Anda di halaman 1dari 28

A.

Judul Percobaan:
Penentuan Komposisi Asam Amino dalam Sampel.
B. Hari / Tanggal Percobaan:
Kamis / 26 September 2019, Pukul 07.00 WIB.
C. Selesai Percobaan:
Kamis / 26 September 2019, Pukul 09.30 WIB.
D. Tujuan Percobaan:
Menentukan asam amino yang terdapat dalam sampel dengan
kromatografi kertas.
E. Tinjauan Pustaka
1. Asam Amino
a. Pengertian Asam Amino
Asam amino merupakan unit penyusun protein yang tersusun
atas gugus karboksilat dan gugus amino yang terikat pada atom C
yang sama. Pada asam amino, terdapat ikatan peptida yang
merupakan ikatan pendek dari dua atau lebih asam amino yang
dihubungkan oleh ikatan kovalen. Hampir semua asam amino
mempunyai atom karbon asimetrik yang mampu mengikat empat
gugus substituen yang berbeda yakni gugus karboksil, gugus
amino, gugus R, dan atom hidrogen (Lehninger, 1982).
Asam memiliki dua gugus fungsi yaitu –NH2 dan –COOH.
Pada keadaan zwitter ion, biasanya gugus tersebut dalam keadaan
– NH4+ dan –COO-. Kecuali prolin, 20 jenis asam amino
pembentuk protein memiliki gugus karboksil bebas dan gugus
amino bebas tidak tersubstitusi yang terikat pada atom karbon α
sehingga dinamakan dengan α-asam amino. Berdasarkan
strukturnya, 20 jenis asam amino pembentuk protein, 19
diantaranya merupakan amina primer dan 1 amina sekunder
(prolin). Selain itu, 19 asam amino memiliki C kiral dan 1 akiral
(glisin).

Gambar 1. Ciri Gugus Asam Amino


Berdasarkan jumlah asam amino penyusunnya, rantai asam
amino dibagi menjadi:
1) Peptida. Terdiri dari asam amino yang jumlahnya kurang dari
50 yaitu dipeptida (terdiri dari 2 asam amino), tripeptida
(terdiri dari 3 asam amino), polipeptida (terdiri dari 10 asam
amino).
2) Protein yang tersusun dari asam amino yang jumlahnya lebih
dari 50 yaitu kisaran antara 100-1000 asam amino.
Untuk membentuk peptida dan protein, asam amino akan
membentuk ikatan peptida dengan molekul asam amino lainnya.
Peptida terbentuk karena adanya ikatan antara amida pada gugus
amino dengan gugus hidroksil pada molekul lainnya melalui
proses kondensasi. Selain itu, pemecahan ikatan peptida dapat
disebut sebagai proses hidrolisis (Harold, 2003).

Gambar 2. Pembentukan Ikatan Peptida


Pada pembentukan protein ada asam amino yang berfungsi
sebagai N-terminus dan C-terminus. Asam amino yang masih
memiliki gugus amino dalam rangkaian protein dinamakan N-
terminus sedangkan yang masih memiliki gugus karboksilat
dinamakan C-terminus. Berdasarkan konvensi, penggambaran
peptida dan protein selalu dimulai dengan N-terminus kemudian
diakhiri dengan C-terminus. Berikut terdapat contoh asam amino
yang bertindak sebagai N-terminus dan C-terminus, yaitu:

Gambar 3. Penggambaran N-terminus dan C-terminus pada


(a) dipeptida; (b) protein
b. Rantai Samping Asam Amino
Berdasarkan rantai samping penyusunnya, asam amino dapat
diklasifikasikan menjadi 4 kelas, yaitu:
1) Gugus R nonpolar atau hidrofobik
2) Gugus R netral (tidak bermuatan) polar
3) Gugus R bermuatan positif
4) Gugus R bermuatan negatif
Berikut terdapat tabel pengklasifikasian asam amino
berdasarkan rantai sampingnya yaitu:
Nama Asam Simbol Struktur
Amino
Nonpolar, alifatik
Gugus R
Glisin Gly G

