Anda di halaman 1dari 46

PERTEMUAN KE : 01

BAB I
ANALISIS KEBUTUHAN ANAK USIA DINI

DOSEN PENGAMPU:
MASLIKHAH, M.Pd
BAB I
ANALISIS KEBUTUHAN ANAK USIA DINI
A. Pengertian
1. Analisis
Menurut kamus Bahasa Indonesia analisis adalah kata bantu penguraian suatu pokok atas
berbagai bagianya dan penelaahan bagian itu sendiri, serta hubungan antar bagian untuk
mendapatkan pengertian yang tepat dan pemahaman makna keseluruhan; Proses pencarian jalan
keluar yang berangkat dari dugaan akan kebenaranya; Penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk
mengetahui keadaan yang sebenarnya.
2. Kebutuhan
Kebutuhan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan manusia untuk mempertahankan hidup serta
untuk memperoleh kesejahteraan dan kenyamanan.
3. Anak usia dini
a. Anak usia dini adalah anak yang berada pada usia 0 – 8 tahun
b. Anak Usia Dini adalah anak yang berada pada usia 0 – 6 tahun
4. Kesimpulan
Analisis kebutuhan anak usia dini adalah: Suatu usaha untuk
mengetahui segala sesuatu yang dibutuhkan anak pada usia 0 – 6
tahun agar anak siap melanjutkan Pendidikan selanjutnya.

B. Kebutuhan Anak Usia Dini


1. Pendahuluan
Dimensi-dimensi perkembangan anak – fisik, social, emosi,
kognitif, dan spiritual – berhubungan erat satu sama lain. Perubahan
dalam satu dimensi memengaruhi dan dipengaruhi oleh dimensi lain.
Perkembangan dalam satu dimensi dapat membatasi atau
memfasilitasi perkembangan pada dimensi-dimensi lainya (Scroufe,
Cooper, & DeHart 1992; Kostelnik, Soderman, & Whiren, 1993).
Sebagai contoh, Ketika para bayi mulai belajar berjalan,
kemampuan mereka untuk menjelajahi lingkungan menjadi
meluas dan penggerakan mereka ini, pada giliranya,
memengaruhi perkembangan kognitif mereka. Demikian
juga perkembangan dalam keterampilan berbahasa
memengaruhi kemampuan anak-anak untuk membangun
hubungan-hubungan social dengan orang dewasa dan
anak-anak yang lain, dan pada gilirannya keterampilan-
keterampilan dalam interaksi social ini dapat mendukung
atau menghambat perkembangan Bahasa mereka.
Karena dimensi-dimensi perkembangan
tersebut berhubungan satu sama lain, kita
seharusnya menyadari betul hal dan
menggunakan kesadaran ini untuk
mengorganisasikan pengalaman-pengalaman
belajar anak, membantu anak-anak
berkembang secara optimal dalam semua
dimensi perkembangan dirinya.
Sebagai Pendidik, misalnya, kesadran akan adanya
hubungan antar semua bagian perkembangan ini,
bermanfaat untuk perencanaan kurikulum untuk berbagai
kelompok usia anak. Kurikulum untuk bayi, anak-anak batita
(bayi sampai usia tiga tahun), dan usia prasekolah hampir
pasti digerakkan oleh kebutuhan untuk mendukung
perkembangan yang sehat pada semua bagian diri anak.
Sementara untuk anak-anak usia sekolah dasar
perencanaan kurikulum diarahkan sebagai usaha-usaha
untuk membantu anak-anak mengembangkan pemahaman-
pemahaman konseptual yang dapat diaplikasikan pada mata
pelajaran yang dipelajari.
Untuk membentuk generasi terbaik, kebutuhan anak usia
dini harus dipenuhi. Anak usia dini adalah anak dengan usia
0-6 tahun. Beberapa orang menyebut fase atau masa ini
sebagai golden age karena masa ini sangat menentukan
seperti apa mereka kelak jika dewasa, baik dari segi fisik,
mental maupun kecerdasan. Tentu saja ada banyak factor
yang akan sangat mempengaruhi dalam perjalanan mereka
menuju kedewasaan, tetapi apa yang mereka dapat dan
apa yang diajarkan pada mereka pada usia dini akan tetap
membekas dan bahkan memiliki pengaruh yang dominan
dalam menentukan setiap pilihan dan Langkah hidup
mereka.
Ada tiga kebutuhan mendasar bagi seorang anak pada usia dini, yaitu:
a. Nutrisi: nutrisi saat hamil. Sejak seorang ibu mengetahui dirinya hamil, dia harus
memotivasi dirinya untuk memberikan gizi terbaik pada janinya. Dengan makan
makanan bergizi tinggi dan menghindari hal-hal yang dapat merugikan
perkembangan janinnya.
1) ASI ekslusif diawal kehidupan bayi pemberian ASI ekslusif adalah tonggak
pertama untuk Membentuk generasi yang sehat dan cerdas. Sangat disarankan untuk
tidak memberikan makanan dan minuman selain ASI (Termasuk susu formula),karena
bayi hanya membutuhkan ASI dimasa 6 bulan pertama kehidupannya.
2) Makanan Pendaping ASI yang tepat. Pengenalan makanan semipadat pertama
pada anak bisa dimulai saat anak berusia 6 bulan. Sebaiknya mulai dikenalkan
makanan yang mengandung karbohidrat yang dihaluskan dan dicampurkan dengan
ASI.
3) Pemberian gizi yang seimbang pada anak usia batita dan balita. Pada masa batita
dan balita, seorang anak sudah makan makanan keluarga yang dikenalkan sejak usia
1 tahun. Gizi seimbang harus diperhatikan dan kalua bisa dihindarkan dari pemakaian
penyedap rasa.
b. Stimulasi sangat penting untuk tumbuh kembangnya anak.
Stimulasi bisa dimulai sejak anak kandungan dengan
memperdengarkan hal-hal yang posistif, membacakan
buku,menceritakan kejadian sehari-hari pada janin. Menginjak
kelahiranya, permainan secara fisik dapat menstimulasi bayi, baik
penglihatan dengan memperlihatkan warna-warna cerah. Termasuk
bermain, bermain adalah hak anak untuk lebih meningkatkan
kecerdasanya. Dengan bermain banyak hal yang bisa dicapai pada
anak usia dini, dan jangan pernah menganggap bermain adalah hal
yang tidak penting.
c. Kasih sayang adalah hal sangat mutlak yang harus diberikan
kepada anak. Otak anak memiliki 100 milyar sel. Dengan kasih sayang
dan stimulasi yang tepat sel-sel tersebut, akan saling bersambungan.
Marilah kita limpahi anak-anak kita dengan kasih saying dan bukan
dengan kemanjaan.
d. Perkembangan anak berlangsung dalam sebuah tahapan yang relative teratur
dimana kemampuan-kemampuan, keterampilan-keterampilan, dan pengetahuan-
pengetahuan lanjut anak terbangun atas kemampuan, keterampilan, dan
pengetahuan anak sebelumnya.
Riset-riset perkembangan manusia menunjukan bahwa tahapan-tahapan
pertumbuhan dan perubahan anak usia 9 tahun pertama rentang kehidupan relative
stabil dan dapat diprediksikan tahapanya (Piaget, 1952; Erikson, 1963; Dyson &
Genishi, 1993; Gallahue, 1993; Case & Okamoto, 1996). Perubahan-perubahan
yang dapat diramalkan ini terjadi pada semua bagian perkembangan-fisik, emosi,
social, Bahasa, dan kognitif-meskipun bagaimana perunahan ini terwujud dan
makna yang dilekatkan pada perubahan tersebut mungkin bervariasi menurut
konteks budaya. Pengetahuan mengenai perkembangan yang khas untuk setiap
rentang usia anak membantu mempersiapkan lingkungan belajar dan
merencanakan tujuan-tujuan kurikulum yang realistic dan pengalaman belajar yang
tepat menurut perkembangan anak.
e. Perolehan perkembangan bervariasi untuk setiap anak,
termasuk untuk keberfungsian semua dimensi perkembangan
dalam diri anak. Keragaman individual paling tidak dalam dua
makna:
kergaman dari rata-rata/normative arah perkembangan dan
keunikan setiap anak sebagai individu (Sroufe, Cooper, &
DeHart,1992).
Setiap anak adalah seorang pribadi unik dengan pola dan
waktu pertumbuhan bersifat individual, sebagaimana untuk
kepribadian, temperamen, gaya belajar, latar belakang dan
pengalaman keluarga. Semua anak memiliki kelebihan,
kebutuhan, dan minat masing-masing;
Sejumlah anak mungkin memiliki kebutuhan belajar dan
perkembangan yang khusus. Pemahaman tentang keragaman yang
luas bahkan pada anak-anak usia dini (usia yang dihitung sejak anak
lahir) walaupun kronologisnya yang sama, tetapi hendaknya
mengantarkan kita pada kesadaran bahwa anak hanyalah sebuah
gambaran kasar untuk membimbing perkembangan anak.
Pengakuan bahwa keragaman individual bukan hanya diharapkan,
tetapi juga dihargai menuntut kita sebagai orang dewasa Ketika
berinteraksi dengan anak-anak, memperlakukan mereka secara tepat
dengan keunikannya masing-masing.
Penekanan perlakuan anak secara individual sesuai dengan keunikan masing-
masing anak tidaklah sama dengan “individualism“. Alih-alih demikian, pengakuan
ini menuntut kita untuk tidak menganggap anak hanya sebagai anggota kelompok
usia, kemudian mengharapkan mereka untuk menampilkan tuga-tugas
perkembangan kelompok usia tersebut tanpa mempertimbangkan keragaman
kemampuan adaptasi setiap individu anak. Memiliki pengharapan tinggi terhadap
anak adalah penting, tetapi memiliki harapan-harapan yang kaku menurut norma
kelompok tidak mencerminkan kenyataan yang terjadi bahwa adanya perbedaan
yang nyata dalam perkembangan dan belajar individual anak dalam tahun-tahun
awal kehidupan. Harapan norma kelompok dapat memeberikan dampak yang
sangat merusak terutama untuk anak-anak dengan kebutuhan perkembangan dan
belajar yang khusus (NEGP, 1991; Mallory, 1992; Wolery, Strain, & Bailey, 1992).
f. Pengalaman-pengalaman awal memberikan pengaruh yang bersifat kumulatif
maupun tertunda terhadap perkembangan anak; ada periode-periode optimal
untuk jenis-jenis perkembangan dan belajar tertentu.
Pengalaman-pengalaman awal anak, baik positif atau negative, bersifat kumulatif
dalam arti bahwa jika sebuah pengalaman frekuensi kejadianya jarang, maka hal
tersebut juga memiliki pengaruh minimal. Jika pengalaman-pengalaman positif atau
negative sering terjadi, mereka memberikan dampak yang sangat kuat, lama dan
bahkan memiliki dampat seperti bola salju (Katz & Chard, 1989; Kostelnik, Soderman, &
Whiren, 1993; Wieder & Greenspan, 1993).
Sebagai contoh, pengalaman seorang anak prasekolah Bersama anak-anak dalam
tahun-tahun prasekolah membantu dia mengembangkan keterampilan-keterampilan
social dan kepercayaan diri yang memungkinkan dia memiliki teman-teman/persabatan
dalam tahun-tahun pertama sekolah dan pengalaman-pengalaman ini selanjutnya
menguatkan kompetensi sosialnya.
Pola-pola yang sama dapat diamati pada bayi bayi yang menangis dan menunjukan
usaha-usaha sejenis dalam berkomunikasi yang ditanggapi secara teratur, memiliki
kemampuan komunikasi yang baik. Demikian juga, Ketika anak-anak memiliki atau tidak
memiliki pengalaman literasi sejak dini, seperti dibacakan secara teratur, keberhasilan
mereka selanjutnya dalam belajar membaca sangat dipengaruhi oleh hal tersebut.
Mungkin yang paling meyakinkan adalah hasil-hasil penelitian yang
menunjukan bahwa pengalaman-pengalaman social dan sensorik
motoric selama tiga tahun pertama kehidupan secara langsung
memengaruhi perkembangan neurologis otak, dengan implikasi-
implikasi penting dan menetap terhadap kapasitas-kapasitas anak
untuk belajar (Dana Alliance for Brain Initiatives, 1996).
Pengalaman-pengalaman awal juga dapat memberi pengaruh
yang bersifat menunda, baik memberi pengaruh positif atau
negative, terhadap perkembangan selanjutnya. Sejumlah bukti
menyarankan bahwa mengandalkan penguatan ekstrinsik (dari luar)
seperti permen atau uang untuk membentuk perilaku anak
Pada dimensi tertentu dalam rentangan kehidupan, beberapa untuk bentuk perkembangan dan
belajar terjadi sangat optimal. Sebagai contoh, tiga tahun pertama kehidupan menjadi periode
paling optimal untuk perkembangan Bahasa verbal (Kuhl, 1994). Meskipun keterlambatan dalam
perkembangan Bahasa, baik karena kerusakan fisik atau lingkungan, dapat diperbaiki kemudian,
penanganan sejenis menuntut pertimbangan tersebut. Demikian juga, tahun-tahun prasekolah
tampaknya menjadi periode optimal untuk perkembangan motoric yang mendasar dan karenanya
keterampilan-keterampilan motoric mendasar lebih mudah dan efesien dicapai pada periode usia
ini (Gallahue, 1995).
Anak-anak yang memiliki banyak kesempatan dan dukungan orang dewasa untuk
mempraktekan keterampilan motoric besar (berlari, melompat, melempar, dll) selama periode ini
memiliki keuntungan kumulatif menjadi lebih baik dan mampu dalam menguasai keterampilan-
keterampilan motoric yang lebih kompleks pada tahun berikutnya. Sebaliknya, anak-anak yang
memiliki pengalaman awal terbatas kemungkinan besar mengalami kesulitan untuk menguasai
kompetensi fisik dan menunjukan keterlambatan Ketika mencoba berpatisipasi dalam aktivitas-
aktivitas olahraga tingkat lanjut.
g. Perkembangan berjalan dalam arah yang dapat diprediksikan menuju sebuah kondisi yang lebih
kompleks, lebih terorganisasi, dan lebih terinternalisasi. Belajar selama periode anak usia dini berlangsung
dari pengetahuan yang berbentuk perilaku menuju pengetahuan yang berbentuk simbolik (Bruner, 1983).
Sebagai contoh, anak anak belajar untuk mengenali rumah mereka dan tempat lain yang
mereka kenal lebih dahulu sebelum mereka dapat memahami kata-kata “kiri” dan “kanan”
atau membaca peta sebuah rumah. Program-program yang tepat menurut tahapan
perkembangan menyediakan banyak kesempatan kepada anak-anak untuk memperluas
dan memperdalam pengetahuan mereka yang bersifat pengetahuan dengan menyediakan
sebuah pengalaman langsung yang bervariasi dan membantu anak-anak menguasai
pengetahuan yang bersifat simbolik melalui respresentasi pengalaman mereka dalam media
yang beragam seperti menggambar, melukis, Menyusun model, permainan drama, deskripsi
deskripsi verbal, dan tulisan (Katz, 1995).
Bahkan setiap anak yang masih kecil mampu untuk menggunakan beragam media untuk
mempresentasikan konsep-konsep pemahaman mereka. Lebih lanjut, melalui respresentasi
pengetahuan mereka, pengetahuan itu sendiri menjadi meningkat (Edwards, Gandini, &
Forman,1993; Malaguzzi, 1993; Forman,1994). Respresentasi modalitas sensori (baca panca indera) dan
media juga bervariasi menurut usia anak.
h. Perkembangan belajar terjadi dan dipengaruhi oleh konteks
social kultural yang majemuk. Bronfenbrenner (1979, 1989, 1993)
menyediakan sebuah model ekologis untuk memahami
perkembangan manusia. Bronfenbrenner menjelaskan bahwa
perkembangan anak paling baik dipahami dalam konteks keluarga,
setting Pendidikan, komunitas, dan masyarakat yang lebih luas.
Konteks-konteks yang beragam ini berhubungan satu sama lain
dan semuanya memiliki pengaruh terhadap anak yang sedang
berkembang. Sebagai contoh, bahkan seorang anak diasuh dalam
keluarga yang mencintai dan mendukungnya, komunitas yang
sehat dipengaruhi oleh bias-bias masyarakat yang lebih luas,
seperti rasisme atau seksisme, dan kemungkinan memperlihatkan
pengaruh negative dari stereotip negative dan diskriminasi.
Kultur merupakan pola-pola keyakinan dan perilaku, baik eksplisit dan implisit,
yang diwariskan kepada generasi penerusnya oleh masyarakat atau kelompok
social, kelompok religi, atau kelompok etnis dimana mereka tinggal. Karena
kultur sering kali didiskusikan dalam konteks diversitas atau multikulturalisme,
orang sering kali gagal untuk mengenali peran dominan yang dimainkan budaya
dalam memengaruhi perkembangan semua anak-anak. Setiap budaya
menstruktur dan memaknai perkembangan dan perilaku anak (Edwards &
Gandini, 1989; Tobin, Wu, & Davidson, 1989; Rogoff et al., 1993). Sebagaimana
yang dikemukakan Bowman, “aturan-aturan perkembangan adalah sama untuk
semua anak, tetapi konteks-konteks social membentuk perkembangan anak
kedalam konfigurasi yang berbeda” (1994:220). Guru-guru anak usia dini perlu
memahami pengaruh konteks-konteks sosiokultural dalam belajar, mengenali
kompetensi yang sedang berkembang pada anak-anak, dan menerima sebuah
cara yang beragam pada anak-anak untuk mengekspresikan pencapaian
perkembangan yang mereka peroleh.
Para guru seharusnya mempelajari budaya dari mayoritas anak didik terutama budaya
mereka memiliki budaya yang berbeda dengan peserta didiknya. Meskipun demikian, mengakui
bahwa perkembangan dan belajar dipengaruhi oleh konteks social dan kultural bukan berarti
menuntut para guru untuk memahami semua ruansa setiap budaya yang mereka temui dalam
praktik-praktik mereka; Hal ini akan menjadi tugas yang tidak mungkin. Lebih dari itu, pengakuan
fundamental ini membuat para guru peka terhadap kebutuhan untuk mengakui bagaimana
pengalaman kultural yang mereka miliki membentuk perspektif mereka dan untuk menyadari
bahwa perspektif yang majemuk harus dipertimbangkan dalam keputusan-keputusan tentang
perkembangan dan belajar anak-anak.
Anak-anak mampu belajar untuk berfungsi di dalam lebih satu konteks budaya secara
simultan. Meskipun demikian, jika para guru menetapkan ekspektif yang rendah untuk anak-
anak berdasarkan budaya dan Bahasa rumah mereka, anak-anak tidak dapat berkembang dan
belajar secara optimal. Pendidikan seharusnya merupakan proses yang memiliki nilai tambah.
Sebagai contoh, anak-anak yang Bahasa utamanya bukan Bahasa inggris seharusnya mampu
untuk belajar Bahasa inggris tanpa dipaksa untuk menyerah pada Bahasa ibu mereka (NAEYC,
1996a). Demikian juga, anak-anak yang terbiasa memakai Bahasa inggris mendapatkan
keuntungan dari belajar Bahasa lainya. Tujuannya adalah bahwa semua anak belajar untuk
berfungsi dengan baik dalam masyarakat secara keseluruhan dan bergerak secara nyaman
diantara kelompok orang-orang yang memiliki latar belakang yang sama maupun berbeda.
Sejak lahir, anak-anak secara aktif terlibat dalam Menyusun pemahaman-pemahaman dan
pengalaman-pengalaman ini dimediasi oleh dan secara pasti terhubungkan kepada konteks
sosiokultural. Anak-anak usia dini secara aktif belajar dari mengamati dan berpartisipasi dengan
anak-anak dan orang dewasa lain, termasuk di dalamnya adalah para orang tua dan para guru.
Anak-anak membentuk hipotesis mereka sendiri dan membuktikannya melalui interaksi social,
manipulasi fisik, dan melalui proses-proses berpikir mereka sendiri-mengamati apa yang terjadi,
merefleksikan dalam temuan mereka, mengajukan pertanyaan dan memformulasikan jawaban.
Ketika objek-objek, Peristiwa-peristiwa, dan orang lain menunjukan hal yang berbeda dengan
model yang secara mental telah tersusun dalam diri anak, anak dipaksa untuk menyesuaikan
model atau mengubah struktur mental untuk mempertimbangkan informasi baru. Selama masa
usia dini, anak-anak secara kontinyu memproses pengalaman baru untuk membentuk ulang,
memperluas, dan mereorganisasikan struktur-srtuktur mental (Piaget, 1952; Vygotsky, 1978; Case
& Okamoto, 1996). Ketika para guru dan orang dewasa menggunakan berbagai strategi untuk
mendorong anak-anak melakukan refleksi atas pengalaman mereka melalui sebuah perencanaan,
maka pengetahuan dan pemahaman yang diperoleh menjadi mendalam (Copple, Sigel, &
Saunders, 1984; Edwards, Gandini, & Forman, 1993; Stremmel & Fu, 1993; Hohmann & Weikart,
1995).
Para penganut behavioris (aliran perilaku) memfokuskan pada pengaruh-pengaruh lingkungan
sebagai penentu belajar, sementara para penganut maturasionisme (aliran kemasakan biologis)
menekankan pentingnya hereditas-karakteristik biologis bawaan. Setiap perspektif benar sampai
tingkatan tertentu dan selebihnya keduanya tidak mampu untuk menjelaskan belajar atau
perkembangan. Sekarang ini, perkembangan dilihat sebagai hasil dari proses transaksional yang
interaktif antara individu yang sedang tumbuh dan berkembang dengan pengalaman-pengalaman
dalam lingkungan fisik dan social (Scarr & McCartney, 1983; Plomin, 1994a, b).
Sebagai contoh, sebuah bawaan genetic kemungkinan memprediksi pertumbuhan yang sehat,
tetapi nutrisi yang tidak mencukupi dalam tahun-tahun awal kehidupan menganggu terpenuhinya
potensi tersebut. Disabilitas yang parah, baik disebabkan hereditas atau lingkungan, kemungkinan
dapat diperbaiki melalui intervensi yang sistematik dan tepat. Demikian juga halnya, seorang anak
dengan temperamen yang dibawanya-sebuah kecenderungan psikologi dalam menanggapi situasi
tertentu-membentuk dan dibentuk oleh bagaimana anak-anak lain dan orang-orang dewasa
berkomunikasi dengan anak tersebut.
i. Bermain merupakan sebuah instrument penting bagi perkembangan social, emosional, dan
kognitif anak-anak, juga sebagai sebuah refleksi atas perkembangan mereka. Memahami bahwa anak
adalah konstruktor aktif atas pengetahuan yang dimiliki dan bahwa perkembangan dan belajar sebagai
hasil proses interaktif, para guru anak usia dini mengakui bahwa bermain bagi anak merupakan
sebuah konteks yang sangat mendukung untuk proses-proses perkembangan tersebut (Piaget, 1952;
Fein, 1981; Bergen, 1988; Smilansky & Shefatya, 1990; Fromberg, 1992; Berk & Winsler, 1995).
Bermain memberi anak-anak kesempatan untuk memahami dunia, berinteraksi dengan orang lain dalam
cara-cara yang secara social diterima, mengekspresikan dan mengontrol emosi, dan mengembangkan
kapabilitas simbolik mereka. Permainan anak memberi orang-orang dewasa pencerahan atas
perkembangan anak-anak dan kesempatan untuk perkembangan, sebagai contoh, permainan simbolik
dapat mempromosikan perkembangan abilitas representasi simbolik. Bermain menyediakan sebuah
konteks bagi anak-anak untuk mempraktikkan keterampilan yang baru dikuasai dan juga berfungsi sebagai
sudut pengembangan kapasitas yntyk menjalankan peran social yang baru, mencoba tugas yang baru atau
yang menantang, dan memecahkan permasalahan yang kompleks yang mungkin bisa atau tidak akan bisa
mereka tangani (Mallory, & New, 1994b).
Penelitian menunjukkan pentingnya permainan sosiodrama sebagai bagian dari kurikulum belajar untuk
anak usia 3 sampai 6 tahun. Ketika para guru menyediakan sebuah organisasi tematik untuk bermain,
menawarkan dukungan, ruang, dan waktu yang tepat, dan menjadi lebih terlibat dalam permainan dengan
memperluas dan mengelaborasi atas gagasan anak, maka Bahasa dan keterampilan literasi anak dapat
ditingkatkan (Levy, Schaefer, & Phelps, 1986; Schrader, 1989, 1990; Morrow, 1990; Pramling, 1991; Levy,
Wolfgang, & Koorland, 1992). Selain mendukung perkembangan kognitif, bermain juga menyediakan
sejumlah fungsi penting bagi perkembangan fisik, emosi, dan social anak-anak (Herron & Sutton-Smith,
1971). Anak-anak mengungkapkan gagasan, pemikiran, dan perasaan mereka Ketika terlibat dalam
bermain simbolik. Selama bermain, seorang anak belajar untuk mengatasi emosi, untuk berinteraksi
dengan orang lain, untuk mengatasi konflik-konflik, dan untuk mendapatkan perasaan kompeten. Melalui
bermain, anak-anak juga dapat mengembangkan imajinasi dan kreativitas mereka. Oleh karena itu, inisiatif
anak dan dukungan guru dalam praktik yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak (Fein &
Rivkin1986).
j. Perkembangan tingkat lanjut dicapai Ketika anak-anak memiliki kesempatan-kesempatan untuk
mempraktikan keterampilan yang baru dikuasai, sebagaimana juga mereka mengalami sebuah
tantangan dalam level diatas penguasaan mereka sekarang ini. Penelitian mendemonstrasikan bahwa
anak-anak perlu untuk mampu menegoisasikan Sebagian besar tugas-tugas belajar dengan sukses
untuk memelihara motivasi dan keteguhan mereka (Lary 1990; Brophy 1992). Dihadapkan pada
kegagalan yang berulang, kebanyakan anak-anak berhenti untuk mencoba. Implikasinya adalah bahwa
pada Sebagian besar waktu para guru seharusnya menyediakan anak-anak dengan tugas-tugas yang
dengan usahanya mereka dapat menyelesaikan dan mempresentasikan sesuai dengan tingkat
pemahaman mereka.
Pada saat yang sama anak-anak secara kontinyu menghadapi situasi dan stimulasi yang
memberi mereka kesempatan untuk bekerja pada tingkat kemampuan mereka yang sedang
berkembang (Berk & Winsler, 1995; Bodrova & Leong, 1996). Selanjutnya, dalam sebuah tugas yang
berada diatas jangkauan independensi anak, orang dewasa dan teman sebaya yanag lebih kompeten
memberikan konstribusi yang signifikan bagi perkembangan dengan menyediakan dukungan yang
memungkinkan anak mampu mengambil Langkah selanjutnya.
Perkembangan dan belajar merupakan proses dinamik yang menuntut orang dewasa memahami
dan mengamati anak-anak secara lebih dekat dan kontinum agar sesuai dengan kurikulum dan
mempelajari anak-anak kompetensi emergensi, kebutuhan, dan minat-minat mereka, dan membantu
nak-anak untuk maju lebih jauh dengan memberi target pengalaman Pendidikan sampai pada level
kapasitas anak-anak yang memang sedang berubah, sehingga membuat mereka menjadi tertantang,
nukam frustasi. Manusia, terutama anak-anak, sangat dimotivasi untuk memahami apa yang Sebagian
besar mereka pahami dan untuk menguasai Sebagian besar apa yang mereka lakukan (White, 1965;
Vygotsky, 1978). Prinsip belajar adalah pertama-tama anak dapat melakukan sesuatu dalam sebuah
konteks suportif dan kemudian secara mandiri dan berada dalam sebuah konteks yang lebih beragam.
k. Anak-anak menunjukan cara-cara yang berbeda dalam mengetahui dan belajar, dan cara-
cara yang berbeda dalam mepresentasikan apa yang mereka ketahui. Pada kurun waktu tertentu,
para teoretisi belajar dan ahli psikologi perkembangan telah mengakui bahwa manusia terlahir
untuk memahami dunia dalam cara-cara yang beragam dan bahwa setiap individu cenderung
memiliki preferensi atau model belajar tertentu. Studi-studi perbedaan dalam modalitas belajar
telah menemukan hal yang kontras antara pembelajar visual, auditori, atau taktil. Sementara karya
yang lain telah mengidentifikasikan jenis pembelajar mandiri atau dependen (Witkin 1962).
Gardner (1983) memperluas konsep ini dengan berteori bahwa manusia paling tidak
memiliki tujuh “inteligensi” sebagai tambahan terhadap kecerdasan tradisional yang penting bagi
keberhasilan sekolah, yaitu kecerdasan Bahasa dan logika matematis, setiap individu paling tidak
memiliki kecerdasan dalam bidang-bidang lain: musical, spasial, kinestetik tubuh, intrapersonal,
dan interpersonal. Malaguzzi (1993) menggunakan metafora “100 Bahasa” untuk menggambarkan
modalitas yang beragam yang digunakan anak-anak untuk memahami dunia dan
merepresentasikan pemahaman yang mereka miliki, dengan bantuan guru-guru, dapat membantu
anak-anak memperdalam, memperbaiki, dan memperluas pemahaman mereka (Copple, Sigel &
Saunders, 1984; Forman 1994; Katz, 1995).
Prinsip modalitas yang beragam memberi implikasi bahwa para guru seharusnya
menyediakan bukan hanya kesempatan setiap anak secara individual menggunakan preferensi
model belajarnya sebagai modal kekuatan mereka, tetapi juga kesempatan-kesempatan untuk
membantu anak-anak mengembangkan inteligensi yang mereka sadari tidak begitu menonjol.
k. Anak-anak berkembang dan belajar dengan sangat baik dalam konteks sebuah
komunitas dimana mereka aman dan dihargai, kebutuhan fisik mereka terpenuhi, dan
mereka merasa secara psikologis aman.
Maslow (1954) mengonseotualisasikan sebuah hierarki kebutuhan dimana belajar tidak
mungkin terjadi kecuali kebutuhan-kebutuhan fisiologis dan psikologis untuk aman
terpenuhi lebih dahulu. Karena keamanan dan Kesehatan fisik sekarang-sekarang ini
sering kali terancam, program untuk anak usia dini harusnya bukan hanya menyediakan
nutrisi, keamanan, dan Kesehatan yang adekuat, tetapi juga pastikan layanan yang lebih
komperensif, seperti fisik, gigi, Kesehatan mental, social (NASBE, 1991; U.S Department of
Health & Human Services, 1996).
Perkembangan anak-anak dalam semua bagianya dipengaruhi oleh abilitas mereka
untuk membangun dan memelihara sebuah hubungan primer yang positif secara konsisten
dengan orang-orang dewasa dan anak-anak yang lain. Hubungan primer ini berawal dalam
keluarga, tetapi kemudian meluas seiring jalanya waktu, termasuk guru-guru, anak-anak,
dan anggota komunitas; oleh karna itu, praktik-praktik yang sesuai dengan tahapan
perkembangan seharusnya memperhatikan dengan baik kebutuhan fisik, sosisal, dan
emosi sebagaimana halnya perkembangan intelektual.
TERIMA KASIH
PERTEMUAN KE : 2
DOSEN PENGAMPU
MASLIKHAH
2. Dasar Teori Bayi
Teori perkembangan anak ini digunakan untuk
memberikan dasar bagi semua kegiatan dasar bagi semua
kegiatan dalam pemenuhan kebutuhan anak usia dini, (diambil
dari *the infant/Toddler Training Mudul* yang ditulis oleh
CCCRT untuk Departemen Pelayanan Kesehatan dan
Rehabilitasi Negara Bagian Florida, Pada tahun 1991).
2. Dasar Teori Bayi
Teori perkembangan anak ini digunakan untuk memberikan dasar bagi semua
kegiatan dasar bagi semua kegiatan dalam pemenuhan kebutuhan anak usia dini, (diambil
dari *the infant/Toddler Training Mudul* yang ditulis oleh CCCRT untuk Departemen
Pelayanan Kesehatan dan Rehabilitasi Negara Bagian Florida, Pada tahun 1991).
Pada usia dua belas bulan pertama kehidupan, bayi perlu mengembangkan
hubungan dekat dengan orang dewasa tertentu. Orang dewasa pertama adalah orangtua
bayi berdasarkan cinta kasih dan dukungan.
Orangtua bayi akan menerima hubungan dengan orang dewasa lain yang melayanya.
Apabila bayinya dititipkan kepada orang lain, orang dewasa harus menekankan untuk
mengembangkan hubungan dengan bayi tersebut
Teori Erikson menyarankan bahwa kontak mata adalah penting untuk
mengembangkan hubungan kepercayaan. Memegang bayi dengan lembut, membuai,
menanggapi kebutuhanya dengan Gerakan yang tenang, dan kata-kata yang lembut
mendukung perkembangan dari sebuah hubungan dan rasa aman pada bayi. Anak
mengembangkan rasa percaya Ketika lingkungan mereka dapat diperkirakan dan
mendukung.
Perkembangan hubungan rasa percaya dengan orang dewasa yang terlibat dengan
bayi dan kesempatan menjelajahi lingkungan yang aman menjadi dasar untuk
perkembangan selanjutnya.
Pada usia bayi baru lahir sampai dua belas bulan, anak menurut jean
Piaget perkembangan melalui tahap pertama dari perkembangan sensorimetorik

Penelitian otak yang dilakukan sejak tahun 1990-an telah membuktikan bahwa bayi perlu rasa
sayang secara tetap. Otak bayi berkembang sangat pesat dan hubungan rasa percaya menjamin
kemungkinan seluruhnya. Trauma atau pengalaman yang penuh tekanan dapat meningkatkan
kortisol bayi, bila terus menerus dapat mengakibatkan perkembangan lambat atau tidak normal
dalam subkortikal, system limbik dan batang otak. Pengalaman negative ini dapat mengakibatkan
kecemasan dan kesedihan atau ketidakmampuan bayi/anak untuk mengadakan hubungan yang
normal dan sehat (Perry, 1995).
Teori Piaget menyarankan bahwa anak sebagai pelajar aktif dan perkembangan berlangsung
melalui pelajar aktif dan perkembangan berlangsung melalui proses interaktif antara anak dan
orang lain atau benda didunianya yang terus berkembang. Ini sudah lebih jauh dibuktikan melalui
penelitian otak.
a. ‘0-1 Bulan. Bayi menunjukan perilaku. Seperti mengenggam, menangis, mencari suara,
terkejut dengan suara bising, bila sisi dari muka disentuh mulut pada bayi baru lahir, dia akan
membuka mulut dan membuat Gerakan mengisap.
b. ‘0-4 Bulan. Bayi akan menunjukan senyumnya saat didekatkan dengan wajah yang
menyenangkan sentuhan lembut dan suara ramah, senyum ini disebut dengan senyum sosial dan
dianggap oleh banyak orang merupakan tahap kognisi yang menandakan bahwa anak
mengembangkan hubungan dengan yang lain. Selama masa ini bayi akan mengulang kegiatan
untuk kesenangan.
c. ‘4-10 Bulan. Bayi mulai bergerak kedalam lingkunganya, banyak bayi mulai merangkak, mencoba
untuk berdiri dan beberapa mulai berjalan, selama masa ini bayi mulai mengulang ulang Tindakan
secara sengaja. Contoh bayi akan mendorong dirinya menyebrangi lantai untuk dapat
menyentuh mainan yang berwarna-warni.
Bayi mulai berhubungan dengan orang dewasa dan benda. Bayi selama tahapan ini akan
menemukan awal dari sebab dan akibat seperti, bayi akan bergerak ke arah benda yang dapat
membuat suara-suara untuk kesenangan. Selama berbulan-bulan terakhir pada masa ini, bayi
mungkin akan memperlihatkan tanda-tanda tidak aman saat orang asing masuk kedalam rumah
atau mendekati mereka. Ini adalah tahapan kognisi yang dikenal oleh para ahli perkembangan
anak. Ini disebut gelisah dengan orang yang tidak dikenal bayi tidak akan memberikan senyuman
kepada wajah yang tenang yang mana saja, tetapi menarik dirinya kebelakang dan mempelajari
wajah-wajah baru.
Bayi secara kognisi mengatakan perbedaan antara wajah yang dikenal dan yang tidak dikenal.
Selama masa ini, bayi mulai memperlihatkan pola-pola visual. Selama masa ini, bayi tampak
membandingkan wajah yang dikenal dengan yang tidak dikenal. Bayi selama tahap perkembangan ini
sering mengizinkan orang asing, yang ciri fisiknya mirip seseorang yang dia kenal, tetapi mulai
menangis setelah digendong. Bayi terus berkembang seiring dengan meningkatnya jenis dan macam-
macam suara yang diciptakan oleh bayi.
d. ‘10-12 bulan. Bayi terus meningkatkan perkembangan dari koordinasi otot-otot besar dan kecil seperti mencoba merangkak,

berdiri, dan berjalan. Dunia bayi berubah seiring dengan posisi tubuh bayi. Seperti dunia dilihat dari lantai saat bayi merangkak

memberikan sudut pandang yang

berbeda dari yang dilihat saat bayi berdiri dan berjalan (orang dewasa yang bekerja dengan bayi

harus mencoba pengalaman tersebut dari perbedaan sudut pandang ini). Melalui perkembangan

ini, dikembangkan metode untuk melakukan penjajahan, seperti merangkak dan berjalan, dari

pengalaman-pengalaman bayi akan meningkatkan kesempatanya untuk berhubungan dengan

orang dan benda.

Bayi pada masa ini mulai membuktikan *ketatapan benda*, artinya bahwa bayi telah mengembangkan kemampuan kognisi

untuk menahan ingatan pada suatu benda dalam pikiran saat benda itu tidak terlihat lagi. Seperti bayi akan menjatohkan botolnya

dan tidak mengikuti secara visual jatuhnya botol itu. Perhatianya dapat beralih kegiatan lain, saat memberikan botol pada bayi

dengan posisi terbalik, mereka tidak akan memutar botol untuk mendapatkan dot. Mereka belum memiliki kemampuan

membayangkan bentuk keseluruhan dari botol dan oleh karena itu mereka belum mengenali saat posisinya terbalik. Melalui

hubungan orang dewasa yang merawat bayi, akan menembangkan hubungan yang membatu bayi memindahkan perhatian dari

dalam dirinya sendiri ke orang lain.


Oleh sebab itu, pengasuh bayi harus mampu menolong secara tepat sesuai perbedaan
kepribadian dan temperamen bayi yang diasuhnya. Pengasuh bayi perlu menunjukan sikap tenang
dan menghormati setiap bayi. Pengasuh bayi harus memperlihatkan bayi secara oebuh dan
bercakap-cakap dengan orang dewasa lain. Pengasuh bayi harus menghargai setiap hubungan
dengan bayi dan menyadari bahwa melalui kegiatan rutinitas sehari-hari seperti mengganti popok,
membuat nyaman, mengajak bermain dan memberi makan, akan mengembangkan rasa percaya diri
dan dunianya. Pengetahuan dan pemahaman pengasuh bayi tentang perkembangan bayi akan
memberikan bayi keterampilan yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan yang kaya, ramah,
dan mendukung perkembanganya.
3. Dasar Teori Anak Usia Satu Tahun (12-24 bulan)
Teori-teori perkembangan anak berikut ini digunakan sebagai dasar bagi semua bagi semua
kegiatan dalam program anak usia satu tahun (diambil dari The Infant/Toddler Trainning Model ditulis
oleh CCCRT untuk Departemen Pelayanan Kesehatan dan Rehabilitasi Negara Baian Florida 1991).
Selama masa usia 12 bulan sampai 2 tahun, anak ini membangun kekuatan dari hubungan yang
sudah dikembangkan selama berbulan-bulan pertama bayi. Menurut Erikson, Masa “penguasaan diri
vs malu dan ragu”.
Ini berlanjut dari usia 12 bulan sampai 2 tahun dan sampai 36 bulan dengan perubahan yang
seiring dengan anak mengembangkan Bahasa dan mulainya Latihan ke kamar mandi.
Bila bayi mendapatkan lingkungan aman, akan biasa mengembangkan rasa percaya diri pada
orang dewasa dilingkunganya, Kemudian akan mulai mengarah pada benda dan yang lainya saat
anak berhubungan dengan benda, anak lain, dan orang dewasa, dia mulai membangun rasa
menguasai dan percaya diri. Bayi yang lebih muda dapat dipindahkan dan dialihkan dengan mudah
anak usia satu tahun itu punya ketekunan.
Selama masa ini, anak selalu bergerak. Yang penting, pengasuh mendukung perkembangan
keterampilan motoric, tetapi tidak boleh memaksa, melatih berulang-ulang atau men-drill.
Perkembangan penguasaan diri dan perasaan positif diri anak akan terdukung kuat, bila pengasuh
memberikan kesempatan yang aman untuk pengalaman bagi anak usia satu tahun. Seperti: anak
usia ini senang sekali memanjat, oleh karena itu pengasuh harus memberikan daerah yang aman
untuk memanjat, seperti tangga dengan pegangan dan pijakan yang tepat ukuran dengan daerah
jatuh yang aman atau tempat yang diberi bantal dengan beberapa tingkatan. Bila pengasuh
melakukan campur tangan secara berlebihan dalam melindungi, anak usia satu tahun dapat
mengembangkan perasaan tidak mampu. Pengasuh harus menyediakan kesempatan yang aman,
sesuai dengan perkembangan anak usia satu tahun untuk melatih keterampilan motoric.
Bila suara-suara kasar, pukulan atau hukuman digunakan untuk mengendalikan kegiatan anak
usia satu tahun, rasa malu dan ragu terhadap kemampuan mereka dapat muncul. Ini tidak berarti
bahwa usia ini boleh semaunya tetapi pengasuh harus memberikan lingkungan yang aman
sehingga mereka mempunyai kesempatan untuk memilih. Ketika anak dibolehkan untuk membuat
pilihan dalam Batasan yang dapat diterima, kebutuhan untuk mengendalikan yang muncul pada
tahap ini sudah mendukung dalam batas yang ditentukan oleh orang dewasa. Menurut teori
Erikson, anak perlu tahu dan mencari Batasan-Batasan. Batasan tersebut memberikan mereka
keamanan. Saat anak dibolehkan melakukan kebebasan secara penuh, mereka dapat terperangkap
dalam perbuatan kekuatan yang sia-sia yang muncul terus menerus pada masa anak-anak.
Anak usia satu tahun belajar tentang dunianya melalui peran serta langsung yang aktif dengan
benda, anak, dan orang dewasa. Kesempatan bermain dengan macam-macam mainan didalm dan
diluar ruangan sangat penting. Bahasa mulai berkembang dengan kecepatan yang pesat saat usia
satu tahun.
Tahapan Perkembangan Sensorimotor Piaget
Usia 12 Bulan-24 Bulan

Tahapan usia
Perkembangan Tahapan Perkembangan
Kognisi dan tingkah
Laku
Percobaan 12-18 bulan  Anak mulai melakukan percobaan aktif yang
dibuktikan melalui kegiatan uji coba.
 Anak mulai membedakan dirinya dari yang lain.
 Anak memakai banyak waktu untuk melihat
yang terjadi.
 Anak sudah mengembangkan *ketetapan
benda* ( dapat menemukan benda yang
tersembunyi).
 Anak mulai memahami ruang, waktu, dan
sebab akibat dalam hubungan ruang dan
waktu.
Tahapan Usia
Perkembangan Tahapan perkembangan
Kognisi dan tingkah
laku
Kecerdasan  Kombinasi pikiran anak dibuktikan dengan berpikir
Representasi sebelum melakukan.
18-24 bulan  Perkembangan lebih lanjut hubungan sebab akibat.
 Dapat membayangkan benda dalam pikiranya.
 Tindakan meniru dan semakin simbolik.
 Mulai merasakan tentang waktu (kapan sesuatu
terjadi).
 Ketetapan benda terus berkembang dan anak dapat
menemukan benda yang beberapa kali
disembunyikan.
 Anak bersifat memikirkan diri sendiri saja, memandang
dunia hanya dari sudut pandangnya saja.
Anak yang masih merangkak dan berjalan menjauhi pengasuhnya saat dia
menjelajahi dan melakukan percobaan. Selama masa ini pengasuh akan sering
melakukan. Anak akan mudah terikat perhatianya dengan mainan yang lembut
atau selimut. Teori Anna Freud membuktikan bahwa melalui penciuman,
perasaan, dan penglihatan, barang tersebut memberikan perasaan aman pada
anak selagi ditinggal jauh dari kenyamanan langsung oleh pengasuhnya. Anak
yang baru berusia satu tahun akan bergerak terus-menerus. Dia berpindah
Selama masa ini, dia melatih keterampilan motorik, dengan bergerak ke lingkungan yang
lebih luas, anak mulai mengungkapkan dirinya dengan mengamuk. Ini adalah hal yang wajar
dan tidak perlu dikhawatirkan. Pilihan dan kesempatan untuk mengendalikan kegiatan
membantu anak dalam mengembangkan kepercayaan diri, seperti anak kecil senang makan
sendiri. Mereka menolak untuk mengambil makanan dari sendok yang diberikan oleh
pengasuh. Oleh sebab itu, makanan yang diambil dengan jari-jari dan kesempatan untuk
makan sendiri. Memeberikan kesempatan untuk memilih dan mengendalikan diri sendiri.
Pengasuh harus menerima bila saat makan anak menjadi agak berantakan ditempat makan.
Ketika anak hamper berusia dua tahun banyak pengasuh mengamati bahwa anak
beberapa bulan yang lalu tidak ingin dipegang, atau pergi jauh setelah pengalaman singkat
*mengisi Kembali*, sekarang menginginkan perhatian pengasuh. Menurut teori Freud dan
Mahler anak yang berlatih bergerak jauh dan mengembangkan pengertianya tentang
perpisahan dirinya dengan pengasuh. Anak yang hampir dua tahun Kembali kedalam masa
dimana keinginhan untuk mendapatkan perhatian dan hubungan dengan pengasuh menjadi
penting. Bahasa dan bermain dengan pengasuh menjadi penting. Bahasa dan bermain
dengan pengasuh anak lain adalah bagian penting dari tahap perkembangan berikut.
4. Dasar Teori Anak Usia Dua Tahun (24-36 Bulan)
Teori perkembangan anak berikut ini seharusnya digunakan sebagai dasar bagi semua
kegiatan deprogram anak usia dua tahun (diambil dari The Infant/Toddler Trainning Module
ditulis CCCRT untuk Departemen Kesehatan dan Pelayanan Rehabilitasi Negara Bagian
Florida tahun 1991).
Masa *penguasaan diri malu dan ragu* meluas pada usia dua belas bulan sampai dua puluh empat
bulan dan terus hingga anak berusia tiga puluh enam bulan Bersama dengan pengembangan Bahasa
dan awal Latihan kekamar mandi. Selama masa ini anak melanjutkan membangun kekuatan
hubunganya yang telah berkembang dimasa bayi. Jika lingkungan aman dan tetap serta telah
berkembang rasa percaya terhadap orang dewasa dilingkunganya kemudian ke benda orang lain, dan
orang dewasa, penguasaan dan rasa percaya dirinya terbangun. Ketika bayi mulai bergerak dan
berjalan, Batasan-Batasan harus ditata dan ditempatkan Batasan itu kita dapat melihat jelas
munculnya awal usaha kerasa bagi kekuatan atau *Penguasaan diri*.
Selama masa ini, sangat sangat aktif. Hal ini penting, agar pengasuh terus menerus mendukung
perkembangan keterampilan gerak dan mengendalikan tubuh. Pengasuh seharusnya tidak
memaksakan, melatih mengulang-ulang men-drill keterampilan tersebut, Ketika pengasuh
memberikan kesempatan aman untuk anak melatih supaya anak dapat mengendalikan kegiatan
motorik kecepatanya, perkembangan pengendalian diri dan rasa menghargai diri yang kuat dan
terdukung.
Seperti: sama dengan mendukung anak usia satu tahun, anak usia dua tahun juga seneng sekali
memanjat. Oleh sebab itu, pengasuh harus memberikan daerah yang aman untuk memanjat, seperti
tangga dan pegangan dan pijakan yang tepat ukuran dan tempat dengan daerah jatuh yang aman .
Bila pengasuh melakukan campuran tangan secara berlebihan dalam melindungi, anak usia satu
tahun dapat mengembangkan perasaan tidak mampu. Pengasuh harus menyediakan kesempatan
yang aman, sesuai dengan perkembangan anak usia satu tahun untuk melatih keterampilan motorik.
Bila- suara-suara kasar, pukulan, atau hukuman digunakan untuk mengendalikan kegiatan usia
satu tahun, rasa malu dan ragu terhadap kemampuan mereka dapat muncul. Ini berarti usia dini tidak
boleh semauanya. Tapi, pengasuh harus memberikan lingkungan setiap mereka mempunyai
Keika anak dibolehkan membuat pilihan didalam Batasan yang didapat diterima, kebutuhan untuk
mengendalikan yang muncul pada tahap ini sudah terdukung dalam Batasan yang ditentukan oleh
orang dewasa. Menurut Erikson, anak perlu dan mencari Batasan-Batasan. Saat anak ini dibolehkan
melakukan kebebasan secara penuh, mereka dapat terperangkap dalam perbuatan kekuatan yang
sia sia yang muncul terus menerus pada masa kanak-kanak.
Selama anak usia dua tahun ini, pengasuh akan mulai melihat meningkatkan ketertarikan pada
buku, lagu, puzzle, dan kegiatan-kegiatan yang sesuai lainya. Teori Erikson menyarankan bahwa
selama tahap ini anak membutuhkan banyak bahan yang membolehkan untuk membuat Kembali
pengalaman hidup yang nyata.
Selama usia dua tahun, pengasuh akan mengamati munculnya main peran. Anak akan
memainkan sebuah oeran dan meniru tingkah laku orang lain yang telah dilihatnya. Seperti: anak
usia ini belum memiliki rasa apakah dia laki-laki atau perempuan, mereka akan memakai pasang
sepatu orang dewasa, meletakkan tas ditanganya, dan melambai sambal berkata “saya mau pergi ke
took”. Pengasuh harus mendukung awal munculnya main simbolik atau main peran ini. Perilaku ini
membantu anak usia dini memahami dunianya, mendukunh perkembangan kognisi, social,
emosional, dan Bahasa. Seperti: pengasuh yang akan memberikan tanggapan dengan senyuman
dan komentar seperti *jangan pergi terlalu lama* atau *bisakah kamu ambilkan aku susu* jika bahan-
bahan main berukuran yang sesungguhnya, seperti memakai pakaian, kompor, bak cuci piring,
piring, teko, dan lain sebagainya tersedia. Anak terdukung dalam pengalaman main peran keluarga.
Teori Erikson menyarankan bahwa main peran dalam bentuk makro atau mikro membolehkan
anak untuk mengulang pengalamanya, melepaskan bagian-bagianya dang kadang-kadang
mengaturnya Kembali agar pengertian berkembang. Seperti: anak yang pada awalnya menangis
saat ibunya pergi kerja dapat memperlihatkan dia sedang meletakan boneka ditempat main peran
Saat keterampilan main sebenarnya dengan anak lain dan orang dewasa, penggunaan Bahasa
terbukti dalam permainan anak usia dua tahun, dia telah mulai bergerak ketahapan perkembangan
erikson yang ketiga yang disebut *Prakarsa vs bersalah*. Teori Erikson menyarankan bahwa tahap ini
adalah satu hal yang sangat penting untuk perkembangan kemampuan social. Erikson mengatakan
bahwa tahap ini sanak mengembangkan rasa memiliki dengan orang lain atau rasa tersaingi.
Pengetahuan ini seharusnya mendorong pengasuh untuk mencontohkan hubungan social yang tepat
dengan anak dan orang dewasa lain dan mendukung hubungan social yang posistif diantara anak.
Anak belajar tentang dunianya melalui peran serta aktif langsung dengan benda, anak lain, dan
orang dewasa. Kemampuan anak untuk bermain dengan berbagai macam mainan adalah sangan
penting baik dalam maupun diluar. Teori Piaget secara jelas memperlihatkan pada kita bahwa anak usia
dini belajar melalui pengalaman yang terpadu. Anak yang lebih besar sering diberi pelajaran dan dilatih
secara berulang-ulang atau di drill.
Penelitian sekarang memperlihatkan bahwa mungkin ini bukan metode yang terbaik untuk anak
yang lebih besar dan ini pasti salah untuk anak usia dua tahun
Anak ini belajar melalui pengalaman langsung. Ia tidak belajar memahami warna melalui kegiatan-
kegiatan yang diulang lainnya. Ia belajar tentang warna dengan membuat percobaan di sela kegiatan
seharian yang biasa. Seperti; anak usia ini belajar warna jingga saat pengasuh menggunakan nama
warna. (kapan saja kesempatan itu muncul) selama pengalaman makan, bukan metode yang diulang
atau di drill.
Anak belajar apa saja melalui hubungan langsung dengan bahan-bahan main, benda lain, orang
dewasa, dan anak lain. Pengasuh harus menangkat setiap kesempatan untuk berhubungan dengan
anak dengan menjelaskan, memberi nama, dengan tidnakan dengan ucapan, kejadian dan objek, dan
mendukung usaha mereka untuk belajar tentang lingkunganya.
Teori Piaget juga menyarankan bahwa main peran anak seharusnya didukung. Sangat penting dalam
perkembangan kemampuan social, Bahasa, dan keterampilan kognisi, Selama tiga tahun kehidupan
ini, anak bergerak dari perilaku sensorimotor bayi dan anak usia dua tahun ke tahap praoprasional
terus berlanjuut untuk berkembang sampai kira kira usia enam tahun atau tujuh tahun.
Selama bagian awal tahap perkembangan praoprasional, anak usia dua tahun mulai menggunakan
Bahasa dan untuk membuktikan awal main peran. Selama tahap perkembangan ini, keterlibatan orang
dewasa yang mendukung sangat penting bagi anak untuk mengembangkan keterampilan main peran.
Orang dewasa harus mencontohkan main peran untuk anak dan mendorong keikutsertaan anak.
Seperti orang dewasa mengambil telepon dan menempelkan ditelinga.
Saat anak didorong untuk menggunakan Bahasa untuk mendapatkan kebutuhanya dan didukung
oleh orang dewasa agar muncul main perannya, mereka akan mulai beralih dari tahap perkembangan
sensorimotor ke tahap praoperasional.
Selama masa bayi dan masa satu tahun, pengasuh akan sering menemukan bahwa anak telah
menjadi lekat pada mainana yang lembut, selimut atau bahkan pada dot. Teori Anna Freud
menyarankan bahwa benda-benda ini, melalui penciuman, perabaan, penglihatan, atau penghidupan,
memberikan rasa aman pada anak bergerak keluar dari kenyaman langsung pengasuh. Freud
menyebut ini benda-benda objek peralihan. Anak usia ini mungkin saja melanjutkan kebutuhannya
akan objek peralihan selama masa tertekan atau selama istirahat. Bagaimana pun juga, objek-objek
ini seharusnya tidak menganggu dengan main social, Bahasa, atau perilaku aktif lainya. Objek
peralihan adalah penting, tetapi seiring dengan kematangan anak, kedekatan dengan objek dapat
menganggu perkembangan. Objek peralihan menarik anak Kembali kedalam dirinya. Seiring dengan
perkembangan emosi dan social anak, menurut teori Anna Freud, anak harus bergerak dari kedekatan
saling berhubungan untuk main dengan mainan dan kemudian dengan orang lain.
Selama bulan-bulan akhir masa anak usia anak satu tahun ( usia 12-24 bulan), banyak
pengasuh mengamati bahwa anak ini, yang beberapa bulan lalu tidak mengiginkan bantuan
atau menolak setelah pengalamanya penuh secara singkat, sekarang mengharapkan
perhatian pengasuhnya. Teori Freud dan Mahler menyarankan bahwa anak berlatih agar
bergerak dan mengembangkan rasa pemisahan antara dirinya dengan pengasuh, anak
bergerak maju ke usia dua tahun, bergerak Kembali kedalam Ketika pengasuh dan
berhubungan dengan pengasuh dan anak lain adalah bagian penting pada tahap
perkembangan selanjutnya. Berhubungan dengan pengasuh yang saying dan
memperhatikan akan mendukung anak dalam mengembangkan keterampilan main dengan
anak lain dan merasa sadar diri sendiri.
Semua ahli teori telah menyarankan bahwa anak berkembang melalui hubungan dengan
lingkungan dan saat hubungan ini aman, penuh kasih sayang , dan sesuai untuk
perkembangan anak, perkembangan anak sepenuhnya terdukung. Ketika pengasuh
mengamati anak mulai bermain dengan anak lain, duduk dan melihat-lihat buku,
memasang puzzle Bersama, mendengarkan dan ikut serta dengan pengasuh berbagi
music dan bermain jari, secara simbolik mewakili dunianya melalui naskah main peran
yang baik dengan bahan-bahan main peran makro dan mikro, dan menumpuk balok untuk
kesenangan membangun daripada merobohkan, perkembangan anak mulai beranjak ke
usia tiga tahun. Keterampilan main ini, bukan keterampilan Latihan ke kamar mandi, yang
seharusnya dilihat untuk menentukan apakah anak sudah siap ke kelompok bermain.
Latihan ke kamar mandi bukan sebuah persyaratan untuk ke kelompok bermain.
5. Dasar Teori Prasekolah (anak usia 3-6 Tahun)
Teori perkembangan anak berikut ini seharusnya digunakan untuk memberikan dasar bagi
semua kegiatan deprogram prasekolah (diambil dari pelaksanaan sebuah program keterliban awal
dasar main yang sesuai perkembangan untuk anak usia dini dengan tanpa kebutuhan khusus model
program ceratif, 1997). Prasekolah perlu untuk mengembangkan keterampilan sosialnya yang akan
memungkinkan mereka untuk bermain dengan anak lain.
Menggunakan Bahasa untuk memecahkan masalah mereka. Mereka juga perlu banyak
kesempatan untuk mencoba kegiatan-kegiatan baru dan menjelajah. Anak prasekolah bisa
terdengar bicara, *saya bisa mengerjakannya* dan saat mereka dibolehkan untuk mengembangkan
keterampilan sesuai kecepatannya sendiri, tanpa kritik orang dewasa, mereka akan menjaga
perasaan positif akan dirinya. Rasa percaya diri, memiliki sikap *saya dapat melakukan,* adalah
penting bagi anak
Untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk keberhasilan
disekolah nanti. Selama tahap perkembangan ini penting sekali bahwa lingkungan memberikan
ksempatan pada anak untuk mengalami perasaan akan keberhasilan. Semua kegiatan seharusnya
direncanakan sehingga anak dapat merasa percaya diri dalam bekerja sesuai tingkat
perkembangannya. Saat anak prasekolah dibolehkan untuk bermain dengan bahan-bahan, orang
dewasa, dan orang lain, mereka akan mengembangkan ego yang kuat untuk mendukung rasa
memiliki dan mampu untuk melaksanakan.
Lingkungan bermain yang bermutu memberikan kesempatan-kesempatan bagi anak
prasekolah untuk mengembangkan keterampilan main peran menggunakan bahan-bahan main
peran mikro dan makro. Dalam main peran, anak dapat membelokkan kenyataan untuk
mempersiapkan ego mereka.
Selama masa prasekolah, anak seharusnya diberikan kesempatan untuk melukis, membangun,
menjelajah, dan berpura-pura baik sendiri maupun dengan anak lain. Piaget percaya bahwa anak
berkembang melalui pengalaman langsung dengan bahan-bahan , anak-anak, dan orang dewasa.
Menurut Piaget, anak harus dibolehkan untuk menemukan tiga jenis pengetahuan social,
logika/matematika, dan fisik (Deviries & Kolhberg, 1987). Ketika anak menciptakan pengetahuan sendiri,
pengertian mereka lebih lengkap dan dapat menggunakan pengetahuan untuk membangun konsep yang
lebih rumit.
Seperti: orang dewasa meletakan tiga Loyang besar diatas sebuah meja, satu dengan sabun cair bening
dan cat, biru, satu dengan sabun cair bening dan cat kuning, dan menemukan warna hijau. Seperti : anak
dibolehkann untuk bermain dengan balok-balok setiap hari. Saat anak sedang membangun dengan bahan
–bahan main pembangunan, ia akan mengembangkan pengetahuan fisik dan logika / matematika
mengenal angka, bentuk, dan ukuran.
Sara smylansky, dalam penelitiannya menekankan pada perkembangan ketrampilan main peran
(1968), menyerankan bahwa Piaget menjelaskan tentang empat macam main dengan teorinya. Keempat
macam jenis main ini adalah : pembangunan, sensorimotor, main peran, dan permainan dengan aturan.
Permainan dengan aturan sulit untuk anak prasekolah, karena pemikiran praoperasional anak belum
sepenuhnya mengerti konsep menang dan kalah. Jenis main ini dapat diamati pada anak usia dini dasar
yang secara perkembangan bergerak dari tahap pemikiran ke oprasional nyata. Melalui permainan main
peran, anak Dapat belajar *keluar dari dirinya*, menerima sudut pandang orang lain, dan
mengembangkan tiga jenis pengantahuan ; social,logika / matematika , dan fisik. Pada pengetahuan main
pembangunan anak melatih keterampilan-keterampilan yang akan dibutuhkan dalam kerja sekolah
nantinya. Selama pengalaman ini, anak berkembang dari pemain proses ( main sensorimotor), yang
melumuri cat untuk merasakan tekstur, ke pemain usia lima tahun yang dating ke tempat balok atau papan
Lukis dengan gagasan tertentu dan menghasilakan karya yang mewakiliny. Dr. Charles Wolfgang (1877)
telah mentapkan bahwa main pembangunan pada
Sebuah rangkaian yang berkelanjutan dari cair ke tekstruktur : air,pasir,cat sepidol, krayon, dan
sebagainya, dianggap sebagai bahan main pembangunan lainnya yang memiliki bentuk yang telah
ditentukan sebelumnya dianggap menjadi bahan pembangunan terstruktur.
Kerja Anna freud menyarankan bahwa anak berkembang dari bayi ( yang terlibat dalam main
tubuhnya dengan ibu jari, jari-jari dan sebagainya) ke perkembangan anak usia satu tahun yang belajar
untuk menggunakan bahan main secara tepat, kemudian di dalam pengalaman-pengalaman main dengan
bahan-bahan main anak lain.
Melalui penggunaan bahan main seharian dan kesempatan untuk bermain dengan anak lain, mereka
akan mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk keberhasilan kerja sekolah
nantinya.
Kerja Lev Vygotsky dimulai tahun 1930-an berlanjut hingga kini memberikan keyakinan pada orang
dewasa yang bekerja dengan anak usia dini bahwa anak adalah yang utama dan seharusnya dibolehkan
berkembang sepenuhnya memulai pengalaman main dengan anak lain dan orang dewasa yang sesuai
tahap perkembangannya. Ia percaya bahwa anak dengan kebutuhan khusus akan menghadapi hambatan
kedua jika mereka tidak dibolehkan untuk berhubungan penuh dengan lingkungannya dan hambatan
kedua ini akan menjadi lebih besar terhadap perkembangannya daripada kebutuhan khususnya.
Vygotky membahas *the zone of proximal* yang mendukung kepercayaan bahwa orang dewasa, dapat
dan harus memberi pijakan pada main anak. Orang dewasa setelah Menyusun lingkungan bermain yang
sesuai harus bertanya, mendukung, dan meluaskan kegiatan-kegiatan sambil membolehkan kekuatan
anak. * di kehidupan ini anak tidak dapat mengabaikan aturan, tetapi dalam bermain itu mungkin bermain
menciptakan * zone of proximal development* dalam bermain, anak selalu berada di atas rata-rata
unsianya, di atas perilakunya sehari-sehari; dalam bermain dia seolah-olah lebih matang dari
sesungguhnya, misalnya dia bermain seperti mampu menulis. Tindakan dalam ruang lingkup khayalan,
dalam keadaan berkhayal.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai