Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

STRUKTUR DAN FUNGSI


ASAM AMINO DAN PROTEIN

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Struktur, Fungsi, dan Metabolisme Biomolekul


Yang dibina oleh
Prof. Dr. Subandi, M.Si.,
Suharti., M.Si., Ph.D.

Oleh

Berlian Bella Basuki (Off-B/190331865214)


Cety Anggun Widyorini (Off-B/190331865207)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
S2 PENDIDIKAN KIMIA
Februari 2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Protein merupakan salah satu makromolekul yang terdapat dalam setiap makhluk
hidup. Jenis protein sangat beragam dan mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Bahkan di
dalam satu sel dapat ditemukan beragam jenis protein. Perbedaan fungsi tersebut
dikarenakan adanya perbedaan asam-asam amino penyusunnya. Beberapa contoh jenis
protein struktural, yaitu keratin yang terdapat pada cula badak, kulit, dan kuku manusia,
fibroin pada serat sutera dan jaring laba-laba, serta kolagen pada kulit.
Protein berperan dalam setiap reaksi yang terjadi dalam sel. Beberapa protein
berperan sebagai katalisator dalam bentuk enzim, sedangkan protein yang lain berperan
dalam penyokong struktural, sistem transportasi dan sirkulasi, serta pertahanan melawan zat
asing dalam tubuh. Salah satu contoh peran protein dalam reaksi sel, yaitu proses
pembentukan AGE (Advanced Glycation End-products). Protein mempunyai gugus amino
(–NH2), sedangkan karbohidrat mempunyai gugus aldehida atau keton. Apabila molekul
protein dan gula darah pada tubuh bereaksi dalam waktu yang lama, maka akan dihasilkan
suatu senyawa kompleks bermassa besar, berwarna kecoklatan, dan tidak larut dalam air
yang disebut sebagai AGE. Semakin lama kita hidup dan semakin tinggi konsentrasi gula
darah, semakin banyak produk AGE menumpuk di dalam tubuh. AGE tersebut dapat
mengubah fungsi protein. Perubahan yang bergantung pada AGE dapat mempengaruhi
sistem sirkulasi, persendian, dan penglihatan, terutama pada penderita diabetes yang
memiliki kadar gula darah tinggi karena kurangnya transportasi glukosa keluar dari darah
dan masuk ke dalam sel. Produk AGE muncul di semua organ pasien diabetes sehingga
menyebabkan kerusakan di lensa mata (katarak), di pembuluh darah kapiler retina (diabetic
retinopathy), dan di glomeruli ginjal (gagal ginjal).
Para ilmuwan sedang mencari cara mengatasi AGE, tentunya usaha tersebut
diiringi dengan analisis struktur protein dan jenis-jenis asam amino penyusunnya. Oleh
karena itu, struktur dan fungsi asam amino serta protein sangat penting untuk dipelajari.
Pada makalah ini, akan dikaji lebih lanjut mengenai protein dan monomer penyusunnya,
yaitu asam amino. Makalah ini diharapkan dapat memberikan pemahaman komprehensif
mengenai struktur, jenis, sifat, fungsi, dan reaksi-reksi pada asam amino serta protein.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah struktur dan enantiomer asam amino?
2. Apasajakah jenis-jenis asam amino?
3. Apasajakah asam-asam amino yang tergolong uncommon amino acid?
4. Apasajakah fungsi beberapa jenis asam amino?
5. Apasajakah sifat-sifat asam amino?
6. Bagaimanakah reaksi pembentukan ikatan peptida pada polimerisasi asam amino?
7. Bagaimanakah struktur primer, sekunder, dan tersier protein?
8. Apasajakah jenis-jenis protein?
9. Bagaimanakah proses denaturasi protein?
10. Apasajakah fungsi protein?
11. Bagaimanakah reaksi uji protein?
12. Bagaimanakah cara menganalisis jenis dan urutan asam amino dalam protein?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui struktur umum dan enantiomer asam amino
2. Untuk mengetahui jenis-jenis asam amino
3. Untuk mengetahui asam-asam amino yang tergolong uncommon amino acid
4. Untuk mengetahui fungsi beberapa jenis asam amino
5. Untuk mengetahui sifat-sifat asam amino
6. Untuk mengetahui cara sintesis asam amino
7. Untuk mengetahui reaksi pembentukan ikatan peptida pada polimerisasi asam amino
8. Untuk mengetahui struktur primer, sekunder, dan tersier protein
9. Untuk mengetahui jenis-jenis protein
10. Untuk mengetahui proses denaturasi protein
11. Untuk mengetahui fungsi protein
12. Untuk mengetahui reaksi uji protein
13. Untuk mengetahui cara menganalisis jenis dan urutan asam amino dalam protein
BAB II
PEMBAHASAN

A. Struktur Asam Amino


Berdasarkan namanya, asam amino mempunyai dua jenis gugus fungsi, yaitu gugus
karboksil (–COOH) yang bersifat asam dan gugus amino (–NH2) yang bersifat basa.
COOH

H2N C H

R
Asam amino sebagai monomer pembentuk protein merupakan asam α-amino. Hal ini
dikarenakan gugus amino (–NH2) terikat pada atom karbon alfa (Cα). Atom Cα tersebut
merupakan pusat kiral (kecuali pada glisin), sehingga setiap asam amino mempunyai dua
bentuk enantiomer, yaitu asam amino-L dan asam amino-D, namun di alam hanya terdapat
jenis asam amino-L. Proyeksi fischer untuk kedua enantiomer asam amino tersebut, yaitu:

