Anda di halaman 1dari 14

SARANA BERFIKIR ILMIAH (LOGIKA, STATISTIKA, BAHASA, DEDUKTIF,

DAN INDUKTIF)
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah : “Filsafat Ilmu”
Dosen Pengampu Dr. Mat Jalil

Disusun Oleh :

(Kelompok 2)

1. TRI FAUZIA RAHMA (2203011101)


2. VANI RAHMAWATI (2203010075)
3. MERDIYANTO (2203011066)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
IAIN METRO
2023
KATA PENGANTAR

Assalamua’laikum Warhmatullahi Wabarakatuh.


Alhamdulillahirrabil ‘alamin segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah
SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Sarana Berfikir Ilmiah (Logika, Statistika, Bahasa, Deduktif, Dan
Induktif) dengan tepat waktu. Makalah Sarana Berfikir Ilmiah (Logika, Statistika, Bahasa,
Deduktif, Dan Induktif) merupakan salah satu tugas mata kuliah Filsafat Ilmu yang diberikan
oleh Dosen Pengampu Dr. Mat Jalil
Makalah ini kami susun berdasarkan data-data yang kami peroleh dari berbagai sumber
buku dan jurnal. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk memperbaiki
makalah ini menjadi lebih baik.
Demikian yang dapat kami sampaikan atas perhatiannya diucapkan terimakasih.
Semoga makalah ini bermanfaat dan menjadi literatur diskusi pembelajaran bagi kita semua.
Wassalamua’laikum Warhmatullahi Wabarakatuh.

Metro, 28 Februari 2023

Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aktivitas berpikir dilakukan dalam kegiatan ilmiah dalam kehidupan sehari-
hari manusia. Berpikir ialah upaya manusia dalam memecahkan suatu permasalahan.
Melalui berfikir manusia dapat meminimalisir masalah yang akan terjadi dimasa
depan karena telah dipertimbangkan sebab dan akibatnya. Berpikir ialah karakteristik
utama manusia, yang membedakannya dari makhluk lain. Dengan keahlian berpikir,
manusia bisa mengganti kondisi alam lingkungannya sepanjang akal bisa
memikirkannya.
Berpikir ialah proses bekerjanya akal manusia. Manusia bisa berpikir sebab
manusia memiliki akal. Berpikir ialah kegiatan ataupun aktivitas manusia, yang
berkaitan dengan akal budi, yang memunculkan penemuan- penemuan terencana
kepada sesuatu tujuan. Sarana berfikir ilmiah pada dasarnya merupakan aktivitas
ilmiah untuk menekuni ilmu pengetahuan dimana seseorang melakukan penelaahan
berdasarkan ilmiah secara baik.1
Berpikir bisa dibedakan jadi 2, ialah: berpikir alamiah dan berpikir ilmiah.
Berpikir alamiah merupakan penalaran yang bersumber pada kerutinan tiap hari yang
dipengaruhi alam sekelilingnya, sebaliknya berpikir ilmiah adalah penalaran yang
bersumber pada sasaran tertentu secara tertib, teliti, berdasakan fakta yang perlu
melewati langkah-langkah tertentu. Langkah-langkah yang wajib ditempuh adalah
metode ilmiah seperti perumusan permasalahan, pengajuan hipotesis, pengkajian
literatur, menguji hipotesis serta menarik kesimpulan yang berdasarkan dengan
logika, statistika, bahasa, induktif dan deduktif, jika metode ini telah terlewati dengan
benar maka ilmu pengetahuan dapat membongkar permasalahan setiap hari.
Dalam makalah ini akan dibahas secara rinci mengenai sarana berfikir seorang
filsuf dalam menekuni ilmu pengetahuan secara ilmiah.

1
Yoshepus Sudiantara, Filsafat Ilmu Induksi (Semarang: 2020), hlm 35.
A. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian sarana berfikir ilmiah ?
2. Apa pengertian, perkembangan, dan hubungan logika dengan filsafat ?
3. Apa pengertian, fungsi, dan hubungan bahasa dengan filsafat?
4. Apa pengertian dan peranan statistika dengan filsafat ?
5. Apa pengertian, dan hubungan berfikir deduktif dengan filsafat ?
6. Apa pengertian, dan hubungan berfikir induktif dengan filsafat ?

B. Tujuan
1. Untuk memahami pengertian sarana berfikir ilmiah.
2. Untuk memahami pengertian, perkembangan, dan hubungan logika dengan filsafat
Dapat memahami perkembangan lembaga keuangan di Indonesia dan dunia
3. Untuk memahami pengertian, fungsi, dan hubungan bahasa dengan filsafat
4. Untuk memahami pengertian dan peranan statistika dengan filsafat
5. Untuk memahami pengertian, dan hubungan berfikir deduktif dengan filsafat
6. Untuk memahami pengertian, dan hubungan berfikir induktif dengan filsafat
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sarana Berfikir Ilmiah


Sarana merupakan alat yang membantu kita dalam mencapai suatu tujuan
tertentu, sedangkan sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi metode ilmiah dalam
melakukan fungsinya secara baik, dengan demikian fungsi sarana ilmiah adalah
membantu proses metode ilmiah, bukan merupakan ilmu itu sendiri. 2 Berfikir menurut
Salam merupakan sesuatu kegiatan guna menciptakan pengetahuan yang benar
ataupun kebenaran. Berfikir pula dapat dimaksud selaku proses yang dilakukan guna
memastikan langkah yang hendak ditempuh. Ilmiah merupakan ilmu. Jadi berfikir
ilmiah merupakan proses ataupun kegiatan manusia guna menciptakan ataupun
memperoleh ilmu yang bercirikan dengan terdapatnya sebab- akibat, analisis serta
sintesis.3
Dalam proses riset atau penelitian wajib memperhatikan 2 perihal, pertama
sarana berpikir ilmiah bukan merupakan kumpulan ilmu, namun ialah kumpulan
pengetahuan yang didapatkan bersumber pada tata cara ilmiah. Kedua tujuan
menekuni sarana berpikir ilmiah merupakan guna memungkinkan menelaah ilmu
secara ilmiah. Dari uraian tersebut sehingga dapat disimpulkan bahwa sarana berpikir
ilmiah merupakan alat berpikir dalam menunjang metode ilmiah sehingga
memungkinkan riset bisa dilakukan secara baik dan benar.
Sarana berpikir ilmiah ialah alat yang membantu aktivitas ilmiah dalam
berbagai Langkah yaitu berupa logika, bahasa ilmiah, dan statistika serta berfikir
deduktif maupun berfikir induktif. Logika adalah sarana untuk berpikir sistematis,
valid dan dapat dipertanggung jawabkan. Bahasa ilmiah merupakan alat berpikir dan
alat komunikasi untuk menyampaikan komunikasi kepada orang lain dan alat
mengembangkan ilmu dan proses berpikir ilmiah. statistika merupakan campuran
bilangan aljabar yang dapat menarik kesimpulan secara universal. Statistika sanggup
memberikan kemampuan hubungan 2 aspek kebetulan ataupun tidak dalam empiris. 4
Logika induktif adalah metode penarikan kesimpulan dari kasus-kasus personal nyata

2
Amsal. Bachtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta, 2011).
3
Burhanudin. Salam, Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan (Jakarta, 1997).
4
Sunarto, Filsafat Ilmu (Yogyakarta, 2017), hlm 14.
menjadi kesimpulan yang bersifat umum dan rasional. Logika deduktif adalah metode
penarikan kesimpulan dari perihal yang bersifat umum rasional menjadi kasus-kasus
yang bersifat khusus sesuai fakta di lapangan.5
Adapun sarana berfikir ilmiah adalah logika, bahasa, statistika, berfikir
deduktif dan induktif, kelima sarana berfikir ilmiah ini sangat berperan dalam
pembentukan ilmu yang baru. Penjelasan lebih lanjut dujelaskan dibawah ini.

B. Logika
1. Pengertian Logika
Kata logika berasal dari kata logos dalam bahasa Yunani yang berarti kata atau
pemikiran yang benar. Dalam bahasa Arab ada ilmu manthiq yang berarti ilmu
bertutur benar. Dalam kamus Filsafat, logika (Inggris: logic, Latin: logica, Yunani:
logike atau logikos) adalah ucapan yang dapat dimengerti atau akal budi yang
berfungsi baik, teratur, sistematis, dapat dimengerti. 6 Logika adalah cara berpikir yang
rasional, definisi ini dirujuk oleh Kamus Besar bahasa Indonesia Logika disebut juga
penalaran. Menurut Salman (1997) Penalaran adalah proses menemukan kebenaran,
dan memiliki semua jenis penalaran kriteria penulisan yang sesuai. Logika adalah cara
berpikir atau penalaran kesimpulan yang benar. Aristoteles (384-322 SM) adalah
seorang ahli logika
Pertama. Logika Aristoteles, menurut Immanuel Kant 21 abad kemudian, tidak
demikian telah mengalami perubahan sekecil apapun, baik penjumlahan maupun
pengurangan.7
2. Perkembangan Logika
Logika sendiri tidak semata-mata lahir sebagai sebuah cara berfikir dalam
memandang hidup yang tersusun rapi, namun sejatinya ia mengalami proses dan
berkembang menjadi sebuah landasan pengembangan ilmu. Muncul logika sebagai
suatu cara berfikir, tidak bisa begitu saja terlepas dari pengaruh pemikiran silogisme
Aristoteles. Walaupun konon cara berfikir seperti ini sudah ada dua abad sebelum
zaman Aristoteles, sehingga ia hanyalah berperan dalam mendeskripsikan pola cara
berfikir tersebut, namun bukan sebagai pencetus awal pandangan tersebut.8
5
Muhammad Rijal and Idrus Sere, “Sarana Berfikir Ilmiah,” Biosel: Biology Science and Education 6, no. 2
(2017): 176, https://doi.org/10.33477/bs.v6i2.170.
6
Sudiantara, Filsafat Ilmu Induksi (Semarang: 2020), hlm 44.
7
Rijal and Sere, “Sarana Berfikir Ilmiah.”, hlm 185.
8
Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu, Kajian atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan
(Yogyakarta: Belukar, 2008), hlm 207.
Kemudian berkembang menjadi landasan pengembangan ilmu, hal ini tampak
jelas pada masa penerjemahan ilmu-ilmu Yunani kedalam dunia Arab. Pada abad
kedua hiriah, logika merupakan salah satu bagian ilmu pengetahuan yang sangat
menggoda minat kaum muslim.9 Pada awal perkembangan ilmu ini terjadi gejolak
perbedaan pendapat tentang mempelajarinya. Ada yang menentangnya seperti Imam
Nawawi, adapula yang mendukungnya seperti Imam al-Ghazali. Namun mayoritas
ulama’ menganjurkannya bagi mereka yang memiliki kemampuan yang mumpuni
untuk memperlajari ilmu ini.10 Perkembangan selanjutnya dalam rentang waktu abad
13 sampai abad 15, sebut saja Roger Bacon, Petrus Hispanus, mereka mencoba
menampilkan suatu logika pembacaan yang berbeda dengan apa yang ditawarkan oleh
pendahulu mereka, yaitu Arsitoteles. Logika tersebut dikenal dengan sebutan Ars
Magna. Ia adalah semacam aljabar pengertian dengan maksud membuktikan
kebenaran tertinggi.11 Puncak dari perkembangan logika ini berakhir sebagai suatu
cara pandang terhadap dunia (worldview).
3. Hubungan Logika dengan Filsafat
Ilmu sering diartikan sebagai suatu alat untuk mengetahui segala hal yang
belum diketahui, baik ia bersifar riil, ataupun abstrak, dengan keyakinan yang
berdasar, entah ia sesuai dengan kenyataan ataupun tidak. 12 Adapun logika sering
diartikan sebagai suatu cara bernalar secara sistematis, atau tepatnya cara untuk
mencari jalan, guna tercapainya ilmu yang benar. Karena kedua hal tersebut tidaklah
mungkin dapat dispisahkan, karena keduanya saling melengkapi satu sama lainnya.
Jadi logika, ialah jalan untuk mencapai pengetahuan yang benar, dan ilmu yang benar
membutuhkan logika.
Dalam perkembangannya filsafat sering dikatakan sebagai kakak kandung
dari logika, maka dari itu ia harus lebih “pintar” dari logika itu sendiri. Hal ini
dikarenakan bahwa inti dari filsafat adalah membentuk sebuah pola pikir, bukan
sekedar mengisi kepada dengan fakta-fakta. Maka dari itu, berfilsafat berarti
menyusun dan mempertanyakan keyakinan-keyakinan seseorang dengan
menggunakan argumentasi rasional.13 Filsafat merupakan penyempurnaan dari logika,

9
Mundiri, Logika, hlm 2-3.
10
A. Hanafi, Pengantar Filsafat Ilmu (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hlm 33-35.
11
Mundiri, Logika, hlm 3-4.
12
Zainal Abidin Bagir, Integrasi Ilmu dan Agama: Interpretasi dan Aksi (Mizan Pustaka, 2005), hlm 113.
13
Mark B. Woodhouse, Berfilsafat: Sebuah Langkah Awal (Yogyakarta: Kanisius, 2000), hlm 55.
lantas perlu diketahui beberapa faktor minus dari logika yang dilengkapi, atau
ditambal oleh filsafat, di antaranya adalah beberapa pandangan berikut:
a) Logika sebagai “Instrumentalisme.”
Logika di sini dianggap sebagai sebuah sarana atau instrument, 14 sehingga ia
dianggap hanya akan menciptakan hal yang sebenarnya. Karena apabila manusia
menitik pusatkan alam, maka ia akan memberikan kepastian yang jalas, dan dalam
cakupan yang lebih luas.
b) Logika sebagai “Formalisme.”
Anggapan bahwa dengan mengikuti hukum-hukum pikir maka seseorang
dapat mencapai sebuah kebenaran. Sehingga kontradiksi antara suatu komitmen
pada aturan-aturan secara mekanis dapat diterapkan sebagai suatu bentuk
penyelesaian perselisihan yang tepat.15
c) Logika sebagai “Universalisme.”
Keyakinan yang mengatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari
pekerjaan logika bisa mencapai derajat kebenaran universal (kehidupan universal).
Namun walaupun logika bersifat universal namun ia mengandung implikasi parsial
yang kesemuanya akan mengantarkan kepada adanya keterbatasan manusia.16
d) Logika sebagai “Saintisme”
Suatu anggapan yang mengatakan bahwa suatu pengetahuan yang ada pada
derajat keilmiahan tertinggi adalah sains. Peran filsafat adalah memeriksa prinsip-
prinsip yang digunakan oleh para pemikir dalam mengolah data, analisis, dan
pengambilan kesimpulan teoritis dari sebuah penelitian.17

C. Bahasa
1. Pengertian
Kata bahasa berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu bhasa. Bahasa
menjadi alat agar majusia dapat saling berinteraksi, dalam arti alat untuk
menyampaikan pikiran, gagasan,, konsep atau perasaan kepada orang lain
sebagai lawan bicaranya. Dalam arti tertentu bahasa merupakan sebuah sistem
lambang, yang berupa bunyi yang bersifat aribtrer, produktif, dinamis,

14
M. Sastrapratedja, Etika dan Hukum: Relevansi Teori Hkm Kodrat Th. Aquinas (Yogyakarta: Kanisius, 2002),
hlm 13.
15
Richard A. Epstein, Skeptisisme dan Kebebasan (T.t.: Yayasan Obor Indonesia, t.th.), hlm 45.
16
Muhammad Muhyidin, Berani Hidup Siap Mati (Mizan Publika), hlm 67.
17
Reza AA Wattimena, Filsafat & Sains (Sebuah Pengantar) (T.t.: Grasindor, t.th.), hlm 96.
beragam dan tentu saja manusiawi.18 Bahasa merupakan alat komunikasi
verbal yang dipakai dalam proses berpikir ilmiah. Bahasa sebagai kemampuan
manusia menggunakan perilaku linguistik, untuk menghasilkan penyebutan-
penyebutan tertentu. Bahasa bersifat universal bagi semua manusia. Bahasa
adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk melakukan komunikasi
dengan sesama manusia dengan menggunakan tanda, seperti kata-kata dan
gerakan. Dalam kehidupan sehari-hari bahasa tersebut dilafalkan secara
operasional melalui bahasa tertentu sesuai dengan tempat dan lingkungannya.
2. Hubungan Bahasa dengan Filsafat
Hubungan fungsional antara filsafat dan bahasa, meurut Asep Ahmad
Hidayat,yaitu:
1. Filsafat dalam arti analisis merupakan salah satu metode yang digunakan
para filosuf dan ahli filafat dalam memecahkan, seperti apa hakekat bahasa
itu, atau pernyataan dan ungkapan bahasa yang bagaimana yang dapa t
dikategorikan ungkapan bahasa bermakna dan tidak bermakna.
2. Filsafat, dalam pandangan atau aliran tertentu terhadap suatu aliran tertentu
terhadap suatu realitasmisalnya filsafat idelism, rasionalismme, realism,
filsafat analitif strukuturalisme, postmodernisme,dan lain sebagainya, akan
mewarnai pula para pandangan para ahli bahasa dalam mengembangan
teori-teorinya. Aliran filsafat tertentu akan mempengaruhi dan memberikan
bentukdan ccorak tertentu tehadap tori-teori kebahasaan yang telah
dikembangkan para ahli ilmu bahasa atasdasaraliran filsafat tersebut.
3. Filsafat,juga berfungsi memberi arah agar teori kebahasaan yang telah
dikembangkan paraahli ilmu bahasa, yangberdasarkan dan menuut
padangan dan aliran filsafat tertetu,memilii relevansi dan realitas kehidupan
umat manusia.19
4. Fungsi Bahasa ditinjau dari Segi Filsafat
Menurut Halliday sebagaimana yang dikutip oleh Thaimah bahwa
fungsi bahasa adalah sebagai berikut:20
a) Fungsi Instrumental: penggunaan bahasa untuk mencapai suatu hal yang
bersifat materi seperti makan, minum, dan sebagainya

18
Sudiantara, Filsafat Ilmu, Induksi, hlm 42.
19
Edi Sumanto, “Hubungan Filsafat Dengan Bahasa,” El-Afkar 6, no. 1 (2017): hlm 26.
20
Rijal and Sere, “Sarana Berfikir Ilmiah.”, hlm 6.
b) Fungsi Regulatoris: penggunaan bahasa untuk memerintah dan perbaikan
tingkah laku
c) Fungsi Interaksional: penggunaan bahasa untuk saling mencurahkan
perasaan pemikiran antara seseorang dan orang lain
d) Fungsi Personal: seseorang menggunakan bahasa untuk mencurahkan
perasaan dan pikiran
e) Fungsi Heuristik: penggunaan bahasa untuk mengungkap tabir fenomena
dan keinginan untuk mempelajarinya
f) Fungsi Imajinatif: penggunaan bahasa untuk mengungkapkan imajinasi
seseorang dan gambaran-gambaran tentang discovery seseorang dan tidak
sesuai dengan realita (dunia nyata)
g) Fungsi Representasional: penggunaan bahasa untuk menggambarkan
pemikiran dan wawasan serta menyampaikannya pada orang.
D. Statistika
1. Pengertian
Secara etimologi, kata statistik berasal dari kata status (bahasa latin)
yang mempunyai persamaan arti dengan state (bahasa Inggris) yang dalam
bahasa Indonesia diterjemahkan dengan negara. Pada mulanya kata statistik
diartikan sebagai “kumpulan bahan keterangan (data), baik yang berwujud
angka (data kuantitatif) maupun yang tidak berwujud angka (data kualitatif),
yang mempunyai arti penting dan kegunaan bagi suatu negara”. Namun pada
perkembangan selanjutnya, arti kata statistik hanya dibatasi dengan kumpulan
bahan keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif saja)21
Sudjana mengatakan ststistik adalah pengetahuan yang berhubungan
dengan cara-cara pengumpulan data, pengolahan penganalisisannya, dan
penerikan kesimpulan berdasarkan kumpulan data dan peanganalisisan yang
dilakukan. Kemudian J.Supranto memberikan pengertian ststistik dalam dua
arti. Pertama statistik dalam arti sempit adalah data ringkasan yang berbentuk
angka (kuantitatif). Kedua statistik dalam arti luas adalah ilmu yang
mempelajari cara pengumpulan, penyajian dan analisis data, serta cara
pengambilan kesimpulan secara umum berdasarkan hasil penelitian yang
menyeluruh. Secara lebih jelas pengertian statistik adalah ilmu yang
mempelajari tentang seluk beluk data, yaitu tentang pengumpulan,
21
Sueadi, Pengantar Ilmu Filsafat (Bogor, 2016), hlm 74.
pengolahan, penganalisisan, penafsiran, dan penarikan kesimpulan dari data
yang berbentuk angka-angka22