Alanin Ala A

Prolin Pro P

Valin Val V

Leusin Leu L

Isoleusin Ile I

Metionin Met M

Gugus R Aromatik
Fenilalanin Phe F

Tirosin Tyr Y

Triptofan Trp W

Polar, Tidak Bermuatan


Gugus R
Serin Ser S

Treonin Thr T

Sistein Cys C

Asparagin Asn N

Glutamin Glu Q

Bermuatan Positif
Gugus R
Lisin Lys K
Histidin His H

Arginin Arg R

Bermuatan Negatif
Gugus R
Aspartat Asp D

Glutamat Glu E

Tabel 1. Pengklasifikasian Asam Amino Berdasarkan Rantai


Samping
c. Stereoisomer
Selain glisin, α-karbon pada asam amino merupakan C kiral.
Oleh sebab itu, struktur tetrahedral asam amino memiliki dua
bentuk yang merupakan bayangan cermin yang dinamakan
dengan enantiomer. Semua molekul yang memiliki C kiral
merupakan optikal aktif yang bisa memutar bidang cahaya
terpolarisasi sehingga membentuk sistem D dan L. Desain L dan
D digunakan untuk menjelaskan levorotatory (memutar cahaya ke
kiri) dan dextrorotatory (memutar cahaya ke kanan). Asam amino
penyusun molekul protein adalah yang memiliki stereoisomer L.
D-asam amino dapat ditemukan pada penyusun peptida rantai
pendek yang menyusun dinding sel bakteri dan peptida yang
berfungsi sebagai antibiotik (Matsjeh, 1996).
Gambar 4. Stereoisomer pada Asam Amino
d. Titik Isoelektrik
Asam amino jika dilarutkan dalam air dapat membentuk ion
dengan dua kutub polar (dipolar) yang sering dinamakan dengan
zwitterion. Dalam bahasa Jerman, zwitterion memiliki arti ion
hibrit. Zwitterion dapat berfungsi sebagai asam (donor proton)
dan juga basa (akseptor proton). Oleh karena sifatnya yang
dipolar dan dapat berfungsi sebagai asam dan basa, asam amino
sering disebut sebagai amfoter atau amfolit (amfoter elektrolit).
Ion amonium (-NH3+) berfungsi sebagai asam dan ion karboksilat
(- COO -) berfungsi sebagai basa.
e. Asam Amino Essensial dan Nonessensial
Berdasarkan kemampuan tubuh dalam mensintesis, asam
amino dibagi menjadi dua yaitu:
1) Asam amino essensial adalah asam amino yang tidak dapat
disintesis oleh tubuh sehingga harus diperoleh dari makanan
yang dikonsumsi.
2) Asam amino nonesensial adalah asam amino yang dapat
disintesis oleh tubuh.
3) Asam amino essensial kondisional adalah asam amino tidak
dapat disintesis oleh tubuh karena pada keadaan sakit atau
kurangnya prekursor. Contohnya adalah bayi yang lahir
prematur enzim yang digunakan untuk mensintesis arginin
belum berkembang dengan baik.
Asam Amino Essensial Asam Amino Nonessensial
Histidin Alanin
Isoleusin Arginin
Leusin Asparagin
Lisin Asam aspartat
Metionin Sistein
Fenilalanin Asam glutamik
Treonin Glutamin
Triptofan Glisin
Valin Prolin
Serin
Tirosin
Tabel 2. Asam Amino Essensial dan Nonessensial

