Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

NR DENGAN DIAGNOSA MEDIS


P4A0 POST SECTIO CAESAREA DAN PLASENTA PREVIA DI RUANG
CEMPAKA RSUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

Disusun Oleh :
SELVI INDRIANA
20231490104066

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS
TAHUN 2024
LEMBAR PERSETUJUAN

Asuhan Keperawatan ini disusun oleh:


Nama : Prinawati
NIM : 20231490104059
Program Studi : Ners
Judul : “Asuhan Keperawatan Pada Ny. M dengan Diagnosa Medis
G2P1A0 Post SC hari ke 1 indikasi Uk 40 minggu kala 2
lama + Fetal Distress di Ruangan Cempaka RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya”.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklinik Keperawatan Marternitas (PPKM) Pada Program
Studi Ners Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap
Palangka Raya.

Pembimbing Akademi Pembimbing Lahan

Meilitha Carolina, Ners., M.Kep Lidya Amiani, S.Kep., Ners


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa memberikan
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Asuhan
Keperawatan Pada Ny. M dengan Diagnosa Medis G2P1A0 Post SC hari ke 1
indikasi Uk 40 minggu kala 2 lama + Fetal Distress di Ruang Cempaka RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya”. Asuhan Keperawatan ini disusun guna
melengkapi tugas Praktik Profesi Keperawatan Marternitas (PPKM) pada
Program Studi Ners di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.
Laporan dan Asuhan Keperawatan ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Maria Adhelheid Ensia, S.Pd, M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M. Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Karmitasari Yanra Katimenta, Ners., M.Kep selaku pembimbing
akademik yang telah banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan
dalam penyelesaian asuhan keperawatan ini.
4. Ibu Lidya Amiani, S.Kep., Ners, selaku pembimbing lahan yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Palangka Raya, 18 Januari 2024

Penyusun
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN..........................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................ii
KATA PENGANTAR.................................................................................iii
DAFTAR ISI................................................................................................vi
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan...................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................
2.1 Konsep Sectio Caesarea...........................................................................5
2.1.1 Definisi ..........................................................................................5
2.1.2 Anatomi Fisiologi............................................................................
2.1.3 Etiologi ..........................................................................................7
2.1.4 Patofisiologi.....................................................................................
2.1.5 Klasifikasi ...................................................................................10
2.1.6 Manifestasi Klinis........................................................................11
2.1.7 Komplikasi...................................................................................13
2.1.8 Pemerikasaan Penunjang..............................................................16
2.1.9 Penatalaksanaan Medis................................................................17
2.2 Konsep Plasenta Previa .........................................................................28
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan ........................................................33
2.4.1 Pengkajian Keperawatan ...............................................................33
2.4.2 Diagnosa Keperawatan .................................................................42
2.4.3 Intervensi Keperawatan .................................................................44
2.4.4 Implementasi Keperawatan ...........................................................54
2.4.5 Evaluasi .........................................................................................54
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN .......................................................55
BAB 4 PENUTUP ..........................................................................................
4.1 Kesimpulan ........................................................................................68
4.2 Saran ..................................................................................................68
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
LAMPIRAN
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Partus tak maju adalah fase laten lebih dari 8 jam. Persalinan telah
berlangsung 12 jam atau lebih,bayi belum lahir. Dilatasi serviks di kanan garis
waspada persalinan fase aktif (Prawirohardjo, 2014). Partus tak maju merupakan
fase dari suatu partus yang macet dan berlangsung terlalu lama sehingga
menimbulkan gejala-gejala seperti dehidrasi, infeksi, kelelahan, serta, asfiksia dan
kematian dalam kandungan (Purwaningsih & Fatmawati, 2010). Proses persalinan
tidak selalu normal melalui vagina, terkadang diperlukan tindakan operasi sectio
caesarea. Sectio caesarea adalah langkah utama yang di tujukan atas indikasi
tertentu seperti membantu proses bersalin, baik karena masalah kesehatan ibu
maupun keadaan janin. Operasi sectio caesarea dapat dilakukan pada saat proses
bersalin normal tidak mungkin untuk di lakukan. Prosedur pembedahan yang
dilakukan dimana dengan memberikan sayatan pada perut dan rahim untuk
membantu proses kelahiran dengan mengeluarkan janin dari rahim ibu (Ningsih &
Rahmadhani, 2022).
Partus lama salah satu penyumbang kematian ibu di dunia, berdasarkan
WHO tahun 2014 terjadi kasus partus lama pada wanita di dunia yaitu 289 per
100.000 kelahiran hidup. Sementara di Indonesia terjadi kejadian partus lama
menduduki urutan tertinggi di ASEAN yaitu 359 per 100.000 kelahiran hidup ibu
meninggal akibat partus lama (WHO,2014). berdasarkan Riskesdas tahun 2018 di
jawa barat yang mengalami partus lama yaitu sebesar 4,1%, dengan provinsi
tertinggi yang mengalami partus lama yaitu DI Yogyakarta sebesar 7,9%
sementara yang mengalami partus lama sedikit di provinsi papua sebesar 2,7%
dengan total kelahiran 78.736 kelahiran di seluruh provinsi
Partus lama penyebab kematian ibu dan bayi baru lahir, partus lama jika
tidak ditangani dengan cepat dan tepat akan mengakibatkan ibu mengalami
infeksi, kehabisan tenaga sebelum bayi dilahirkan, dehidrasi, kadang dapat terjadi
pendarahan postpartum yang dapat menyebabkan kematian ibu, pada janin akan
terjadi infeksi, cedera, dan asfiksia yang dapat meningkatkan kematian bayi.
Peran perawat yaitu harus mempunyai keahlian untuk mencegah dan
melaksanakan impementasi asuhan keperawatan yang di tujukan pada ibu post
sectio caesarea atas indikasi partus lama. Peran ini melibatkan pendekatan
promotif yaitu sebagai upaya peningkatan kesehatan dengan memberikan penkes
untuk ibu yang memiliki tujuan supaya ibu dapat mandiri, sehingga ibu mampu
mengurus luka akibat operasi sectio caesare pada waktu sudah di rumah.
Pendekatan preventif adalah mencegah dan meminimkan risiko yaitu untuk
menghindari komplikasi, melalui pengendalian perdarahan, pengendalian
kontraksi rahim untuk membantu mobilisasi dini, dan bagaimana merawat luka
setelah operasi sectio caesarea yang dapat mencegah risiko infrksi.
1.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat
dirumuskan masalah dalam laporan pendahuluan ini adalah: Bagaimana
pemberian asuhan keperawatan pada pasien G2P1A0 Post SC hari ke 1 indikasi
Uk 40 minggu kala 2 lama + Fetal Distress diruangan Cempaka RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya?

