Anda di halaman 1dari 20

SARANA BERPIKIR ILMIAH

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Filsafat Ilmu
yang Dibina Oleh Prof. Drs. Subandi, M.Si dan Dr. Aman Santoso, M.si

oleh:
Isnaini Yunitasari (170331863533)
Nursida Djaen (170331863531)
Kelompok 5 Offering B 2017

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
2017
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Manusia mempunyai akal yang membedakannya dengan makhluk lainnya,
seperti hewan dan tumbuhan. Akal yang dimilikinya membuat manusia
mempunyai kemampuan untuk mencapai tujuan hidup dalam kehidupannya.
Manusia juga mampu membuat peralatan- peralatan yang dapat meringankan
pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemampuan manusia membuat
peralatan bukanlah hal yang dapat dilakukan dengan begitu saja, tetapi telah
melalui proses pengalaman. Pengalaman-pengalaman yang telah dilalui menjadi
dasar bagi pembentukan pengetahuan, dengan pengetahuan yang telah dimiliki
inilah manusia dapat membuat peralatan-peralatan tersebut.
Pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman menyebabkan manusia
terus mengembangkan pengetahuannya. Untuk mengembangkan pengetahuannya
tersebut dibutuhkan juga sarana. Sarana yang baik memungkinkan manusia akan
memperoleh pengetahuan baru melalui aktivitas berpikir yang benar. Berpikir
ilmiah dan melakukan kegiatan-kegiatan ilmiah, bertujuan
memperoleh pengetahuan yang benar atau pengetahuan ilmiah. Untuk mencapai
tujuan tersebut, manusia jelas memerlukan sarana atau alat berpikir ilmiah.
Sarana ini bersifat pasti, sehingga aktivitas atau kegiatan ilmiah tidak akan
maksimal tanpa sarana berpikir ilmiah tersebut. Penguasaan sarana ilmiah sangat
penting bagi ilmuwan agar dapat melaksanakan kegiatan ilmiah dengan baik.
Sarana berpikir ilmiah membantu manusia menggunakan akalnya untuk berpikir
dengan benar dan menemukan ilmu yang benar.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini antara lain.
1. Bagaimana pengertian sarana berbipikr ilmiah?
2. Bagaimana tujuan dan fungsi sarana berpikir ilmiah?
3. Bagaimana pengertian, fungsi dan tujuan bahasa?
4. Bagaimana peranan bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah?
5. Bagaimana peranan matematika sebagai sarana berpikir ilmiah?
6. Bagaimana peranan statistika sebagai sarana berpikir ilmiah?

1
1.3 Tujuan
Tujuan dari m akalah ini, yaitu untuk:
1. Mengetahui pengertian sarana berbipikr ilmiah.
2. Mengetahui tujuan dan fungsi sarana berpikir ilmiah.
3. Mengetahui pengertian, fungsi dan tujuan bahasa.
4. Mengetahui peranan bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah.
5. Mengetahui peranan matematika sebagai sarana berpikir ilmiah.
6. Mengetahui peranan statistika sebagai sarana berpikir ilmiah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sarana Berpikir Ilmiah


Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan
ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh”. Sarana ilmiah merupakan
suatu alat, dengan alat ini manusia melaksanakan kegiatan ilmiah. Pada saat
manusia melakukan tahapan kegiatan ilmiah diperlukan alat berpikir yang sesuai
dengan tahapan tersebut. Manusia mampu mengembangkan pengetahuannya
karena manusia berpikir mengikuti kerangka berpikir ilmiah dan menggunakan
alat-alat berpikir yang benar.
Untuk mendapatkan ilmu diperlukan sarana berpikir ilmiah. Sarana
berpikir diperlukan untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik dan teratur.
Sarana berpikir ilmiah ada empat, yaitu: bahasa, logika, matematika dan statistika.
Sarana berpikir ilmiah berupa bahasa sebagai alat komunikasi verbal untuk
menyampaikan jalan pikiran kepada orang lain, logika sebagai alat berpikir agar
sesuai dengan aturan berpikir sehingga dapat diterima kebenarannya oleh orang
lain, matematika berperan dalam pola berpikir deduktif sehingga orang lain dapat
mengikuti dan melacak kembali proses berpikir untuk menemukan kebenarannya,
dan statistika berperan dalam pola berpikir induktif untuk mencari kebenaran
secara umum. Dalam proses pendidikan, sarana berpikir ilmiah ini merupakan
bidang studi tersendiri. Dalam hal ini kita harus memperhatikan 2 hal, yaitu
1. Sarana ilmiah bukan merupakan kumpulan ilmu, dalam pengertian bahwa
sarana ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan
berdasarkan metode ilmiah. Seperti diketahui, salah satu diantara ciri ilmu
umpamanya adalah penggunaan induksi dan deduksi dalam mendapatkan
pengetahuan Sarana berpikir ilmiah tidak mempergunakan cara ini dalam
mendapatkan pengetahuannya. Secara lebih jelas dapat dikatakan bahwa ilmu
mempunyai metode tersendiri dalam mendapatkan pengetahuan yang
berbeda dengan sarana berpikir ilmiah.
2. Tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah untuk memungkinkan kita
untuk menelaah ilmu secara baik. Sedangkan tujuan mempelajari ilmu
dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita

3
untuk dapat memecahkan masalah kita sehari-hari. Dalam hal ini maka sarana
berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang ilmu untuk
mengembangkan materi pengetahuaannya berdasarkan metode ilmiah. Jelaslah
bahwa mengapa sarana berpikir ilmiah mempunyai metode tersendiri yang
berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuaannya sebab
fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah dan
bahkan merupakan ilmu tersendiri.
2.1.1 Tujuan Sarana Berpikir Ilmiah
Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita
melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu
dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk
bisa memecahkan masalah kita sehari-hari. Harus dibedakan antara tujuan
mempelajari sarana ilmiah dan tujuan mempelajari ilmu. Tujuan mempelajari
sarana ilmiah adalah agar dapat melakukan kegiatan penelaahan ilmiah. Untuk
memaksimalkan kemampuan manusia dalam berpikir menurut kerangka berpikir
yang benar maka diperlukan pengetahuan tentang sarana berpikir ilmiah dengan
baik pula. Manusia mempelajari ilmu agar dapat menyelesaikan permasalahan-
permasalahan yang terjadi dalam kehidupannya. Manusia dapat meningkatkan
kemakmuran hidupnya dengan ilmu yang telah dipelajarinya.
2.1.2 Fungsi Sarana Berpikir Ilmiah
Suriasumantri (2009:167) fungsi sarana ilmiah adalah membantu proses
metode ilmiah, dan bukan merupakan ilmu itu sendiri” Sarana ilmiah mempunyai
fungsi-fungsi yang khas dalam kegiatan ilmiah secara menyeluruh dalam
mencapai suatu tujuan tertentu .Keseluruhan tahapan kegiatan ilmiah
membutuhkan alat bantu berupa sarana berpikir ilmiah. Sarana berpikir ilmiah
hanyalah alat bantu bagi manusia untuk berpikir ilmiah agar memperoleh ilmu.
Sarana berpikir ilmiah bukanlah suatu ilmu yang diperoleh melalui proses
kegiatan ilmiah.
2.1.3 Peranan Sarana Berpikir ilmiah
Sarana berfikir ilmiah pada dasarnya ada tiga, yaitu : bahasa ilmiah, logika
dan matematika, serta logika dan statistika. Bahasa ilmiah berfungsi sebagai alat
komunikasi untuk menyampaikan jalan fikiran seluruh proses berfikir ilmiah.

4
Logika dan matematika mempunyai peranan penting dalam berfikir deduktif
sehingga mudah diikuti dan mudah dilacak kembali kebenarannya. Sedang logika
dan statistika mempunyai peranan penting dalam berfikir induktif dan mencari
konsep-konsep yang berlaku umum.

2.2 Bahasa
Bahasa memegang peranan penting dan suatu hal yang lazim dalam hidup
dan kehidupan manusia. kelaziman tersebut membuat manusia jarang
memperhatikan Bahasa dan mengaggapnya sebagai suatu hal yang luar biasa,
seperti bernafas dan berjalan. Padahal Bahasa mempunyai pengaruh- pengaruh
yang luar biasa termasuk membedakan manusia dari ciptaan Tuhan Lainnya. Hal
ini senada dengan apa yang di utarakkan ernest Cassirer bahwa keunikan manusia
bukanlah terletak pada kemampuan berpikirnya melainkan pada kemampuan
berbahasa. Oleh karena itu, ernest menyebut manusiaa sebagai animal
symbolicum, yaitu mahluk yang mempergunakan symbol. Secara generik istilah
ini mempunyai cakupan yang lebih luas dari istilah homo sapiens, sebab dalam
kegiatan berpikir manusia mempergunakan symbol.
Bahasa sebagai sarana komunikasi antar manusia, tanpa Bahasa tiada
komunikasi. Tanpa komunikasi apakah manusia dapat bersosialisasi., dan apakah
manusia layak disebut sebagai mahluk sosial? Sebagai sarana komunikasi maka
segalah sesuatu yang berkaitan dengan komunikasi tidak terlepas dari Bahasa,
seperti berpikir sistematis dalam menggapai ilmu dan penegtahuan. Dengan kata
lain tanpa mempunyai kemampuan berbahasa, sesorang tidak dapat melakukan
kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur. Lebih lanjut lagi, tanpa
kemampuan berbahasa ini manusia tak mungkin mengembangkan
kebudayaannya, sebab tanpa mempunyai Bahasa maka hilang lapula kemampuan
untuk meneruskan nilai-nilai budaya dari generasi satu ke generasi yang lain.
Bahasa memungkinkan manusia berpikir secara abstrak dimana obyek-
obyek yang factual di transformasikan menjadi symbol-simbol Bahasa yang
bersifat abstrak. Dengan adanya transformasi ini maka manusia dapat berpikir
mengenai suatu objek tertentu meskipun obyek tersebut secara factual tidak
berada di tempat dimana kegiatan berpikir itu dilakukan . adanya symbol Bahasa
yang bersifat abstrak ini memungkinkan manusia untuk memikirkan sesuatu