2. Kromatografi Kertas
Pengertian kromatografi menyangkut metode pemisahan yang
didasarkan atas distribusi diferensial komponen sampel di antara dua
fasa. Menurut pengertian ini kromatografi selalu melibatkan dua fasa,
yaitu fasa diam (stationary phase) dan fase gerak (gerak phase). Fase
diam dapat berupa cairan dapat berupa eluen atau pelarut atau gas
pembawa yang inert. Gerakan fasa gerak ini ini mengakibatkan
terjadinya migrasi diferensial komponen-komponen dalam sampel
(Soebagio, 2003).
Kromatografi adalah proses melewatkan sampel melalui suatu
kolom. Perbedaan kemampuan adsorbsi terhadap zat-zat yang sangat
mirip mempengaruhi resolusi zat terlarut dan menghasilkan apa yang
disebut kromatogram (Khopkar, 2003). Kromatografi kertas
merupakan bidang khusus kromatografi cair-cair. Fase diam berupa
lapisan tipis air yang terserap oleh kertas. Selain airdapat juga dipakai
cairan lain. Pengerjaannya sangatsederhana. Penempatan satu tetes
larutan cupl;ikan pada ujung kertasdan kemudian mencelupkannya ke
dalam pelarut (eluen) sudah cukup untuk memisahkan komponen-
komponen cuplikan (Soebagio, 2003).
Kromatografi kertasatau KKtpada hakekatnya ialah KLT pada
lapisan tipis selulosa atau kertas. Cara ini ditemukan jauh sebelum
KLT dan telah dipakai secara efektif selama bertahun-tahun untuk
pemisahan molekul biologi yang polar seperti asam amino, gula, dan
nukleotida. Metode ini merupakan KCC dengan fase diam cair
biasanya air, berada pada serabut kertas. KKt paling baik jika
dibandingkan dengan KLT pada lapisan tipis serbuk selulosa. KKt
tidak memerlukan pelat pendukung, dan kertas dapat dengan mudah
diperoleh dalam bentuk murni sebagai kertas saring. Lapisan sellulosa
harus dicetak atau dibeli khusus. Panjang serabut pada kertas lebih
panjang daripada serabut pada lapisan sellulosa yang lazim,
menyebabkan lebih banyak terjadi difusi ke samping dan bervak lebih
besar. Akhirnya lapisan selulosa lebih rapat dan pelarut cenderung
mengalir melaluinya lebih cepat dan menghasilkan pemisahan lebih
tajam (Gritter, 1991).
Mekanisme pemisahan dengan kromatografi kertas prinsipnya
sama dengan mekanisme pada kromatografi kolom. Adsorben dalam
kromatografi kertas adalah kertas saring yakni selulosa. Sampel yang
akan dianalisis ditotolkan ke ujung kertas yang kemudian digantung
dalam wadah. Kemudian dasar kertas saring dicelupkan ke dalam
pelarut yang mengisi dasar wadah. Fasa mobil (pelarut) dapat saja
beragam. Air, etanol, asam asetat atau campuran zat-zat ini dapat
digunakan (Gritter, 1991).
Keuntungan pemisahan dengan metode kromatografi
dibandingkan dengan metode pemisahan lainnya ialah : (a) dapat
digunakan untuk sampel atau konstituen yang sangat kecil (semi
mikro dan mikro); (b) cukup selektifterutama untuk senyawa-senyawa
organic multi komponen ; (c) proses pemisahan dapat dilakukan
dalam waktu yang relative singkat ; (d) sering kali murah dan
sederhana, karena umumnya tidak memerlukan alat mahal dan rumit
(Soebagio, 2003).
Perak, timbal, dan raksa dapat dipisahkan dengan kromatografi
kertas. Pengembangan atau elusi dilakukan dengan eluen campur air,
etil asetoasetat, n-butanol dan asam asetat glacial. Lokasi spotditandai
dengan menggunakan pereaksi yang dapat menghasilkan warna.
Identifikasi logam-logam dalam sampel dikerjakan dengan
membandingkan harga Rf dari logam yang bersangkutan. Rf
didefinisikan sebagai perbandingan jarak yang ditempuh oleh senyawa
dengan jarak yang dipergerakkan oleh permukaan pelarut.
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘𝑘𝑎𝑛 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑠𝑒𝑛𝑦𝑎𝑤𝑎
𝑅𝑓 =
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘𝑘𝑎𝑛 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
(Soebagio, 2003).
Posisi pelarut depan ditandai dengan pensil dan kromatigram
lalu dikeringkan dan disemprotkan dengan larutan ninhidrin.
Ninhidrin bereaksi dengan asam amino menghasilkan senyawa
berwarna, utamanya coklat atau ungu.
Gambar 5. Kertas Kromatogram setelah Ninhidrin
Asam-asam amino yang bereaksi dengan ninhidrin membentuk
suatu produk yang disebut ungu Ruhmann. Reaksi ini biasanya
digunakan sebagai uji bercak untuk mendeteksi adanya asam amino
pada kertas kromatografi. Berikut terdapat tabel harga Rf standar pada
asam amino (Rodiatning & Kartini, 1981), yaitu:
No. Asam Amino Rf
1. Histidin 0.11
2. Glutamin 0.13
3. Lisin 0.14
4. Arginin 0.20
5. Asam Aspartat 0.24
6. Glisin 0.26
7. Serin 0.27
8. Asam Glutamat 0.30
9. Treonin 0.35
10. Alanin 0.38
11. Sistein 0.40
12. Prolin 0.43
13 Tirosin 0.45
14. Asparagin 0.50
15. Metionin 0.55
16. Valin 0.61
17. Triptofan 0.66
18. Fenilalanin 0.68
19. Isoleusin 0.72
20. Leusin 0.73
F. Alat dan Bahan
1. Alat
 Kertas kromatografi 4 x 10 cm 1 Buah
 Labu pemisah 1 Buah
 Pipa kapiler 4 Buah
 Bejana/chamber 1 Buah
 Botol semprot 1 Buah
 Oven 1 Buah
2. Bahan
 CH3COOH glasial 2.5 mL
 n-butanol 0.6 mL
 Ninhidrin Secukupnya
 Larutan asam amino standar Secukupnya
 Aquades Secukupnya
 Tirosin Secukupnya
 Lisin Secukupnya
 Alanin Secukupnya
G. Alur Percobaan
1. Pembentukan Larutan Pengemulsi (fase gerak)
2. Menentukan Komponen Asam Amino
H. Hasil pengamatan