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman
langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada Ny. M
dengan diagnose medis G2P1A0 Post SC hari ke 1 indikasi Uk 40 minggu kala 2
lama + Fetal Distress di Ruangan Cempaka RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.
1.2.2 Tujuan Khusus
1.2.2.1 Mahasiswa dapat melengkapi Asuhan Keperawatan pada Ny. M dengan
diagnosa medis G2P1A0 Post SC hari ke 1 indikasi Uk 40 minggu kala 2
lama + Fetal Distress diruangan Cempaka RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya
1.2.2.2 Mahasiswa dapat melakukan pengkajian pada Ny. M dengan diagnosa
medis G2P1A0 Post SC hari ke 1 indikasi Uk 40 minggu kala 2 lama +
Fetal Distress diruangan Cempaka RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya
1.2.2.3 Mahasiswa dapat merumuskan dignosa keperawatan pada pada Ny. M
dengan diagnosa medis G2P1A0 Post SC hari ke 1 indikasi Uk 40 minggu
kala 2 lama + Fetal Distress diruangan Cempaka RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya
1.2.2.4 Mahasiswa dapat menyusun intervensi keperawatan pada Ny. M dengan
diagnosa medis G2P1A0 Post SC hari ke 1 indikasi Uk 40 minggu kala 2
lama + Fetal Distress diruangan Cempaka RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya
1.2.2.5 Mahasiswa dapat melakukan implementasi keperawatan pada Ny. M
dengan diagnosa medis G2P1A0 Post SC hari ke 1 indikasi Uk 40 minggu
kala 2 lama + Fetal Distress diruangan Cempaka RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya
1.2.2.6 Mahasiswa dapat mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan yang
diberikan kepada Ny. M dengan diagnosa medis G2P1A0 Post SC hari ke
1 indikasi Uk 40 minggu kala 2 lama + Fetal Distress diruangan Cempaka
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
1.2.2.7 Mahasiswa dapat mendokumentasikan hasil dari asuhan keperawatan yang
telah dilaksanakan pada Ny. M dengan diagnosa medis G2P1A0 Post SC
hari ke 1 indikasi Uk 40 minggu kala 2 lama + Fetal Distress diruangan
Cempaka RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya

1.3 Manfaat Penulis


1.3.1 Bagi IPTEK
Memberikan informasi dalam pengembangan ilmu keperawatan terutama
dalam keperawatan komunitas yang menjadi masalah kesehatan pada masyarakat.
1.3.2 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi Ners
Stikes Eka Harap Palangka Raya.
1.3.3 Bagi Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada setelah sectio caesare dan
bisa melakukan perawatan di rumah dengan mandiri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Sectio caesarea


2.1.1 Definisi Sectio caesarea
Sectio caesarea berasal dari kata “caedere” yang artinya memotong atau
menyayat. Dalam ilmu obstetri istilah tersebut mengacu pada tindakan
pembedahan yang tujuannya untuk melahirkan bayi dengan membuka dinding
perut ibu (Anggorowati, & Sudiharjani, 2017).
Sectio caesarea merupakan proses pembedahan untuk melahirkan bayi
melalui penyayatan pada dinding abdomen dan uterus. Section caesarea dilakukan
sebagai pilihan jika tidak memungkinkan melakukan persalinan normal (Hijratun,
2019). Sectio caesarea dilakukan karena beberapa faktor tertentu diantarnya yaitu
faktor bayi, faktor ibu, riwayat persalinan. sebagai proses pembedahan sectio
caesarea juga mempunyai indikasi antara lain adalah disproposi pangggul (CPD),
disfungsi uterus, distosia, janin besar, gawat janin, pre eklamsi, eklamsia,
hipertensi, riwayat pernah sectio caesarea sebelumnya (Hijratun, 2019).
Sectio caesarea atau SC adalah sebuah metode pembedahan untuk
melahirkan bayi dengan membuka dinding perut dan dinding uterus, yang
mempunyai risiko mengancam keselamatan jiwa ibu ataupun bayi serta tindakan
medis yang merupakan stressor yang dapat membuat klien pre operasi sectio
caesarea (SC) mengalami kecemasan.
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Sectio caesarea
2.1.2.1 Anatomi

