akut berhubungan 1x24 Jam maka Nyeri akut Observasi :
dengan Agen pencedera menurun dengan kriteria 1. Indetifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
fisik (Prosedur operasi) hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
(SDKI D.0077) Hal 172 (SLKI L.08066 Hal.58) 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
1. Keluhan Nyeri Menurun 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
(5) 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
2. Melaporkan nyeri 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
terkontrol (4) 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
3. Kemampuan mengenali 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
onset nyeri (4) 9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
4. Kemampuan mengenali Terapeutik :
penyebab Nyeri (4) 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
5. Kemampuan hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik
menggunakan teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
non-farmakologi (4) 2. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi
Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan Intervensi Promosi Citra Tubuh (SIKI I.09305 Hal. 359)
1x24 Jam maka Citra tubuh, Observasi :
berhubungan dengan luka
dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
insisi pembedahan. (SLKI L.09067 Hal.19) 2. Identifikasi budaya, agama, jenis kelamin, dan umur terkait citra tubuh
1. Melihat bagian tubuh 3. Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri
(D.0083) Hal 186
Meningkat (5) Terapeutik :
2. Verbalisasi perasaan 1. Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
negatife menurun (5) 2. Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri
3. Menyembunyikan 3. Diskusikan perubahan akibat pubertas, kehamilan dan penuan
bagian tubuh berlebihan 4. Diskusikan kondisi stress yang mempengaruhi citra tubuh
menurun (5) Edukasi :
4. Respon nonverbal pada 1. Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan citra tubuh
perubahan tubuh 2. Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh
Membaik (5)
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah dari rencana tindakan yang spesifik untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan (nursalam, 2014).
Implementasi atau tindakan adalah pengelolaan dan perwujudan dan rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Pada tahap ini, perawat sebaiknya
tidak bekerja sendiri, tetapi perlu melibatkan secara integrasi semua profesi kesehatan yang
menjadi tim perawatan (Setiadi, 2010).
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang pelaksanaannya
berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada langkah sebelumnya
(intervensi).
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan klien (Nursalam, 2014).
Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan, evaluasi dapat dibagi dua yaitu evaluasi hasil atau formatif yang
dilakukan setiap selesai melakukan tindakan dan evaluasi proses atau sumatif yang dilakukan
dengan membandingkan respon klien pada tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP.
S : Respon subyektif klien terhadap tindakan yang dilaksanakan
O : Respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang di laksanakan
A : Analisa ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan apakah masalah
masih tetap muncul atau ada masalah baru atau ada masalah yang kontradiktif dengan
masalah yang ada
P : Pelaksanaan atau rencana yang akan di lakukan kepada klien
Setelah dilakukan implementasi keperawatan di harapkan
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
I PENGKAJIAN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. I
Umur : 53 thn
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Jawa/indonesia
Agama : islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : S1
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Menur 3/85 A Surabaya
Tgl MRS :-
Diagnosa Medis : Ca Mamae Pro MRM

a. Riwayat Kesehatan/Perawatan
1. Keluhan Utama /Alasan di Operasi : Pasien Mengatakan ada benjolan di axilla
dexra
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengatakan pada pertengahan 2021 merasakan adanya benjolan di axilla
dextra awalnya hanya benjolan kecil, setelah teraba semakin besar pasien
melakukan pemeriksaan dan pengobatan dipuskemas, kemudian pasien kembali
melakukan USG Dimitra keluarga, setelah itu dirujuk kepala bedah RS Airlangga
dan dibawa ke IGD untuk pemeriksaan lebih lanjut.
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Pasien mengatakan mempunyai riwayat operasi SC pada tahun 2021, dan operasi
fraktur coles pada tahun 2013.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan bahwa keluarganya mempunyai riwayat Ca Mamae
GENOGRAM KELUARGA :

Keterangan :