No. Prosedur Percobaan Hasil Pengamatan Dugaan / Reaksi Kesimpulan


Perc
Sebelum Sesudah

1. Pembuatan Larutan Pengemulsi (fase gerak) - n-butanol: - n-butanol + Urutan kepolaran eluen: Terjadi reaksi
larutan tidak asam asetat Aquades >n-butanol > asam esterifikasi ketika
berwarna glasial: asetat glasial pembuatan eluen.
 Asam asetat larutan tidak Urutan kepolaran sampel:
glasial: berwarna Tirosin > Lisin >Alanin
larutan tidak - (+) aquades: C4H9OH(aq) +
berwarna larutan tak CH3COOH(aq) →
 Aquades: berwarna CH3COOC4H9(aq) + H2O(l)
larutan tidak
berwarna
2. Menentukan Komposisi Asam Amino - Kertas - Kertas  Tirosin + Ninhidrin Asam amino
kromatografi kromatografi dalam sampel
4 x 5 cm: dioven: adalah alanin,
kertas kertas + dibuktikan
berwarna berwarna dengan nilai Rf
putih putih Alanin dan
- Larutan - Ditotol (aq) sampel sama.
yang sampel (aq) Berdasarkan
ditotolkan: A,B,C,D: percobaan yang
A=tirosin: kertas telah dilakukan,
larutan yak berwarna didapatkan
berwarna putih da → (aq) + urutan kepolaran
B=Lisin: terlihat asam amino yaitu
larutan tak sedikit noda Tirosin>Lisin>
berwarna bekas Alanin.
C=Alanin: totolan
larutan tak - Dimasukkan
berwarna dalam eluen:
kertas
D = sampel: kromatografi (aq) + CO2(g) +
larutan tak basah NH3(g)
berwarna - Dioven :
 Eluen: kertas
larutan kromatografi
tidak kering
berwarna - Disemprot
 Ninhidrin: ninhidrin:
kertas (aq) + NH3(g)
larutan
tidak kromatografi
berwarna basah
- Dioven:
muncul noda
berwarna (aq) →
ungu muda
- Jarak noda
dari batas
bawah: (aq)+
A= 3 cm 3H2O(l)
B= 2.8 cm  Lisin + Ninhidrin
C= 2.9 cm
D= 2.9 cm

(aq) +
(aq)→2 (aq) +

(aq) +
CO2(g)+2NH3(g)

2
(aq) + 2NH3(g)+

2 (aq) →

2
(aq) +
6H2O(l)
 Alanin + Ninhidrin
(aq) + (aq) →

(aq) +

(aq) + CO2(g)+NH3(g)

(aq) + NH3(g) +

(aq) →

(aq) +
3H2O(l)
I. Analisis dan Pembahasan
Percobaan ini berjudul penentuan komposisi asam amino dalam
sampel yang bertujuan untuk menentukanasam amio yang terdapat pada
sampel dengan kromatografi kertas. Asam amino merupakan unit
penyusun protein yang tersusun atas gugus karboksilat dan gugus amino
yang terikat pada atom C yang sama. Pada asam amino, terdapat ikatan
peptida yang merupakan ikatan pendek dari dua atau lebih asam amino
yang dihubungkan oleh ikatan kovalen. Hampir semua asam amino
mempunyai atom karbon asimetrik yang mampu mengikat empat gugus
substituen yang berbeda yakni gugus karboksil, gugus amino, gugus R,
dan atom hidrogen (Lehninger, 1982).
Berdasarkan gugus sampingnya, asam amino dibedakan menjadi 4
yaitu Gugus R (Non polar, alifatik) yang terdiri dari glisin, alanin, prolin,
valin, leusin, isoleusin, metionin; Gugus R aromatik terdiri dari
fenilalanin, tirosin, triptofan; Gugus R (bermuatan negatif) yang terdiri
dari aspartat dan glutamat; Gugus R (bermuatan positif) yang teeiri dari
lisin, histidin, dan arginin; Gugus R (polar, tidak bermuatan) yang terdiri
dari serin, treonin, sitein, asparagin, dan glutamin.
Penentuan asam amino pada percobaan ini menggunakan prinsip
kromatografi yaitu penentuan kadar asam amino dengan memisahkan
sampel berdasarkan perbedaan tingkat kepolaran antara sampel dan pelarut
yang digunakan, dan jenis asam amino dapat ditentukan dari nilai Rf.
Percobaan ini meliputi dua tahapan yaitu pembuatan larutan pengemulsi
(fase gerak) dan menentukan komponen asam amino.
1. Pembuatan Larutan Pengemulsi (Fase Gerak)
Pembuatan larutan pengemulsi atau larutan eluen didasarkan pada
polaritas senyawa yang merupakan campuran dari beberapa cairan
yang berbeda polaritasya dikarenakan polaritas dari eluen sangat
berpengaruh pada Rf yang dihasilkan. Langkah pertama yang
dilakukan dalam percobaan ini yaitu menambahkan 2,5 mL n-butanol
merupakan larutan tidak berwarna yang bersifat semipolar dengan 0,6
mL asam asetat glasial merupakan larutan tidak berwarna yang
bersifat non polar berfungsi dalam menarik asam amino yang sifatnya
basa karena dari larutan yang suasananya asam sambil dikocok
sehingga menghasilkan larutan tidak berwarna. Selanjutnya, ditambah
2,5 mL aquades merupakan larutan tidak berwarna yang bersifat polar
berfungsi dalam meningkatkan kelarutan asam amino dalam air, cepat
menarik asama mino pada fasa geraknya, dan untuk menjenuhkan
eluennya sambil dikocok sehingga menghasilkan larutan tidak
berwarna.
Hasil pencampuran ketiga larutan tersebut kemudian ditempatkan
dalam lemari kromatografi dan dijenuhkan. Penjenuhan tesebut
dilakukan karena apabila chamber yang digunakan tidak jenuh maka
dalam chamber masih terdapat udara dengan tekanan yang berbeda
dengan uap eluen sehingga aliran eluen yang digunakan akan tertahan
dan pemisahannya tidak berjalan baik.
Dalam pembuatan eluen ini ditambahkan tiga larutan dengan sifat
kepolaran dari aquades >n-butanol> asam asetat glasial dengan
perbandingan 4,2:1;4,2 pada larutan n-butanol;asam asetat;aquades.
Penambahan asam asetat yang lebih sedikit dibandingkan yang
lainnya dengan tujuan agar eluen yang dihasilkan bersifat semipolar
sehingga noda yang dihasilkan tidak berjala dengan cepat dan keluar
dari plat. Larutan eluen yang dibuat bersifat polar. Dari pencampuran
ketiga larutan dihasilkan reaksi:
C4H9OH(aq) + CH3COOH(aq) → CH3COOC4H9(aq) + H2O(l)
Reaksi diatas merupakan reaksi esterifikasi yang dibuktikan dengan
terbentuknya hasil berupa butil asetat. Terjadinya reaksi esterifikasi
tersebut karena dipengaruhi adanya larutan aam asetat glasial yang
juga berfungsi dalam menghasilkan ester.
2. Menentukan Komponen Asam Amino
Pada tahapan ini, kertas kromatografi 4 x 5 cm ditandai 0,5 cm
dari tepi kanan, kiri, batas atas 0,5 cm, danatas bawah 1 cm.
Penandaan dilakukan menggunakan pensil dikarenakan jika
penandaan dilakukan menggunakan pensil akan terjadi penumpukan
noda pada kertas sehingga dapat mempengaruhi hasil. Selanjutnya
dioven pada suhu 100-105oC selama ± 1 menit dengan tujuan untuk
mengaktivasi dan membuka pori-pori KLT berbahan silika sehingga
distribusi eluen lebih mudah dan menghilangkan kandungan air yang
dapat mempengaruhi pergerakan noda. Penghilangan kandungan air
tersebut diperlukan dikarenakan air yang sifatnya polar dengan fasa
geraknya yang juga polar akan menyebabkan keduanya saling
mengikat sehingga saat diletakkan pada eluen fasa geraknya tidak
dapat naik.
Langkah selanjutnya ditetesi dengan larutan A,B,C,D secara
berdampingan dengan jarak 1 cm menggunakan pipa kapiler sehingga
terlihat sedikit noda bekas totolan. Tahap ini sangat mempengaruhi
dari hasi Rf yang didapatkan sehingga cara penotolonnya harus tepat.
Larutan A merupakan tirosin, larutan B merupakan lisin, larutan C
merupakan alanin, dan larutan D merupakan larutan sampel. Dari
ketiga larutan berdasarkan sifat kepolarannya tirosin>lisin>alanin.
Tirosin dan lisin sama-sama merupakan larutan polar tetapi lisin
mempunyai gugus R positif sedangkan tirosin merupakan asam amino
yang tidak bermuatan sehingga dengan tidak adanya muatan dapat
menjadikannya mempunyai sifat kepolaran lebih tinggi dibandingkan
lisin.
Kemudian diangin-angikan dan diulangi totolan sebanyak 3
kali. Pada tahapan ini lebih baik dilakukan dengan diangin-anginkan
daripada dioven karena pengovenan dapat menyebabkan asam amino
menguap, gugus R rusak, dan dapat terjadi proses pengaktivasi
sehingga terdapat kemungkinan terjadinya pencampuran antara noda
satu dengan yang lainnya.Selanjutnya digantung dalam chamber
sampai eluen menuju tanda batas sehingga kertas kromatografi basah.
Dalam peletakan harus dilakukan lurus sehingga eluennya dapat
bergerak secara bersamaan.
Kertas kromatografi yang telah dialiri eluen dikeluarkan dan
dikeringkan dalam suhu ± 100 – 1050C selama ± 3 menit dengan
tujuan untuk pengeringan dan pengaktivasian. Selanjutnya disemprot
dengan ninhidrin dengan tujuan untuk memberikan warna pada noda.
Kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu ± 100 – 1050C selama
± 3 menit. Setelah pengovenan dihasilkan noda yang berwarna dimana
jika warna yang dihasilkan ungu menandakan ada gugus 𝛼 amino
bebas sedangkan jika warna yang dihasilkan jingga maka menandakan
ada gugus 𝛼 amino yang tersubstitusi dalam cincin. Warna ungu
menandakan bahwa asam amino dan ninhidrin bereaksi membentuk
aldehid dengan satu atom C lebih rendah dan melepaskan NH3 dan
CO2. Noda yang dihasilkan ditandai dengan pensil. Reaksi yang
terjadi pada asam amino dengan ninhidrin membentuk kompleks ungu
ruheman yaitu:
 Tirosin + Ninhidrin