5
seacara berlanjut. Demikian juga Bahasa memberikan kemampuan untuk berpikir
seacara teratur dan sistematis. Transformasi obyek factual menjadi symbol abstrak
yang di wujudkan lewat pembendaharaan kata-kata ini dirangkai oleh tata Bahasa
untuk mengemukakan suatu jalan pemikiran atau ekspresi perasaan. Kedua aspek
Bahasa ini yakni aspek informatif dan emotif . keduanya tercermin dalam bahasa
yang kita pergunakan. Artinya ,kalau kita berbicra maka pada hakikatnya
informasi yang kita sampaikan mengandung unsur-unsur emotif, demikian juga
kalau kita menyampaikan perasaan maka ekspresi itu mengandung unsur-unsur
informative. Jika di telaah lebih lanjut, Bahasa mengkomunikasikan tiga hal
yakni. Buah pikiran, perasaan, dan sikap.atau seperti dinyatakan oleh kneller
Bahasa dalam kehidupan manusia mempunyai fungsi simbolik, emotif dan afektif.
Fungsi simbolik dari Bahasa menonjol dalam komunikasi ilmiah sedangkan
fungsi emotif nenonjol dalam komunikasi estetik.
Bahasa dapat dicirikan sebagai serangkaian bunyi. Dalam hal ini kita
menggunakan bunyi sebagai alat untuk berkomunikasi. Sebenarnya kita bisa
berkmunikasi dengan menggunakan alat-alat lain, umpama nya saja dengan
memakai Bahasa isyarat. Manusia mempergunakan bunyi sebagai alat komunikasi
yang paling utama, mereka yang tidak di anugrahi kemampuan bersuara, harus
mempergunakan alat komuniksi yang lain.
Bahasa adalah lambang. Dimana rangkaian bunyi ini membentuk suatu arti
tertentu. Rangkaian bunyi yang kita kenal sebagai kata melambangkan suatu objek
tertentu umpamanya saja gunung atau seekor merpati. Perkataan gunung dan
burung merpati sebenarnya merupakan lambang yang kita berikan kepada kedua
objek tersebut. Manusia mengumpulkan lambang – lambang ini dan menyusun
apa yang kita kenal pembendaharaan kata-kata. Pembendaharaan ini pada
hakikatnya merupakan akumulasi pengalaman dan pemikiran mereka. Artinya
dengan pembendaharaan kata-kata yang mereka punyai maka manusia dapat
mengkomunikasihkan. Segenap pengalaman dan pemikiran mereka. Misalnya
perkataan sputnik atau laser belum ada pada pembendahraan kata –kata dari nenek
moyang kita, sebab pemikiran mereka waktu itu belum sampai kesana. Inilah yang
menyebabkan Bahasa terus berkembang yakni karena di sebabkan pengalaman
dan pemikiran manusia yang juga berkembang.

6
Dengan Bahasa bukan saja manusia dapat berpikir secara teratur, namun
juga dapat mengkomunikasihkan apa yang sedang ia pikirkan kepada oraang lain.
Namun dengan Bahasa kita dapat mengkekspresikan perasaan kita. Misalnya
seseorang yang berbakat sastra mungkin akan mengekspresikan perasaannya
dengan cara lain, menulis novel yang tebal yang mencakup puluhan ribuh kalimat,
atau menulis puisi yang teridiri atas beberapa bait . dengan adanya Bahasa maka
manusia hidup dalam dunia yakni dunia pengalaman yang nyata dan Dunia
simbolik yang di nyatakan dengan Bahasa. Ada dua pengolongan bahasa yang
umumnya dibedakan yaitu:
1. Bahasa alamiah yaitu bahasa sehari-hari yang digunakan untuk menyatakan
sesuatu, yang tumbuh atas pengaruh alam sekelilingnya. Bahasa alamiah dibagi
menjadi dua yaitu: bahasa isyarat dan bahasa biasa.
2. Bahasa buatan adalah bahasa yang disusun sedemikian rupa berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan akar pikiran untuk maksud tertentu. Bahasa buatan
dibedakan menjadi dua bagian yaitu: bahasa istilah dan bahasa antifisial atau
bahasa simbolik. Bahasa buatan inilah yang dikenal dengan bahasa ilmiah.
Perbedaan bahasa alamiah dan bahasa buatan adalah sebagai berikut:
Bahasa alamiah antara kata dan makna merupakan satu kesatuan utuh, atas dasar
kebiasaan sehari-hari, karena bahasanya secara spontan, bersifat kebiasaan, intuitif
(bisikan hati) dan pernyataan langsung. Bahasa buatan antara istilah dan konsep
merupakan satu kesatuan bersifat relatif, atas dasar pemikiran akal karena
bahasanya berdasarkan pemikiran, sekehendak hati, diskursif (logika, luas arti)
dan pernyataan tidak langsung.
2.2.1 Fungsi Bahasa
Para pakar telah berselisih pendapat dalam hal fungsi Bahasa. Aliran
filsafat Bahasa dan psikoliguistik melihat fungsi Bahasa sebagai sarana untuk
menyampaikan pikiran, perasaan dan emosi, sedangkan aliran sosiolinguistik
berpendapat bahwa fungsi Bahasa adalah sarana untuk perubahan masyarakat.
Secara umum dapat di nyatakan bahwa fungsi bahasa adalah:
1. Koordinator kegiatan-kegiatan masyrakat
2. Penetapan pemikiran dan pengungkapan
3. Penyampaian pikiran dan perasaan