: Perempuan
: Laki-laki
: Tinggal serumah
: Pasien
: Meninggal Dunia

b. Pemerikasaan Fisik
1. Keadaan Umum :
Pasien tampak cemas, pasien tampak takut dengan kondisinya. Posisi pasien
terlentang,
2. Tanda-tanda Vital :
a. Suhu/T : 360C  Axilla  Rektal  Oral
b. Nadi/HR : 98 x/mt
c. Pernapasan/RR : 20 x/tm
d. Tekanan Darah/BP : 128/80 mm Hg
3. Pre Operatif :
Sebelum masuk keruangan akan dilakukan hand over ke ruangan operasi Ok, sebelum
itu pasien menganti baju menggunakan dari ruangan OK, dan setelah itu memastikan
benar identitas pasien dan benar prosedur, melakukan pemeriksaan TTV : TD :
128/80 mmHg, Temp: 360C, HR: 68 x/menit, RR : 20 x/menit.pasien mengatakan
merasa deg-degan dan cemas dan juga tegang. Persiapan sebelum operasi pasien
dianjurkan puasa makan mulai dari pukul 21.00 wib dan terakhir minum air putih
pada pukul 05.00 wib.
4. Intra Operatif :
Pasien sudah diruangan OK bedah pada pukul 11.00 wib, jam dilakukan induksi pada
pukul 11.10 wib, cairan masuk pra anastesi mengunakan RL 400 ml, Nacl drip
cefazolin sodium 2 gr , pemberian anastesi general dengan teknik close dilakukan
insisi pada pukul 11.45 wib, cairan intra anastesi RL 1000ml, Pct 1000mg/100 ml.
posisi pasien saat dioperasi adalah supinasi ( terlentang), pembedahan dilakukan
selama 2 jam , jenis operasi bersih mengunakan alat bantu donut, antiseptic betadine,
drain full vacuum, cairan irigrasi nacl 0,9% sebanyak 1.500 ml, output darah 2.500 cc
kelengkapan tim operasi bedah , kelengkapan bahan operasi benang jarum 6, kasa
xray 40, depper 5, kasa lebar 1. Klien terpasang alat ett (endotrachel tube). Tekanan
darah 137/87, HR : 80 x/menit, RR: 18 X/menit Spo2, 100%, temp : 34,1, tingkat
kesadaran pasien bius total selesai operasi pukul 14.45 wib, perawata memastikan
infus pasien lancar kebutuhan O2 terpenuhi dan tidak hambatan jalan napas.
5. Post Operatif :
Keadaan umum : Pasien tampak lemas, setelah dilakukan tindakan MRM pasien
dibawa keruang Recovery Room untuk diobservasi lebih lanjut.
Airway :Tidak ada obstruksi, lidah tidak jatuh kebelakang
Breathing : gerakan dinding dada simestris, irama napas vaskuler, Spo2 :94 %, RR :18
x/menit
Circulation : Tekanan darah : 140/80 mmhg, temp: 36,1 0 C, HR : 106 x/mnt
Disability : GCS : E: 4, V:5, M:6
Exposure : terdapat luka post op MRM di mamae dextra
Serah terima pasien : setelah pasien sadar pasien dijemput oleh perawat dan keluarga.
C. Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang Lainnya)
Pemeriksaan Lab : tgl 14 maret 2023

no Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal


1 hemoglobin 11,5 11,4-15,1
2 WBC 61,30 4,7-11,3
3 PLT 500 150-440
4 PPT 12,1 -
5 APTT 28,7 -

RADIOLOGIS :
Hasil makroskopik :
Diterima 1 tempat sedian berisi 3 potongan jaringan biopsy dengan berat <1 gram,
ukuran 0,9 x 0,2 x 0,2 cm- 1,5 x 0,2 x 0,2 cm, warna putih abu-abu, konsistensi
padat kenyal. Diproses semua dalam 2 kaset 9 ( I-II ).
Hasil mikroskopik :
Menunjukan potongan jaringan ikat fibrokolagen luas dengan fokus pertumbuhan
tumor invansif yang tersususn dan sarang-sarang soloid dengan tubular < 10 %
(score 3). Tumor tersiri dari proliterasi sel epitel analplastik dengan bulat oval,
pleomorfik berat (score 3), hiperkromatik, sitoplasma cukup luasmitosis 11/10 HPF
9 ( score 2).
ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN MASALAH


DAN DATA OBYEKTIF PENYEBAB
Pre Operatif : Pre operasi Ansietas
DS :
- Pasien merasa cemas
dan deg-degan karena Tampak gelisah
akan dilakukan tindakan
operasi

DO : HR meningkat
- Pasien tampak tegang
- Pasien tampak cemas
- Pasien tampak gelisah Akral dingin
- Pasien tampak pucat
- Persiapan operasi
selama 10 jam sebelum Ansietas
dilakukan tindakan
operasi ca mammae pro
MRM
- TTV :
- TD : 128/ 80
mmHg
- HR : 98 x/mnt
- Temp : 36 0 C
- RR : 20 x/mnt
Intra Operatif : Intra operasi Resiko Perdarahan
DS : -
DO ; Insisi pembedahan
- Pasien dilakukan
pembedahan pro MRM Terputusnya jaringan
- Pasien tampak pucat pembuluh darah
- Waktu pembedahan 2 jam
- Perdarahan intra anastesi Resiko Perdarahan
250 cc
- Cairan irigasi sebanyak
1500 ml
- Hasil lab :
HB : 11. 5 g/ dL
- TTV :
- TD : 160 / 82 mmHg
- HR : 78 x / mnt
- Temp : 35,1 0 C
- RR : 18 x / mnt
- SpO2 : 100 %
Post Operatif Ca mammae
DS : Nyeri Akut
- Pasien mengakan nyeri di
luka post op Pembedahan ( MRM )
DO :
- Pasien tampak meringis
- Pasien tampak gelisah Post operasi
- Tampak luka insisidi
mammae dexra post op
MRM Luka insisi pada payudara
- Skala nyeri 5 ( sedang )
- Luka insisi di mamme
dexra sampai axila dexra Nyeri Akut
sepanjang 18 cm
- TTV :
- TD : 140 / 86 mmHg
- HR : 106 x/ mnt
- RR : 18 x/mnt
- Temp : 36.1 0 C
- Spo2 : 94 %