COOH COOH

H2N Cα H H Cα NH2

R R
(asam amino-L) (asam amino-D)
Struktur asam amino-L mirip secara stereokimia dengan struktur L-gliseraldehida, yaitu:
CHO

HO C H

CH2OH

B. Jenis-Jenis Asam Amino


Terdapat 20 jenis asam amino penyusun protein, baik asam amino esensial maupun non-
esensial yang digolongkan sebagai asam amino yang bersifat netral, asam, dan basa
berdasarkan gugus R-nya. Terdapat 9 asam amino yang bersifat netral dengan gugus R
nonpolar (R = atom hidrogen, alkil, dan gugus benzena), 6 asam amino yang bersifat netral
dengan gugus R polar (R = –OH, –SH, –CONH2), 2 jenis asam amino yang bersifat asam
(gugus R-nya mengandung ion karboksil), dan 3 jenis asam amino yang bersifat basa (gugus
R-nya mengandung gugus amina). Asam amino tersebut dijelaskan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Jenis-Jenis Asam Amino Penyusun Protein
Asam Amino yang Bersifat Netral dengan Gugus R Nonpolar
Asam Amino yang Bersifat Netral dengan Gugus R Polar

Asam Amino yang Bersifat Basa


Asam Amino yang Bersifat Asam

Berdasarkan Tabel 2.1, diketahui bahwa penulisan nama asam amino dapat disingkat
menggunakan tiga huruf atau satu huruf saja, contohnya “Ala atau A” untuk Alanin. Dari
keduapuluh asam amino tersebut yang termasuk asam amino esensial (asam amino yang
tidak dapat disintesis dalam tubuh), yaitu arginin (dibutuhkan untuk pertumbuhan anak-
anak), histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, dan valin.
Pemenuhan kebutuhan akan asam amino tersebut dilakukan dengan cara mengonsumsi
bahan-bahan makanan yang mengandung asam amino esensial.

C. Beberapa Asam Amino yang Tidak Umum (Uncommon Amino Acid)


Terdapat beberapa asam amino yang terkandung dalam protein tertentu selain 20
asam amino yang telah disebutkan pada Tabel 2.1, yaitu (1) hidroksiprolin, (2) hidroksilisin,
dan (3) tiroksin. Ketiga asam amino tersebut terbentuk dengan cara memodifikasi struktur
asam amino umum setelah proses post-translational modification.
Hidroksiprolin terbentuk dari asam amino induk prolin, hidroksilisin terbentuk dari
asam amino induk lisin, dan tiroksin terbentuk dari asam amino induk tirosin. Hidroksiprolin
dan hidroxilisin berbeda dari asam amino induknya karena memiliki gugus hidroksil (– OH)
pada rantai sampingnya. Kedua asam amino ini hanya ditemukan dalam beberapa protein
jaringan ikat, seperti kolagen. Tiroksin berbeda dari tirosin karena memiliki gugus aromatik
tambahan yang mengandung iodium pada rantai samping. Asam amino ini hanya ditemukan
di kelenjar tiroid yang dibentuk oleh modifikasi pasca-translasi residu tirosin dalam protein
tiroglobulin. Tiroksin kemudian dilepaskan sebagai hormon oleh proteolisis tiroglobulin.
Baik hewan dan manusia yang menunjukkan kelambanan dan metabolisme yang lambat
sering diberikan tiroksin untuk membantu meningkatkan metabolisme mereka. Struktur
asam amino hidroksiprolin, hidroksilisin, dan tiroksin digambarkan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Struktur Uncommon Amino Acid

D. Fungsi Beberapa Asam Amino


Berdasarkan Tabel 2.1, diketahui bahwa terdapat 2 asam amino yang mengandung atom
sulfur (S) dalam strukturnya, yaitu metionin dan sistein, serta 3 asam amino yang
mengandung cincin benzena dalam strukturnya, yaitu fenilalanin, triptofan, dan tirosin.
Adanya cincin benzena dalam struktur ketiga asam amino tersebut dapat mendeteksi
keberadaan asam amino dalam analisis suatu protein menggunakan spektrofotometri karena
menyerap kuat pada gelombang 280 nm. Ketiga asam amino tersebut juga sangat penting
secara fisiologis karena berperan sebagai prekursor utama dalam neurotransmitter (zat yang
terlibat dalam transmisi impuls saraf). Triptofan dioksidasi menjadi 5-hidroksitriptofan,
yang selanjutnya didekarboksilasi menjadi serotonin (5-hidroksitriptamin) berdasarkan
persamaan reaksi berikut:
Tingkat serotonin yang sangat rendah berhubungan dengan penyebab depresi, sedangkan
tingkat serotonin yang sangat tinggi menghasilkan keadaan manik. Skizofrenia manik
depresif (gangguan bipolar) dapat diatasi dengan mengendalikan kadar serotonin.

Tirosin yang terbentuk dari oksidasi fenilalanin akan dikonversi sebagai neurotransmitter.
Hasil antara konversi tersebut yaitu senyawa 3,4-dihidroksifenilalanin (L-DOPA).
Kurangnya kadar L-DOPA dalam tubuh dapat menyebabkan penyakit Parkinson. Tirosin
dan fenilalanin merupakan prekursor norepinefrin dan epineprin (stimulan).