7
4. Penyenangan jiwa
5. Pengurangan kegoncangan jiwa
Menurut halliday bahwa fungsi Bahasa adalah sebagai berikut :
1. Fungsi Instrumental : penggunaan Bahasa untuk mencapai suatu hal yang
bersifat materi seperti makan, minum, dan sebagainya
2. Fungsi regulatoris : penggunaan Bahasa untuk memerintah dan perbaikan
tingkah laku
3. Fungsi interaksional : penggunaan Bahasa untuk mencurahkan perasaan dan
pikiran
4. Fungsi heuristic: penggunaan Bahasa untuk mencaai tabir fenomena dan
keinginan untk mempelajarinya
5. Fungsi imajinatif : penggunaan Bahasa untuk mengungkapkan imajinasi
seseorang dan gambaran-gambaran tentang discovery seseorang dan tidak
sesuai dengan realita (dunia nyata)
6. Fungsi representasional: penggunaan Bahasa untuk menggambarkan pemikiran
dan wawasan serta menyampaikannya pada orang lain.
Kneller mengemukakan 3 fungsi Bahasa yaitu Bahasa sebagai simbolik,
emotif dan afektif. Fungsi simbolik dan fungsi emotif menonjol dalam
komunikasi ilmiah, sedangkan fungsi afektif menonjol dalam komunikasi estetik.
2.2.2 Bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah
Bahasa sebagai alat komunikasi verbal yang digunakan dalam proses
berpikir ilmiah dimana Bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk
menyampaikan jalan pikiran kepada orang lain, baik pikiran yang berlandaskan
logika induktif maupun deduktif. Dengan kata lain kegiatan berpikir ilmiah ini
sangat berkaitan erat dengan Bahasa. Menggunakan Bahasa yang baik dalam
berpikir belum tentu mendapatkan kesimpulan yang benar apalagi dengan Bahasa
yang tidak baik dan benar. Premis yang salah akan menghasilkan kesimpulan
yang salah juga. Semua itu tidak terlepas darifungsi bhasaa sebagai sarana
berpikir.
Ketika Bahasa di sifatkan dengan ilmiah, fungsinya untuk komunikasi di
sifatkan dengan ilmiah juga, yakni komunikasi ilmiah, komunikasi ilmiah ini
perupakan proses penyampaian informasi berupa pengetahuan. Untuk mencapai

8
komunikasi ilmiah, maka Bahasa yang digunakan harus terbebas dari unsur
emotif. Disamping itu, bahasa ilmiah juga harus bersifat reproduktif, dengan arti
jika si pengirim komunikasi menyampaikan suatu informasi berupa x maka si
pendengar juga harus menerima x juga . hal ini dimaksud untuk tidak terjadi
kesalahan informasi, dimana suatu informasi berbeda maka proses berfikir pun
juga akan berbeda.

2.3 Matematika
Matematika berasal dari bahasa Yunani, yaitu maithema yang artinya
belajar. Matematika merupakan studi tentang besaran, struktur, ruang, dan
perubahan (Wikipedia, 2017). Matematika digunakan sebagai sarana berpikir
ilmiah karena matematika dapat mengatasi kekurangan dari bahasa verbal, bersifat
kuantitatif, dan matematika menggunakan pola penalaran deduktif, sehingga dapat
membantu memecahkan masalah yang ada dengan baik, cermat, dan bebas dari
emosional.
2.3.1 Matematika sebagai Bahasa
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari
pernyataan yang ingin disampaikan (Suriasumantri, 2007:190). Lambang-lambang
matematika bersifat artifisial artinya lambang itu mempunyai arti apabila sudah
diberi makna. Tanpa diberi makna, maka matematika hanya merupakan kumpulan
rumus-rumus yang mati. Lambang-lambang matematika tersebut dibuat artifisial
dan individual yang merupakan perjanjian yang berlaku khusus untuk masalah
yang sedang dikaji (Suriasumantri, 2007:191). Suatu objek yang sedang kita teliti
dapat kita beri lambang apa saja sesuai dengan perjanjian yang kita buat.
Matematika dapat mengatasi beberapa kekurangan yang dimiliki oleh
bahasa verbal karena matematika memiliki sifat yang jelas, cermat, spesifik,
informatif, dan tidak menimbulkan konotasi yang bersifat emosional. Matematika
adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat kabur, majemuk, dan
emosional dari bahasa verbal (Amirullah, 2013). Kabur artinya kandungan arti
dari kata-kata verbal tersebut tidak jelas dan tidak eksak. Majemuk artinya, sebuah
kata dari bahasa verbal terkadang memiliki makna lebih dari satu atau beberapa
kata memiliki arti sama. Sedangkan emosional artinya bahasa verbal tidak bisa
lepas dari kaitan emosi.