DS: pasien mengatakan merasa Ca mamae


malu dengan tubuhnya. Gangguan Citra Tubuh

DO: Pembedahan (MRM)

- Klien nampak malu


dengan diri tubuhnya.
Post operasi
- Tampak luka insesi pada
mammae dekra.
- Pengangkatan mamae Pengangkatan organ
dexra post tindakan pro
MRM
Gangguan Citra Tubuh
RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. I

Ruang Rawat : Oka Bedah 3

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


Pre Operatif : Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan 1. Supaya dapat mengetahui
keperawatan selama 1 × 7 jam nonverbal) tanda-tanda ansietas
Ansietas 2. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan 2. Supaya perilaku tegang
diharapkan Ansietas klien
kepercayaan klien menurun.
dapat menurun. Kondisi klien
3. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
membaik dengan kriteria hasil : kecemasan 3. Supaya klien tidak cemas
4. Diskusikan perencanaan realistis tentang
1. Verbalisasi kebingungan
peristiwa yang akan datang 4. Agar dapat mengetahui
menurun (5)
5. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang tentang penyakitnya
2. Verbalisasi khawatir akibat
mungkin dialami
kondisi yang dihadapi
6. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, 5. Agar dapat mengetahui
menurun (5)
jika perlu tentang penyakitnya
3. Perilaku gelisah menurun
7. Latih teknik relaksasi 6. Supaya klien lebih tenang
(5)
8. Kolaborasi pemberian obat antiansietas jika Bersama keluarga
4. Perilaku tegang menurun
7. Agar klien dapat rileks
(5)
8. Bekerja sama dengan
5. Pucat menurun (5)
dokter dalam pemberian
dosis obat
RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. I

Ruang Rawat : OK Bedah 3

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


Intra Operatif : Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan 1. Untuk mengetahui gejala
keperawatan selama 1 × 7 2. Monitor nilai hematokrit/hemoglobin perdarahan
Resiko perdarahan sebelum dan setelah kehilangan darah 2. Untuk memhetahui nilai
Jam diharapkan Perdarahan
3. Pertahankan bed rest selama perdarahan hematokrit/hemoglobin
klien menurun. Kondisi klien
4. Batasi tindakan invasif, jika perlu sebelum dan setelah
membaik dengan kriteria hasil : 5. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan kehilangan darah
1. Perdarahan pasca operasi 6. Kolaborasi pemberian obat pengontrol 3. Agar tidak banyak
menurun (5) perdarahan, jika perlu kehilangan darah
2. Hemoglobin membaik (5) 7. Kolaborasi pemberian produk darah 4. Supaya perdarahan dapat
3. Tekanan darah membaik diatasi
(5)
5. Supaya keluarga dapat
4. Denyut nadi membaik (5) mengetahui gejala
5. Suhu tubuh membaik (5) perdarahan
6. Berkerja sama dengan
dokter dalam pemberian
obat
RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. I

Ruang Rawat : Oka Bedah 3

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


Post Operatif : Setelah dilakukan intervensi 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, 1. Selalu memantau
1x7 jam maka nyeri klien frekuensi, kualitas, intensitas nyeri perkembangan nyeri
Nyeri akut menurun, dengan Kriteria Hasil 2. Identifikasi faktor yang memperberat dan
: memperingan nyeri 2. Mencari tahu faktor
1. Keluhan Nyeri Menurun 3. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa memperberat dan
(5) nyeri. memperingan nyeri agar
2. Melaporkan nyeri 4. Berikan teknik nonfarmakologis mempercepat proses
terkontrol meningkat (5) 5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk kesembuhan.
3. Kemampuan mengenali mengurangi rasa nyeri 3. Memberikan kondisi
onset nyeri meningkat (5) 6. Kaloborasi dengan dokter pemberian lingkungan yang nyaman
4. Kemampuan mengenali analgetik untuk membantu
penyebab Nyeri meredakan nyeri
meningkat (5) 4. Salah satu cara
5. Kemampuan mengurangi nyeri
menggunakan teknik non- 5. Agar klien atau keluarga
farmakologi meningkat dapat melakukan secara
(5) mandiri ketika nyeri
kambuh
6. Bekerja sama dengan
dokter dalam pemberian
dosis obat
RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. I

