Disusun Oleh:
Kelas
FILOG A/B/
PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2021
Abstrak
Faktanya manusia baru bisa berfikir secara logis dan masuk akal saat
usianya tujuh tahun dan komunikasi disebut sebagai hal yang mendasari
kemampuan manusia untuk bisa berfikir secara logis. Berfikir itu apa si? Berfikir
itu adalah suatu kegiatan dalam menemukan pengetahuan yang benar. Tapi apa
yang disebut benar bagi tiap orang itu tidaklah selalu sama. Oleh karna itu,
kegiatan dalam proses berfikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar pun
juga berbeda-beda setiap orangnya. Dapat dikatakan bahwa tiap jalan pikiran
selalu mempunyai apa yang disebut sebagai kriteria-kriteria kebenaran yang
merupakan landasan bagi proses penemuan kebenaran tersebut.
Merujuk kepada Logika, Logika itu sangatlah penting dalam kehidupan
sehari-hari kita, ini berhubungan dengan kemampuan kita bernalar. Beruntunglah
kita sebagai manusia diberikan kemampuan penalaran. Jadi pada hakekatnya,
semua manusia itu secara tidak sadar pasti menggunakan logikanya dalam
menjalani roda kehidupan. Prof. Thaib dalam ilmu Mantiq menyatakan, bahwa
logika merupakan ilmu untuk mengerakkan pikiran pada jalan yang lurus dalam
memperoleh suatu kebenaran.
Sejalan dengan argumen Poedjawijatna, obyek formal dari logika adalah
mencari suatu jawaban: bagaimana manusia dapat berpikir dengan semestinya.
Mencari jawaban atas sesuatu yang pada dasarnya merupakan sebuah proses.
Berpikir pada dasarnya merupakan sebuah proses dari adanya suatu input melalui
proses dan akan melahirkan output.
Karena itulah berpikir lurus, tepat, merupakan obyek formal logika. Kapan
suatu pemikiran disebut lurus? Suatu pemikiran disebut lurus, tepat, jika apabila
pemikiran itu sesuai dengan hukum serta aturan-aturan yang sudah ditetapkan
dalam logika. Kalau peraturan-peraturan itu ditepati, dapatlah berbagai kesalahan
ataupun kesesatan dapat dihindarkan. Dengan demikian kebenaran juga dapat
diperoleh dengan lebih mudah dan lebih aman. Semua ini menunjukkan logika
merupakan sebuah pegangan atau pedoman untuk pemikiran. Pengetahuan
merupakan hasil dari aktivitas berpikir yang menyelidiki pengetahuan yang
berasal dari pengalaman-pengalaman konkret, pengalaman sesitivo-rasional, fakta,
objek-objek, kejadian-kejadian atau peristiwa yang dilihat atau dialami. Logika
bertujuan untuk menganalisis jalan pikiran dari suatu penalaran atau pemikiran
atau penyimpulan tentang suatu hal.
Dalam keseharian filsafat logika atau berfikir merupakan suatu komponen
yang berkesinambungan dalam mencari mana yang benar dan mana yang
“katanya benar”. Seperti yang sudah dikatakan diawal tadi, seiring dengan
kemajuan dan perkembangan zaman, manusia seringkali melupakan atau bahkan
mengabaikan logika dalam berfikir. Kebanyakan orang-orang tersebut
mengesampingkan bahkan menganggap remeh tentang logika dan berfikir
seenaknya saja, mereka cenderung mengiginkan suatu hal yang mudah dan juga
praktis. Apabila kita melihat pada kondisi sekarang ini saat pandemi COVID-19,
berfikir merupakan sesuatu yang harus untuk mencari pengetahuan atau kebenaran
sebuah hal. Fungsinya adalah agar kita terhindar dari Logical fallacy atau sesat
pikir. Logical fallacy saat pandemi ini dapat terjadi ketika seseorang memikirkan,
membuat logika, dan memperoses berbagai informasi dengan tidak sistematis atau
berurutan. Hal ini berakibat pada akhirnya tidak memperoduksi kesimpulan yang
jelas.
Hal seperti ini sebenarnya tidaklah baik. Hal ini karena dapat menghambat
penyampaian sains dan medis tentang kewaspadaan di masa pandemi COVID-19.
Sebagai contoh dari logical fallacy yang terjadi dalam masyarakat adalah sering
mengatakan “katanya”. Keadaan tersebut disebut juga sebagai logical fallcy
Bandwagon, karena kamu meyakini sesuatu hal karena mayoritas orang juga
meyakini hal tersebut. Sebagai contoh misalkan, si A mengatakan “Sebenarnya
virus ini adalah senjata loh dengan maksud bisnis dengan memasarkan vaksin
keseluruh dunia sebagai penangkalnya” B menjawab, “Oh, iya?” si A kembali
membalas, “iya, katanya, sih begitu. Soalnya dimedsos pada bilang begitu”
Lalu ada juga yang namanya Logical fallacy Non Sequitur. Hal ini dapat
terjadi ketika orang lain telah memberikan informasi yang sudah tepat, tetapi
diserap dan disimpulkan yang salah oleh lawan bicaranya. Sebagai contoh, A
mengatakan, “berjemur di bawah sinar matahari itu sehat karna sinar matahari
mengandung vitamin D.” Ketika info tersebut diserap dan dibuat kesimpulan
sendiri oleh si B, ia justru mengatakan, “sering berjemur di bawah sinar matahari
bisa bikin kita kebal dari virus corona!”
Ada lagi contoh logical fallacy Ad Ignoratum. Keadaan tersebut terjadi
ketika dua orang berdiskusi, lalu salah satunya sudah membantah mentah mentah
padahal belum tahu betul soal apa yang sedang dibicarakan. Contohnya misalnya,
A mengatakan “menurut jurnal sains terbaru, virus corona bisa bertahan di uang
kertas dan layar ponsel selama 28 hari.” B menjawab. “ah, jurnal sains itu terlalu
dibuat buat, selalu berubah-ubah terus!” A membalas “memangnya kamu sudah
pernah membaca jurnalnya?” B menjawab, “belum. Lagian untuk apa juga?”
Nah bagaimana? Hal tersebut benar-benar salah kan? Disinilah peran dari
manfaat berfikir itu. Hal ini terjadi karna pemikiran dan pemahaman dalam
mencari suatu pengetahuan yang benar setiap orang berbeda-beda. Ada yng
langsung menelan mentah-mentah argumen atau opini. Tetapi ada juga yang
mencari tahu dulu kebenaran dari opini tersebut. Biasanya, orang yang menelan
mentah-mentah sebuah argumen atau opini itu malas mencari tahu dan berfikri
mengenai fakta. Ujung-ujungnya malah salah informasi. Namun apabila kita
menggunakan filsafat logika dalam sesuatu hal akan menghasilkan output yang
benar pula, jika kita menggunakan filsafat logika kita dapat membuat kesimpulan
yang berurutan, lalu mengevaluasi informasi-informasi yang diterima demi
mencari sebuah pengetahuan yang sebenarnya.
BAB III
Kesimpulan
Sobur, Kadir. 2015 Jurnal Tajdid, “Logika dan Penalaran dalam Perspektif Ilmu
Pengetahuan”. Vol. XIV, No. 2.