Gambar 2. 1 Teknik Klasik Dengan Sayatan Vertikal


Sumber: (Wikipedia, 2017)
Gambar 2. 2 Teknik Transperironalis Profunda dengan sayatan melintang Sumber:
(P.J. Dorr, V, 2015).
2.1.3 Etiologi sectio caesarea
Menurut Hijratun (2019) etiologi sectio caesarea sebagi berikut:
1) Panggul sempit dan dystocia mekanis: Disporposi fetopelik, panggul
sempit, ukuran bayi terlalu besar, malposisi dan mal presentasi, difungsi
uterus, dystocia jaringan lunak, neoplasma dan pertus lama.
2) Pembedahan sebelumnya pada uterus; sectio caesarea, histerektomi,
miomektomi ekstensi dan jahitan luka pada sebagian kasus dengan jahitan
cervical atau perbaikan ostium cervicis yang inkompeten dikerjakan sectio
caesarea.
3) Perdarahan disebabkan oleh plasenta previa dan abruption plasenta.
4) Toximea gravidarum meliputi preeklamsi dan eklamsi, hipertensi esensial
dan nephritis kronis.
5) Indikasi fetal antar lain gawat janin, catat, infusiensi plasenta, prolapses,
finiculus umbilicalis, diabetes maternal, inkompatibilitas rhesus, post
materm caesarea dan infeksi virus harpes pada traktus genetalis.
2.1.4 Patofisiologi Sectio Caesarea
Menurut buku sinopsis obstetri Mochtar (2012) Persalinan sectio
caesarea dilakukan karena adanya berbagai smasalah selama masa kehamilan,
komplikasi – komplikasi seperti fetal distress yang bisa mengganggu
perkembangan janin dan mengakibatkan tidak munculnya his (kontraksi), plasenta
previa, letak bayi melintang, letak bayi sungsang dapat menyebabkan
terhambatnya jalan lahir, disporposi sefalopalevik dapat terjadi karena ukuran
panggul ibu yang sempit, dan berat badan janin lebih dari 4.500 g, jika terjadi
rupture uteri dan dilakukan persalinan normal dapat menyebabkan perdarahan.
Beberapa komplikasi yang terjadi dapat menyebabkan terhambatnya jalan lahir
dan tidak memungkinkan jika dilakukannya persalinan secara normal karena dapat
menimbulkan risiko yang dapat membahayakan ibu dan janin. Oleh karena itu
diharuskan melakukan persalinan secara tidak normal berupa proses pembedahan
yaitu sectio caesarea. Proses sectio caesarea ini dapat menimbulkan berbagai
dampak seperti intoleransi aktivitas, nyeri karena prosedur pembedahan, dan
kurangnya terpapar informasi tentang tindakan sectio caesarea menyebabkan
masalah ansietas pada ibu.
2.1.5 Klasifikasi Sectio caesarea
Dalam Solehati (2017) Sectio caesarea terbagi menjadi beberapa jenis:
2.1.5.1 Sectio caesarea klasik atau korporal
Pada sectio caesarea klasik dengan melakukan sayatan sekitar 10 cm yang
memanjang pada korpus uteri. Saat dinding perut dan peritoneum parietal tersayat
dan terbuka pada garis tengahnya harus dibalut dengan kain kasa panjang yang
mencangkup antara dinding perut dan dinding uterus untuk mencegah masuknya
air ketuban dan darah ke rongga perut. Pada bagian ujung bawah di atas batas
plika vesiko uteria diberikan sayatan insisi pada bagian tengah korpus uteri
dengan panjang sekitar 10-12 cm, agar air ketuban bisa terhisap dengan sempurna
dibuat lubang kecil pada kantong ketuban, kemudian tersebut dilebarkan untuk
mempermudah proses pengeluaran bayi dari rongga perut. Plasenta dan selaput
ketuban dikeluarkan secara manual dengan diberikan suntikan 10 oksitosin dalam
dinding uterus dan intravena. Tindakan selanjutnya yaitu dengan melakukan
jahitan cutgut untuk menutup dinding uterus, jahitan tersebut memiliki dua
lapisan: lapisan pertama dengan jahitan simpul dan lapisan kedua atas jahitan
terus menerus. Jahitan dilakukan secara terus menerus dengan cutgut yang lebih
tipis dengan mengikutkan peritoneum serta bagian luar miomertrium dengan
menutup jahitan dengan rapih dan dinding perut tertutup seperti semula.
2.1.5.2 Sectio caesarea transperitonealis profunda
Dengan melakukan sayatan melintang konkaf di segmen bawah rahim yang
panjangnya sekitar 10 cm dengan ibu berbaring pada posisi trendelenburg dan
dipasang dauerchateter. Pada dinding perut bagian garis tengah dari semfisi
sampai di bawah pusat dilakukan insisi beberapa sentimeter. Peritoneum pada
dinding uterus bagian depan dan bawah dipegang dengan pinset, kemudian plika
vesiko uterine dibuka dan insisi diteruskan melintang ke lateral; dan kandung
kencing dengan peritoneum di depan uterus didorong ke bawah menggunakan
jari.
2.1.6 Manifestasi klinis Sectio caesarea
Berdasarkan Hijratun (2019), manifestasi klinis sectio caesarea, antara
lain:
1. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml.
2. Terpasang kateter, urin berwarna jernih dan pucat.
3. Abdomen lunak dan tidak ada distensi.
4. Tidak ada bising usus.
5. Ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.
6. Balutan abdomen tampak sedikit noda.
7. Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan, berlebihan, dan banyak.
2.1.7 Komplikasi Sectio caesarea
Menurut (Solehati, 2017) Komplikasi yang mungkin terjadi setelah
dilakukan operasi sectio caesarea:
1 Infeksi puerperal
Infeksi puerperal merupakan infeksi bakteti yang menginfeksi bagian
reproduksi setelah post partum, keguguran, atau post SC, biasanya ditandai
dengan meningkatnya suhu tubuh yang bersifat berat seperti peritonitis, sepsis.
2 Perdarahan
Perdarahan sering terjadi karena proses pembedahan mengakibatkan
cabang-cabang arteri terbuka atau karena atonia uteri.
3. Luka pada kandung kemih, embolisme paru-paru.
4. Kurang kuatnya dinding uterus, sehingga pada kehamilan selanjutnya biasanya
terjadi rupture uteri.
5. Komplikasi lainnya biasanya terjadi pada bayi yaitu risiko terjadinya depresi
pernapasan disebabkan obat bius yang mengandung narkose.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang Sectio caesarea
Menurut (Indriyani, 2018) Pemantau janin terhadap kesehatan janin:
1. Pemantauan EKG.
2. Jumlah Darah legkap dengan diferensial.
3. Elektrolit.
4. Hemoglobin/Hematokrit.
5. Golongan dan pencocokan silang darah.
6. Urinalis.
7. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai undikasi.
8. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi.
9. Ultrasound sesuai kebutuhan.
2.1.9 Penatalaksanaan Sectio caesarea
2.1.8.1 Perawatan Pre Operasi Sectio Caesarea
Pre opertatif adalah istilah yang menggambarkan keragaman fungsi yang
berkaitan dengan pengalaman pembedahan klien. Kata operatif merupakan
penggabungan dari tiga fase pembedahan yaitu: preopratif, intra operatif dan pos
operatif (Ninla Elmawati Falabiba, 2019). Fase operasi adalah waktu tunggu
sebelum opersi dilaksanakan hingga pasien dipindahkan ke kamar operasi.
Aktivitas keperawatan yang dilakukan ialah pengkajian dasar pasien,
mempersiapkan untuk anestesi, dan operasi (Maryanani, 2015).
Gambaran Klien Pre Operasi
Tindakan pembedahan adalah ancaman potensial ataupun aktula pada
keadaan seseorang yang dapat menimbulkan reaksi stress fisiologis maupun
psikologis. Klien yang akan dilakukan operasi biasanya akan mengalami reaksi
emosional berupa kecemasan. Adapun beberapa alasan yang menyebabkan
ketakutan / kecemasan pada klien yang akan dilakukan pembedahan antara lain:
1. Ketakutan akan terjadi nyeri setalah operasi
2. Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi
normal (body image).
3. Takut/ mengalami kecemasan terhadap kondisi yang sama dengan
orang lain yang mempunyai penyakit yang sama.
4. Takut menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas.
5. Takut mati karena dibius/ tidak sadar lagi.
6. Takut opersi gagal.
Klien yang mengalami ketakutan dan kecemasan dapat menimbulkan respon
fisiologis tubuh yang di tandai dengan munculnya perubahan - perubahan fisik
seperti: meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan – gerakan tangan
yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah biasanya menanyakan
pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, dan sering berkemih (Smeltzer,
Suzana C. Bare, 2012).
2.1.8.2 Persiapan Klien
1. Klien telah dijelaskan tetang prosedur operasi yang akan dijalani.
2. Informed consent telah ditanda tangani oleh pihak keluarga klien.
3. Perawat memberi support kepada klien.
4. Pada daerah yang akan dilakukan penyayatan telah dibersihkan (rambut
pubis dicukur dan sekitar abdomen telah dibersihkan dengan antiseptik).
5. Pemeriksaan laboratorium (Darah, Urine).
6. Pemeriksaan USG.
7. Paien puasa selama 6 jam sebelum dilakukan operasi.
8. Klien mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhannya.
9. Klien yang akan dilakukan operasi disiapkan secara optimal.
10. Pelaksanaan operasi berjalan dengan lancar.
11. Ada indikasi yang jelas utnuk melakukan tindakan sectio caesarea (SC)
dan sesuai ketentuan jam,
12. Ada kolaborasi dengan dokter anestesi dan dokter anak untuk pelaksanaan
operasi atau dokter lain yang berkaitan dengan klien,
13. Memberi informasi ke bagian terkait (kamar operasi, ICU).
14. Ketersediaan alat:
a. Infus set.
b. DC ( Dower Catether).
c. Obat premedikasi.
d. Kasa alkohol.
e. Baju operasi dan topi.
f. Tensimeter, termometer, fetal phone.
g. Set hecting.
h. Set bayi, serta infus set, abocath.
15. Ada laporan tindakan pre operasi untuk diserahkan kepada petugas kamar
operasi.
16. Petugas harus mengirim klien ke kamar operasi 20 menit sebelum operasi
(Padila, 2015).

2.2 Konsep Partus Lama


2.2.1 Definisi Partus Lama
Partus lama adalah persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya
kemajuan persalinan secara umum persalinan yang abnormal sering terjadi apabila
terdapat di proporsi antara bagian presentasi janin dan Jalan lahir Partus lama
dapat terjadi akibat beberapa kelainan tertentu yang melibatkan serviks, uterus,
janin, tulang panggul ibu, atau obstruksi lain di jalan lahir. Kelainan-kelainan ini
secara mekanis dibagi menjadi 3 kategori yaitu kelainan kekuatan, kelainan yang
melibatkan janin kelainan Jalan lahir, ini masuk ke sini tahu faktor yang
mempengaruhi persalinan secara mekanis dibagi menjadi 3 kategori yaitu kelainan
power passenger sama passage (Yelmi dan Evi, 2020).
2.2.2 Etiologi
Sebab – sebab terjadinya partus lama menurut Manuaba, (2010) :
2.2.2.1.Kelainan Tenaga/Power (Kelainan His)
His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan
kerintangan dalam jalan lahir sehingga tidak mampu menyebabkan penipisan dan
pembukaan serviks.
2.2.2.2 Kelainan Jalan Lahir (Passage)
Menurut Kurniarum (2016), Passage atau faktor jalan lahir dibagi atas:
1. Bagian keras: tulang tulang panggul (rangka panggul)
2. Bagian lunak: otot-otot, jaringan- jaringan dan ligament-ligament.
2.2.2.3 Kelainan Janin (Passager)
Kelainan janin meliputi kelainan letak kepala dan besar janin
2.2.3 Klasifikasi Partus Lama
Menurut Prawirohardjo, (2015) klasifikasi dibagi dua antara lain:
2.2.3.1 Kelainan Kala Satu
Kelainan pada kala I dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pemanjangan pada
fase laten atau pemanjangan fase aktif persalinan.
1) Fase Laten Memanjang (Prolonged Latent Phase)
Onset fase laten dimulai saat ibu mulai merasakan kontraksi yang teratur yang
disertai dengan pembukaan serviks yang progresif dan berakhir pada
pembukaan 3cm. Ambang ini secara klinis bermanfaat karena apabila tidak
terjadi perubahan progresif perlu dipertimbangkan untuk melakukan
intervensi. Friedman dan Sachtleben mendefinisikan fase laten memanjang
apabila lama fase ini lebih dari 20 jam pada nulipara dan 14 jam pada
multipara.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi durasi fase laten antara lain
adalah pemberian anestesi regional atau sedasi yang berlebihan, persalinan
yang terjadi tanpa penipisan dan dilatasi serviks, atau persalinan palsu (false
labour).
2) Fase aktif memanjang (Prolonged Active Phase)
Fase aktif persalinan dimulai saat terjadi pembukaan serviks 4 cm dan
berakhir dengan pembukaan serviks lengkap (10 cm). Kriteria minimum
Friedman untuk masuk dalam fase aktif adalah kecepatan pembukaan serviks
1.2 cm/jam bagi nulipara dan 1.5 cm/jam pada multipara. Secara spesifik ibu
nulipara yang masuk ke fase aktif dengan pembukaan 3-4 cm dapat
diharapkan mencapai pembukaan 8 sampai 10 cm dalam 3 sampai 4
jam.Kelainan persalinan fase aktif lebih sering dijumpai pada nulipara (25%)
dibandingkan multipara (15%).
2.2.3.2 Kelainan Kala Dua
Tahap ini berawal dari pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir
dengan lahirnya janin.Median durasinya adalah 50 menit untuk nulipara dan 20
menit untuk multipara.Durasi ini dapat memanjang sekitar 25 menit oleh adanya
anestesi regional.Selain itu, saat kala dua banyak melibatkan gerakan pokok yang
penting agar janin dapat melewati jalan lahir yang memberikan gambaran durasi
yang bervariasi. Untuk itu, kala dua persalinan dibatasi pada nulipara sekitar 2
jam dan diperpanjang sampai 3 jam apabila digunakan anastesi regional,
sedangkan untuk multipara sekitar 1 jam dan diperpanjang menjadi 2 jam jika
menggunakan anestesi regional.
Pada ibu dengan paritas tinggi yang vagina dan perieumnya sudah melebar,
dengan dua atau tiga kali udaha mengejan setelah pembukaan lengkap mungkin
cukup untuk mengeluarkan janin. Sebaliknya, pada ibu dengan panggul sempit
atau janin yang besar, atau akibat kelainan gaya ekspulsif akibat anestesi regional
atau sedasi yang berat, maka kala dua dapat sangat memanjang (Lumbanraja,
2017).
2.2.4 Gejala Utama Partus Lama
1. Dehidrasi
2. Tanda infeksi (suhuh tinggi, nadi dan pernapasan cepat, abdomen meteorismus)
3. Pada pemeriksaan terdapat meteorismus, lingkaran bandle tinggi, nyeri bawah
segmen rahim
4. Pada pemeriksaan local vulva-vagina terdapat edema vulva, cairan ketuban
berbau, cairan ketuban bercampur meconium
5. Pada pemeriksaan dalam terdapat edema serviks, bagian terendah sulit didorong
keatas, terdapat korput pada bagian terendah
6. Keadaan janin dalam rahim mengalami asfiksia sampai terjadi kematian
7. Akhir dari patus lama adalah ruptur uteri iminens sampai rupture uteri atau
kematian karena perdarahan atau infeksi (Manuaba, 2010)
2.2.5 Penanganan partus lama
Dalam menghadapi persalinan lama dengan penyebab apapun, keadaan ibu
yang bersangkutan harus diawasi dengan seksama. Tekanan darah diukur setiap
empat jam, bahkan pemeriksaan perlu dilakukan lebih sering apabila ada gejala
preeklampsia. Denyut jantung janin dicatat setiap setengah jam dalam kala I dan
lebih sering dalam kala II. Kemungkinan dehidrasi dan asidosis harus mendapat
perhatian sepenuhnya. Karena persalinan lama selalu ada kemungkinan untuk
melakukan tindakan narcosis. Ibu hendaknya tidak diberi makanan biasa namun
diberikan dalam bentuk cairan.
Sebaiknya diberikan infuse larutan glukosa 5% dan larutas NaCl isotonik
secara intravena berganti – ganti. Untuk mengurangi rasa nyeri dapat ddiberikan
petidin 50 mg yang dapat di ulangi, pada permulaan kala I dapat diberikan 10 mg
morfin. Pemeriksaan dalam mengandung bahaya infeksi. Apabila persalinan
berlangsung 24 jam tanpa kemajuan berarti maka perlu diadakan penilaian
seksama tentang keadaan. Apabila ketuban sudah pecah maka, keputusan untuk
menyelesaikan persalinan tidak boleh ditunda terlalu lama berhubung
mengantisipasi bahaya infeksi. Sebaiknya dalam 24 jam setelah ketuban pecah
sudah dapat diambil keputusan apakah perlu dilakukan seksio sesarea dalam
waktu singkat atau persalinan dapat dibiarkan berlangsung terus (Prawirohardjo,
2015).
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dari proses keperawatan, untuk mengkaji dengan
memperhatikan data dasar dari klien agar mengetahui informasi yang
diharapkandari klien. Pengkajian yang dilakukan pada klien yang mengalami
kecemasan pre operasi sectio caesarea (Herdman, H.T & Kamitsuru, 2018):
a. Data Demografi
1) Biodata Data Klien
a) Nama klien, Usia, Tempat dan tanggal lahir, Jenis kelamin, Alamat, Suku
bangsa, Status perkawinan, Pekerjaan, Pendidikan, Tanggal masuk rumah sakit,
Nomor register
b) Identitas Penanggung Jawab, Nama penanggung jawab, Alamat, Nomor
telepon penanggung jawab yang bisa dihubungi.
2) Keluhan utama
Hal yang dirasakan klien saat pengkajian atau penyebab utama masuk
rumah sakit, klien dapat menceritakan hal yang menyebabkan kecemasan seperti
klien merasa cemas, gelisah, tidak berdaya (Barelli et al., 2018).
3) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu
Untuk mengetahui apakah ibu pernah melalukan prosedur pembedahan
sectio caesarea sebelumnya. Dan dampak jika melakukan sectio caesarea lagi
terhadap ibu (Nasir Murdiman, 2019).
b) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat penyakit atau komplikasi yang terjadi sehingga dilakukan
tindakan medis pemedahan sectio caesarea. Persalinan secara sectio caesarea
akan memberikan dampak psikologis bagi ibu dan dapat menyebabkan
kecemasan, rasa khawatir dan cemas karena akan menjalani operasi, seseorang
biasanya merasa tidak nyaman karena akan menghadapi operasi, merasa tidak
tenang membayangkan di ruang operasi, atau pengalaman operasi yang pernah
dilakukan sebelumnya (Pardede & ., Sitepu, S. F. A., & Saragih, 2018).
c) Riwayat kesehatan keluarga
Untuk mengetahui apakah klien mempunyai penyakit menurun atau
menular, seperti TBC, jantung, hipertensi, penyakit kelamin, abortus (Maryunani,
2016).
d) Riwayat kehamilan dan persalinan sebelumnya
Untuk mengetahui kehamilan klien sebelumnya dan proses persalinan
yang lampau apakah klien melahirkan sectio caesarea, dan mengetahui status
obsteri (G,P,A), taksiran persalinan,pola kontraksi, komplikasi yang terjadi pada
kehamilan sebelumnya (Maryunani, 2016).
e) Riwayat pembedahan terdahulu dan sekarang
Data ini bisa membuat dokter bedah, ahli anestesi dan perawat tau akan
respons yang diperlihatkan oleh pasien dan komplikasi yang mungkin akan
ditimbulkan (Maryunani, 2016).
4) Pola – pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Biasanya pada ibu pre sectio caesarea, terjadi kecemasan terhadap keadaan
kehamilannya, lebih lagi menjelang persalinan. Ibu khawatir dengan proses
persalinan yang berupa pembedahan dan juga adanya luka nanti setelah dilakukan
pembedahan sectio caesarea (Syahriani, 2020).
b) Pola nutrisi dan metabolik
Pada ibu sectio caesarea kebutuhan nutrisi bisa terjadi perubahan pola
makan, frekuensi, jenis makanan, porsi dan mengalami perubahan nafsu makan.
Seseorang yang mengalami ansietas akan lebih banyak membutuhkan energi
sehingga aktivitas dari sistem saraf simpatis
aktif yang akan memacu aliran darah ke otot – otot skeletal, yang dapat
mempengaruhi aktivitas pencernaan (Yossie, 2016).
c) Pola aktivitas
Pada ibu hamil pre sectio caesarea aktivitas bisa terganggu karena
biasanya ibu hamil yang akan dilakukan operasi sectio caesarea mengalami
kecemasan, kecemasan yang dialami biasanya ibu hamil pre operasi
membayangkan rasa sakit yang akan terjadi setelah operasi dilakukan, serta
ketakutan tidak mampu menahan rasa sakit setelah operasi. Hal ini yang
menyebabkan kecemasan yang dirasakan ibu pre operasi dapat menyebabkan
aktivitasnya terganggu (Wijayanti et al., 2017).
e) Pola eliminasi
Pada ibu hamil pre sectio caesarea BAB dan BAK biasanya tidak terjadi
masalah (Yulizawati et al, 2019).
f) Pola istirahat dan tidur
Biasanya pada ibu hamil pre sectio caesarea mengalami gangguan pola
tidur karena merasa cemas akan menghadapi tindakan operasi sectio caesarea.
Hubungan antara tingkat kecemasan dengan kualitas tidur, bahwa kecemasan pada
pasien pre operasi sectio caesare dapat mengganggu tidur dan sering terbangun
selama siklus tidur. Semakin tinggi kecemasan yang dialami pada saat akan
dilakukan operasi menyebabkan ibu pre operasi untuk sulit memulai tidur dan
sering terbangun di malam hari (Melanie & Jamaludin, 2018).
g) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan dengan keluarga dan orang
lain (Syahriani, 2020).
h) Pola penanggulangan stress
Klien pre operasi sectio caesarea sering melamun dan merasa cemas
(Morita et al., 2020).
i)Pola sensori dan kognitif
Pada klien pre oeprasi sectio caesarea seringkali mengalami kecemasan
sebelum dilakukan pemedahan hal ini dapat menyebabkan persepsi menyempit
sehingga menyebabkan perasaan yang tidak aman dan nyaman. Pada pola sensori
klien mengalami nyeri jika terjadi kontraksi, untuk pola kognitif jika klien
pertama kali melakukan sectio caesarea kurangnya pengetahuan dalam merawat
bayi, merawat luka paska operasi sectio caesarea (Morita et al., 2020).
j) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya klien mengalami kecemasan terhadap kehamilannya, dan saat
menjelang persalinan dapat berdampak pada psikologis klien dengan adanya
proses persalinan yang berupa pembedahan (Yulizawati et al, 2019).
k) Pola reproduksi dan sosial
Pada klien biasanya mengalami disfungsi seksual yaitu adanya perubahan
hubungan seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya
proses persalianan (Yulizawati et al, 2019).
l) Pola keyakinan dan spiritual
Kaji meliputi : latar budaya/etnik, tujuan kehidupan bagi klien, pentingnya
agama/ spiritual, keyakinan dalam budaya (mitos, kepercayaan, larangan adat)
yang dapat mempengaruhi kesehatan (Syahriani, 2020).
5) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Keadaan umum klien pre operasi sectio caesarea mengalami kecemasan
klien nampak gelisah, tidak tenang.
b) Tanda – tanda vital
Menurut Rosyati (2017) pemeriksaan tanda – tanda vital pada ibu pre operasi
yang mengalami anseitas sebagai beriku:
1) Pernafasan
Kaji pernapasan klien mengalami sesak atau tidak, apabila ibu
mengalami kecemasan maka terjadi napas pendek yaitu napas kurang dari
29 kali/ menit.
2) Nadi
Kaji frekuensi nadi, dengan nadi normal berkisar 80 – 100x / menit.
Pada klien pre operasi secrtio caesarea yang mengalami kecemasan nadi
akan terjadi peningkatan nadi yaitu 120 kali/menit.
3) Tekanan darah
Observasi tekanan darah klien. Pada pasien pre sectio sering terjadi
peningkatan tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg.
c) Head to toe
Menurut A.Ratnawati (2018) pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi:
1) Kepala
Meliputi bentuk wajah apakah simetris atau tidak, keadaan rambut dan
keadaan kulit kepala, kadang – kadang adanya cloasma gravidarum apakah ada
benjolan atau tidak.
2) Wajah
Pada ibu pre operasi sectio caesarea biasanya wajah terlihat pucat dan
nampak cemas.
3) Mata
Pada ibu hamil pre operasi sectio caesarea terlihat ada pembengkakan
kelopak mata karena biasanya mengalami gangguan pola tidur karena mengalami
kecemasan, konjungtiva anemis, ikterik.
4) Hidung
Pada ibu hamil pre operasi dengan melakukan pengkajian terdapat polip
atau tidak, keadaan hidung bersih atau kotor.
5) Mulut
Jika pada ibu pre operasi secio caesarea akan terlihat bibir dan membran
mukosa kering dan pucat, karena biasanya mengalami gangguan kecemasan.
6) Gigi
Pada ibu hamil pre operasi secitio caesarea dikaji keadaan gigi bersih atau
kotor, ada karies gigi atau tidak.
7) Lidah
Pada ibu hamil pre sectio caesarea dikaji kebersihan lidah.
8) Leher
Dikaji ada pembesaran kelenjar tiroid (karena proses mengerang yang
salah pada kelahiran sebelumnya).
9) Abdomen
Pada ibu pre sectio caesarea dilakukan pemeriksaan palpasi untuk
menentukan pemeriksaan Leopod I,II,III, IV, pemeriksaan DJJ.
10) Dada
Dikaji tentang bentuk dada simetris atau tidak, terdapat rekraksi intercostal
atau tidak, apakah ada pernapasan tertinggal, suara wheezing, ronchi, dan
bagaimana irama pernapasan dan frekuensinya.
11) Payudara
Dikaji tentang bagaimana bentuk payudara, puting susu menonjol atau
tidak, serta bagaimana pengeluaran ASI. Aseola mammae dan putting susu
menghitam
12) Genetalia
Dikaji tentang adanya edema atau tidak, adakah pengeluaran keputihan
dan bagaimana warna, bau, pada ibu pre operasi sectio caesraea dilakukan
pemotongan bulu kemaluan sebelum dilakukan sectio caesarea.
13) Ekstremitas
Dikaji dengan CRT > 2 detik tidak ada edema, sebelum dilakukannya
sectio caesarea biasanya ibu hamil dipasang infus.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
2.3.2.1 Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan gangguan neurologis
(D.0005 Hal 26)
2.3.2.2 Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan (D.0023. Hal
64)
2.3.2.3 Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077 Hal 172)
2.3.2.4 Defisit nutrisi berhubungan dengan mual/muntah (D.0019 Hal 56)
2.3.2.5 Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasi (D.0142 Hal 304)
2.3.3 Rencana keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan asuhan Terapi oksigen (SIKI I.01026 Hal.430)
berhubungan dengan keperawatan selama 3x7 diharapkan pola Observasi:
hambatan upaya napas napas membaik dengan kriteria hasil :
1. Monitor kecepatan aliran oksigen
(D.0005, Halaman 26) SLKI (L.01004 hal 95)
1. Dispnea menurun (5) Terapeutik:
2. Penggunaan otot bantu napas menurun
1. Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea, jika perlu
(5)
3. Frekuensi napas membaik (5) 2. Pertahankan kepatenan jalan napas
4. Kedalaman napas membaik (5)
3. Berikan oksigen jika perlu
Edukasi :
1. Ajarkan keluarga cara menggunakan O2 di rumah
Kolaborasi
Kolaborasi penentuan dosis oksigen

Resiko hipovolemia Setelah dilakukan intervensi, maka Manajemen Hipovolemia (I.03116)


berhubungan dengan
diharapkan keadekuatan asupan nutrisi Observasi
kekurangan intake
cairan untuk memenuhi kebutuhan metabolism 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi
membaik. (L.03030) teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,turgor
Dengan kriteria hasil: kulit menurun, membrane mukosa kering, volume urine menurun,
1. Porsi makan yang dihabiskan
meningkat hematokrit meningkat, haus dan lemah)
2. Frekuensi makan membaik 2. Monitor intake dan output cairan
Nafsu makan membaik Terapeutik
1. Hitung kebutuhan cairan
2. Berikan posisi modified trendelenburg
3. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
1. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
2. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan IV issotonis (mis. cairan NaCl, RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
3. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin, plasmanate)
Kolaborasi pemberian produk darah
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Nyeri (SIKI I.08238 Hal.201)
berhubungan dengan keperawatan selama 3x7 diharapkan nyeri Observasi :
agen pencedera akut berkurang dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
fisiologis (D.0077, SLKI (L.08066 hal 145) 2. Identifikasi skala nyeri
Halaman 172) 5. Kemampuan menutaskan aktivitas 3. Identifikasi respon nyeri nonverbal
meningkat (5) 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
6. Keluhan nyeri menurun (5) 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
7. Meringis menurun (5) 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
8. Gelisah menurun (5) 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
9. Kesulitan tidur menurun (5) 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer
10. Nafsu makan membaik (5) 9. Monitor efek samping yang sudah diberikan penggunaan analgetik
11. Pola tidur membaik (5)
Terapeutik :
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitas istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara mandiri
5. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
6. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Resiko infeksi Setelah diberikan tindakan asuhan Pencegahan Infeksi (SIKI I.14539 Hal.278)
berhubungan dengan keperawatan selama 3x7 jam diharapkan Observasi :
Resiko infeksi menurun dengan kriteria 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
hasil Terapeutik :
kriteria hasil : SLKI (L.14137 hal 139) 1. Batasi jumlah pengunjung
1. Kebersihan tangan meningkat (3) 2. Berikan perawatan kulit pada area edema
2. Kebersihan badan meningkat (3) 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
3. Demam menurun (3) pasien
4. Kemerahan menurun (3) 4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
5. Nyeri menurun (3) Edukasi :
6. Bengkak menurun (3) 1. Jelaskan tanda dan gelaja infeksi
7. Kultur area luka membaik (3) 2. Ajarkan cara mencuci tangan yang benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Nutrisi (SIKI I. 03119 Hal.200)
berhuhungan dengan keperawatan selama 3x7 jam diharapkan Observasi :
faktor psikologis status nutrisi membaik dengan kriteria 1. Identifikasi status nutrisi
keenganan untuk hasil : SLKI (L.03030 hal 121) 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
makan (D.0019, 1. Porsi makan yang dihabiskan membaik 3. Identifikasi makanan yang di sukai
halaman 56) (5) 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
2. Verbalisasi keinginan untuk 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
meningkatkan nutrisi membaik (5) 6. Monitor asupan makan
3. Pengetahuan tentang pilihan makanan 7. Monitor berat badan
yang sehat membaik (5) 8. Monitor hasil laboratorium
4. Pengetahuan tentang pilihan minuman Terapeutik :
yang sehat membaik (5) 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
5. Nyeri abdomen menurun (5) 2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
6. Berat badan membaik(5) 3. Sajikan makanan sssecara menarik dan suhu yang sesuai
7. Indeks Masaa Tubuh (IMT) membaik 4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
(5) 5. Berikan makanan tinggi kalori dan protein
8. Frekuensi makan membaik (5) 6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
9. Nafsu makan membaik (5) 7. Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogatrik jika asupan oral
dapat di toleransi
Edukasi :
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang di programkan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori, dan jenis
nutrient yang di butuhkan, jika perlu
2.3.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tahap keempat yang merupakan tahap
pelaksanaan dari berbagai tindakan keperawatan yang telah direncanakan. Dalam
tahap implementasi keperawatan, petugas kesehatan harus sudah memahami
mengenai tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien. Suatu koordinasi dan
kerja sama sangatlah penting untuk dijaga dalam tahap implementasi keperawatan
sehingga ketika terjadi hal yang tidak terduga, maka petugas kesehatan akan
berkoordinasi dengan petugas kesehatan yang lainnya untuk saling bekerjasama
dalam pemecahan masalah. Tahap implementasi keperawatan dilakukan untuk
melaksanakan tindakan yang telah direncanakan guna membantu mengatasi
masalah yang dialami pasien (Prabowo, 2019).
2.3.5 Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi keperawatan ini dapat menilai sejauh mana keberhasilan
yang dicapai dan seberapa besar kegagalan yang terjadi. Dari hasil evaluasi,
tenaga kesehatan dapat menilai pencapaian dari tujuan serta dari hasil evaluasi ini,
tenaga kesehatan akan menjadikan hasil evaluasi ini sebagai bahan koreksi dan
catatan untuk perbaikan tindakan yang harus dilakukan (Prabowo, 2019).
2.4 Peneitian terkait
1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian partus lama di Puskesmas
Jumpandang Baru Makasar Tahun 2017

Anda mungkin juga menyukai