Ruang Rawat : Oka Bedah 3

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


Post Operatif : Setelah dilakukan intervensi Promosi cita tubuh : 1. Untuk mengetahui
1x7 jam maka nyeri klien 1. Identifikasi perubahan citra tubuh perubahan dan fungsi
Gangguan citra tubuh menurun, dengan Kriteria Hasil 2. Monitor frekuensi pernyataan kriteria terhadap tubuh
: diri sendiri 2. Untuk mengetahui
3. Jelaskan pada keluarga dan pasien tentang pernyataan tentangfrekuensi
1. Verbalisasi perasaan
perawatan perubahan citra tubuh yang menyebabkan citra
negative tentang perubahan 4. 4. Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya tubuh.
menurun (3) 3. Agar keluarga pasien dapat
2. Verbalisasi kehwatiran memberikan memotivasib
pada reaksi orang lain (3) pada pasien post operasi pro
3. Melihat bagian tubuh MRM
membaik (3) 4. Agar pasien mampu
4. Menyentuh bagian tubuh menerima fungsi tubuh atau
(3) organ yangb diangkat.
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Pre Operatif
Tanda tangan
Hari/Tanggal
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
Selasa 1. Mengidentifikasi saat ansietas berubah S : pasien merasa deg-degan dan merasa cemas
2. Memonitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal) O:
14 maret 2023 3. Menciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan – pasien tampak masih cemas
kepercayaan – Pasien tampak masih gelisah
4. Memotivasi mengidentifikasi situasi yang memicu – Pasien akan dilakukan tindakan MRM
kecemasan – Pasien tampak sedikit lega saat di ajak bicara
5. Mendiskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang – Pasien sudah dijelaskan tentang tentang prosedur yang
akan datang akan dilaksanakan Kelompok 4
6. Menjelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin – Pasien tampak paham saat diberikan saran saran
dialami tentang pemeriksaan SADARI dan Ca Mammae
7. Menganjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika
perlu
A : Masalah Ansietas teratasi
8. Memberikan edukasi tentang ca mammae
 Memberikan edukasi tentang SADARI dan dianjurkan
P : lanjutkan intervensi
untuk memberitahukan kepada keluarga
 Memberikan edukasi tentang ca mammae
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Intra Operatif

Tanda tangan
Hari/Tanggal
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
Selasa 1. Memonitor tanda dan gejala perdarahan S:-
2. Memonitor tanda-tanda vital
14 maret 2023 3. Memonitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan O :
setelah kehilangan darah
4. Mempertahankan bed rest selama perdarahan – Luka insisi d mammae dexra sampai axila
5. Menjelaskan tanda dan gejala perdarahan – Pasien ampak pucat Kelompok 4
6. Berkolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan – Perdarahan arteri 250 ml
 Pemberian RL 1000 ml melalui jalur – Cairan irigasi 1500 nacl 0,9 %
– Posisi pasien terlentang
– Nilai HB : 11,5 G/ dL
– TTV
 TD : 160 / 82 mmHg
 HR : 78 x / mnt
 Temp : 35,1 0 C
 RR : 18 x / mnt
 SpO2 : 100 %
– Pasien diberikan RL 1000 ml melalu jalur IV
A : masalah resiko perdarahan teratasi sebagian

P : lanjutkan intervensi
Tanda tangan
Hari/Tanggal
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
Selasa 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, S : Pasien mengatakan masih mengatakan nyeri
kualitas, intensitas nyeri
14 Maret 2023 2. Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan O :
memperingan nyeri
– Pasien tampak meringis
3. Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri.
– Pasien masih tampak gelisah
4. Memberikan teknik nonfarmakologis
– Skala nyeri 5
5. Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri – Pasien tampak rileks namun merasakan nyeri Kelompok 4
6. Berkaloborasi dengan dokter pemberian analgetik – Luka insisidi dexra mammae sampai axila sepanjang
 Pct 1000 mg jalur iv 18 cm
 Metodopramide 10 mg jalur iv – Pasien diberikan selimuthangat
– Pasien diberikan Pct 1000 mg jalur iv
– Metodopramide 10 mg jalur iv
– Pasien terpasang nacl 0.9 % dilengan kanan 20 tpm

A: Masalah nyeri akut teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi di ruangan


IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Post Operatif
Tanda tangan
Hari/Tanggal
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
Selasa 1. Mengidentifikasi perubahan citra tubuh S : pasien merasa malu dengan bentuk tubuhnya saat tindakan
2. Memonitor frekuensi pernyataan kriteria terhadap diri sendiri pro MRM
14 Maret 2023 3. Menjelaskan pada keluargake dan pasien tentang perawatan
perubahan citra tubuh O:
4. Mendiskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
– Tampak luka insisi di mammae dexra sampai axila
– Pengangkatan mammae dexra dengan tindakan
mammae dexra pro MRM
– Pasien diberitahukan tindakan pro MRM
Kelompok 4
A : masalah citra tubuh teratasi sebagian

P : lanjutan intervensi ke ruangan


BAB 4
PEMBAHASAN
Proses perawatan ini merupakan rangkaian pengelolaan masalah dengan
cermat untuk diidentifikasi bagaimana pemecahan dari masalah-masalah yang
ditemukan dalam rangka memenuhi kebutuhan kesehatan serta keperawatan
klien, dalam pembahasan ini di uraikan kesenjangan antara konsep atau teori
mengenai asuhan keperawatan pada Ny.I dengan Diagnosa Medis Diagnosa
medis Ca Mammae, Tindakan Pro Mrm di Rumah Sakit Universitas Airlangga
(RSUA). yang akan dibahas berdasarkan tahap proses kesehatan yaitu:
4.1 Pengkajian
Proses keperawatan adalah dimana suatu konsep diterapkan dalam praktek
keperawatan. Hal ini disebutkan sebagai suatu pendekatan problem yang
memerlukan ilmu, teknik dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan klien baik sebagai individu, keluarga maupun masyarakat
mengemukakan dalam proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yaitu :
pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, pelaksanaan dan
evaluasi (Nursalam 2011). Pengkajian menurut teori (Nursalam, 2011:17)
adalah tahap awal dari proses keprawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien .
Pada bab ini penulis akan mencoba membandingkan konsep teori
mengenai asuhan keperawatan pasien dengan Diagnosa medis Ca Mammae,
Tindakan Pro Mrm di Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA).
Untuk riwawayat penyakit sekarang Pasien mengatakan pada pertengahan
2021 merasakan adanya benjolan di daerah dexra awanya hanya benjolan kecil,
setelah teraba semakin besar pasien melakukan pemeriksaan dand pengobatan
dipuskesmas ,kemudian pasien kembali melakukan USG dimintra keluarga,
setelah itu kembali dirujuk ke poli bedah (RSUA) dari dibawa ke IGD untuk
pemeriksaan lebih lanjut. dan didapatkan pemeriksaan TTV : TD :128/80, S :
36’C, N : 98 menit, RR : 20, Spo2 94%, Setelah dilakukan pemeriksaan oleh
Dokter bedah didapatkan dignosa medis Ca Mammae dengan tindakan Pro
MRM.
Berdasarkan penulis menurut teoritis dan membandingkan dengan
masalah yang dialami Ny. I Maka penulis mengambil kesimpulan bahwa ada
kesejangan antara data temuan apada klien dengan teoritis yang diuraikan oleh
para ahli. Kensejangan yang ditemukan pada Ny. I dengan Ca Mammae,
tindakan Pro MRM ditemukan keluhan utama pada Ny. I yaitu cemasa karena
mau dilakukan tindakan Pro MRM.
4.2 Diagnosa
Berdasarkan fakta dan teori di temukan persamaan diagnosa keperawatan
pada pasien Ny.I dengan Ca Mammae, Tindakan Pro Mrm : Ansietas, Bersihan
jalan napas tidak efektif, Risiko perdarahan, Hipotermia, Gangguan citra tubuh,
dan Nyeri akut. Ada persenjangan antara teori dan fakta tergantung dengan
kondisi dan masalah yang muncul pada pasien itu sendiri.
1. Ansietas berhubungan dengan pre operasi, tampak gelisah, akral dingin
ditandai dengan klien tampak cemas dan tegang.
2. Risiko Pendarahan behubungan dengan intra operasi, insisi pembedahan dan
terputusnya jaringan pembuluh darah di tandai dengan klien dilakukan
pembedahan Pro Mrm
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan Ca Mammae dan pembedahan
Mrm di tandai dengan kluien mengatakan merasa malu dengan tubuhnya
4. Nyeri akut berhubungan dengan post operasi luka insisi pada payudara di
tandai dengan klien mengeluh nyeri.
Dignosa keperawatan yang mukin muncul pada pasien denga Ca Mammae
adalah :
1. Ansietas berhubungan dengan Pre Operasi, tampak gelisah ditandai dengan
klien tampak cemas.
2. Bersihan jalan Napas berhubungan dengan Anestesi General, replek batuk,
dan akumulasi sekret ditandai dengan klien tampak sesak dan batuk.
3. Resiko Pendarahan berhubungan dengan insisi pembedahan, terputusnya
jaringan pembuluh darah.
4. Hipotermia berhungan dengan pasien mengatakan kedingina, mengigil, akral
dingin ditandai dengan suhu tubuh dibawah suhu normal.
5. Gangguan citera tubuh berhubungan dengan Pos Operasi dan pengakatan
organ ditandai dengan mengukapkan kecacatan atau kehilangan bagian
tubuh.
6. Nyeri Akut berhubungan dengan Pos Operasi dan luka insisi pada payudara
ditandai denga klien mengeluh nyeri dan tampak meringis.
Berdasarkan fakta dan teori ditemukan persamaan dignosa keperawatan
pada Ny.I dengan Ca Mammae, Tindakan Pro MRM yaitu :
1. Ansietas berhubungan dengan Pre Operasi, tampak gelisah ditandai dengan
klien tampak cemas.
2. Resiko Pendarahan berhubungan dengan insisi pembedahan, terputusnya
jaringan pembuluh darah.
3. Nyeri Akut berhubungan dengan Pos Operasi dan luka insisi pada payudara
ditandai denga klien mengeluh nyeri dan tampak meringis.
4. Gangguan citera tubuh berhubungan dengan Pos Operasi dan pengakatan
organ ditandai dengan mengukapkan kecacatan atau kehilangan bagian
tubuh.
4.3 Intervensi
Intervensi keperawatan yang dirancang dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan ini disesuikan dengan masah dengan etiologi yang telah penulisan
analisa. Adapun perencanaan tersebut meliputi :
Diagnosa pertama : Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis.
kondisi, waktu, stresor),Identifikasi kemampuan mengambil keputusan,Monitor
tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal),Ciptakan suasana terapeutik untuk
menumbuhkan kepercayaan Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
memungkinkan Pahami situasi yang membuat ansietas Dengarkan dengan penuh
perhatian Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan Tempatkan barang
pribadi yang memberikan kenyamanan Motivasi mengidentifikasi situasi yang
memicu kecemasan, Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang
akan datang, Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami,
Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis
Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu Anjurkan umelakukan
kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat Latih teknik relaksasi
Kolaborasi Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu.
Diagnosa kedua : Monitor tanda dan gejala perdarahan Monitor nilai
hematokrit/hemoglobin sebelum dan setelah kehilangan darah Monitor tanda-
tanda vital ortostatik Monitor koagulasi (mis. prothrombin time (PT), partial
thromboplastin time (PTT), fibrinogen degradasi fibrin dan/atau platelet.
Terapeutik Pertahankan bed rest selama perdarahan Batasi tindakan
invasif, jika perlu Gunakan kasur pencegah dekubitus Hindari pengukuran suhu
rektal Edukasi Jelaskan tanda dan gejala perdarahan Anjurkan meningkatkan
asupan cairan untuk menghidari konstipasi Anjurkan meningkatkan asupan
makanan dan vitamin K Anjurkan menghindari aspirin dan antikoagulan
Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan Kolaborasi Kolaborasi
pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu Kolaborasi pemberian produk
darah, jika perlu Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu.
Diagnosa ketiga : Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri Identifikasi skala nyeri Identifikasi respon nyeri
nonverbal Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon nyeri Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Monitor keberhasilan terapi komplementer Monitor efek samping yang sudah
diberikan penggunaan analgetik Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) Fasilitas istirahat dan tidur
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri Jelaskan strategi meredakan
nyeri Anjurkan monitor nyeri secara mandiri Anjurkan menggunakan analgetik
secara mandiri Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi Kolaborasi
pemberian analgetik, jika perlu.
Diagnosa keempat : Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap
perkembangan, identifikasi budaya,agam, jenis kelamin dan umur terkait citra
tubuh, indentifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi sosial,
menitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri,memonitor apakah
pasien bisa melihat bagian tubuh yang berubah, diskusi perbedaan penampilan
fisik terhadap harga diri,diskusi perubahan akibat pubertas, kehamilan dan
penuaan, diskusikan kondisi steres yang mempengaruhi citra tubuh ( mis.luka,
penyakit, pembedahan), diskusikan cara mengembangan harapan citra tubuh
secara realistis, diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra
tubuh, jelaskan kepada kelurga tentang perawatan perubahan citra
tubuh,anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadaf citra tubuh, anjurkan
menggunakan alat bantu (mis. Pakain wig, kosmetik), Anjurkan mengikuti
kelompok pendukung (mis. Kelompok sebaya),latihan fungsi tubuh yang
memiliki, latihan peningkatan penapilan diri (mis.berdandan), latihan
pengungkapan kemapuan diri kepada orang lain maupun kelompok.
4.4 Implementasi
Pelaksanaan asuhan keperawatan dillakukan berdasarakan intirvensi yang
telah dibuat, dalam melakukan intervensi penulis dibantu oleh keluarga klien
serta bekerja sama dengan perawat lainnya:
Diagnosa pertama : Memonitor tanda-tanda ansietas (verbal dan
nonverbal), Menciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
Memotivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan, Mendiskusikan
perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang Menjelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang mungkin dialami Melatih teknik relaksasi, napas dalam.
Diagnosa kedua : Memonitor tanda dan gejala perdarahan, Memonitor
nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan setelah kehilangan darah, Membatasi
tindakan invasif, Klien di berikan kalnex, 1.000 mg, IV, Klien tampak di
berikan transfusi darah, 4 kantong (colf), Memonitor tanda-tanda vital.
Diagnosa ketiga : Memonitor suhu tubuh, Melakukan penghangat cairan
Memonitor tekanan darah, frekuensi pernapasan, dan nadi.
Diagnosa keempat : Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri, Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri, Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri.
Memberikan teknik nonfarmakologis, napas dalam, Mengajarkan teknik
nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri, napas dalam, Melakukan
kolaborasi pemberian katerolac 30 mg, IV, Mengukur tanda-tanda vital.
4.5 Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan terhadap klien mengacu pada skala penilaian berupa tujuan dan
kriteria hasil yang ditetapkan dalam perencanaan keperawatan sebelumnya:
Diagnosa 1 : Kamis, 11 November 2021 Pukul : 08.00 WIB
Klien mengatakan sudah mulai bisa rileks, kesadaran Compos menthis,
klien tidak tampak cemas lagi, klien tidak tampak gelisah lagi, klien tidak
tampak tegang lagi, klien tampak terpasang kateter, klien tampak terpasang
infus 2 jalur di tangan kiri dan tangan kanan, pasien sudah puasa 12 jam
sebelum operasi, sebelum operasi diberikan injeksi Ceftriaxone Profilaksis 2 gr
NaCl 100 ml dalam piggy back, TD: 130/80 mmHg N: 88 x/m, S: 36,2 0C, RR:
20 x/m Masalah Ansietas teratasi. Hentikan intervensi
Diagnosa 2 : Kamis, 11 November 2021 Pukul : 08.30-12.30 WIB
Kesadaran koma, Pembedahan Mayor, Jenis Anestesi : General Anestesi, Nilai
Hb pre operasi 13 g/dL, sudah dipersiapkan 4 kantong darah di Bank darah, Klien
terpasang infus NaCl 0,9% 20 tpm di tangan kanan, Posisi klien saat dioperasi adalah
pronasi, Tindakan operasi Eksisi Tumor, Klien tampak dilakukan pembedahan di
kepala dan penggunaan alat sesuai prosedur, Pembedahan dilakukan selama 4jam,
perdarahan sebanyak 500 cc, RR : 20 x/menit, Klien tampak terpasang ventilator, Jalan
napas paten tidak ada obstruksi jalan napas, Tekanan darah membaik, TD : 100/80
mmHg, Denyut nadi membaik, N : 90x/menit, Suhu tubuh membaik, S : 36,2 0C, Klien
dipindahkan ke ruangan Recovery Room (RR) pukul 12.30 WIB, Masalah Risiko
Perdarahan teratasi sebagian, Lanjutkan intervensi di ruangan ICU.
Diagnosa 3 : Kamis, 11 November 2021 Pukul : 08.30-12.30 WIB
Kesadaran koma, Nilai Hb pre operasi 13 g/dL, sudah dipersiapkan 4
kantong darah di Bank darah, Klien terpasang infus NaCl 0,9% 20 tpm di
tangan kanan, Klien tampak dilakukan pembedahan di kepala dan penggunaan
alat sesuai prosedur. Pembedahan dilakukan selama 4jam, perdarahan sebanyak
500 cc, RR : 20 x/menit, TD : 100/80 mmHg, N : 90x/menit, S : 35,2 0C, Klien
dipindahkan ke ruangan Recovery Room (RR) pukul 12.30 WIB, Masalah
Risiko Hipotermiteratasi, Lanjutkan intervensi di ruangan ICU.
Diagnosa 4 : Post Operatif Kamis, 11 November 2021 Pukul : 12.30 WIB
Klien mengatakan nyeri pada kepala sudah mulai berkurang dari sebelumnya,
Klien tampak masih meringis, Gelisah berkurang, Pasien masih tampak mengalami
penurunan kesadaran karena pengaruh anestesi Kesadaran somnolen, GCS 7, Tampak
luka post operasi pada kepala, tertutup verban, Tampak terpasang kateter urine,
Terpasang drain di dekat luka operasi, Pasien dan keluarga tampak mengerti teknik
meredakan nyeri nonfarmakologis : napas dalam, Skala nyeri 3, TD: 100/85mmHg, N:
90 x/m, S: 37,0C, RR: 20 x/m, Masalah Nyeri Akut teratasi sebagian, Lanjutkan
intervensi di ruangan ICU.
Evaluasi keperawatan adalah penilaian terhadap tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan terhadap pasien mengacu pada skala penilaian berupa
tujuan dan kriteria hasil yang di tetapkan dalam perencanaan keperawatan
sebelumnya. Berdasarkan fakta dan teori, penulis melakukan evaluasi
keperawatan sesuai dengan teori yang telah di tetapkan.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Ny.I dengan diagnosa medis
Ca Mammae, Pro Mrm selama tiga jam, pada tanggal 14 Maret 2023. Di ruang
OK Bedah tiga didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
5.1.1Pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny.I yang meliputi pengkajian dan
menganalisa data, menentukan diagnosa keperawatan, menentukan dan
membuat intervensi keperawatan, melakukan implementasi keperawatan
dan melakukan evaluasi hasil dari implementasi keperawatan yang telah
dilakukan.
5.1.2 Faktor pendukung yang penulis dapatkan adalah sikap koperatif dari klien
dan keluarganya yang ikut berperan dalam pemberian asuhan keperawatan
dan pelaksanaan implementasi keperawatan pada Ny.I serta tidak
ditemukannya faktor penghambat.
5.1.3 Pemecahan masalah pada klien Ny.I dengan Ca Mammae, Pro Mrm
dilakukan dengan melakukan implementasi sesuai dengan intervensi yang
dibuat berdasarkan diagnosis yang ditegakkan, dan untuk mencapai tujuan
dari intervensi tersebut. Intervensi terdiri dari diagnostik, teraupetik,
edukatif dan kolaboratif dengan tim kesehatan lainnya.
5.2 Saran
Dari hasil pemaparan data-data di atas, maka saran yang dapat
dikemukakan adalah sebagai berikut :
6.2.1 Diharapkan mahasiswa dapat melengkapi Asuhan Keperawatan pada Ny.I
dengan Diagnosa medis Ca Mammae, Tindakan Pro Mrm di Rumah Sakit
Universitas Airlangga (RSUA).
6.2.2 Diharapkan mahasiswa dapat melakukan pengkajian pada Tn. Z dengan
Diagnosa Medis Ca Mammae, Tindakan Pro Mrm di Rumah Sakit
Universitas Airlangga (RSUA).
6.2.3 Diharapkan mahasiswa dapat menganalisa kasus dan merumuskan
masalah keperawatan pada Ny.I dengan Diagnosa Medis Ca Mammae,
Tindakan Pro Mrm di Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA).
6.2.4 Diharapkan mahasiswa dapat menyusun asuhan keperawatan Keluarga
yang mencakup intervensi pada Ny.I dengan Diagnosa Medis Ca
Mammae, Tindakan Pro Mrm di Rumah Sakit Universitas Airlangga
(RSUA).
6.2.5 Diharapkan mahasiswa dapat melakukan implementasi atau pelaksanaan
tindakan pada Ny.I dengan Diagnosa Medis Ca Mammae, Tindakan Pro
Mrm di Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA).
6.2.6 Diharapkan mahasiswa dapat mengevaluasi hasil dari asuhan
keperawatanyang diberikan pada Ny.I dengan Diagnosa Medis Ca
Mammae, Tindakan Pro Mrm di Rumah Sakit Universitas Airlangga
(RSUA).
6.2.7 Diharapkan mahasiswa dapat mendokumentasikan hasil dari asuhan
keperawatan yang telah dilaksanakan pada Ny.I dengan Diagnosa Medis
Ca Mammae, Tindakan Pro Mrm di Rumah Sakit Universitas Airlangga
(RSUA).
DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. 2014. Cancer Facts and Figures 2014. Atlanta:
American Cancer Society.1110
dr.Rusbandi Sarpini. (2017). Anotomi dan Fisiologi Tubuh Manusia Untuk
Paramedis (Edisi Revi). IN MEDIA.
Fayzun., F., Muna., A., Y., D. A. R., Novitasari., E., & Baihaqi., I. (2018).
Kanker Payudara.
Haryati, F., & Sari, D. N. A. (2019). Hubungan body image dengan kualitas
hidup pada pasien kanker payudara yang menjalankan kemoterapi. Health
Sciences and Pharmacy Journal, 3(2), 54.
https://doi.org/10.32504/hspj.v3i2.138
Helena Diana Putri. (2014). Asuhan Kebidanan Ibu Menyusui Dengan Abses
Payudara Di Pmb Kusmini Lampung Utara. Paper Knowledge . Toward a
Media History of Documents, 5(2), 40–51.
Kebayantini, N. L. N., Punia, I. N., Zuryani, N., Nugroho, W. B., Kamajaya, G.,
& S.M, N. M. A. (2017). Sadari dan perilaku hidup sehat sebagai upaya
pencegahan kanker dikalangan mahasiswi UNUD (sebuah laporan
pengabdian masyarakat). Jurnal Ilmiah Widya Sosiopolitika, 3(1), 107–
116.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/widya/article/download/61430/37953/
Kobina, E., Edzie, M., Dzefi-tettey, K., Gorleku, P. N., Amankwa, A. T., Aidoo,
E., Agyen-mensah, K., Idun, E. A., Quarshie, F., Kpobi, J. M., Kusodzi,
H., Edzie, R. A., & Asemah, A. R. (2021). Evaluation of the Clinical and
Imaging Findings of Breast Examinations in a Tertiary Facility in Ghana.
Nurarif, amin huda, & Kusuma, H. (2015). cancer mammae.
Nurarif,amin huda, & Kusuma, H. (2018). Cancer Mammae.
http://www.perawatciamik.com/2018/03/laporan-pendahuluan-ca- mamae-
nanda-nic.html?view=timeslide
Panigroro, S., Hernowo, B. S., & Purwanto, H. (2019). Panduan
Penatalaksanaan Kanker Payudara (Breast Cancer Treatment Guideline).
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 4(4), 1–50.
http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKPayudara.pdf
Rosida, A. (2020). Asuhan Keperawatan Pasien dengan CA Mammae yang Di
Rawat Di Rumah Sakit. In Journal of Chemical Information and Modeling
(Vol. 53, Issue 9). http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/1047/1/K TI
Amalia Rosida.pdf
Rustamadji, P., Wiyarta, E., & Bethania, K. A. (2021). CD44 Variant Exon 6
Isoform Expression as a Potential Predictor of Lymph Node Metastasis in
Invasive Breast Carcinoma of No Special Type. 2021.
Swasri, A. A. K. (2021). Asuhan Keperawatan Nyeri Akut Pada Ny. Y Dengan
Carsinoma Mammae Post Operasi Modified Radical Mastectomy Di
Ruang Angsoka …. 1105–1112.
http://repository.poltekkesdenpasar.ac.id/id/eprint/7579
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik (Edisi 1). Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan (Edisi 1). Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (Edisi 1). Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai