Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MAKALAH

MATA KULIAH FILSAFAT


“HUBUNGAN LOGIKA SEBAGAI SARANA BERPIKIR ILMIAH DENGAN
KEDOKTERAN GIGI”
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Lasiyo, MA, MM.

Disusun oleh:

Nama : Yogi Premadhika

NIM : 21/476319/PKG/01501

Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis


Ilmu Konservasi Gigi
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2021

1
Hubungan Logika Sebagai Sarana Berfikir Ilmiah dengan Kedokteran Gigi

I. PENDAHULUAN
Mengedukasi pikiran tanpa mengedukasi hati sama dengan tak mengedukasi
apa-apa. Sebuah ungkapan dari Aristoteles ini menggambarkan bahwa sebagai
manusia harus memiliki cara berpikir yang bertanggung jawab, logis, dan berhati
nurani, sebuah pikiran tanpa memperhatikan logika dapat menimbulkan buah
pemikiran yang salah atau bahkan berbahaya, baik bagi sesama manusia, maupun
bagi alam semesta maupun makhluk hidup lain pada khususnya. Manusia sendiri
sebagai makhluk yang memiliki tanggung jawab sebagai khilafah di dunia, memiliki
tanggung jawab yang tinggi guna menjaga dunia, oleh sebab itu manusia diberikan
akal, sebuah pemikiran yang baik tentu akan menghasilkan perkembangan yang baik
dalam kehidupan dunia. Dan manusia kembali sebagai yang ditugaskan sebagai
mahluk pemimpin dunia punya tanggung jawab besar guna menjaga dan membawa
dunia ke arah kebaikan.
Berdasarkan perkembangan ilmu abad 20 menjadikan manusia sebagai
makhluk istimewa dilihat dari kemajuan berimajinasi. Konsep terbaru filsafat abad
20 didasarkan atas dasar fungsi berfikir, merasa, cipta talen dan kreativitas. Ilmu
merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Untuk melakukan
kegiatan ilmiah secara baik perlu sarana berfikir, yang memungkinkan dilakukannya
penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan
alat membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Tujuan
mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan
ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk
mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan untuk bisa memecahkan masalah
sehari-hari.
Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir.
Tersedianya sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara
teratur dan cermat. Penguaaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang
bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan
ilmiah yang baik tidak dapat dilakukan. Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat
yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh.

2
Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana
yang berupa bahasa, matematika dan statistika, agar dalam kegiatan ilmiah tersebut
dapat berjalan dengan baik, teratur dan cermat.
Suriasumantri (2003), “Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang
membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh”. Sarana
ilmiah merupakan suatu alat, dengan alat ini manusia melaksanakan kegiatan ilmiah.
Pada saat manusia melakukan tahapan kegiatan ilmiah diperlukan alat berpikir yang
sesuai dengan tahapan tersebut. Manusia mampu mengembangkan pengetahuannya
karena manusia berpikir mengikuti kerangka berpikir ilmiah dan menggunakan alat-
alat berpikir yang benar. Untuk mendapatkan ilmu diperlukan sarana berpikir ilmiah.
Sarana berpikir diperlukan untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik dan teratur.
Sarana berpikir ilmiah ada empat, yaitu: bahasa, logika, matematika dan statistika.
Sarana berpikir lmiah berupa bahasa sebagai alat komunikasi verbal untuk
menyampaikan jalan pikiran kepada orang lain, logika sebagai alat berpikir agar
sesuai dengan aturan berpikir sehingga dapat diterima kebenarannya oleh orang lain,
matematika berperan dalam pola berpikir deduktif sehingga orang lain lain dapat
mengikuti dan melacak kembali proses berpikir untuk menemukan kebenarannya,
dan statistika berperan dalam pola berpikir induktif untuk mencari kebenaran secara
umum. Manusia sendiri dapat berfikir secara baik, rumit, dan abstrak.
Memungkinkan manusia untuk terus berpikir, meskipun objek yang dipikirkan tidak
berada didekatnya .Akhirnya logika sebagai salah satu sarana berpikir ilmiah harus
selalu digunakan guna menghasilkan sebuah hasil fikir yang baik dan sesuai norma
dan etika.