BAB III

22
Rijal and Sere, “Sarana Berfikir Ilmiah.”, hlm 8.
PENUTUP

A. Simpulan

Sarana berfikir ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan
ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh guna menunjang metode ilmiah
sehingga memungkinkan riset bisa dilakukan secara baik dan benar. Untuk dapat
melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa
logika, bahasa, statistika, berfikir deduktif dan induktif, agar dalam kegiatan ilmiah
tersebut dapat berjalan dengan baik, teratur dan cermat. Kelima aspek tersebut saling
berhubungan erat apabila dalam penelitian memenuhi semua aspek tersebut maka
akan tercipta hasil yang baik.

DAFTAR PUSTAKA
A. Hanafi, Pengantar Filsafat Ilmu (Jakarta: Bulan Bintang, 1976).

Amsal. Bachtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta, 2011).

Bachtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta, 2011.

Burhanudin. Salam, Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan (Jakarta, 1997).

Edi Sumanto, “Hubungan Filsafat Dengan Bahasa,” El-Afkar 6, no. 1 (2017)

Mark B. Woodhouse, Berfilsafat: Sebuah Langkah Awal (Yogyakarta: Kanisius, 2000).

Muhammad Muhyidin, Berani Hidup Siap Mati (Mizan Publika).

Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu, Kajian atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka
Teori Ilmu Pengetahuan (Yogyakarta: Belukar, 2008).

Muhammad Rijal and Idrus Sere, “Sarana Berfikir Ilmiah,” Biosel: Biology Science and
Education 6, no. 2 (2017): 176, https://doi.org/10.33477/bs.v6i2.170.

M. Sastrapratedja, Etika dan Hukum: Relevansi Teori Hkm Kodrat Th. Aquinas (Yogyakarta:
Kanisius, 2002).

Reza AA Wattimena, Filsafat & Sains (Sebuah Pengantar) (T.t.: Grasindor, t.th.)

Richard A. Epstein, Skeptisisme dan Kebebasan (T.t.: Yayasan Obor Indonesia, t.th.).

Rijal and Sere, “Sarana Berfikir Ilmiah.”.

Salam, Burhanudin. Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta, 1997.

Sudiantara, Yoshepus. Filsafat Ilmu, Induksi, 2020.

Sueadi. Pengantar Ilmu Filsafat. Bogor, 2016.

Sumanto, Edi. “Hubungan Filsafat Dengan Bahasa.” El-Afkar 6, no. 1 (2017).

Sunarto. Filsafat Ilmu. Yogyakarta, 2017.

Zainal Abidin Bagir, Integrasi Ilmu dan Agama: Interpretasi dan Aksi (Mizan Pustaka,
2005).

Anda mungkin juga menyukai