Anda di halaman 1dari 51

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Asam Amino dan Protein


1. Asam Amino
Asam amino yang merupakan monomer (satuan pembentuk) protein
adalah suatu senyawa yang mempunyai dua gugus fungsi yaitu gugus amino
dan gugus karboksil. Dalam biokimia sering kali pengertiannya dipersempit:
keduanya terikat pada satu atom karbon (C) yang sama Gugus karboksil
memberikan sifat asam dan gugus amina memberikan sifat basa. Dalam
bentuk larutan, asam amino bersifat amfoterik yaitu cenderung menjadi asam
pada larutan basa dan menjadi basa pada larutan asam. Perilaku ini terjadi
karena asam amino mampu menjadi zwitter ion.

Asam amino termasuk golongan senyawa yang paling banyak


dipelajari karena salah satu fungsinya sangat penting dalam organisme, yaitu
sebagai penyusun protein. Pada asam amino, gugus amino terikat pada atom
karbon yang berdekatan dengan gugus karboksil (C-α) atau dapat dikatakan
juga bahwa gugus amina dan gugus karboksil dalam asam amino terikat pada
atom karbon yang sama. Gugus fungsional pada asama amino, yaitu karboksil
dan amina, keduanya memengaruhi sifat keasaman asam amino. Dengan
demikian, asam amino dapat bereaksi dengan asam maupun basa sehingga
dikatakan bersifat amfoter atau amfiprotik. Sifat amfoter ini tampak pada
asam amino yang hanya mengikat satu gugus -COOH dan satu gugus -NH2.
Adapun asam amino yang mengikat lebih dari satu gugus -COOH dan hanya
satu gugus -NH2, akan lebih bersifat asam.
Aturan tata nama dalam penamaanasam amino antara lain :

• Gugus karboksilat (-COOH) menjadi nomor satu

• Lihat letak gugus amina (-NH2)

• Hitung rantai terpanjang dimulai dari gugus karboksilat

Sifat-sifat asam amino yang dapat larut dalam air dapat membentuk
kristal. Harga konstanta dielektrikum yang tinggi, memiliki netralisasi seperti
pada H dan OH dan dalam medan listrik misalnya dengan eklektrophoresa tak
bergerak dalam keadaan tertentu. Masa asam amino dipercayai memiliki sifat
amfoter atau dalam keadaan zwitter ion yang memiliki muatan (+) dan (-)
yang seimbang.

Ion Zwitter (asam amino)

1. Gugus karboksil melepas ion


2. Gugus amino menerima proton
3. Molekul asam amino “dipolar”

4
Reaksi Zwiter akan terbentuk dengan pergeseran proton dari gugus
karboksil ke gugus amino. Ion-ion positif dan negatifnya tidak bebas, karena
ikatan yang kuat dari ion-ion ini melalui atom C. Internal salt disebut Zwitter
Ion. Sebuah asam amino ditandai dengan adanya gugus nitrogen berupa
gugus amino (-NH2), gugus karboksil (-COOH), dan sebuah atom hidrogen di
mana ketiganya terikat pada sebuah atom C yang disebut sebagai karbon α
(dibaca karbon alfa), serta gugus R sebagai rantai samping atau rantai cabang.

Gugus amino atau amin ditulis di dalam struktur kimia di atas sebagai
NH3+ dan gugus karboksil sebagai COO karena dalam lingkungan air berada
dalam bentuk ion yang bersifat. Adanya kedua ion plus dan minus dalam satu
buah asam amino membuat asam amino bersifat dipolar (dua muatan ion plus
dan minus).

Di dalam asam amino gugus karboksil (-COOH) bersifat asam dan


gugus amina (-NH2) bersifat basa. Jadi, asam amino dapat bersifat asam dan
basa, dan sifat inilah yang diberi istilah bersifat amfoterik. Molekul yang
bersifat amfoterik dapat bersifat netral atau tidak bermuatan, namun dapat
juga bersifat dipolar seperti ditulis dalam struktur di atas. Dalam bentuk
dipolar ini asam amino bersifat sebagai “Zwitter Ion”. Dalam larutan asam
keras (pH asam) sebagian besar asam amino berada dalam bentuk kation
(bermuatan positif), dalam larutan basa keras (pH basa) asam amino berada
dalam bentuk anion (bermuatan negatif). Pada pH tertentu untuk setiap asam
amino dapat berada dalam keadaan netral, dan nilai pH asam amino berada
dalam keadaan netral dikenal sebagai titik isoelektrik dari asam amino.

5
Titik isolistrik adalah titik atau pH asam amino mempunyai muatan
listrik yang netral. Titik isolistrik asam amino asam pada pH 3, diperlukan
larutan yang lebih asam untuk asam amino golongan ini untuk menambah
proton gugusan karboksilat kedua. Titik isolistrik basa asam amino basa
sekitar pH 9-10, diperlukan larutan yang lebih basa untuk menghilangkan
proton dari gugusan amonium kedua.

2. Protein

Protein berasal dari kata protos (bahasa Yunani) yang berarti "yang
paling utama". Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul
tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang
dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein
mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta
fosfor. Protein terdapat pada semua sel hidup, kira-kira 50% dari berat
keringnya dan berfungsi sebagai pembangun struktur, biokatalis, hormon,
sumber energi, penyangga racun, pengatur pH, dan sebagai pembawa sifat
turunan dari generasi ke generasi. Protein berperan penting dalam struktur
dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus.

Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis


protein lain berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya
protein yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam
sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk
hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam
transportasi hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai
sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam
amino tersebut (heterotrof).

Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain


polisakarida, lipid, dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama
makhluk hidup. Selain itu, protein merupakan salah satu molekul yang paling
banyak diteliti dalam biokimia. Protein ditemukan oleh Jöns Jakob Berzelius
pada tahun 1838.

6
B. Klasifikasi Asam Amino
1. Asam Amino Esensial dan Non Esensial
Berdasarkan kebutuhan dan kemampuan tubuh untuk menghasilkan asam
amino tersebut yaitu asam amino esensial dan asam amino nonesensial.
a. Asam amino esensial adalah asam-asam amino yang tidak dapat
disintesis di dalam tubuh kita dan oleh karena itu untuk
mencukupi kebutuhan harus diperoleh dari protein makanan yang
kita makan.
b. Asam amino nonesensial adalah asam-asam amino yang dapat
disintesis dalam tubuh dari zat makanan tertentu.
2. Asam Amino Bersifat Basa, Asam, dan Netral
Rantai samping atau rantai cabang asam-asam amino mempunyai sifat yang
khas. Berdasarkan sifat yang khas ini, asam–asam amino diklasifikasikan
menjadi 3 kelompok:

a. Asam amino bersifat basa (basic amino acid)


yaitu asam amino dengan rantai samping mengandung gugus
amino atau lingkar heterosiklik berupa heteroatom nitrogen.
b. Asam amino bersifat asam (acidic amino acid)
yaitu asam amino dengan rantai samping mengandung gugus
karboksil.

7
c. Asam amino netral (neutral amino acid)
yaitu asam amino dengan rantai samping selain yang telah
disebutkan.

3. Asam Amino Polar dan Nonpolar


Berdasarkan polaritas, asam amino dapat dikelompokkan atas asam amino
polar dan asam amino nonpolar. Pada pH mendekati 7, polaritas rantai
samping R asam-asam amino hasil hidrolisis protein bervariasi, mulai dari
yang bersifat nonpolar atau hidrofobik sampai yang bersifat sangat polar
atau hidrofilik.

4. Asam Amino Alifatik dan Siklik


Berdasarkan keistimewaan struktur kimia, asam amino penyusun protein
dibedakan atas asam amino alifatik, yaitu asam amino rantai sampingnya
terbuka atau tidak membentuk lingkar, dan asam amino siklik, yaitu yang
rantainya tertutup atau membentuk lingkar. Asam amino siklik dibedakan
atas asam amino aromatik dan asam amino heterosiklik.

8
5. Asam Amino Glikogenik dan Ketogenik
Melalui reaksi biokimiawi, beberapa asam amino dalam tubuh dapat diubah
menjadi glukosa atau glikogen; asam amino ini disebut asam amino
glukogenik atau glikogenik. Asam amino yang di dalam tubuh dapat diubah
menjadi senyawa-senyawa keton (keton bodies) atau menjadi Asetil S-KoA
dikenal sebagai asam-asam amino ketogenik. Beberapa asam amino
termasuk keduanya, yaitu sebagai asam amino glikogenik dan ketogenik.

C. Pembentukan Ikatan Peptida

Suatu peptida adalah suatu amida yang dibentuk dari dua asam amino
atau lebih. Ikatan kovalen yang terbentuk antara dua molekul asam amino
ketika gugus karboksil (-COOH) asam amino bereaksi dengan gugus α-
amino dari asam amino yang lain dengan melepaskan molekul air (H2O) yang
disebut dengan ikatan peptida. Berdasarkan jumlah asam amino yang
berikatan, dikenal adanya di, tri, tetra, dan seterusnya (polipeptida).

9
Ikatan peptida cukup stabil, kestabilan ini disebabkan adanya resonasi
antara atom nitrogen dan gugus karbonil. Nitrogen amida tidak lagi sebagai
basa kuat dari ikatan C-N tidak dapat berputar bebas karena telah dibatasi
oleh sifat ikatan rangkap dua. Nama asam amino biasanya menjadi tiga huruf,
misalnya asam amino alanin menjadi ala, glisina menjadi gly, demikian
seterusnya.

Ikatan gugus amida yang terdiri dari atom karbon karbonil, nitrogen,
dan tiga atom hidrogen terletak dalam bidang datar yang sama (planar), lihat
gambar dibawah. Panjang ikatan antara karbon dan nitrogen adalah 1,32 Å,
lebih pendek dari panjang ikatan karbon dan nitrogen yang biasa (1,47 Å).
Hal ini menunjukkan bahwa ikatan karbon-nitrogen pada peptide mempunyai
sifat ikatan rangkap dua. Panjang ikatan tunggal karbon-karbon (C-C) adalah
1,51 Å, sedangkan panjang ikatan rangkap dua (C=C) adalah 1,33 Å.

Ikatan peptida terbentuk ketika gugus karboksil dari molekul asam


amino bereaksi dengan gugus amino dari molekul asam amino lainnya,

10
menyebabkan pelepasan molekul air (H2O). Dengan demikian, reaksi ini
disebut sebagai reaksi kondensasi. Pembentukan ikatan ini membutuhkan
energi yang berasal dari ATP (adenosin trifosfat). Polipeptida dan protein
adalah rantai dari asam amino yang saling bergabung melalui ikatan peptida.
Organisme hidup memanfaatkan enzim untuk menghasilkan polipeptida, dan
ribosom untuk menghasilkan protein. Peptida disintesis oleh enzim tertentu.
Berikut adalah contoh pembentukan dipeptida:

Pembentukan ikatan peptida


Nama peptida diberikan berdasarkan atas jenis asam amino yang
membentuknya. Asam amino yang gugus karboksilnya bereaksi dengan
gugus (-NH2) diberi akhiran –il. Urutan penamaan didasarkan pada urutan
asam amino, dimulai dari asam amino ujung yang masih mempunyai
gugus -NH2.

11
Asam amino dengan gugus amino bebas, biasanya diletakkan pada ujung kiri
struktur itu. Asam amino ini disebut asam amino N-ujung. Asam amino dengan
gugus karboksil bebas, ditaruh diujung kanan disebut asa amino C-ujung. Nama
peptida terdiri dari asam amino seperti permunculannya dari kiri ke kanan,
dimulai dari asam amino N-ujung.

D. Sifat Fisika Asam Amino yaitu :


1. Keaktifan optika
Semua asam a amino aktif optik kecuali glisina (asam amino
asetat). Senyawa-senyawa enantiomer mirop satu sama lain tapi dapat
dibedakan dari aktivitas optiknya, yaitu : bentuk L dan D. Asam amino
mempunyai dua struktur yaitu D dan L sama seperti karbohidrat. Untuk
menentukan struktur D atau Lnya, digunakan standar serina sebagai
berikut:

12
Kalau karbohidrat yang paling banyak ditemui dialam adalah struktur D
nya, maka asam amino berbeda. Strktur yang lebih banyak ditemui dialam
adalah struktur L nya.

2. Kelarutan
Asam amino adalah zat yang sangat mudah mengkristal, pada umumnya
larut dalam air. sedikit atau bahkan tidak larut dalam alkohol dan tidak
larut sama sekali dalam air. Artinya adalah asam amino itu lebih mudah
larut dalam pelarut polar dan tidak larut dalam pelarut nonpolar.

3. Asam Amino mempunyai titik leleh agak tingi


(>200oC, ini tinggi untuk senyawaan organik) sedangkan dari ester-
esternya rendah : ini adalah bukti bahwa asam-asam amino itu berada
dalam bentuk ionik : sebab untuk mengatasi gaya ionik yang membentuk
kisi Kristal diperlukan energi.

13
4. Dalam larutan dapat membentuk ion zwitter
Karena asam amino memiliki gugus karboksil (–COOH) yang bersifat
asam dan gugus amino (–NH2) yang bersifat basa, maka asam amino dapat
mengalami reaksi asam-basa intramolekul membentuk suatu ion dipolar
yang disebut ion zwitter.

E. Elektroforesis

Elektroforesis adalah teknik pemisahan suatu partikel/ spesies/ ion


atau partikel koloid berdasarkan kemampuan berpindah melalui medium
konduktif, biasanya berupa larutan bufer, sebagai respon adanya suatu medan
listrik (Harvey, 2000). Secara teknis, elektroforesis merupakan istilah yang
diberikan untuk migrasi partikel yang bermuatan akibat diberikan arus listrik
searah atau DC (Direct Current). Umumnya teknik dari cikal-bakal
elektroforesis digunakan untuk menentukan muatan dari suatu koloid (Patnaik
2004). Teknik elektroforesis ditentukan oleh ciri molekular ionik dan adanya
muatan sebagai sifat fisik.

Teknik ini dapat digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik yang


ada pada makromolekul misalnya DNA yang bermuatan negatif. Jika molekul
yang bermuatan negatif dilewatkan melalui suatu medium, kemudian dialiri
arus listrik dari suatu kutub ke kutub yang berlawanan muatannya maka
molekul tersebut akan bergerak dari kutub negatif ke kutub positif. Kecepatan
gerak molekul tersebut tergantung pada nisbah muatan terhadap massanya
serta tergantung pula pada bentuk molekulnya.

14
Pergerakan ini dapat dijelaskan dengan gaya Lorentz, yang terkait
dengan sifat-sifat dasar elektris bahan yang diamati dan kondisi elektris
lingkungan:

F adalah gaya Lorentz, q adalah muatan yang dibawa oleh objek, E adalah
medan listrik. Secara umum, elektroforesis digunakan untuk memisahkan,
mengidentifikasi, dan memurnikan fragmen DNA.

F. Prinsip kerja Elektrofoesis


Prinsip kerja dari elektroforesis adalah adanya pergerakan komponen
bermuatan positif (+) pada kutub negatif (-) serta komponen bermuatan
negatif (-) pada kutub positif (+). Pegerakan yang terjadi disebut
"elektrokinetik" . Hasil yang didapatkan dari elektroforesis adalah
elektroforegram yang memberikan informasi mengenai seberapa cepat
perpindahan komponen (tm) atau biasa disebut kecepatan migrasi. Besaran
yang digunakan sama dengan pada proses kromatografi.

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa komponen yang bermuatan


positif akan bergerak searah dengan medan listrik menuju kutub negatif.
Apabila dalam campuran terdapat dua jenis komponen, yakni (1) komponen
negatif (-), dan (2) komponen netral (N), maka komponen negatif akan
bergerak menuju kutub positif (+) sedangkan komponen netral (N) akan tetap
diam.

15
Pada gambar tersebut dapat dilihat komponen yang bermuatan positif
akan mengalir ke arah kutub negatif, sedangkan komponen bermuatan negatif
akan mengalir ke arah kutub positif.

G. Macam elektroforesis
1. Elektroforesis kertas
Elektroforesis kertas adalah jenis elektroforesis yang terdiri dari kertas
sebagai fase diam dan partikel bermuatan yang terlarut sebagai fase gerak,
terutama ialah ion-ion kompleks. Pemisahan ini terjadi akibat adanya
gradasi konsentrasi sepanjang sistem pemisahan.

Pergerakan partikel dalam kertas tergantung pada muatan atau valensi zat
terlarut, luas penampang, tegangan yang digunakan, konsentrasi elektrolit,
kekuatan ion, pH, viskositas, dan adsorpsivitas zat terlarut.
Dengan menggunakan medium kertas, pemisahan dan analisis
terhadap asam amino, peptida, nukleotida, dan ion-ion logam yang kecil
dapat dilakukan.
2. Keuntungan penggunaan kertas selulosa asetat adalah:
a. Pemisahan spot menjadi lebih kecil
b. Mudah memisahkan sampel dengan spektrofotometri
c. Mudah dilarutkan dalam pelarut dalam jumlah sedikit
3. Kelemahan penggunaan kertas selulosa asetat adalah:
a. Adanya gangguan yang disebabkan oleh adanya gugus OH- yang
terdapat pada selulosa yang dapat berinteraksi dengan molekul polar

16
sehingga daya migrasi molekul tersebut terganggu dan menjadi lebih
rendah.
b. Kelemahan ini dapat diatasi dengan cara asetilasi gugus hidroksil
dengan menggunakan kertas selulosa asetat yang tidak polar. Hal ini
menyebabkan migrasi molekul polar tidak terganggu, resolusi lebih
baik, dan proses pemisahan berlangsung lebih cepat.

H. Elektroforesis gel

Elektroforesis gel ialah elektroforesis yang menggunakan gel


sebagai fase diam untuk memisahkan molekul-molekul. Awalnya
elektoforesis gel dilakukan dengan medium gel kanji (sebagai fase diam)
untuk memisahkan biomolekul yang lebih besar seperti protein-protein.
Kemudian elektroforesis gel berkembang dengan menjadikan agarosa dan
poliakrilamida sebagai gel media.

Dalam elektroforesis gel terdapat dua material dasar yang disebut


fase diam dan fase bergerak (eluen). Fase diam berfungsi "menyaring"
objek yang akan dipisah, sementara fase bergerak berfungsi membawa
objek yang akan dipisah. Sering kali ditambahkan larutan penyangga pada
fase bergerak untuk menjaga kestabilan objek elektroforesis gel. Elektroda
positif dan negatif diletakkan pada masing-masing ujung aparat
elektroforesis gel.

17
Gambar Prosedur Kerja Elektroforesis Gel

Zat yang akan dielektroforesis dimuat pada kolom (disebut well)


pada sisi elektroda negatif. Apabila aliran listrik diberikan, terjadi aliran
elektron dan zat objek akan bergerak dari elektroda negatif ke arah sisi
elektroda positif. Kecepatan pergerakan ini berbeda-beda, tergantung dari
muatan dan berat molekul DNA. Kisi-kisi gel berfungsi sebagai pemisah.
Objek yang berberat molekul lebih besar akan lebih lambat berpindah.

I. Elektroforesis kapiler
Elektroforesis kapiler adalah metode elektroforesis yang digunakan
untuk memisahkan asam amino, protein, lipid, karbohidrat, dan nukleotida
dengan resolusi tinggi yang dilakukan pada pipa kapiler berisi buffer.
Metode ini mulai digunakan secara luas pada akhir tahun 1940 untuk
aplikasi dalam berbagai bidang seperti bioteknologi, kimia, lingkungan,
dan analisis farmasi.

Elektroforesis kapiler menggunakan listrik bertegangan tinggi yang


menyebabkan semua komponen ion atau molekul netral bergerak ke
katoda. Deteksi dapat dilakukan dengan teknik pendeteksian spektrometri
atau elektrokimia. Teknik pemisahan ini dipengaruhi oleh tegangan listrik,
koefisien difusi, panjang, dan diameter pipa kapiler, serta konsentrasi
sampel. Metode ini memiliki efisiensi dan selektivitas yang baik namun
boros listrik karena menggunakan tegangan tinggi dan alatnya juga mahal.

18
Elektroforesis kapiler (CE), juga dikenal sebagai zona elektroforesis
kapiler, dapat digunakan untuk memisahkan spesies ion oleh muatan mereka
dan gesekan kekuatan dan radius hidrodinamika. Elektroforesis, bermuatan
listrik bergerak analit dalam konduktif cairan menengah bawah pengaruh
suatu medan listrik. Diperkenalkan pada tahun 1960-an, teknik elektroforesis
kapiler (CE) dirancang untuk spesies terpisah berdasarkan ukuran mereka
untuk mengisi rasio dalam interior sebuah kapiler kecil penuh dengan
elektrolit.

J. Sifat Kimia Asam Amino

Berdasarkan rantai samping penyusunnya, asam amino diklasifikasikan ke


dalam 4 kelas, diantarannya:

1. Asam amino dengan gugus R non polar (tak mengutup)


Gugus non polar adalah gugus yang mempunyai sedikit atau tidak
mempunyai selisih muatan dari daerah yang satu ke daerah yang lain.
Golongan ini terdiri dari lima asam amino yang mengandug gugus alifatik
(Alanin, leusin, isoleucin, valin, dan protein) dua dengan R aromatic
(fenilalanin dan triptopan) dan satu mengandung atom sufur (metionin).

19
2. Asam amino dengan gugus R mengutup tak bermuatan
Golongan ini lebih mudah larut dalam air dari golongan yang tak
mengutuh karena gugus R mengutuo dapat membentuk ikatan hydrogen
dengan molekul air. Selain trionin dan tirosin yang kekutubannya
disebabkan oleh adanya gugus hidroksil (OH-) merupakan asam amino
yang termasuk golongan ini. Selain itu, yang termasuk dalam golongan ini
juga adalah asparagin dan glutamine yang kekutubannya disebabkan oleh
gugus amida (CONH2) serta sistein oleh gugus sulfidril (-SH).

3. Asam amino dengan gugus R bermuatan negatif


Golongan asam amino ini bermuatan negative pada pH 6,0-7,0 dan terdiri
dari asam aspartat dan asam glutamate yang masing –masing mempunyai
dua gugus karboksil (COOH).

4. Asam amino dengan gugus R bermuatan positif


Golongan asam amino ini bermuatan positif pada pH 7,0 terdiri dari lisin
histidin, dan arginin.
a. Keamfoteran Asam Amino

Suatu asam amino mengandung baik satu ion karboksilat (CO2-)


maupun suatu ion ammonium (NH3+) dalam sebuah molekul. Oleh
karena itu asam amino bersifat amfoter. Asam amino ini dapat bereaksi
dengan asam maupun basa , masing – masing dapat menghasilkan suatu
kation atau suatu anion.

b. Titik Isoelektrik

Asam amino jika dilarutkan dalam air dapat membentuk ion


dengan dua kutub polar (dipolar) yang sering disebut zwitterion. Dalam
bahasa jerman, zwitterion memiliki arti ion hibrit. Zwitterion dapat

20
berfungsi sebagai asam (donor proton) dan juga basa (akseptor proton).
Oleh karena sifatnya yang dipolar dan dapat berfungsi sebagai asam dan
basa, asam amino sering disebut sebagai amfoter atau amfolit (amfoter
elketroit), ion ammonium (NH3+) berfungsi sebagai asam dan ion
karboksilat (COOH-) berfungsi sebagai basa.

c. Stereoisomer

Selain glisin, α karbon pada asam amino merupakan C kiral. Oleh


sebab itu, struktur tetrahedral asam amino memiliki duabentuk yang
merupakan bayanan cermin yang dinamakan dengan enantiomer.
Semua molekul yang memiliki C kiral merupakan optikal aktif yang
bisa memutar bidang cahaya terpolarisasi sehingga membentuk sistem
D dan L.

K. Pembentukan Protein

Proses sintesis atau pembentukan protein memerlukan adanya molekul


RNA yang merupakan materi genetik di dalam kromosom, serta DNA sebagai
pembawa sifat keturunan. Gen menspesifikasikan protein melalui transkripsi
dan tranlasi.

1. Transkripsi
Adalah proses sintesis RNA dengan menggunakan DNA sebagai cetakan.
DNA berlaku sebagai arsitek yang merancang pola penyusunan protein
sedangkan RNA yang akan menjadi duta sebagai pembawa informasi
genetik berupa kode-kode genetik atau kodon-kodon. Pada tahap ini akan
menghasilkan 3 jenis RNA, yaitu mRNA, tRNA, rRNA. Tahap ini dapat
berlangsung di dalam sitoplasma dengan diawali proses pembukaan rantai
ganda yang dimiliki oleh DNA dengan bantuan enzim RNA polimerase.
Pada tahap ini terdapat rantai tunggal yang bertugas sebagai rantai sense,
sedangkan rantai lain yang berasal dari pasangan DNA dinamakan rantai
anti sense. Tahap transkripsi sendiri terbagi atas 3 tahap, yaitu tahap
inisiasi, elongasi dan terminasi, yaitu:

21
a. Inisiasi
Pada saat proses replikasi terdapat daerah yang disebut sebagai
pangkal replikasi, lalu pada proses transkripsi juga dikenal nama
promoter yang merupakan wilayah DNA yang digunakan sebagai
tempat melekatnya RNA polimerase untuk melakukan transkripsi.
Terdapat proses dimana RNA kemudian akan melekat dengan
promoter, kemudian promoter akan mengikat kumpulan protein yang
kemudian proses ini disebut sebagai faktor transkripsi. Dari sini, RNA
polimerase, promoter dan faktor transkripsi akan disebut sebagai
kompleks inisiasi transkripsi. Dimana selanjutnya RNA polimerase
akan bertugas membuka rantai ganda yang dimiliki oleh DNA.

b. Elongasi
Setelah terjadi proses inisiasi subunit σ (faktor sigma) akan
melepaskan diri dan sintesis RNA dilanjutkan Core enzim (enzim
yang tidak menganduk faktor sigma) menggunakan utas cetakan arah
51 – 31 dan membutuhkan 4 macam nukleotida (ribonukleosida 51
trifosfat). Yaitu r-ATP, r-CTP, r-GTP, r-UTP.

c. Terminasi
Transkripsi berlangsung sampai ditemukannya tanda untuk
berhenti. Tanda terminasi yang sederhana adalah bagian dari DNA
yang dengan urutan basa GC disebut palidrome dan diikuti oleh
bagian DNA yang kaya akan basa AT. Bila genom tidak mengandung
palidrome maka terminasi menggunakan protein Rho.

2. Tahap Translasi
Proses sintesis atau pembentukan protein dengan menggunakan m
RNA sebagai cetakan. Proses ini membutuhkan m RNA yang terdiri atas 3
urutan basa yang akan di baca atau diterjemahkan dalam bentuk triplet
yang disebut kodon, tiap kodon menterjemahkan atau menyandikan satu
asam amino misalnya AUU (Isoleusin), CUA (Leusin), GUA (Valin).

22
Ribosom merupakan kompleks ribosom RNA dengan protein yang
terdiri dari subunit besar dan sub unit kecil ( P site dan A site). P site
adalah tempat terikatnya t RNA dengan rantai polipeptida yang sedang
tumbuh (peptidyl t RNA), sedangkan A site adalah tempat terikatnya
aminosil t RNA. Tahap translasi juga terbagi atas 3 tahap, yaitu tahap
inisiasi, elongasi dan terminasi, yaitu:
a. Inisiasi
Diawali dengan proses aktivasi terhadap t RNA. P-site yang berisi f
Met dan t Rna. A-site kosong nantinya akan diisi oleh aminoasil- t
RNA sesuai dengan kodon berikutnya. Selanjutnya pembentukan
ikatan peptida antara asam amino baru dengan f Met.
b. Elongasi
Perpanjangan sintesis protein dengan pembacaan kodon (sandi
genetik). t RNA akan dilepaskan dari P-site, A-site kembali kosong,
dan akan diisi oleh aminoasil-tRNA yang baru sesuai dengan kodon
baru (step 1). Amino asil yang baru akan membentuk ikatan peptida
dengan rantai polipeptida sebelumnya (step 2). Kompleks kembali
bergerak tRNA kembali dilepaskan dan A-site kembali kosong, proses
ini berlangsung terus sampai ditemukan stop kodon (UAG, UGA,
UAA).
c. Terminasi
Elongasi berhenti bila stop kodon yang ditemui terisi dengan protein
Release Factor (RF). Proses ini berlangsung diikuti dengan
dihidrolisisnya rantai peptida yang terbentuk dari tRNA. Kompleks
ribosom dibebaskna dari mRNA. Protein yang dihasilkan akan
mengalami perubahan agar dapat berfungsi secara fisologis.

L. Struktur protein

Struktur protein dikelompokkan menjadi empat yaitu: primer, sekunder,


tersier, dan kuarterner. Berdasarkan konformasi dan pisisinya dalam molekul
maka struktur protein dikelompokkan menjadi sekunder, tersier, dan
kuarterner. Konformasi adalah susunan ruang atom-atom atau gugus-gugus

23
rantai polipeptida, sedangkan yang dimaksud posisinya yaitu dalam kaitannya
dengan hubungan masing-masing dalam molekul protein.

1. Struktur Primer
Struktur primer merupakan protein rantai lurus tidak bercabang yang
berikatan melalui peptida secara kovalen. Karena protein struktur
primer disusun oleh protein rantai lurus, maka akam diperoleh protein
berbentuk sangat panjang dan pipih. Protein struktur primer jarang
sekali dijumpai di alam. Berat molekul, komposisi asam amino, dan
posisi residu asam amino dalam polipeptida penyusun protein sangat
berperan dalam protein struktur primer. Pengukuran berat molekul
dapat dilakukan dengan berbagai metode antara lain metode osmotic
pressure, light scattering, diffusion and viscosity, gel filtration,
sedimentasi dengan ultracentrifuge, dan komposisi kimiawi. Setiap
metode mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Pengukuran komposisi asam amino dalam protein antara lain


dilakukan dengan cara hidrolisa, kromatografi, dan reaksi warna
misalnya reaksi ninhidrin. Hidrolisa dapat dilakukan dengan asam
misalnya HCl pekat (6N), basa dan ensim. Posisi residu asam amino
dapat ditentukan dengan sequential analysis misalnya dengan
menggunakan dinitrofluorobenzene. Senyawa tersebut akan berikatan
dengan gugus amino dari asam amino membentuk dinitrophenyl
(DNP). Selanjutnya N-terminal amino ini akan diidentifikasi dengan
cara hidrolisa, demikian juga untuk C-terminal. Sequemtial analysis
dapat juga dilakukan dengan hidrolisa ensimatis.

24
b. Struktur Sekunder

Protein struktur sekunder mempunyai bentuk molekul tiga


dimensi dan mempunyai rantai-rantai cabang. Struktur sekunder
mempunyai bentuk spiral (α-helix) dan bentuk lipatan (β-lembaran).
Bentuk α misalnya terdapat pada wool, kolagen, sedang bentuk β
misalnya terdapat pada benang sutera. Struktur sekunder merupakan
bentuk berulang struktur primer, baik sebagai bentuk α maupun
bentuk β. Pada tempat-tempat tertentu yaitu pada struktur primer yang
berdekatan akan terbentuk ikatan silang.

Contohnya ribonuklease pankreas sapi berupa rantai tunggal

25
yang terdiri dari 124 residu asam amino membentuk ikatan silang di
empat tempat melalui jembatan disulfida dengan N-terminal berupa
Lys dan C-terminal berupa Val.

c. Struktur Tersier

Struktur tersier dibentuk oleh adanya interaksi antara rantai


cabang dari struktur sekunder dengan residu asam amino. Struktur
tersier merupakan gabungan dari berbagai interaksi, antara lain
interaksi hidrofobik, ikatan disulfida, ikatan hidrogen, dan ikatan
ionik. Interaksi hidrofobik mempunyai kemampuan yang besar untuk
menstabilkan struktur tersier dari semua protein, misalnya leusin,
valin, fenilalanin, metionin. Ikatan disulfida, hanya terdapat pada
beberapa protein saja, misalnya sistein. Ikatan hidrogen antar ujung
rantai polar, misalnya asam glutamat, asparagin, glutamin. Ikatan
ionik atau ikatan garam, misalnya lisin, arginin, asam aspartat, asam
glutamat.

d. Struktur Kuartener

Struktur kuarterner disusun oleh dua rantai polipeptida atau lebih


yang disatukan oleh gaya nonkovalen (yaitu bukan ikatan peptida atau
sulfida). Gaya-gaya yang menstabilkan agregasi ini pada umumnya

26
adalah ikatan hidrogen dan ikatan elektrostatik yang dibentuk antar
residu pada permukaan rantai peptida. protein hasil agregasi ini
disebut oligomer, dan rantai polipeptida penyusunnya disebut
protomer atau monomer atau subunit. Protein oligomer yang sering
ditemukan mengandung 2 atau 4 monomer, misalnya hemoglobin
disusun oleh 4 monomer yaitu 2 monomer bentuk α dan 2 monomer
bentuk β. Contoh lain ensim glikogen fosforilase yang disusun oleh 4
monomer, apabila keempat monomer itu berdiri sendiri maka tidak
mempunyai aktifitas ensim. Oligomer yang disusun oleh 2 monomer
disebut dimer dan yang disusun oleh 4 monomer disebut tetramer.

Struktur primer merupakan penentu pada struktur yang lebih


tinggi. Jadi struktur primer menentukan struktur sekunder (lipatan
regional spesifik), dan struktur tersier (interaksi spesifik), serta
kuarterner (agregasi spesifik). Penentuan struktur sekunder dan tersier
yang sekarang banyak dilakukan adalah dengan metode kristalografi
sinar-X, metode lainnya misalnya dispersi rotasi optik. Penentuan
struktur kuarterner meliputi penentuan jumlah dan jenis monomer
serta sifat interaksinya. Metode yang dapat digunakan antara lain
ultrasentrifugasi, sentrifugasi gradien densitas sukrosa, filtrasi melalui
ayakan molekul, dan Poly Acrylamide Gel Eletrophoresis (PAGE).

27
M. Sifat-sifat protein
1. Kelarutan
Kelarutan protein dalam berbagai pelarut (air, larutan encer dari garam,
alkohol) berlainan dan pernah dipakai untuk membagi protein-protein
dalam golongan-golongan. Masih dipergunakan dalam biokimia klinik.
2. Sifat sebagai koloid hidrofil
(diameter koloid : 1-100 mili mikron). BM protein : ±6.000-jutaan. Maka
menunjukkan sifat-sifat dari koloid. Hidrofil karena mengandung gugus-
gugus hidrofil (-NH2, -COOH, -OH) maka protein berlaku seperti koloid
hidrofil, mempunyai sifat mengadsorpsi H2O. Sifat mengadsorpsi air
diperkuat oleh asam dan ini dapat dilihat pada keadaan bengkak bila
disengat lebah, yang mengeluarkan HCOOH.
Dengan NaHCO3 : netralisasi untuk ini: bengkak berkurang
3. Sifat amfoter (penahan pH)
Gugus-gugus asam : -COOH, -SH, -OH-fenol
H
Gugus-gugus asam : -NH2, H2N‒C‒N‒ ‒
||
NH
4. Bentuk protein tergantung pada Ph seperti asam amino

5. Sifat mengikat ion


Sebagai amfolit protein dapat mengikat :

3. Protein bermuatan berlawanan


Protein (+) + Protein (-) pada Ph tertentu

28
6. Pembentukan Busa
Jika larutan protein dikocok busa

7. Tidak berdialisa melalui selaput


Protein darah tak dapat melalui sel-sel ginjal untuk masuk ke dalam urine.
Jika protein terdapat dalam urine : ginjal rusak

8. Denaturasi

Denaturasi protein adalah fenomena transformasi struktur protein


yang berlipat menjadi terbuka. Perubahan konformasi protein
mempengaruhi sifat protein (Estiasih, 2016).

Selama denaturasi, ikatan hidrogen dan ikatan hidrofobik


dipecah, sehingga terjadi peningkatan entropi atau peningkatan
kerusakan molekulnya. Kelarutan protein berkurang dan aktivitas
biologisnya juga hilang pada saat denaturasi. Protein-protein yang
terdenaturasi cenderung untuk membentuk agregat dan endapan yang
disebut koagulasi. Tingkat kepekaan suatu protein terhadap pereaksi
denaturasi tidak sama, sehingga sifat tersebut dapat digunakan untuk
memisahkan protein yang tidak diinginkan dari suatu campuran dengan
cara koagulasi.

Selain itu, masing-masing penyebab denaturasi protein juga


mengakibatkan ciri denaturasi yang spesifik. Panas, misalnya. Panas dapat
mengacaukan ikatan hidrogen dari protein namun tidak akan mengganggu

29
ikatan kovalennya. Hal ini dikarenakan dengan meningkatnya suhu akan
membuat energi kinetik molekul bertambah. Bertambahnya energi kinetik
molekul akan mengacaukan ikatan-ikatan hidrogen. Dengan naiknya suhu,
akan membuat perubahan entalpi sistem naik. Selain itu bentuk protein
yang terdenaturasi dan tidak teratur juga sebagai tanda bahwa entropi
bertambah. Entropi sendiri merupakan derajat ketidakteraturan, semakin
tidak teratur maka entropi akan bertambah. Pemanasan juga dapat
mengakibatkan kemampuan protein untuk mengikat air menurun dan
menyebabkan terjadinya koagulasi.

Selain oleh panas, asam dan basa juga dapat membuat protein
terdenaturasi. Seperti telah diketahui bahwa protein dapat membentuk
struktur zwitter ion. Protein juga memiliki titik isoelektrik dimana jumlah
muatan positif dan muatan negatif pada protein adalah sama. Pada saat
itulah, protein dapat terdenaturasi yang ditandai dengan membentuk
gumpalan dan larutannya menjadi keruh. Pada saat ini entalpi pelarutannya
akan menjadi tinggi, karena jumlah kalor yang dibutuhkan untuk
melarutkan sejumlah protein akan bertambah. Mekanismenya adalah
penambahan asam dan basa dapat mengacaukan jembatan garam yang
terdapat pada protein. Ion positif dan negatif pada garam dapat berganti
pasangan dengan ion positif dan negatif dari asam ataupun basa sehingga
jembatan garam pada protein yang merupakan salah satu jenis interaksi
pada protein, menjadi kacau dan protein dapat dikatakan terdenaturasi.

Bentuk protein terdenaturasi yang mengendap ini juga dapat


diakibatkan oleh pengaruh logam-logam berat. Dengan adanya logam-
logam berat itu akan terbentuk kompleks garam protein-logam. Kompleks
inilah yang membuat protein akan sulit untuk larut. Dan sama dengan
ketika protein terdenaturasi akibat asam dan basa, entalpi pelarutannya
akan naik. Protein bermuatan negatif atau protein dengan pH larutan di
atas titik isoelektrik akan diendapkan oleh ion positif atau logam lebih
mudah. Sebaliknya, protein bermuatan positif dengan pH larutan di bawah
titik isoelektrik membutuhkan ion-ion negatif. Contoh ion-ion positif yang

30
dapat mengendapkan protein misalnya Ag+, Ca2+, Zn2+, Hg2+, Fe2+, Cu2+,
dan Pb2+.

Dan contoh ion-ion negatif yang dapat mengendapkan protein


misalnya ion salisilat, trikloroasetat, piktrat, tanat, dan sulfosalisilat.
Namun selain membentuk kompleks garam protein-logam yang sukar
larut, logam berat dapat menarik sulfur pada protein sehingga mengganggu
ikatan disulfida dalam protein dan menyebabkan protein terdenaturasi
pula.

Gangguan pada ikatan disulfida selain disebabkan oleh logam berat


juga dapat disebabkan oleh agen-agen pereduksi. Agen pereduksi ini bisa
menyebabkan ikatan disulfida putus dan dapat membentuk gugus tiol (-
SH) dengan penambahan atom hidrogen. Selain ikatan disulfida, ikatan
lain yang apabila terganggu dapat menyebabkan denaturasi protein adalah
ikatan hidrogen. Dengan adanya alkohol dapat merusak ikatan hidrogen
antar rantai samping dalam struktur tersier suatu protein.

Selain itu, alkohol juga dapat mendenaturasi protein. Alkohol


seperti kita ketahui umumnya terdapat kadar 70% dan 95%. Alkohol 70%
bisa masuk ke dinding sel dan dapat mendenaturasi protein di dalam sel.
Sedangkan alkohol 95% mengkoagulasikan protein di luar dinding sel dan
mencegah alkohol lain masuk ke dalam sel melalui dinding sel. Sehingga
yang digunakan sebagai disinfektan adalah alkohol 70%. Alkohol
mendenaturasi protein dengan memutuskan ikatan hidrogen intramolekul
pada rantai samping protein. Ikatan hidrogen yang baru dapat terbentuk
antara alkohol dan rantai samping protein tersebut.

Dalam pandangan klasik mengenai dua kondisi pelipatan protein,


sebuah protein dikatakan berada dalam kondisi kesetimbangan dinamis
antara suatu kondisi terlipat (folded state) yang kompak dengan energi dan
entropi rendah serta suatu kondisi entropi tinggi yang secara struktural
ditandai dengan konformasi tidak teratur berenergi tinggi yang dikenal
juga sebagai kondisi tidak terlipat (unfolded state).

31
Kemudian seperti telah dibahas sebelumnya bahwa proses
perubahan dari folded ke unfolded berjalan reversibel namun sangat
lambat berarti memungkinkan terjadi proses renaturasi. Proses
renaturasi atau pengembalian struktur dari struktur protein
terdenaturasi menjadi struktur protein awal bisa saja terjadi. Namun,
perlu diingat apabila struktur protein awal terlalu kompleks, maka
proses renaturasi atau refolding tersebut akan berlangsung sangat
lambat dan sulit. Contohnya seperti pada protein yang terdapat pada
telur. Apabila protein tersebut telah terdenaturasi, maka akan sulit
untuk mengembalikan ke kondisi naturalnya.

Reaksi protein dengan HCl yang di lanjutkan dengan pemanasan selama


15 menit membuat protein terdenaturasi.

COO - COOH

H3N+ - C – H + H+ H3N+ - C – H

R asam R

COO - COO -

H3N+ - C – H + OH- H2N – C – H + H2O

R basa R

Denaturasi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:


 Panas
 Pengocokan
 pH
 Penambahan gula dan garam

32
Cara fisik seperti suhu, denaturasi karena panas biasanya terjadi
pada suhu 40 – 80 0C.

Stabilitas protein terhadap panas tergantung dari:


a. Komposisi asam amino. Protein dengan residu asam amino
hidrofobik lebih stabil daripada protein hidrofilik
b. Ikatan disulfida. Adanya ikatan disulfida menyebabkan protein
tahan terhadap denaturasi pada suhu tinggi
c. Jembatan garam. Adanya jembatan garam menyebabkan
protein tahan terhadap denaturasi pada suhu tinggi
d. Waktu pemanasan. Waktu pemanasan pendek mengakibatkan
denaturasi reversibel, sedang waktu pemanasan panjang
mengakibatkan denaturasi irreversibel
e. Bahan tambahan. Penambahan gula dan garam akan
menstabilkan protein

9. Koagulasi
Koagulasi adalah keadaan dimana protein tidak lagi terdispersi
sebagai suatu koloid karena unit ikatan yang terbentuk cukup banyak.

33
Koagulasi juga dapat diartikan sebagai kerusakan protein yang terjadi
akibat pemanasan dan terjadi adanya penggumpalan serta pengerasan pada
protein karena menyerap air pada proses tersrbut (Makfoeld, 2008).
Koagulasi berbeda dari denaturasi protein, dimana pada koagulasi protein
sifat biologi dan aktivitas protein tidak berubah.

Koagulasi merupakan proses lanjutan yang terjadi ketika


molekul protein yang didenaturasi membentuk suatu massa yang solid.
Cairan telur (sol) diubah menjadi padat atau setengah padat (gel)
dengan proses air yang keluar dari struktur membentuk spiral-spiral
yang membuka dan melekat satu sama lain. Koagulasi ini terjadi
selama rentang waktu temperatur yang lama dan dipengaruhi oleh
faktor-faktor. Hasil dari proses koagulasi protein biasanya mampu
membentuk karakteristik yang diinginkan. Yaitu mengental yang
mungkin terjadi pada proses selanjutnya setelah denaturasi dan
koagulasi. Kekentalan hasil campuran telur mempengaruhi keinginan
untuk menyusut atau menjadi lebih kuat.

Faktor Penyebab Koagulasi

Ada beberapa factor yang dapat menyebabkan koagulsi suatu protein, yaitu
:

 Asam
Proses koagulasi protein dapat terjadi karena penambahan asam. Pada
proses pembuatan yoghurt, susu yang didalamnya terkandung bahan protein
dalam bentuk laktosa dan kasein difermentasi dengan penambahan bakteri
dari spesies lactobacillus. Dalam proses fermentasi tersebut, susu kemudian
mengalami koagulasi karena berubahnya sifat susu menjadi asam yang
disebabkan oleh dihasilkannya asam laktat oleh bakteri yang ditambahkan.
Perubahan tersebut mengakibatkan susu teragulasi yang membuat
teksturnya menjadi kental sehingga terbentuk curd atau yoghurt.
 Garam
Garam berfungsi dalam membantu pengeluaran protein (whey) dari
koagulan, pengaturan kadar air dan keasaman keju (sebagai contoh dari

34
adanya koagulasi), pembentukan cita rasa keju (Foster et.al., 1961). Prescott
dan Dunn, 1982 mengatakan bahwa jumlah penambahan garam juga
berpengaruh pada cita rasa, tekstur, penampakan, jumlah asam laktat, dan
menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Bila tidak dilakukan
penggaraman, maka keju akan lunak, tekturnya tidak elastis, dan
pematangan tidak normal. Apabila pengaraman diberikan terlalu banyak
maka akan membuat keju menjadi keras dan proses pematangannya berjalan
lambat. Penggaraman dapat menyebabkan produksi asam terhambat,
sehinggu pH keju setelah penggaraman tidak akan turun lagi.
 Panas
Kenaikan suhu sistem koloid menyebabkan tumbukan antar partikel-
partikel sol dengan molekul-molekul air bertambah banyak. Hal ini
melepaskan elektrolit yang teradsorpsi pada permukaan koloid, akibatnya
partikel tidak bermuatan. Suhu lingkungan juga merupakan faktor penting
bagi pertumbuhan mikroba dan sintesis produk metabolisme. Pada suhu
optimum mikroba dapat tumbuh dan melakukan metabolism sebaik-
baiknya. Suhu optimum pertumbuhan belum tentu merupakan suhu
optimum untuk pembentukan enzim. Suhu adalah salah satu faktor penting
yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba dan produksi metabolit,
mengingat suhu mempengaruhi kecepatan reaksi kimia, konfigurasi tiga
dimensi protein dan kecepatan aktivitas enzim. Suhu yang terlalu rendah
menyebabkan reaksi metabolism relative rendah karena tidak cukup energy
untuk mencapai suatu reaksi. Pada suhu yang lebih tinggi molekul enzim
yang terproduksi lebih aktif dan terjadi tumbukan molekul, dapat memulai
suatu reksi selama protein enzim tidak terdenaturasi. Optimal produksi
enzim didefinisikan sebagai maksimum produk, pada kondisi ini enzim
diproduksi terus-menerus.
 Enzim
Enzim adalah suatu protein yang bertindak sebagai katalisator reaksi
biologi (biokatalisator). Pemanfaatan enzim saat ini berkembang pesat
terutama pada industry pengolahan pangan misalnya penggunaan enzim
rennet untuk menggumpalkan susu pada proses pembuatan keju. Suhu dan

35
pH merupakan factor yang mempengaruhi aktivitas enzim rennet mikrobia.
Oleh karena itu, perlu dikaji penggunaan enzim amobil dengan matriks
alginate terhadap lingkungan suhu dan pH yang berbeda sehingga diperoleh
kondisi yang optimum bagi enzim amobil untuk melaksanakan reaksi
katalitik. Proses koagulasi susu dengan penambahan enzim rennet mikrobia
pada saat pembuatan keju memiliki suhu optimum sekitar 30 – 400C,
sedangkan pada suhu 150C tidak akan terjadi koagulasi susu dan bila suhu
600C enzim rennet mikrobia menjadi inaktif (Winarno, 1983). Menurut
Radiati dan Fardiaz (1991) enzim rennet stabil dalam menggumpalkan susu
pada pH 4 – 6.
 Mikroba
Pentingnya mikroba dalam proses penggumpalan protein adalah
karena beberapa jenis mikroba menghasilkan suatu enzim yang dapat
menyebabkan penggumpalan. Selain itu, mikroba menghasilkan asam laktat
dari laktosa sehingga diperoleh kondisi pH yang diinginkan dan diperlukan
saat proses penggumpalan seperti pada proses pembuatan keju. Proses
pembentukan curd (gumpalan) pemisahan ataupun pelepasan whey (cairan)
dari curd, pembentukan tekstur keju dan pengerasan curd di akhir proses
secara signifikan dipengaruhi oleh pH. Fungsi lain dari mikroba adalah
menghasilkan residu karbohidrat yang bersama dengan penurunan
kelembapan akan mempertahankan stabilitas mikroba keju. Sifat proteolitik
dan residu metabolisme mikroba akan akan berperan atau paling tidak
sangat esensial dalam pembentukan aroma dan rasa selama proses
pemeraman. Mikroba yang digunakan untuk menggumpalkan protein
didominasi oleh kelompok grup Streptococcus seperti Streptococcus lactis,
S. cremonis, S. diacetylactis dan Leuconostoc cremonis. Selain itu, mikroba
jenis lain yang sering digunakan adalah mikroba thermofil (tahan panas)
seperti Lactobacilli dan S. thermophilus. Mikroba umumnya digunakan
sebagai starter untuk menggumpalkan protein.

36
Faktor yang dapat memengaruhi keberagaman tekstur koagulasi:

Keberagaman koagulasi dapat dipelajari melalui studi literatur


koagulasi tahu berbasis curd. Keberagaman tekstur disini adalah mencakup
kekerasan, kohesivitas, dan daya kunyah yang secara nyata dipengaruhii
oleh jenis koagulan, konsentrasi koagulan, dan suhu koagulasi. Salah satu
produk berbasis curd dari kedelai atau biasa dikenal sebagai tahu merupakan
produk olahan kedelai non fermentasi yang populer di Indonesia dan
beberapa negara seperti Cina dan Jepang. Saat ini dipasaran tersedia tahu
dengan tekstur yang beragam, mulai dari tahu yang sangat keras (extra firm
tofu) hingga tahu yang sangat lembut (silken tofu). Penyebab keragaman
tekstur pada curd(Syah, Darul dkk. 2012):
1. Konsentrasi
Konsentrasi koagulan yang ditambahkan serta suhu pada saat
penambahan koagulan akan memengaruhi kecepatan koagulasi dan
agreagasi protein. Pada konsentrasi yang tinggi koagulasi dan agregasi
protein akan berlangsung cepat. Kecepatan koagulasi protein akan
memengaruhi banyaknya protein yang membentuk matriks dan
kemampuan matriks protein untuk mengikat komponen lain khususnya
air yang pada akhirnya akan memengaruhi tekstur yang dihasilkan
(Milewski, 2001).
2. Jenis koagulan
Penggunaan GDL (Glucono Delta Lactone) sebagai koagulan akan
menghasilkan curd yang lebih lembut dan seperti jeli, sedangkan
penggunaan whey tahu sebagai koagulan akan menghasilkan tahu yang
lebih keras dan beremah (Chang, 2006).
3. Suhu
Suhu yang koagulasi yang tinggi mengakibatkan proses koagulasi
berlangsung cepat dan ikatan antar protein semakin rapat sehingga
kemampuan dalam mengikat air (water holding capacity) menurun.
Ikatan protein yang rapat menjadi penyebab lebih sulitnya protein pada
curd yang dibuat pada suhu yang lebih tinggi sulit untuk di ekstrak (Syah,
Darul dkk. 2012).

37
Mekanisme Koagulasi

Koagulasi berawal dari pemanasan yang dapat menyebabkan


pemutusan ikatan hydrogen yang menopang struktur sekunder dan tersier
suatu protein sehingga menyebabkan sisi hidrofobik dari gugus samping
polipeptida akan tebuka. Hal ini menyebabkan kelarutan protein semakin
turun dan akhirnya mengendap dan menggumpal. Pada saat inilah
terjadi proses koagulasi (Winarno,2006).
Tahapan koagulasi protein :
1. Denaturasi protein : Perubahan utama pada struktur 3 dimensi
2. Flokulasi / curding : Perubahan struktur protein sekunder,
penggumpalan protein yang mengendap berada di dalam keadaan
terpisah – pisah
3. Gelasi/ koagulasi: Gumpalan – gumpalan protein sudah menbentuk
massa homogen seperti gel.
Secara umum proses penggumpalan atau koagulasi pada proses
pembuatan keju dengan menggunakan rennet adalah sebagai berikut:

38
Contoh Pemanfaatan Koagulasi:

a. Keju
Keju merupakan salah satu hasil olahan susu yang telah dikenal
masyarakat. Pada proses pembuatan keju digunakan enzim rennet yang
digunakan sebagai koagulan. Enzim rennet adalah enzim protease yang
diperoleh dari lambung anak sapi yang berumur 3-4 minggu. Proses
pembuatan keju menurut Radiati dan Fardiaz (1991) sebagai berikut : Susu
dipasteurisasi pada suhu 72 – 730C selama 15 menit, didinginkan sampai
400C dan diberi starter Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus
thermophillus (2 : 1) sebanyak 5% (v/v), diinkubasi suhu 430C selama 1 – 2
jam dalam waterbath. Suhu diatur sesuai perlakuan (32, 37 dan 420C) dan
dibiarkan hingga tercapai pH sesuai perlakuan (5,0; 5,5 dan 6,0). Larutan
CaCl2 25% kemudian ditambahkan sebanyak 0,1% (v/v) dan enzim rennet
amobil sebanyak 2,5% (b/v), dibiarkan hingga susu membentuk curd. Curd
dipotong kecil-kecil dan ditiriskan untuk memisahkan whey, kemudian curd
dipanaskan pada suhu 500C, dan dipres selama 2 – 3 jam. Tidak lupa pada
tahap ini, enzim amobil dipisahkan dengan penyaringan. Koagulum
direndam dalam larutan garam 2% selama 2 jam, ditiriskan selama 1 jam
dan dibungkus dengan aluminium foil dan disimpan dalam lemari pendingin
sampai digunakan untuk tahap selanjutnya.Suhu koagulasi yang optimum
akan meningkatkan proses koagulasi, sehingga pengeluaran whey akan lebih
besar dan air yang terikat dalam curd lebih sehingga keju yang dihasilkan
juga semakin keras.

b. Youghurt
Didalam susu sapi terdapat protein yang disebut kasein dan
karbohidrat berupa laktosa. Laktosa merupakan karbohidrat utama dalam
susu yang digunakan oleh kultur L. bulgaricus dan S. thermopillus sebagai
sumber karbon dan energi untuk pertumbuhannya. Laktosa dihirolisis
menghasilkan asam piruvat lalu asam piruvat menjadi asam laktat. Asam
laktat yang dihasilkan menyebabkan penurunan pH susu. Jika pH susu

39
menjadi sekitar 4,6 atau lebih rendah maka keasaman susu akan menjadi
tidak stabil dan akan terkoagulasi.

c. Tahu
Tahu susu merupakan salah satu produk turunan dari susu yang diolah
dengan cara menggumpalkan proteian yang terdapat di dalam susu. Bahan
penggumpalan yang biasa dipakai dalam pembuatan tahu susu tidak berbeda
dengan yang digunakan dalam pembuatan tahu kedelai. Prinsip
pembuatannya adalah menggumpalkan protein dalam susu (kasein) yang
bisa dilakukan dengan menambahkan bahan yang memiliki sifat asam,
misalnya cuka.

Reaksi koagulasi dengan Air (H2O) :

40
10. Renaturasi Protein
Renaturasi protein adalah proses pembentukan kembali struktur untai
ganda dari keadaan terdenaturasi. Renaturasi merupakan suatu proses yang
dapat terjadi secara in vivo maupun in vitro. Renaturasi in vitro merupakan
suatu fenomena yang sangat berguna untuk analisis molekuler, misalnya
untuk megetahui kesamaan atau kedekatan genetis antara suatu organisme
dengan organisme lain, untuk mendeteksi macam RNA tertentu, untuk
mengetahui apakah suatu urutan nukleotida tertentu ada lebih dari satu
pada suatu jasad, serta untuk mengetahui lokasi spesifik suatu urutan
nukleotida pada genom.

N. Sifat kimia protein


1. Ion zwiter dan pH isoelektrik

Larutan asam amino dalam air mempunyai muatan positif maupun


negatif sehingga asam amino disebut ion zwiter. Setiap jenis protein dalam
larutan mempunyai pH tertentu yang disebut pH isoelektrik (berkisar 4-
4,5). Pada pH isoelektrik molekul protein mempunyai muatan positif dan
negatif yang sama, sehingga saling menetralkan atau bermuatan nol. Pada
titik isoelektrik, protein akan mengalami pengendapan (koagulasi) paling
cepat (Yazid, 2006)

2. Sifat amfoter

Sifat ini timbul karena adanya gugus amino (-NH2) yang bersifat
basa dan gugus karboksil (-COOH) yang bersifat asam yang terdapat pada
molekul protein pada ujungujung rantainya, maka dengan larutan asam
atau pH rendah, gugus amino pada protein akan bereaksi dengan ion H+,
sehingga protein bermuatan positif, sebaliknya dalam larutan basa gugus
karboksilat bereaksi dengan ion OH-, sehingga protein bersifat negatif.
Adanya muatan pada molekul protein menyebabkan protein bergerak
dibawah pengaruh medan listrik (Yazid, 2006).

41
3. Pembentukan ikatan peptida

Pembentukan ikatan peptida terbentuk karena sifat amfoternya,


maka dua molekul asam amino atau lebih dapat bersenyawa satu sama
lain dengan melepaskan satu molekul air membentuk ikatan antara gugus
karboksil (-COOH) asam amino yang satu dengan gugus amino (-NH2)
yang lain disebut dengan ikatan peptida. Senyawa yang dibentuk oleh 2
molekul asam amino dinamakan dipeptida, 3 molekul dinamakan
tripeptida dan seterusnya sampai yang dibentuk oleh banyak molekul
disebut polipeptida (Poedjiadi, 1994

4. Binding of Ion
a. Pada pH > pI :
Protein / AA bersifat anionik (COO-)  mengikat Cation (Ca2+, dll)

b. Pada pH < pI :
Protein / AA bersifat cationik (NH3+)  mengikat Anion (Cl-, dll)
5. Hydration of protein, Hydrasi protein tergantung pada :
a. Konsentrasi protein
b. pH
c. Adanya senyawa lain (kekuatan ion)
d. Suhu
6. Interaksi protein dan air
a. Melalui ikatan peptida dalam rantai polipeptida dipole – dipole atau
ikatan hidrogen
b. Melalui gugus R (rantai cabang) asam amino (AA) Interaksi melalui
ionisasi, polar dan non polar
7. Kelarutan protein dalam air tergantung pada :
a. pH : pH > pI  protein bermuatan -
b. pH < pI  protein bermuatan +
c. pH = pI  protein netral (NEC=0)  protein mengendap

Adanya senyawa lain  kekuatan ionik (µ) :


µ = ½ Σ (Ci x Zi2)  C = konsentrasi ion; Z = valensi ion
Misal: adanya garam

42
pada 0,5 – 1 M  kelarutan protein naik  salting in.
pada > 1 M  kelarutan protein turun  salting out  protein
mengendap karena interaksi : Air – garam > air – protein sehingga terjadi
interaksi protein – protein.

8. Interaksi protein dan gula  Non enzymatic browning

Maillard reaction :
a. Jenis gula  (gugus karbonil)
b. Jenis protein  (gugus amino)

9. Analisis Protein
Analisis Protein Kualitatif dilakukan dengan cara reaksi warna, reaksi ini
berdasarkan adanya ikatan peptid, maupun adanya sifat-sifat dari asam
amino yang dikandungnya.

a. Reaksi Biuret

Reaksi ini merupakan tes umum yang baik terhadap protein,


dilakukan dengan cara menambahkan larutan protein dengan
beberapa tetes CuSO4 encer dan beberapa ml NaOH. Reaksi
positif dengan warna ungu, terjadi karena adanya kompleks
senyawa yang terjadi antara Cu dengan N dari molekul ikatan
peptida.

43
b. Reaksi Ninhidrin
Larutan protein ditambah dengan beberapa tetes larutan
ninhidrin kemudian dipanaskan beberapa saat dan didiamkan
hingga dingin, hasil positif apabila terbentuk warna biru

c. Reaksi Millon
Dilakukan dengan cara menambahkan larutan protein dengan
beberapa tetes reagen millon diaduk sampai adanya endapan
putih kemudian dipanaskan hati-hati dan ditambahkan NaNO3
setelah dingin. Hasil positif ditandai dengan terjadinya warna
merah pada larutan tersebut.

44
10. Analisis Protein Kuanitatif dilakukan dengan cara:
1. Cara Kjeldahl

Cara kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein


kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang
dianalisis dengan cara ini adalah nitrogennya. Dengan mengalikan
hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,5, diperoleh nilai
protein dalam bahan makanan itu. Angka 6,5 berasal dari angka
konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen. Prinsip
cara analisis Kjeldahl adalah, mula-mula bahan
didekstruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis
selenium oksiklorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi
didestilasi dengan zat pengikat, kemudian jumlah nitrogennya
ditentukan dengan menitrasi destilat.

Cara Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas tiga cara, yaitu
cara makro, semimakro, dan mikro. Cara makro Kjeldahl digunakan untuk
contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar contoh 1-3 gram, semimakro
Kjeldahl dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg
dari bahan yang homogen, dan cara mikro digunakan untuk contoh
yang lebih kecil lagi yaitu 10-30 mg.

Cara Kjeldahl ini terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut:

a. Tahap Destruksi
Dalam tahap ini, sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga
terurai menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon,
hidrogennya teroksidasi menjadi CO, CO2, H2O, sedangkan
nitrogennya berubah menjadi NH4HSO4. Untuk mempercepat
proses destruksi, ditambah selenium sebagai katalisator.

45
b. Tahap destilasi

Pada tahap ini amonium hidrogen sulfat dipecah menjadi


ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan
dipanaskan. Agar tidak menghasilkan gelembung gas yang
besar maka dapat ditambah dengan logam seng. Ammonia
yang dibebaskan selanjutnya ditangkap oeh larutan asam, asam
yang dapat dipakai adalah asam borat 2%. Agar kontak antara
asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung
destilasi tercelup sedalam mungkin dalam larutan asam.
Destilasi diakhiri apabila semua ammonia terdestilasi sempurna
yaitu destilasi tidak basa lagi.

c. Tahap Titrasi

Pada tahap ini destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N dengan


menggunakan indikator methyl orange (MO) sampai terjadi
perubahan warna dari kuning menjadi orange.

11. Cara Dumas

Prinsip cara ini adalah bahan makanan contoh dibakar dalam


atmosfer CO2 dan dalam lingkungan yang mengandung kupri

46
oksida. Semua atom karbon dan hidrogen akan diubah menjadi
CO2 dan uap air. Semua gas dialirkan kedalam larutan NaOH dan
dilakukan pengeringan gas. Semua gas terabsorpsi kecuali gas
nitrogen, dan gas ini kemudian dianalisis dan diukur.

O. Klasifikasi Protein

Untuk mengklasifikasikan protein secara baku banyak mengalami


kesulitan karena protein merupakan sistem yang rumit. Klasifikasi berikut ini
mengikuti salah satu dari banyak kriteria yang dapat digunakan untuk
pengelompokan protein. Berdasarkan komponen penyusunnya protein
dikelompokan menjadi protein sederhana dan protein kompleks.

1. Protein Sederhana
Protein sederhana adalah protein yang apabila dihidrolisahanya akan
menghasilkan asam- asam amino atau derivatnya saja. Berdasarkan
bentuk dan kelarutannya maka protein sederhana dikelompokkan menjadi
dua yaitu, protein globular dan protein fibrosa.
a. Protein fibrosa
Protein fibrosa adalah protein yang mempunyai rasio aksial
(perbandingan panjang terhadap lebar) yang mempunyai nilai lebih
besar dari 10. Protein fibrosa mempunyai ciri-ciri antara lain :
1.) Berbentuk benang atau fibriler
2.) Derajat kristalisasinya tinggi atau hampir tidak membentuk kristal
3.) Tidak larut dalam pelarut netral atau larutan garam

Disamping itu juga tahan terhadap sebagian besar enzim. Contoh nya
adalah kolagen dalam jaringan pengikat dan epidermis, serta keratin
pada rambut.

47
Berdasarkan kelarutannya masih dikelompokkan lebih lanjut menjadi:
a. Albumin
Albumin bersifat larut dalam air dan larutan garam. Albumin
terkoagulasi oleh panas dan terendapkan oleh ammonium sulfat.
Contohnya ovalbumin dalam putih telur, laktalbumin pada susu,
albumin dalam serum darah, legumetin dalam kacang-kacangan,dan
leucosin dalam gandum.
b. Globulin
Globulin sedikit larut dalam air dan larut dalam larutan garam (dari
asam kuat atau basa kuat). Globulin terkoagulasi oleh panas. Contoh :
myosin dalam otot, laktoglbulin dalam susu, glysin dalam kedele,
arachin dalamkacang tanah, plasma globulin dalam darah,
ovoglobulin dalam kuning telur, dan legumetin dalam kacang-
kacangan.
c. Glutelin
Glutelin tidak larut dalam pelrut netral tetapi larut dalam larutan asam
atau basa. Contoh: glutelin adalm gandum,dan oryzanin dalam
gandum.
d. Prolamin
Prolamin bersifat larut dalam etanol (50-80%). Contoh : gliadin
dalam agndum, zein dalam jagung dan hordein dalam barley.
e. Histone
Histone larut dalam air, asam atau basa encer,dan larutan garam,
tetapi tidak larut dalam larutan ammonia encer. Contoh : histone
dalam ikan paus, pankreas dan globin dalam darah.
f. Protamin
Protamin larut dalam etanol (70-80%), tetapi tidak larut dalam air dan
etanol absolute. Protamin bersifat basa kuat, dengan asam adan
membentuk garam kuat. Contoh : salmin dalam salmon, klupein
dalam herring dan cryprinin dalam karper.

48
2. Protein kompleks

Protein kompleks adalah protein apabila dihidrolisa selain


menghasilkan asam-asam amino juga senyawa-senyawa bukan asam
amino. Senyawa bukan asam amino sebagai gugus prostesis, misalnya
lipida, karbohidrat dan asam nukleat. Pemberian nama protein sesuai
dengan gugus prostesis yang ada dalam protein, misalnya fosfoprotein,
glukoproten, lipoproten dan nukleoprotein.

Fosfoprotein mempunyai gugus prostetis berupa asam fosfat yang terikat


dengan gugus hidroksil pada serine dan threonine melalui ikatan ester,
misalnya kasein dan vitelin dalam kuning telur. Glikoprotein dan protein
polisakarida mempunyai gugus protetis berupa karbohidrat. Glikoprotein
mempunyai gugus protetis berupa oligosakarida, sedang proteion polisakarida
mempunyai gugus protetis rantai karbohidrat yang mengandung ratusan
residu glikosil. Keduanya sebagai komponen struktural utama pada hewan,
misalnya dalam jaringan pengikat tendomucin pada tendon,mucin (muco-
protein) pada kelenjar mukosa atau kelenjar air liur. Lipoprotein
mengandung gugus protetis berupa lipida terutama lesitin dan kolesterol,
misalnya lipoprotein dalam serum darah, kuning telur dan susu.
Kromoprotein mengandung gugus protetis berupametaloporfirin seperti
klorofil atau hemin dalam hemoglobin, termasuk enzim-enzim peroksidase,
katalase, sitikrom dan myoglobin pada otot daging. Nukleoprotein dengan
gugus protetis berupaasam nukleatyang berikatan dalam bentuk garam
dengan protein.

P. Aplikasi Protein dalam Bidang Farmasi

1. Kolagen

Kolagen adalah unsur protein yang tersusun dalam tubuh yang


terdapat pada jaringan kat yang liat dan bening kekuning-kuningan.
Pada produksi kosmetik, kolagen biasanya yang digunakan dalam

49
produksi kosmetik adalah kolagen yang berasal dari hewan atau
tumbuhan. Contoh kolagen hewan yang digunakan adalah kolagen yang
berasal dari sapi. Kolagen memiliki fungsi yaitu sebagai pelembab
alami bagi kulit. Selain itu, kolagen yang digunakan pada bahan
kosmetik akan berfungsi untuk menahan air karena kolagen tidak larut
dalam air, sehingga kulit wajah tetap dalam keadaan tetap serta
memberi efek baik bagi regenerasi sel kulit sehingga kulit wajah tidak
cepat kusam dan keriput karena adanya kolagen.
Selain dijadikan untuk pelembab, kolagen juga dapat digunakan
untuk pembuatan kulit sintesis. Sebelum adanya aplikasi dari
bioteknologi ini, dengan mentransplantasikan kulit dari satu bagian
tubuh ke tubuh bagian lain. Namun, transplantasi dari satu tubuh
manusia ke tubuh manusia lain ditolak oleh tubuh seseorang yang
menerima transplantasi kulit orang tersebut. Maka dibuatlah
bioteknologi kulit buatan dari kolagen.
Pembuatan kulit buatan juga bisa dibuat dari sel fibroblast. Sumber
fibroblast dapat diambil dari lapisan dermal jaringan kulit khatan.
Kemudian fibroblast di karantina dan diperiksa ada atau tidaknya virus
atau patogen lain. Fibroblast disimpan dalam glass vials kemudian
dibekukan dengan nitrogen 940 F. Pembuatan kolagen dari hewan juga
dapat dilakukan melalui proses ekstraksi. Terdapat dua jenis ekstraksi,
yaitu ekstraksi konvensional maupun ekstraksi enzimatis dengan
menggunakan enzim protease. Ekstraksi enzimatis memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan ekstraksi non konvensional.

2. Tripsin
Pada pembuatan vaksin, protein sangat berperan dalam prosesnya.
Pembuatan vaksin terdiri dari beberapa tahap diantaranya adalah persiapan
benih virus. Setelah disiapkan, kemudian virus ditumbuhkan dalam media
yang mengandung protein misalnya protein yang berasal dari mamalia
(protein murni dari darah sapi). Media ini dapat mendorong proses
reproduksi dari sel. Pertumbuhan virus dapat dibantu dengan bantuan

50
enzim ke medium yang digunakan. Enzim yang digunakan ini adalah
enzim tripsin. Enzim tripsin adalah protein yang berfungsi sebagai katalis
dalam metabolisme dan pertumbuhan sel. Pada proses ini, tripsin
didapatkan dari pankreas sapi. Setelah dilakukan pertumbuhan pada virus,
virus tersebut kemudian dipisahkan dari mediumnya. Pemisahan ini dapat
dilakukan dengan cara filtrasi, sentrifugasi atau teknik lain.

3. Protein DNA

Protein aktif dapat dibuat untuk menghasilkan penemuan obat baru.


Protein ini dihasilkan dari DNA/gen yang mengkodekan protein. Pada
proses ini, DNA dimasukkan ke dalam mikroorganisme agar cepat
diperoleh dan dimurnikan. Pada proses produksi protein DNA untuk
dijadikan obat baru. Terdapat beberapa tahap diantaranya adalah DNA
mengkodekan suatu protein, kemudian gen-gen pengkode tersebut
dipotong. Setelah dipotong, gen tersebut dimasukkkan ke dalam plasmid.
Plasmid yang dapat mengandung gen-gen tersebut kemudian dimasukkan
kembali ke dalam bakteri. Bakteri yang baru dimasukkan dengan plasmid
kemudian dikembangbiakkan. Pengembangbiakkan bakteri ini bertujuan
untuk memperbanyak gen-gen yang akan dihasilkan. Bakteri yang akan
dikembangbikakan tersebut akan menghasilkan protein yang diinginkan.
Protein tersebut kemudian diisolasi kemudian dimurnikan.

51
4. Protein CFPS

Bentuk aplikasi protein yang saat ini sedang dikembangkan adalah


proses sintesis protein in vitro. Sintesis protein sel bebas (juga disebut
sintesis protein fertilisasi in-vitro atau disingkat CFPS), adalah produksi
protein yang menggunakan mesin biologis tanpa menggunakan sel hidup.

Fertilisasi in-vitro protein sintesis lingkungan tidak dibatasi oleh


dinding sel atau kondisi homeostasis yang diperlukan untuk
mempertahankan viabilitas sel. Dengan demikian CFPS memungkinkan
akses langsung dan pengendalian lingkungan penerjemahan yang
menguntungkan bagi sejumlah aplikasi termasuk optimasi produksi
protein, optimasi dari kompleks protein, sintesis protein, menggabungkan
asam amino non-alami dan biologi sintetis.

5. Enzim lipolase

Protein yang digunakan untuk bidang farmasi dan kedokteran


(protein terapeutik dan vaksin) juga telah diproduksi secara rekombinan.
Biopharmaceutical di istilahkan untuk obat-obatan yang merupakan
protein rekombinan, vaksin rekombinan dan antibodi monoklonal. Protein
yang digunakan untuk kepentingan pengobatan dan terapi ini di isyaratkan
mempunyai kemurnian yang tinggi. Teknologi DNA rekombinan juga
telah menyediakan berbagai strategi untuk meningkatkan produksi dan
mempermudah pemurnian protein.

Salah satu contoh penggunaan teknologi produksi enzim


rekombinan adalah produksi enzim detergen Lipolase oleh Novo Nordisk

52
A/S, yang mempercepat pembuangan lemak yang tertinggal pada kain.
Enzim ini pertama kali di identifikasi pada jamur Humicola languinosa
dengan jumlah yang tidak cukup untuk produksi komersial. Fragmen DNA
dari gen pengode enzim ini di kloning dalam jamur Aspergillus oryzae
sehingga dapat diproduksi secara komersial. Enzim ini terbukti efisien
pada berbagai kondisi pencucian pakaian. Enzim ini juga stabil pada
beberapa variasi suhu dan pH, serta resisten terhadap proteolysis.

Protein rekombinan merupakan protein yang diperoleh dari hasil


teknologi DNA rekombinan. Kemajuan teknologi DNA rekombinan telah
mendorong berkembangnya berbagai metode produksi protein rekombinan
menggunakan inang yang aman dan relatif mudah dikultur sehingga
protein dapat diproduksi pada skala industri.

Sebagian besar enzim yang digunakan untuk proses industri


merupakan hasil rekayasa, baik rekayasa pada tingkat genetik maupun
protein. Melalui teknologi DNA rekombinan dapat dilakukan pemindahan
gen pengode enzim/protein dari satu organisme ke organisme lain.
Sehingga bila enzim/protein tersebut diidentifikasi sebagai kandidat enzim
untuk digunakan dalam industri, gen pengode enzim/protein tersebut dapat
dikloning dalam suatu mikroorganisme inang yang cocok, dan diproduksi
dalam skala industri. Dengan cara ini produksi enzim industri dengan
kualitas dan kemurnian yang tinggi dapat dilakukan.

53

Anda mungkin juga menyukai