E. Sifat-Sifat Asam Amino


1. Struktur dipolar asam amino (zwitter ion)
Setiap asam amino mempunyai gugus karboksil yang bersifat asam dan gugus amino
yang bersifat basa. Hal ini menyebabkan terjadinya reaksi asam-basa intramolekular
pada molekul asam amino. Reaksi tersebut menghasilkan zwitter ion.
H R O H R O

H N C C OH H N+ C C O-

H H H
(zwitter ion)
Dalam larutan asam, zwitter ion asam amino dapat menerima proton dan menghasilkan
suatu kation berdasarkan persamaan reaksi berikut:

R R

H3N+ C COO- + H3O+ H3N+ C COOH + H2O


H H

Berdasarkan reaksi tersebut, diketahui bahwa ion karboksilat (–COO-) yang bertindak
sebagai basa Bronsted-Lowry (akseptor proton). Sebaliknya, dalam larutan basa, zwitter
ion asam amino dapat melepaskan proton dan menghasilkan suatu anion berdasarkan
persamaan reaksi berikut:

R R

H3N+ C COO- + OH- H2N C COO- + H2O


H H

Berdasarkan reaksi tersebut, diketahui bahwa gugus amino yang bertindak sebagai asam
Bronsted-Lowry (donor proton). Kedua reaksi tersebut menunjukkan bahwa asam
amino bersifat amfoter.

2. Titik Isoelektrik
Titik isoelektrik merupakan keadaan saat asam amino berada dalam kesetimbangan
antara kation dan anion, yaitu sebagai zwitter ion. Titik isoelektrik asam amino
bergantung pada strukturnya yang diuraikan secara lengkap pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Titik Isoelektrik Asam Amino


Nilai pH
Asam Amino
pK1 (–COOH) pK2 (–NH2) pKR pI
Asam Amino yang Bersifat Netral
Leusin 2,36 9,60 5,98
Prolin 1,99 10,96 6,48
Alanin 2,34 9,69 6,01
Valin 2,32 9,62 5,97
Metionin 2,28 9,21 5,74
Triptofan 2,38 9,39 5,89
Fenilalanin 1,83 9,13 5,48
Isoleusin 2,36 9,68 6,02
Glisin 2,34 9,60 5,97
Nilai pH
Asam Amino
pK1 (–COOH) pK2 (–NH2) pKR pI
Serin 2,21 9,15 5,68
Asparagin 2,02 8,80 5,41
Glutamin 2,17 9,13 5,65
Treonin 2,11 9,62 5,87
Sistein 1,96 10,28 8,18 5,07
Tirosin 2,20 9,11 10,07 5,66
Histidin 1,82 9,17 6,00 7,59
Asam Amino yang Bersifat Asam
Asam Glutamat 2,19 9,67 4,25 3,22
Asam Aspartat 1,88 9,60 3,65 2,77
Asam Amino yang Bersifat Basa
Lisin 2,18 8,95 10,53 9,74
Arginin 2,17 9,04 12,48 10,76

Untuk menghitung titik isoelektrik atau electric point (pI) digunakan rumus:
𝑝K1 + 𝑝K 2
𝑝I =
2
Berdasarkan Tabel 2.2, diketahui bahwa terdapat 15 asam amino yang bersifat netral
mempunyai pI 5,0 – 7,5 karena sifat keasamaan gugus karboksil dalam pelarut air lebih
kuat daripada sifat kebasaan gugus aminonya, 2 asam amino yang bersifat asam (asam
aspartat dan asam glutamat) mempunyai pH isoelektrik terendah untuk menekan
disosiasi gugus karboksil dalam rantai cabang, dan 3 asam amino lainnya yang bersifat
basa (lisina, arginina, dan histidina) mempunyai pH isoelektrik tertinggi untuk menekan
disosiasi gugus amino dalam rantai cabangnya.

R R R

H3N+ C COOH H3N+ C COO- H2N C COO-


H H H
pH terendah zwitter ion pH tertinggi
(terprotonasi) (terdeprotonasi)

Perbedaan titik isoelektrik asam amino dapat dimanfaatkan untuk memisahkan dan
memurnikan asam amino dari campurannya. Proses pemisahan tersebut menggunakan
metode elektroforesis. Suatu campuran asam amino (yaitu: alanin, lisin, dan asam
aspartat) diteteskan pada tengah kertas yang dibasahi larutan buffer dengan pH tertentu.
Pada kedua ujung kertas dihubungkan elektroda. Aabila dialirkan arus listrik, maka
asam amino yang bermuatan negatif secara perlahan akan bergerak menuju elektroda
positif, sedangkan asam amino yang bermuatan positif akan bergerak menuju elektroda
negatif. Contoh proses pemisahan tersebut digambarkan secara rinci pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Proses Elektroforesis Campuran Asam Amino Lys, Phe, dan Glu

F. Pembentukan Ikatan Peptida Antar Molekul Asam Amino


Ikatan peptida terbentuk apabila dua molekul asam amino berikatan. Pembentukan ikatan
peptida selalui disertai dengan pelepasan molekul air (H 2O). Ikatan peptida tersebut
dibentuk antara atom -karboksil dan atom nitrogen pada gugus amino.

Ujung kanan dan kiri dipeptida tersebut dapat membentuk ikatan peptida dengan asam-asam
amino yang lainnya melalui reaksi polimerisasi kondensasi sehingga dihasilkan suatu
polipeptida (protein). Reaksi polimerisasi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
–(n-1) H2O

n asam amino polipeptida (protein)

G. Struktur Protein
Terdapat 4 jenis struktur protein, yaitu struktur primer, sekunder, tersier, dan kuartener.
1. Struktur Primer
Struktur primer protein merupakan rantai lurus yang tidak bercabang yang berikatan
melalui ikatan peptida secara kovalen.

Pada pembentukan struktur primer protein, terdapat asam amino yang berfungsi sebagai
N-terminal dan C-terminal. Asam amino yang masih memiliki gugus amino dalam
rangkaian protein dinamakan N-terminal sedangkan yang masih memiliki gugus
karboksilat dinamakan C-terminal. Berdasarkan konvensi, penggambaran peptida dan
protein selalu dimulai dengan N-terminal kemudian diakhiri dengan C-terminal.

Dalam menyatakan struktur primer protein, setiap asam amino dinyatakan dengan 3
huruf yang merupakan singakatan asam amino tersebut dan dihubungkan dengan 3
huruf asam-asam amino yang lain dalam satu garis. Misalkan, sutu polipeptida tersusun
atas asam glutamat (Glu), histidin (His), dan prolin (Pro), maka struktur primernya
dinyatakan dengan “Glu-His-Pro” dan stukturnya dinyatakan sebagai berikut:
2. Struktur Sekunder
Struktur sekunder protein terbentuk akibat adanya ikatan hidrogen yang terjadi
antara atom hidrogen yang terikat pada atom nitrogen dari satu asam amino dengan
atom oksigen yang terdapat pada gugus karbonil dari asam amino yang lain. Ikatan
hidrogen penting untuk mempertahankan struktur sekunder protein.
Struktur sekunder protein mempunyai bentuk molekul tiga dimensi dan rantai-
rantai cabang. Struktur sekunder protein ada yang berbentuk kumparan alfa (-helix)
dan lembaran beta (-sheet). Bentuk -helix misalnya terdapat pada wool, kolagen,
sedangkan bentuk -sheet misalnya terdapat pada benang sutera. Struktur sekunder -
helix dan -sheet digambarkan secara rinci pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 (a) struktur sekunder -helix dan (b) -sheet

Struktur sekunder merupakan bentuk berulang struktur primer, baik sebagai


bentuk -helix maupun bentuk -sheet. Pada tempat-tempat tertentu, yaitu pada struktur
primer yang berdekatan akan terbentuk ikatan silang. Contohnya: ribonuklease
pankreas sapi berupa rantai tunggal yang terdiri dari 124 residu asam amino membentuk
ikatan silang diempat tempat melalui jembatan disulfida dengan N-terminal berupa
lisisn (Lys) dan C-terminal berupa valin (Val).

3. Struktur Tersier
Struktur tersier merupakan lapisan yang tumpang tindih di atas pola struktur
sekunder yang terdiri atas pemutarbalikan tak beraturan dari ikatan antar rantai samping
(gugus R) berbagai asam amino. Struktur ini merupakan konformasi tiga dimensi yang
mengacu pada hubungan spasial antar struktur sekunder. Struktur ini distabilkan oleh
empat macam ikatan, yakni (1) ikatan hidrogen, (2) interaksi ionik (jembatan garam),
(3) ikatan disulfida, dan (4) interaksi hidrofobik. Dalam struktur ini, interaksi hidrofobik
sangat penting bagi protein. Interaksi hidrofobik memberikan kontiribusi yang besar
terhadap kestabilan struktur protein. Interaksi hidrofobik inilah yang menyebabkan
pelipatan molekul protein. Dengan terbentuknya struktur tersier ini, maka protein
menjadi lentur. Struktur tersier protein digambarkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Struktur tersier protein

Asam amino yang memiliki sifat hidrofobik akan berikatan di bagian dalam
protein globular yang tidak berikatan dengan air, sementara asam amino yang bersifat
hidrofilik secara umum akan berada di sisi permukaan luar yang berikatan dengan air
di sekelilingnya. Interaksi hidrofobik berperan untuk menstabilkan struktur tersier dari
semua protein, misalnya leusin, valin, fenilalanin, metionin.
Ikatan disulfida terbentuk apabila asam amino yang berikatan tersebut
mempunyai gugus sulfohidril, contohnya sistein. Ikatan hidrogen antar ujung rantai
polar, misalnya asam glutamat, asparagin, glutamin. Ikatan hidrogen terbentuk antara
residu pengikat yang terdapat pada rantai samping ikatan peptida asam amino dan ikatan
yang terbentuk antara atom hidrogen dengan oksigen ikatan peptida sendiri. Ikatan
hidrogen penting untuk mempertahankan struktur primer. Ikatan hidrogen antara ikatan
peptida yang tidak berdekatan menghasilkan pembentukan struktur reguler seperti -
helix dan -berlipat.
Interaksi ionik atau jembatan garam, misalnya terjadi antara lisin, arginin, asam
aspartat, asam glutamat. Interaksi ionik merupakan jembatan garam antara gugus yang
bermuatan berlawanan pada rantai samping asam amino. Contohnya asam amino lisin
mempunyai muatan bersih +1 (positif) dan aspartat atau glutamat mempunyai muatan
bersih −1 (negatif). Oleh karena itu, kedua asam amino tersebut saling bereaksi secara
elektrostatik untuk menstabilkan struktur protein.

4. Struktur Kuarterner
Struktur kuartener terdiri atas dua atau lebih struktur tersier. Struktur kuarterner
disusun oleh dua rantai polipeptida atau lebih yang disatukan oleh ikatan nonkovalen
(yaitu bukan ikatan peptida atau sulfida). Pada peristiwa ini, kadang-kadang terselip
molekul atau ion lain yang bukan merupakan asam amino, misalnya pada hemoglobin,
yang pada proteinnya terselip ion Fe3+.
Ikatan yang menstabilkan struktur ini yaitu ikatan hidrogen dan ikatan
elektrostatik yang dibentuk antar residu pada permukaan rantai peptida. Protein hasil
agregasi ini disebut oligomer, dan rantai polipeptida penyusunnya disebut protomer atau
monomer atau subunit. Struktur ini memiliki dua atau lebih dari sub-unit protein dengan
struktur tersier yang akan membentuk protein kompleks yang fungsional. Struktur
kuartener protein digambarkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Struktur kuartener protein


Struktur primer merupakan penentu pada struktur yang lebih tinggi. Jadi struktur
primer menentukan struktur sekunder (lipatan regional spesifik), dan struktur tersier
(interaksi spesifik), serta kuarterner (agregasi spesifik). Penentuan struktur sekunder
dan tersier yang sekarang banyak dilakukan adalah dengan metode kristalografi sinar-
X, metode lainnya misalnya dispersi rotasi optik. Penentuan struktur kuarterner meliputi
penentuan jumlah dan jenis monomer serta sifat interaksinya. Metode yang dapat
digunakan antara lain ultrasentrifugasi, sentrifugasi gradien densitas sukrosa, filtrasi
melalui ayakan molekul, dan Poly Acrylamide Gel Eletrophoresis (PAGE).

Keempat struktur protein tersebut dapat digambarkan secara rinci pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Struktur primer, sekunder, tersier, dan kuartener protein

H. Jenis-Jenis Protein
Berdasarkan komponen penyusunnya, protein diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu:
1. Protein sederhana
Protein sederhana misalnya serum darah albumin. Jika protein ini dihidrolisis maka
hanya akan menghasilkan asam amino. Komposisi unsur penyusunnya adalah 50%
karbon, 7% hidrogen, 23% oksigen, 16% nitrogen dan 0 – 3% belerang. Bredasarkan
bentuk dan kelarutannya maka protein sederhana dikelompokkan menjadi dua yaitu
protein fibrosa dan protein globular. Struktur protein fibrosa dan globular digambarkan
pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 (a) Protein fibrosa dan (b) Protein globular

a. Protein Fibrosa
Protein fibrosa atau dikenal dengan protein serat merupakan protein yang tidak larut
dalam air. Protein fibrosa adalah protein yang mempunyai rasio aksial (perbandingan
panjang terhadap lebar) yang mempunyai nilai lebih besar dari 10. Protein fibrosa
mempunyai ciri-ciri antara lain berbentuk benang atau fibriler, derajat kristalisasinya
tinggi atau hampir tidak membentuk kristal dan tidak larut dalam pelarut netral atau
larutan garam. Disamping itu juga tahan terhadap sebagian besar ensim. Fungsinya
di alam adalah sebagai pembentuk struktur seperti tendon, kuku, dll. Contohnya
adalah kolagen, α-keratin, rambut, kuku, bulu dan kulit
b. Protein Globular
Protein globular merupakan protein yang larut dalam air serta bergerak di dalam sel.
Contohnya adalah albumin dan hemoglobin. Protein globular adalah protein yang
mempunyai rasio aksial kurang dari 10 dan umumnya lebih dari 3-4. Protein ini
berbentuk bola dan ditandai oleh rantai polipeptida yang penuh lipatan-lipatan dan
berbelit. Berdasarkan kelarutannya masih dikelompokkan lebih lanjut menjadi:
• Albumin
Albumin bersifat larut dalam air dan larutan garam. Albumin terkoagulasi oleh
panas dan terendapkan oleh amonium sulfat. Contoh ovalbumin dalam putih telur,
laktalbumin dalam susu, albumin dalam serum darah, legumetin dalam kacang-
kacangan, dan leucosin dalam gandum.
• Globulin
Globulin sedikit larut dalam air dan larut dalam larutan garam (dari asam kuat
atau basa kuat). Globulin terkoagulasi oleh panas. Contoh myosin dalam otot,
laktoglobulin dalam susu, glysin dalam kedele, arachin dan conarachin dalam
kacang tanah, plasma globulin dalam darah, ovoglobulin dalam kuning telur, dan
legumetin dalam kacang-kacangan.
• Glutelin
Glutelin tidak larut dalam pelarut netral tetapi larut dalam larutan asam atau basa.
Contoh glutelin dalam gandum, dan oryzenin dalam jagung.
• Prolamin
Prolamin bersifat larut dalam etanol (50-80%). Contoh gliadin dalam gandum,
zein dalam jagung, dan hordein dalam barley.
• Histon
Histone larut dalam air, asam/basa encer, dan larutan garam, tetapi tidak larut
dalam larutan amonia encer. Contoh histone dalam ikan paus, pankreas, dan
globin dalam darah.
• Protamin
Protamin larut dalam etanol (70-80)%, tetapi tidak larut dalam air dan etanol
absolut. Protamin bersifat basa kuat, dengan asam akan membentuk garam kuat.
Contoh salmin dalam salmon, klupein dalam herring, dan cyprinin dalam karper.

2. Protein terkonjugasi
Protein terkonjugasi atau yang biada disebut dengan protein kompleks adalah protein
yang terdapat di dalam membran sel. Jika protein ini dihidrolisis maka akan
menghasilkan asam amino dan senyawa lain yakni senyawa organik atau anorganik.
Protein terkonjugasi lebih banyak terdapat dalam makhluk hidup daripada protein
sederhana. Komponen non-asam amino yang terkonjugasi pada struktur protein
dinamakan gugus prostetik. Contoh protein terkonjugasi adalah nukleoprotein,
lipoprotein, fosfoprotein, metaloprotein dan glikoprotein yang dijelaskan secara rinci
pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Jenis Protein Terkonjugasi

I. Denaturasi Protein
Protein globular yang tergabung dalam struktur tersier bersatu karena gaya Tarik
menarik intra molekuler yang lemah. Seiring perubahan suhu maupun pH yang sedikit saja
mengakibatkan perubahan struktur. Disamping itu denaturasi juga dapat dipengaruhi oleh
sinar X atau sinar UV dan penambahan pelarut organik serta kation logam berat.
Dapat dikatan bahwa denaturasi protein adalah perubahan struktur protein akibat
pengaruh dari perubahan suhu, pH, radiasi, deterjen, dan perubahan jenis pelarut. Protein
yang terdenaturasi hampir selalu mengalami kehilangan fungsi biologis. Kebanyakan
denaturasi merupakan reaksi yang tidak dapat balik. Sebagian lagi dapat dikembalikan lagi
ke bentuik awal melalui proses yang disebut renaturasi. Contohnya enzim nuclease yang
berfungsi mendegradasi DNA dan RNA akan terdenaturasi dalam suatu asam. Namun, jika
larutan enzim dietralkan, maka enzim dapat terenaturasi dalam waktu kurang dari 1 detik.
Denaturasi biasanya disertai dengan perubahan sifat fisika maupun biologi. Perubahan
kelarutan adalah contoh perubahan sifat fisika.
Selama denaturasi protein, ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, dan interaksi
elektrostatik putus, tetapi ikatan peptida dan ikatan disulfida tetap utuh tidak mengalami
pemutusan. Beberapa faktor yang mempengaruhi denaturasi protein, yaitu:
1. Suhu
Pengaruh suhu pada struktur tiga dimensi protein dapat digambarkan sebagai berikut.
Kenaikan suhu secara sederhana menaikan kecepatan pergerakan molekul. Jika suhu
terus dinaikkan ikatan di dalam molekul protein mulai bervibrasi. Interaksi lemah
seperti ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik yang memelihara struktur protein rusak.
Dengan kata lain, protein terdenaturasi. Molekul protein yang terdenaturasi akan
kehilangan karakteristik konformasi tiga dimensinya. Koagulasi terjadi ketika molekul
protein tidak melipat dan menjadi terjerat. Pada keadaan ini protein tidak dapat larut,
protein menggumpal dan menjadi padat. Hal ini dapat kita amati efek kenaikan suhu
pada putih telur. Putih telur merupakan larutan viscous dari albumin telur. Ketika putih
telur dimasak, protein mengalami denaturasi dan selanjutnya koagulasi dan kita
melihatnya sebagai padatan. Banyak protein pada sel kita. Sebagai contoh enzim, enzim
dalam sitoplasma sebagai larutan kental (viscous). Untuk menjalankan fungsinya,
enzim harus selalu dalam larutan dan terpelihara struktur tiga dimensinya dengan benar.
Jika suhu tubuh kita menjadi sangat tinggi, atau jika daerah tertentu dari badan kita
sangat tinggi suhunya seperti ketika kita menyentuh pemanggang kue yang panas maka
protein seluler menjadi terdenaturasi. Protein kehilangan fungsinya yang dapat
mengakibatkan sel atau organisme menjadi mati. Perubahan struktur protein saat
terdenaturasi digambarkan pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Denaturasi protein

2. pH
Semua protein mempunyai karakteristik muatan listrik karena gugus R dari asam
aminonya. Masing-masing protein mempunyai karakteristik muatan listrik total pada
permukaannya karena setiap protein mempunyai komposisi residu asam amino yang
berbeda. Gugus R bermuatan positif dan negatif pada permukaan molekul protein
berinteaksi dengan ion dan molekul air. Interaksi ini memelihara protein dalam larutan
di sitoplasma. Protein yang diperlihatkan pada gambar (a) mempunyai muatan total 2+
+
karena protein tersebut mempunyai dua ekstra gugus NH3 . Jika kita menambahkan dua
mol basa seperti NaOH pada protein tersebut, maka gugus amino terprotonasi
kehilangkan protonnya yang mengakibatkan muatan protein menjadi netral. Dengan
kata lain, muatan total protein menjadi nol. pH dimana protein mempunyai jumlah
muatan positip dan muatan negatif sama (muatan totalnya adalah nol) dinamakan titik
isoelektrik. Sebaliknya, protein pada gambar (b) mempunyai muatan total 2- karena
terdapat dua ekstra gugus karboksil. Ketika dua mol asam ditambahkan, gugus karboksil
menjadi terprotonasi. Sebagai akibatnya protein ‘netral’ dan muatan total protein
menjadi nol. Hal ini dapat dikatakan bahwa larutan protein berada pada titik isoelektrik.

Ketika pH larutan protein di atas titik isoelektriknya, maka semua molekul protein
akan mempunyai muatan permukaan total negatif. Sebaliknya, ketika pH larutan protein
di bawah titik isoelektrik protein akan mempunyai muatan total positip. Pada titik
isoelektrik molekul protein tidak mempunyai muatan total permukaan. Sebagai
akibatnya, protein tidak kuat menolak satu sama lainnya dan protein paling sedikit larut.
Pengaruh pH dapat kita amati pada susu yang diletakkan di kulkas untuk waktu
yang lama. Bakteri pada susu mulai tumbuh. Bakteri menggunakan gula susu (laktosa)
sebagai sumber energi dalam proses fermentasi dan menghasilkan asam laktat sebagai
produknya. Bakteri berlanjut tumbuh dan berkembang yang mengakibatkan konsentrasi
asam laktat naik. Kenaikan konsentrasi asam laktat mengakibatkan protonasi dari gugus
karboksilat pada permukaan protein susu. Protein menjadi isoelektrik dan
mengkoagulasi selanjutnya menjadi padat seperti ‘dadih’.
3. Pelarut Organik
Pelarut organik polar seperti 2-propanol, dapat mendenaturasi protein dengan merusak
ikatan hidrogen di dalam protein. Daerah nonpolar dari pelarut mengganggu interaksi
hidrofobik di dalam interior molekul protein dengan demikian mengganggu konformasi
protein. Oleh sebab itu, larutan alkohol 70% sering digunakan sebagai antiseptik atau
disinfektan. Selain itu, ikatan hidrogen terbentuk antara pelarut dan air.
4. Deterjen
Deterjen mempunyai daerah hidrofob dan polar atau daerah hidrofilik. Ketika detergen
berinterakis dengan protein, detergen merusak interaksi hidrofobik menyebabkan rantai
protein tidak melipat.
5. Logam Berat
2+ 2+
Logam berat seperti merkuri (Hg ) dan timbal (Pb ) mungkin membentuk ikatan
dengan gugus rantai samping bermuatan negatif. Hal ini mengganggu jembatan garam
yang terbentuk antara gugus R residu asam amino dari rantai protein yang
mengakibatkan protein dapat kehilangan konformasi. Logam berat mungkin juga
berikatan dengan gugus sulfuhidril dari protein. Hal ini mungkin menyebabkan
perubahan besar pada struktur tiga dimensi protein yang mengakibatkan protein dapat
kehilangan fungsinya.
6. Gerakan Mekanik
Pengocokan, pukulan, goncangan dapat merusak interaksi lemah yang memelihara
konformasi protein. Pengocokan putih telur menghasilkan busa yang kaku.

J. Fungsi Protein
Fungsi protein tergantung pada struktur pembentuk protein, antara lain:
1. Katalis enzim. Enzim merupakan protein katalis yang mampu meningkatkan laju reaksi
sampai 1012 kali laju awalnya.
2. Transport dan penyimpanan. Banyak ion dan molekul kecil diangkut dalam darah
maupun di dalam sel dengan cara berikatan pada protein pengangkut. Contohnya,
hemoglobin merupakan protein pengangkut oksigen.
3. Fungsi mekanik. Protein ini menjalankan peranan sebagai pem- bentuk struktur.
Misalnya, protein kolagen menguatkan kulit, gigi, serta tulang. Membran yang
mengelilingi sel dan organel juga mengandung protein yang berfungsi sebagai
pembentuk struktur sekaligus menjalankan fungsi biokimia lainnya.
4. Pergerakan. Kontraksi otot terjadi karena adanya interaksi antara ua tipe protein
filamen, yaitu aktin dan miosin. Miosin juga memiliki aktivitas enzim yang dapat
memudahkan perubahan energi kimia ATP menjadi energi mekanik.
5. Pelindung. Antibodi merupakan protein yang terlibat dalam perusakan sel asing.
6. Proses informasi. Rangsangan luar seperti sinyal hormon atau intensitas cahaya
dideteksi oleh protein tertentu yang meneruskan sinyal ke dalam sel. Contoh protein
seperti ini misalnya rodopsin yang terdapat dalam membran sel retina.

K. Reaksi Uji Protein


Beberapa reagen yang direaksikan dengan protein akan memberikan warna tertentu. Dalam
banyak hal reaksi-reaksinya memerlukan adanya gugus-gugus tertentu dalam protein.
Sejumlah reaksi dapat digunakan untuk penentuan protein secara kualitatif, beberapa
diantaranya yaitu:
1. Reaksi Xantoprotein
Apabila protein dipanaskan bersama-sama dengan asam nitrat pekat akan menghasilkan
endapan putih yang segera akan berubah menjadi orange. Reaksi ini disebabkan oleh
adanya gugus aromatis. Gugus aromatis antara lain dimiliki oleh fenilalanin, tirosin,
triptofan. Jadi reaksi ini dapat digunakan untuk penentuan asam amino yang
mengandung gugus aromatis.
2. Reaksi Biuret
Apabila Cu-sulfat ditambahkan ke dalam larutan protein dalam alkali kuat, maka
warnanya akan berubah dari purple (merah ungu) menjadi violet (ungu). Perubahan
warna tersebut khas untuk senyawa yang mengandung dua gugus −NH−CO− yang
berikatan secara langsung atau terpisah oleh atom C atau N. Perubahan warna itu
disebabkan oleh ikatan peptida, tetapi perubahan warna itu juga dapat disebabkan oleh
senyawa bukan peptida yang mempunyai struktur seperi protein misalnya biuret. Reaksi
ini dapat digunakan untuk analisa kuantitatif berdasarkan pada ikatan peptida.
3. Reaksi Timbal(II) Asetat
Uji ini memberikan hasil positif pada protein yang mengandung asam amino yang
mengandung atom sulfur, seperti sistein dan metionin. Cara pengujiannya, yaitu larutan
protein dan NaOH dipanaskan, kemudian ditambahkan larutan timbal(II) asetat.
Apabila terbentuk endapan berwarna hitam, maka protein tersebut mengandung asam
amino yang mengandung atom sulfur.
4. Reaksi Ninhidrin (Triketohyndrindene)
Apabila protein, pepton, atau asam amino bebas dipanaskan bersama-sama dengan
ninhidrin akan memberikan warna biru. Reagen ini banyak digunakan untuk penentuan
asam amino secara kuantitatif atau kualitatif. Apabila protein dipanaskan bersama
reagen yang mengandung -naftoquinon sulfonat, akan memberikan warna merah.
Penentuan asam amino secara kuantitatif dapat menggunakan metode spektrofotometri.

L. Analisis Jenis dan Urutan Asam Amino dalam Polipeptida (Protein)


1. Penentuan Struktur Peptida: Analisis Asam Amino
Alat amino acid analyzer adaah instrument otomatis yang prinsipnya adalah teknik
analitik yang dikembangkan oleh William Stein dan Stanford Moore. Langkah pertama
adalah memutuskan ikatan peptide dengan cara mereduksi semua ikatan disulfida dan
menghidrolisis semua ikatan amida dengan HCl 6M. Kromatografi dari campuran asam
amino menggunakan larutan buffer dalam air menghasilkan asam amino komponennya.
Setiap asam amino yang berbeda yang terelusi di ujung kolom kromatografi direaksikan
dengan ninhydrin. Warna yang ditimbulkan spectrometer dan kurva waktu elusi versus
absorbansi spectrometer akan dihasilkan.
Karena waktu elusi suatu asam amino dari kolom kromatografi adalah spesifik maka
identifikasi asam amino dapat dilakukan berdasarkan waktu elusi, sedangkan kuantittas
asam amino dalam sampel dapat ditentukan dari intensitas warna ungu yang dihasilkan dari
reaksi asam amino dengan ninhydrin.

2. Penentuan Urutan Asam Amino dalam Peptida: Degradasi EDMAN


Prinsip kerja proses ini adalah menentukan suasana asam amino dengan cara
memutuskan satu residu dari asam amino di N atau C terminal dipisahkan dan diidentifikasi.
Reaksi diulang sampai seluruh residu teridentifikasi. Suatu metode yang efisien adalah
Degradasi Edman yang prinsip kerjanya memutus residu di N terminal, memisahkan,
mengidentifikasi. Cara ini dapat mengidentifikasi 20 atau lebih asam amino secara otomatis.
Degradasi edman meliputi reaksi peptide dengan fenil isosianat, diikuti dengan
hidrolisislunak mempergunakan asam. Langkah ini menghasilkan turunan feniltiohidantoin
dari asam amino N terminal, dan peptide yang sudah berkurang satu asam amino.
Feniltiohidantoin diidentifikasi secara kromatografi. Proses ini diulang sampai seluruh
peptide teridentifikasi.
Bila rantai peptide terlalu besar maka rantai harus dipecah dahulu menjadi bagian kecil,
sebab proses diatas paling optimum adalah 25 siklus. Lebih besar dari itu akan menghasilkan
hasil samping yang mengganggu proses degradasi. Fragmen dilarutkan dengan degradasi
Edman, kemudian setiap fragmen dicocokan seperti meletakkan permainan jigsaw puzzle.

3. Penentuan Urutan Asam Amino dalam peptida: Penentuan Residu C Terminal


Degradasi Edman merupakan metode yang baik untuk menganalisis residu N terminal,
tetapi metode komplementer untuk menganalisis residu C terminal juga bermanfaat. Akhir
ini metode terbaik yang digunakan untuk memutuskan ikatan peptide residu C terminal
secara spesifik adalah menggunaka enzim karboksipeptidase.
Analisis dilakukan dengan cara menginkubasikan polipeptida dengan
karboksipeptidase dan mengamati munculnya asam amino yang pertama dalam larutan.
Degradasi selanjutnya akan muncul setelah residu C terminal pertama lepas, akan timbul C
terminal yang baru. Proses ini akan berlanjut sampai seluruh peptida terhidrolisis.
DAFTAR PUSTAKA

Bettleheim, Frederick A; Brown, William H; Campbell, Mary K; dan Farrell, Shawn O.


2010. Introduction to Organic and Biochemistry, 7th Edition. USA: Brook/Cole
Campbell, Neil A, & Reece, Jane B. 2008. Biologi 1 Edisi Kedelapan Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
Nelson, David L. dan Cox, Michael M. 2013. Principles of Biochemistry 6th Edition. New
York: W. H. Freeman and Company.
Ngili, Yohanis. 2009. Biokimia Metabolisme & Bioenergitika. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Stoker, H. Stephen. 2007. General, Organic, and Biological Chemistry 4th Edition. USA:
Houghton Mifflin Company.
Timberlake, Karen C. 2012. Chemistry: An Introduction to General, Organic, and
Biological Chemistry 11th Edition. USA: Pearson Education, Inc.
Wahjudi; Iskandar, Srini Murtinah; dan Parlan. 2003. Kimia Organik II. Malang: Universitas
Negeri Malang.

Anda mungkin juga menyukai