II. Logika Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah


Logika merupakan kumpulan kaidah-kaidah yang memberi jalan (system)
berpikir tertib dan teratur sehingga kebenarannya dapat diterima oleh orang lain.
Logika akan memberi suatu ukuran (norma) yakni suatu anggapan tentang benar dan
salah terhadap suatu kebenaran. Ukuran kebenarannya adalah logis (Sumarna, 2019).
Definisi lain Logika adalah bidang pengetahuan yang mempelajari tentang asas,
aturan, dan prosedur penalaran yang benar. Dengan istilah lain logika sebagai jalan
atau cara untuk memperoleh pengetahuan yang benar (Susanto, 2011)

3
Dalam bukunya Introduction to Logic, Irving M.Copi mendefinisikan logika
sebagai suatu studi tentang metode metode dan prinsip-prinsip yang digunakan dalam
membedakan penalaran yang tepat dari penalaran yang tidak tepat. Dengan
menekankan pengetahuan tentang metodemetode dan prinsip-prinsip, definisi ini
hendak menggaris bawahi pengertian logika semata-mata sebagai ilmu. Definisi ini
tidak bermaksud mengatakan bahwa seseorang dengan sendirinya mampu bernalar
atau berpikir secara tepat jika ia mempelajari logika. Namun, di lain pihak, harus
diakui bahwa orang yang telah mempelajari logika–jadi sudah memiliki pengetahuan
mengenai metode-metode dan prinsip-prinsip berpikir yang mempunyai
kemungkinan lebih besar untuk berpikir secara tepat ketimbang orang yang sama
sekali tidak pernah berkenalan dengan prinsip-prinsip dasar yang melandasi setiap
kegiatan penalaran. Dengan ini hendak dikatakan bahwa suatu studi yang tepat
tentang logika tidak hanya memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan
mengenai metode-metode dan prinsip-prinsip berpikir tepat, melainkan juga
membuat orang yang bersangkutan mampu berpikir sendiri secara tepat dan
kemudian mampu membedakan penalaran yang tepat dari penalaran yang tidak tepat.
Ini semua menunjukkan bahwa logika tidak hanya merupakan suatu ilmu (science),
tetapi juga suatu seni (art). Dengan kata lain, logika tidak hanya menyangkut soal
pengetahuan, melainkan juga soal kemampuan atau ketrampilan. Kedua aspek ini
berkaitan erat satu sama lain. Pengetahuan mengenai metode-metode dan prinsip-
prinsip berpikir harus dimiliki bila seseorang ingin melatih kemampuannya dalam
berpikir; sebaliknya, seseorang hanya bisa mengembangkan keterampilannya dalam
berpikir bila ia sudah menguasai metode-metode dan prinsip-prinsip berpikir.
Sebagai sarana berpikir ilmiah, logika mengarahkan manusia untuk berpikir
dengan benar sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir yang benar. Dengan logika
manusia dapat berpikir dengan sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Jika ingin melakukan kegiatan berpikir dengan benar maka harus
menggunakan kaidah-kaidah berpikir yang logis. Dengan logika dapat dibedakan
antara proses berpikir yang benar dan proses berpikir yang salah. Menurut Susanto
(2011:146), ada tiga aspek penting dalam memahami logika, agar mempunyai
pengertian tentang penalaran yang merupakan suatu bentuk pemikiran, yaitu
pengertian, proposisi, dan penalaran. Pengertian merupakan tanggapan atau

4
gambaran yang dibentuk oleh akal budi tentang kenyataan yang dipahami, atau
merupakan hasil pengetahuan manusia mengenai realitas. Proposisi atau pernyataan
adalah rangkaian dari pengertian-pengertian yang dibentuk oleh akal budi atau
merupakan pernyataan mengenai hubungan yang terdapat di antara dua buah term.
Penalaran adalah suatu proses berpikir yang menghasilkan pengetahuan. Keberadaan
ketiga aspek tersebut sangat penting dalam memahami logika. Dimulai dari
membentuk gambaran tentang obyek yang dipahami, kemudian merangkainya
menjadi sebuah hubungan antar obyek, dan terakhir melakukan proses berpikir yang
benar untuk menghasilkan pengetahuan. Tiga aspek dalam logika tersebut harus
dipahami secara bersama-sama bagi siapapun yang hendak memahami dan
melakukan kegiatan ilmiah. Tanpa melalui ketiga proses aspek logika tersebut,
manusia akan sulit memperoleh dan menghasilkan kegiatan ilmiah yang benar.
Aristoteles merupakan seorang filsuf yang pertama mengemukakan mengenai
logika. Logika Aristoteles ini, menurut Immanuel Kant, 21 abad kemudian, tidak
mengalami perubahan sedikit pun, baik penambahan maupun pengurangan.
Aristoteles memerkenalkan dua bentuk logika yang sekarang kita kenal dengan
istilah deduksi dan induksi. Logika deduksi, dikenal juga dengan nama silogisme,
adalah menarik kesimpulan dari pernyataan umum atas hal yang khusus. Contoh
terkenal dari silogisme adalah: Semua manusia akan mati (pernyataan umum, premis
mayor); penyataan manusia (pernyataan antara, premis minor); dan pernyataan akan
mati (kesimpulan, konklusi) Logika induksi adalah kebalikan dari deduksi, yaitu
menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang bersifat khusus menuju
pernyataan umum. Contoh: pernyataan adalah manusia, dan ia mati (pernyataan
khusus); Muhammad, Asep, dll adalah manusia, dan semuanya mati (pernyataan
antara); dan Semua manusia akan mati (kesimpulan). Pada akhirnya Logika induktif
adalah cara penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi
kesimpulan yang bersifat umum dan rasional. Logika deduktif adalah cara penarikan
kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum rasional menjadi kasus-kasus yang
bersifat khusus sesuai fakta di lapangan (Sumarna). Kedua jenis logika berpikir
tersebut bukanlah dua kutub yang saling berlawanan dan saling menjatuhkan. Kedua
jenis logika berpikir tersebut merupakan dua buah sarana yang saling melengkapi,
maksudnya suatu ketika logika induktif sangat dibutuhkan dan harus digunakan

5
untuk memecahkan suatu masalah, dan pada saat lain yang tidak dapat menggunakan
logika induktif untuk memecahkan masalah maka dapat digunakan logika deduktif.
Seseorang yang sedang berpikir tidak harus menggunakan kedua jenis logika berpikir
tersebut, tetapi dapat menggunakan satu logika berpikir sesuai dengan kebutuhan
obyek dan kemampuan individunya.
Hasil dari penggunakan sarana berpikir logika bisa menghasilkan suatu
simpulan, simpulan atau kesimpulan ini harus didasari pemikiran yang baik.
Penyimpulan sendiri merupakan suatu aktifitas yang dilakukan manusia yang pikiran
mendapatkan pengertian baru (hal yang belum diketahui) melalui hal yang sudah
diketahui. Aktivitas pemikiran yang dilakukan manusia pada dasarnya bukan hanya
bertumpu pada akal, tetapi seluruh kemanusiaan kita, seperti dorongan-dorongan dari
dalam, yaitu cinta, perasaan, suka, tidak suka, sentiment pribadi dan sebagainya,
seringkali mempengaruhi jalan pikiran seseorang, baik dalam arti yang baik maupun
yang tidak baik. Oleh karenanya kita harus selalu kritis terhadap hal-hal yang
mewarnai jalan pikiran atau isi pikiran. Bagaimana sebenarnya proses pemikiran itu
terjadi? proses pemikiran manusia boleh dikatakan sebagai suatu pergerakan mental
dari suatu hal yang diketahui menuju ke hal yang belum diketahui, dari proposisi
yang satu ke proposisi yang lainnya.

III. Hubungan Logika sebagai sarana berpikir ilmiah dengan ilmu kedokteran gigi
Pada akhirnya penggunaan logika sebagai sarana berpikir ilmiah akan
menghasilkan penarikan kesimpulan yang tepat dalam suatu proses keilmuan,
pemikiran, maupun penelitian. Premis Mayor yang benar, Premis minor yang benar,
dan kesimpulan absah yang akan menghasilkan ketepatan daari penarikan
kesimpulan. Hal ini sangat penting dan bermanfaat, utamanya berkaitan dengan ilmu
kedokteran gigi.
Sebuah ilmu dalam bidang kedokteran dan khususnya kedokteran gigi harus
didasari suatu logika yang baik dalam prosesnya, mengingat akan
diimplementasikannya ilmu tersebut kepada seseorang manusia, baik individu
maupun suatu kelompok masyarakat. Keilmuan baru maupun lama dalam kedokteran
gigi salah satunya dapat diambil melalui sebuah penelitian, penelitian yang baik dan
menggunakan logika sebagai sarana berfikir akan menghasilkan suatu bukti bahwa

6
hasil penelitian tersebut bermaanfaat bagi masyarakat. Hasil dari penelitian tersebut
dapat berupa sebuah obat, alat , maupun metode pengobatan yang baik dan didasari
logika juga telah teruji sebelum pengaplikasiannya kepada masyarakat. Hal ini pada
era sekarang dapat disebut dengan Evidence Based Medicine atau Evidence Based
Dentistry pada cabang kedokteran gigi. Evidence Based Dentistry merupakan salah
satu metode pemecahan kasus berdasarkan hasil panelitian termutakhir teraktual
yang digunakan oleh seorang dokter dalam memberikan pelayanan kepada
pasiennya.

IV. Evidence Based Dentistry


1. Pengertian
Kedokteran gigi berbasis bukti (EBD) sendiri adalah sebuah pendekatan
untuk perawatan kesehatan mulut yang terintegrasi, memiliki penilaian sistematis
akan bukti ilmiah klinis (uji klinis) yang relevan, yang berkaitan dengan kondisi
oral pasien, catatan dan kondisi medisnya, dengan keahlian klinis dokter gigi dan
kebutuhan pasien dalam perawatan dan preferensinya (The American Dental
Association / ADA). Suatu system untuk menyaring semua data dan informasi
dalam bidang kesehatan gigi dan mulut. Pendekatan dalam praktek klinik dokter
gigi untuk kepentingan dan kekuatan suatu bukti, serta pemanfaatan bukti
mutakhir penelitian yang sahih dalam pengobatan pasien
Evidence Based Dentistry juga dapat diartikan sebagai suatu pendekatan
pada pelayanan kesehatan oral, yang memperlukan integrasi penilaian dari
sistematik dari bukti ilmiah (scientific evidence) klinis yang relevan, berkaitan
dengan keadaan dan riwayat oral dan medic pasien, disertai dengan keahlian klinis
dokter gigi dan kebutuhan akan perawatan pasien
EBD atau kedokteran gigi berbasis bukti mengintegrasikan keahlian klinis
dokter gigi, kebutuhan pasien dan preferensi, dan hal terkini mengenai bukti klinis
yang relevan. Ketiganya merupakan bagian dari proses pengambilan keputusan
untuk perawatan pasien.

7
Berikut merupakan 3 elemen integrasi Evidennce Based Dentistry
a. Bukti Penelitian / Research evidence
Penelitian klinis yang memiliki validitas tinggi, akurat, memiliki presisi
sempit ( tak punya bias yang besar / standar deviasi ) serta aman, baik bagi
diagnostik, terapi dan prognosis.
b. Keahlian Klinik / Clinical expertise
Kemampuan menggunakan keterampilan dan pengalaman secara cepat dan
tepat untuk mengidentifikasi, mendiagnosis keadaan dan resiko pasien serta
harapan pasien
c. Nilai Pasien / Patient values
Kesatuan dari kecenderungan perhatian dan pengharapan setiap pasien pada
suatu keadaan klinis tertentu → harapan ingin sembuh

2. Tujuan
Tujuan dari diperlukannya Evidence Based Dentistry sebagai pedoman ilmu
kedokteran gigi ada beberapa, diantaranya adalah sebagai berikut
a. Mensintesis bukti terbaik dan memberikan dasar untuk pedoman praktek
klinis.
b. Membantu pengambilan keputusan klinik untuk kepentingan pencegahan
diagnosis terapeutik maupun rehabilitasi yang disasarkan pada bukti ilmiah
terkini yang terpecaya dan dapat dipertanggungjawabkan.
c. Untuk menemukan diagnosis yang pasti.
d. Untuk menemukan apa terapi terbaru.

8
e. Untuk mensurvey suatu cangkupan yang luas tentang jurnal medis yang
menerapkan ukuran tegas untuk mutu dan kebenaran riset dalam
mengembangkan kemampuan berfikir kritis.
f. Untuk merencanakan pemeriksaan.
g. Memungkinkan adanya bukti penelitian yang berkualitas tinggi, lebih relevan
dan berorientasi ke klinis yang akan meningkatkan kualitas perawatan pada
pasien dan sebagai hasilnya diperoleh peningkatan reputasi profesi.
h. Agar dokter gigi dapat update dalam mediagnosis suatu penyakit.

3. Manfaat
Pada akhirnya penerapan Evidence Based Dentistry akan menghasilkan
banyak manfaat bagi dokter dan pasien diantaranya adalah:
a. Meningkatkan kualitas pelayanan dokter gigi.
b. Untuk memperoleh informasi yang mutakhir dalam mengobati pasien.
c. Membantu dokter gigi untuk menjelaskan suatu hal kepada pasien sesuai
dengan data yang sistematis dan mutakhir.
d. Mempermudah mendiagnosis pasien.
e. Terhindar dari kesalahan diagnosis.
f. Mengembangkan cara pengobatan penyakit gigi dan mulut.
g. Meningkatkan derajat kesehatan dan perawatan.
h. Membantu penemuan terbaru penyebab penyakit gigi dan mulut.
i. Manfaat Evidence Based Dentistry menghasilkan bukti yang terbaik dan
mutakhir.
j. Memperbaiki derajat kesehatan dan perawatan pasien.
k. Membantu dokter gigi untuk tetap up to date.
l. Mengikuti perkembangan mengenai penyakit gigi dan mulut.
m. Membantu dokter gigi untuk menentukan diagnosa yang tepat dalam hal
metoda pencegahan pengobatan, perawatan terbaru sehingga terhindar dari
kesalahan diagnose dan mal praktik.

9
4. Langkah-Langkah pada EBD
Proses EBD adalah pendekatan terstruktur untuk mengidentifikasi dan
menggunakan informasi terbaik yang relevan dengan masalah klinis tertentu.

Identify the clinical problem

Formulate clear question(s); clarify the relevant outcomes(s) Search for evidence

Ignore Irrelevant information Interpret the relevant evidence

Decide on the appropriate action based on best evidence available


a. Identifikasi dan Formulasi Masalah / Menentukan Pertanyaan Identifikasi dan
formulasi masalah dengan pertanyaan :
1) Focus question : pertanyaan terarah.
2) Relevance question : pertanyaan sesuai dengan masalah pasien seperti
aspek etiologi, diagnosis, terapi dan prognosis
3) Searchable question : pertanyaan yang dapat ditelusuri
Pertanyaan yang perlu dipertimbangkan ketika merumuskan pertanyaan
adalah :
1) Apakah tujuannya masuk akal?
2) Apakah sesuai untuk perawatanpasien?
3) Apakah akan berdampak pada praktek Anda?
Hal ini akan membantu untuk fokus tidak hanya pada pencarian literatur
tetapi juga pada interpretasi dari informasi yang ditemukan.
b. Mencari Informasi / Mencari Bukti
Melakukan pencarian komprehensif untuk penelitian yang relevan dan
terbaru. Artikel yang dipublikasikan dalam jurnal medis kini dapat dengan

10
mudah kita askes secara online, menggunakan database elektronik seperti
Medline (mencakup lebih dari 3.900 jurnal kedokteran yg terbit di USA dan
70 negara), Pubmed (salah satu website bid. Kesehatan yg sebagian besar
artikelnya dapat diakses gratis), EMBASE (mencakup literatur bidang
kedokteran dari 110 negara) dan lain-lain. Bukti yang ditemukan dalam
literatur tersebut berasal dari berbagai jenis studi, dengan menggunakan
metodologi yang berbeda, yaitu :
1) Penelitian Lapangan
 Study Cross-Sectional Study (Potong Lintang)Pengamatan dari
sebuah populasi tertentu pada satu titik waktu atau dalam interval
waktu tertentu. Exposure dan hasil yang ditentukan secara bersamaan.
 Cohort Study Sebuah studi klinis bahwa dengan perbandingan
dua kelompok yang memiliki pengalaman yang sama.
 Case-Control Study Sebuah studi klinis yang melibatkan
mengidentifikasi subyek dengan kondisi klinis (kasus) dan subyek
bebas dari kondisi (kontrol), dan menyelidiki jika dua kelompok yang
memiliki eksposur yang sama atau berbeda dengan indikator risiko
atau faktor yang berhubungan dengan penyakit .
2) Penelitian Uji Klinis
Pemberian atau pemakaian obat pada pasien (99%) c. Review
 Review sistematis
Sebuah review yang mengidentifikasi dan mengevaluasi semua bukti
dengan menjawab pertanyaan yang difokuskan secara sempit pada
keadaan klinis tertentu.
 Review naratif
c. Kajian Kritis Terhadap Bukti / Interpretasi Pembuktian Melakukan kajian
kritis terhadap bukti harus memperhatikan :
1) Desain metodologi : cara melakukan randomisasi untuk menentukan
tingkat validitas artikel
2) Menentukan besar sampel
3) Menilai hasil untuk menentukan artikel/jurnal ini penting atau tidak

11
Tiga aspek mendasar yang harus dipertimbangkan pada waktu membuat
interpretasi pembuktian:
1) Besarnya efek dari perawatan.
2) Apakah hasil penelitian adalah efek yang sebenarnya atau hanya
kebetulan.
3) Apakah hasilnya akan sama apabila dilakukan pada sample yang berbeda.
d. Menerapkan Hasil Kajian Kritis Kepada Pasien dan Evaluasi / Act on
Evidence
Informasi yang telah kita peroleh perlu dipertimbangkan secara komprehensif
dalam hubungan pernyataan dan praktiknya.

V. Kesimpulan
Pada Implementasinya seorang pasien berhak untuk mendapatkan suatu
perawatan medis yang baik, tepat dan logis untuk dirinya. Dengan Evidence Based
Dentistry suatu perawatan terbaik bagi pasien dapat ditentukan. Metode perawatan
baru maupun metode perawatan yang paling tepat dapat ditemukan dengan
mengambil referensi dari berbagai penelitian maupun keilmuan. Penentuan ini
membutuhkan logika sebagai sarana berfikir ilmiah sebagai dasar agar tercapai
perawatan yang baik untuk pasien. Pada akhirnya evidence based medicine
membutuhkan logika sebagai sarana berfikir ilmiah agar tercapai suatu perawatan
yang baik bagi pasien.

12
VI. Daftar Pustaka
1. Suriasumantri, Jujun S. 2000. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan
2. Sumarna, Cecep. 2019. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Bandung: CV. Remaja
Rosdakarya
3. Ahmad Susanto. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana
Prenada. Media Group
4. Copi, Irving M.2008. Introduction to Logic. New York : McMillan
5. Hackshaw, Allan. Elizabeth Paul dan Elizabeth Davenport. 2006. Evidence-
Based Dentistry An Introduction. UK: Blackwell Munksgaard
6. Hiremath, SS. 2007. Textbook of Preventive and Community Dentistry.
Bangalore : Elsevier.

13

Anda mungkin juga menyukai