9
2.3.2 Sifat Kuantitatif Matematika
Bahasa verbal hanya mampu menjelaskan pernyataan yang bersifat
kualitatif. Adanya bahasa verbal, kita hanya dapat membandingkan dua objek
lebih besar atau lebih tinggi, lebih tinggi atau lebih rendah, dan sebagainya.
Namun, tidak dapat menjelaskan secara eksak seberapa besar, seberapa kecil,
seberapa tinggi, ataupun seberapa pendek suatu objek tersebut. Matematika dapat
menjelaskan hal itu karena matematika dapat melakukan pengukuran secara
eksak. Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan
dilakukan pengukuran secara kuantitatif (Suriasumantri, 2007:193). Sifat
kuantitatif dari metamatika ini meningkatkan daya prediktif dan kontrol dari ilmu.
Oleh sebab itu, matematika dibutuhkan oleh setiap disiplin keilmuan untuk
memecahkan masalah secara tepat dan cermat.
2.3.3 Matematika sebagai Sarana Berpikir Deduktif
Matematika pada dasarnya merupakan pengetahuan yang disusun secara
konsisten berdasarkan cara berpikir atau logika deduktif. Ilmu deduktif diperoleh
karena penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi tidak didasari atas
pengalaman melainkan didasarkan atas suatu deduksi atau penjabaran (Mareta,
dkk.:2016). Cara berpikir deduktif adalah proses pengambilan kesimpulan yang
didasarkan kepada premis-premis yang kebenaranya telah ditentukan
(Suriasumantri, 2007:193). Intinya, pemikiran deduktif merupakan pemikiran
yang berasal dari pemikiran umum ke khusus. Kebenaran dalam Matematika tidak
dibuktikan secara empiris, melainkan secara penalaran deduktif.
Adanya cara berpikir matematika yang bersifat deduktif, dapat
dikemukakan pengetahuan baru berdasarkan premis-premis tertentu yang bersifat
umum. Pengetahuan yang ditemukan hanyalah didasari atas konsekuensi dari
pernyataan-pernyataan ilmiah sebelumnya yang telah ditemukan. Dari beberapa
premis yang telah diketahui kebenarannya dapat ditemukan pengetahuan-
pengetahuan baru yang dapat memperkaya kebendaharaan ilmiah.
2.3.4 Perkembangan Matematika
Perkembangan ilmu dibagi menjadi 3 tahap yaitu : sistematika, komparatif,
dan kuantitatif. Pada tahap sistematika, ilmu menggolongkan obyek empiris
kedalam kategori tertentu, sehingga memungkinkan ditemukan ciri-ciri yang

10
bersifat umum dari anggota yang menjadi kelompok tertentu. Ciri yang berifat
umum merupakan pengetahuan bagi manusia dalam mengenali dunia fisik.
Kemudian, pada komparatif dilakukan perbandingan antara obyek satu dengan
yang lain, atau kategori satu dengan yang lain. Selanjutnya yaitu kuantitatif yang
mencari hubungan sebab akibat berdasarkan pengukuran yang esak dari obyek
yang kita teliti. Tahap pertama dan kedua membutuhkan bahasa verbal, namun
pada tahap ketiga membutuhkan matematika. Selain sebagai bahasa, matematika
berfungsi sebagai alat berpikir.
Menurut Wittgenstein, matematika merupakan metode berpikir logis.
Berdasarkan perkembangannya, masalah yang dihadapi logika semakin rumit dan
membutuhkan analisis yang lebih sempurna, sehingga logika berkembang menjadi
matematika. Menurut Bertrand Russell, matematika adalah masa dewasa logika
sedangkan logika adalah masa kecil matematika. Menurut Immanuel Kant,
matematika merupakan pengetahuan sintetik apriori, dimana eksistensi
matematika tergantung kepada dunia pengalaman kita. Saat ini orang-orang
berpendapat bahwa matematika merupakan pengetahuan yang bersifat rasional
yang kebenarannya tidak tergantung kepada pembuktian secara empiris. Menurut
akal sehat kebenaran matematika tidak ditentukan oleh pembuktian secara empiris
namun melalui proses penalaran deduktif. Selain menjadi sarana berpikir deduktif
yang merupakan aspek estetika, matematika juga merupakan penggunaan praktis
dalam kegiatan sehari-hari. Dalam perkembangannya aspek ekstetika dan praktis
dari matematika silih berganti mendapat perhatian terutama dalam bidang
pendidikan.
Griffits dan Howson membagi sejarah matematika menjadi 4 tahap. Tahap
pertama dimulai dengan matematika yang berkembang pada peradaban mesir
kuno dan daerah sekitarnya seperti Babylonia dan Mesopotania. Saat itu
matematika digunakan dalam perdagangan, pertanian, bangunan, dan usaha
mengontrol alam seperti banjir. Pada saat itu dikembangkan aspek estetika dan
aspek praktis dari matematika yang dihubungkan dengan aspek mistik dari
keagamaan. Selanjutnya, matematika berkembang pada peradaban Yunani yang
sangat memperhatikan aspek estetika dari matematika. Peradaban Yunani
meletakkan dasar matematika sebagai cara berpikir rasional dan sangat

11
memperhatikan aspek ekstetika. Selanjutanya, perkembangan matematika terjadi
di Timur ( Bangsa Arab, India dan Cina) yang mengembangkan ilmu hitung dan
aljabar, ilmu hitung dan aljabar tersebut digunakan dalam transaksi pertukaran
perdagangan. Pada tahap keempat, perkembangan matematika terjadi pada zaman
Renaissance yang meletakkan dasar bagi kemajuan matematika modern. Pada saat
itu ditemukan kalkulus diferensial yang memungkinnkan kemajuan ilmu yang
cepat dan revolusi Industri.
Pada dunia keilmuan, matematika berperan sebagai bahasa simbolik yang
memungkinkan terwujudnya komunikasi yang cermat, tepat, dan singkat. Sebagai
sarana ilmiah, matematika tidak mengandung kebenaran tentang sesuatu yang
bersifat faktual mengenai dunia empiris. Matematika merupakan alat yang
memungkinkan ditemukan dan dikomunikasikannya kebenaran ilmiah lewat
berbagai disiplin ilmu. Kriteria kebenaran dari matematika adalah konsisten dari
berbagai postulat, definisi, dan aturan permainan lainnya. Oleh sebab itu,
matematika dan logika tidak bersifat tunggal melainkan bersifat jamak,
Matematika bukanlah pengetahuan mengenai obyek tertentu melainkan cara
berpikir untuk memperoleh pengetahuan tersebut.
2.3.5 Aliran dalam Filsafat Matematika
Filsafat Matematika memiliki tiga aliran, yaitu aliran filsafat logistik,
aliran filsafat intusionis, dan aliran filsafat formalis. Berikut ini penjelasannya.
a. Aliran Filsafat Logistik
Aliran filsafat logistik dikemukakan oleh Immanuel Kant. Immanuel kant
berpendapat bahwa matematika merupakan pengetahuan yang bersifat sintetik a
priori, dimana eksistensial matematika tergantung dari panca indera dan logistik.
Matematika merupakan cara berpikir logis yang salah atau benarnya dapat
ditentukan tanpa mempelajari dunia empiris.
b. Aliran Filsafat Intusionis
Aliran Filsafat Intusionis dikemukakan oleh Jan Brouwer yang menjelaskan
bahwa hakekat sebuah bilangan harus dapat dibentuk melalui kegiatan intuitif
(perasaan secara tiba-tiba) dalam berhitung dan menghitung.

12
c. Aliran Filsafat Formalis
Aliran filsafat formalis dikemukakan oleh David Hilbert yang menjelaskan bahwa
aspek formal dari matematika sebagai bahasa perlambang dan mengusahakan
konsistensi dalam penggunaan matematika sebagai bahasa lambang. Menurut kam
formalis, banyak masalah logika yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan
matematika.
Berdasarkan ketiga aliran di atas tidak satupun yang sepenuhnya berhasil dalam
usahanya. Adanya perbedaan aliran dapat memberikan inspirasi satu sama lain
dalam titik-titik pertemuan yang disebut dengan Black sebagai kompromi yang
bersifat eklekrik. Kaum logistik menggunakan sistem simbol yang dikembangkan
kaum formalis dalam kegiatan analisisnya. Berdasarkan penjelasan dari ketiga
aliran atau pendekatan dalam matematika ini dapat memperkukuh matematika
sebagai sarana berpikir deduktif.
2.3.6 Matematika dan Peradaban
Matematika dapat dikatakaan hampir sama tuanya dengan peradaban
manusia. Sekitar 3500 SM, bangsa Mesir Kuno telah mempunyai simbol yang
melambangkan angka-angka. Untuk menguasai matematika diperlukan usaha
dalam bentuk kegiatan belajar karena matematika merupakan bahasa artifisial
yang dikembangkan untuk menjawab kekurangan bahasa verbal yang alamiah.
Matematika semakin lama semakin bersifat abstrak dan esoterik yang semakin
jauh dari tangkapan pikiran orang awam.
Matematika tidak dapat dilepaskan dari perkembangan peradaban manusia.
Manusia pertama kali ada di dunia merupakan makhluk yang berbicara, kemudian
mengalami perkembangan menjadi makhluk yang berhitung. Matematika
digunakan untuk berbagai hal, seperti takaran resep makanan, jadwal kereta api,
angka pengangguran, tilang, pajak, pampasan perang, uang lembur, taruhan, skor
biljar, kalori, timbangan kayu, temperatur klinis, curah hujan, cerah matahari,
spedometer, indikator baterai, meteran gas, suku bunga bank, ongkos angkut
kapal, tingkat kematian, potongan, lotere, panjang gelombang, dan tekanan ban.
Matematika merupakan sesuatu yang imperatif, yaitu suatu sarana untuk
meningkatkan kemampuan penalaran deduktif. Tanpa adanya matematika, maka
pengetahuan akan berhenti pada tahap kualitatif yang tidak memungkinkan untuk

13
meningkatkan kemampuan penalaran deduktif. Contohnya saja tulisan ilmiah
yang berupa suatu penjabaran menggunakan tahap kualitatif. Penjelasan kualitatif
tersebut dapat dirubah menjadi sekumpulan rumus, tabel, grafik, atau sebagainya
yang merupakan tahap kuantitatif. Data kuantitatif tersebut dapat menjelaskan
penjelasan kualitatif menjadi lebih baik, cepat, dan tepat.

2.4. Statistika
Pada mulanya statistik diartikan sebagai kumpulan bahan keterangan
(data), baik data kuantitatif (berupa angka) maupun data kualitatif (berupa
penjabaran), yang mempunyai arti penting dan kegunaan yang besar bagi suatu
negara. Kemudian mengalami perkembangan, sehingga arti kata statistik hanya
dibatasi pada kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif)
saja. Secara terminologi, dewasa ini istilah statistik memiliki beberapa macam
pengertian, antara lain:
a. Data Statistik, yaitu kumpulan bahan keterangan berupa angka atau bilangan;
b. Kegiatan Statistik atau kegiatan perstatistikan atau kegiatan penstatistikan;
c. Metode Statistik, yaitu cara-cara tertentu yang perlu ditempuh dalam rangka
mengumpulkan, menyusun atau mengatur, menyajikan, menganalisis, dan
memberikan interpretasi terhadap sekumpulan bahan keterangan yang berupa
angka tersebut dapat memberikan pengertian tertentu.
d. Ilmu statistik, adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari dan
memperkembangkan secara ilmiah tahap-tahap yang ada dalam kegiatan
statistik. Adapun metode dan prodesur yang perlu ditempuh atau
dipergunakan untuk: pengumpulan data angka; penyusunan atau pengaturan
data angka; penyajian atau penggambaran data angka; penganalisaan terhadap
data angka; penarikan kesimpulan (conclusion); pembuatan perkiraan
(estimation); dan penyusunan ramalan (prediction) secara ilmiah.
Kemudian, pada kamus ilmiah popular, kata statistik berarti tabel, grafik,
data informasi, dan angka-angka. Statistika juga diartikan sebagai ilmu
pengumpulan, analisis dan klarifikasi data, dan angka sebagai dasar untuk induksi.
Jadi, statistika merupakan sekumpulan metode untuk membuat keputusan yang
bijaksana dalam keadaan yang tidak menentu (Amirullah:2013).

14
2.4.1 Sejarah Perkembangan Statistika
Statistika mengalami perkembangan yang begitu cepat. Awalnya, pada
tahun 1763 statistika dikembangkan oleh Thomas Bayes yang mengembangkan
teori peluang subyektif berdasarkan kepercayaan seseorang terhadap akan
terjadinya suatu kejadian. Teori peluang ini menjadi cabang khusus dalam
statistika dan menjadi dasar dari teori statistika. Selanjutnya, dikembangkan oleh
Abraham Demoivre (1667-1754) yang mengembangkan teori galat atau
kekeliruan, dilanjutkan oleh Thomas Simpson (1757) yang menyimpulkan bahwa
terdapat suatu distribusi yang berlanjut dari suatu variabel dalam suatu frekuensi
yang banyak. Pierre Simon de Laplace (1749-1827) mengembangkan konsep
Demoivre dan Simpson lebih lanjut dan menemukan distribusi normal sebuah
konsep mungkin paling umum dan paling banyak dipergunakan dalam analisis
statistika di samping teori peluang. Distribusi lain, yang tidak berupa kurva
normal, ditemukan Francis Galton (1822-1911), dan Karl Person (1857-1936).
Kemudian, teknik kuadrat terkecil (least squares) simpangan baku dan galat baku
untuk rata-rata (the standard error of the mean) dikembangkan Karl Friedrich
Gauss (1777-1855). Pearson melanjutkan konsep-konsep Galton dan
mengembangkan konsep regesi, korelasi, distribusi, chi-kuadrat, dan analisis
statiska untuk data kualitatif. William Searly Gosset mengembangkan konsep
tentang pengambilan contoh. Kemudian, Ronald A. Fisher (1890-1962)
mengembangkan desain eksperimen, analisis varians dan kovarians, distribusi-z,
distribusi-t, uji signifikan, dan teori tentang perkiraan.
Di Indonesia, kegiatan dalam hal penelitian juga cukup meningkat, baik
kegiatan akademik maupun maupun pengambilan keputusan telah memberikan
momentum yang baik untuk pendidikan statistika. Penelitian ilmiah yang berupa
survey dan eksperimen dilakukan dengan cermat dan teliti mempergunakan
teknik-teknik statistika yang diperkembangkan sesuai kebutuhan, maka sesuai
dengan apa yang dikatakan oleh HLM. G. Welles bahwa setiap hari berpikir
statistik akan merupakan keharusan bagi manusia seperti juga membaca dan
menulis.
Menurut bidang pengkajiannya, statistika dibedakan menjadi statistika
teoritis dan statistika terapan. Statistika teoritis merupakan pengetahuan yang

15
mengkaji dasar-dasar teori statistika , dimulai dari teori penarikan contoh,
distribusi, penaksiran, dan peluang. Sedangkan statistika terapan merupakan
penggunaan statistika teoritis yang disesuaikan dengan bisang tempat
penerapannya (Suriasumantri:2007,221).
2.4.2 Statistika dan Cara Berpikir Induktif
Ilmu dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang telah teruji
kebenarannya. Cara menguji kebenaran dengan cara menggunakan panca indera
maupun menggunakan alat-alat yang membantu panca indera tersebut, karena
semua pernyataan bersifat faktual. Pengujian mengharuskan kita untuk menarik
kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat khusus. Sehingga,
penarikan kesimpulan tersebut menggunakan logika induktif yang merupakan cara
berpikir dari statistika. Menurut Suriasumantri (2007:216) bahwa statistika
merupakan pengetahuan untuk melakukan penarikan kesimpulan induktif secara
lebih seksama. Penarika kesimpulan dari penalaran indukrif dari suatu
pengetahuan hakekatnya tidak dapat dikatakan benar, namun memiliki peluang
untuk benar. Meskipun premis-premisnya benar, prosedur penarikan
kesimpulannya sah, kesimpulan yang diperoleh belum tentu benar. Hal ini
dikarenakan statistika merupakan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk
menghitung tingkat peluang dengan eksak.
Selain itu, statistika memberikan cara untuk dapat menarik kesimpulan
yang bersifat umum dengan jalan mengamati hanya sebagian dari populasi yang
bersangkutan, tidak semua populasi, sehingga penarikan kesimpulan statistika
bersifat ekonomis. Pengambilan kesimpulan yang seperti itu sudah dapat
dipertanggungjawabkan karena penelaahan keilmuan bersifat pragmatis.
Walaupun dapat dipertanggung jawabkan, kesimpulan yang diambil tidak mutlak
teliti. Untuk memperoleh ketelitian yang tinggi, maka pengambilan sampel juga
harus banyak. Setiap masalah, membutuhkan tingkat ketelitian berbeda-beda,
sehingga banyak sedikit pengambilan sampel juga berbeda.
Statistika juga memberikan kemampuan kepada kita untuk mengetahui
apakah suatu hubungan kausalita antara dua faktor atau lebih bersifat kebetulan
atau memang benar-benar terkait dalam suatu hubungan yang bersifat empiris.
Jadi, dalam hal ini statistika berfungsi meningkatkan ketelitian pengamatan kita

16
dalam menarik kesimpulan dengan jalan menghindarkan hubungan semu yang
bersifat kebetulan. Selain itu, statistika memberikan sifat yang pragmatis kepada
penelaahan keilmuan, dimana kebenaran absolut tidak dapaat dicapai karena
panca indera dan alat yang digunakan tidak dapat secara sempurna dalam
melakukan pengamataan. Namun, dalam statistika dapat berpendirian bahwa
kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan dapat diperoleh.
Secara hakiki, statistika (penarikan kesimpulan induktif) memiliki
kedudukan yang sama dengan matematika (penarikan kesimpulan deduktif) dalam
penelaahan keilmuan. Ilmu dalam perkembangan sejarah peradaban manusia telah
menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif dalam bentuk metode ilmiah
yang mendasarkan diri kepada keseimbangan, sehingga pengetahuan matematika
dan statistika harus seimbang, harus sama-sama ditingkatkan. Sebagai bagian dari
perangkat metode ilmiah, statistika membantu kita untuk melakukan generalisasi
dan menyimpulkan karakteristik suatu kejadian secara lebih pasti dan bukan
terjadi secara kebetulan (Suriasumantri: 2007,225).

17
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Kesimpulan dari makalah ini, antara lain:
1. Sarana berpikir ilmiah ialah alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam
berbagai langkah yang harus dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah yang
baik.
2. Sarana yang digunakan dalam brpikir ilmiah yaitu bahasa, matematika dan
stasistika.
3. Bahasa sebagai alat komunikasi verbal yang digunakan dalam proses berpikir
ilmiah karena Bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk
menyampaikan jalan pikiran kepada orang lain, baik pikiran yang berlandaskan
logika induktif maupun deduktif.
4. Matematika digunakan sebagai sarana bepikir ilmiah karena matematika dapat
mengatasi kekurangan dari bahasa velbal. Lambang matematika memiliki
makna jika telah diberi makna (artifisial). Matematika bersifat jelas, cermat,
spesifik, informatif, dan tidak menimbulkan konotasi yang bersifat emosional.
Matematika mampu menjelaskan pernyataan yang bersifat kuantitatif dan
merupakan sarana berpikir deduktif.
5. Statistika merupakan sarana berpikir induktif. Statistika dapat meningkatkan
ketelitian pengamatan kita dalam menarik kesimpulan dengan jalan
menghindarkan hubungan semu yang bersifat kebetulan. Kemampuan statistika
(sarana berpikir induktif) harus seimbang dengan kemampuan matematika
(sarana berpikir deduktif) agar dapat menjalankan metode ilmiah dengan baik,
sehingga diperoleh hasil penelitian yang baik pula.

18
DAFTAR PUSTAKA

Amirullah, Imam. 2013. Filsafat Ilmu dan Logika: Matematika dan statistika
sebagai Sarana Berpikir Ilmiah. (Online),
(http://imam201131014.weblog.esaunggul.ac.id/wp-
content/uploads/sites/451/2013/05/Matematika-dan-statistika-sebagai-
sarana-berfikir-ilmiah.doc?nkbjzynrgtmyufku), diakses 13 Oktober 2017.
Bakhtiar 2012. Filsafat ilmu. Edisi revisi . Jakarta : Rajagrafindo persada.
Mareta, Apin, dkk. 2016. Sarana Berpikir Ilmiah. (Online),
(https://sumbersejarah.files.wordpress.com/2016/07/sarana-berfikir-
ilmiah.pdf), diakses 13 Oktober 2017.
Muhamad Yusuf, Filsafat sains dan konsep teknologi : berpikir ilmiah dan sarana
berpikir ilmiah (online ) http://jamedisc.blogspot.co.id/2015/02/makalah-
filsafat-sarana-berfikir-ilmiah.html diakses 19 oktober 2017.
Reni yustia. Sarana berpikir ilmiah (online),
http://redblack76.blogspot.co.id/2015/11/tugas-makalah-sarana-berpikir-
ilmiah.html.diakses 20 oktober 2017, diakses 18 oktber 2017.
Suriasumantri, J. 2007. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Wikipedia. 2017. Matematika. (Online),
(https://id.wikipedia.org/wiki/Matematika), diakses 18 Oktober 2017.

19

Anda mungkin juga menyukai