(aq) (aq)
(aq) + (aq) +
CO2(g)+NH3(g)

(aq) + NH3 (aq) →

→ (aq) + 3H2O(l)

 Lisin + Ninhidrin

+ (aq)

(aq)

2 (aq) + (aq) +
CO2(g)+2NH3(g)

(aq) + NH3(g) +
2 (aq) →2 (aq) + 6H2O(l)

 Alanin + Ninhidrin

+ →

(aq) + (aq) + CO2(g)+NH3(g)

(aq) + NH3(g)+ (aq) →

+ 3H2O(l)

Selanjutnya noda yang dihasilkan dicatat warnanya dan dihitung


harga Rf tiap noda. Pada plat dihasilkan noda dari sampel A sepanjang
3 cm; noda B 2,8 cm; noda C 2,9 cm; dan noda D 2,9 cm. Dari jarak
tersebut dilakukan perhitungan Rf menggunakan rumus:
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘𝑘𝑎𝑛 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑠𝑒𝑛𝑦𝑎𝑤𝑎
𝑅𝑓 =
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘𝑘𝑎𝑛 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡

Dari perhitungan, didapatkan nilai Rf pada sampel A sebesar


0.857; sampel B 0,8; sampel C 0,828; dan sampel D 0.828. Rf yang
dihasilkan tidak sesuai dengan teori yaitu Rf alanin 0,38; Rf Lisin
0,14; Rf Tirosin 0,45. Dari hasil percobaan diketahui bahwa harga Rf
pada noda sampel (D) sama dengan pada noda sampel C yaitu alanin
sehingga dapat disimpulkan bahwa noda sampel merupakan noda
alanin. Akan tetapi, hasil tersebut salah seharusnya noda sampel
termasuk pada noda tirosin. Hal tersebut terjadi karena saat tahapan
penotolan dilakukan kurang tepat dan kurang penekanan sehingga
noda cenderung melebar dari titiknya. Urutan kepolaran dari sampel
yaitu tirosin>lisin>alanin.

Dalam percobaan ini, merupakan percobaan kualitatif karena


hanya dilakukan untuk menentukan asam amino yang terdapat pada
sampel melalui hasil Rf yang dihasilkan yang nantinya akan
dibandingkan dengan Rf teori sehingga diketahui jenis asam amino
dari tabel standar Rf asam amino. Tetapi penelitian ini dapat
dilanjutkan secara kuantitatif dengan mengukur absorbansinya
menggunakan spektrofotomoter UV dikarenakan larutan yang
dihitung merupakan larutan tidak berwarna sehingga panjang
gelombangnya pasti kisaran antara 200-400 nm. Perhitungan
absorbansinya dari hasil percobaan dapat dilakukan dengan cara
mengeruk noda yang dihasilkan yang selanjutnya dilarutkan pada
pelarut yang sesuai kemudian diukur absorbansinya dengan cara
mencari jurnal terlebih dahulu mengenai panjang gelombang
maksimum dari asam amino tersebut.

J. Kesimpulan
1. Pada pembuatan eluen dihasilkan larutan bersifat polar terjadi suatu
reaksi esterifikasi dengan menghasilkan produk butil asetat.
2. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan sampel asam amino
adalah alanin. Hal tersebut tidak sesuai dengan teori, Hal tersebut
terjadi karena saat tahapan penotolan dilakukan kurang tepat dan
kurang penekanan sehingga noda cenderung melebar dari titiknya.
Urutan kepolaran dari sampel yaitu tirosin>lisin>alanin
K. Daftar Pustaka

Gritter, R. J. (1991). Pengantar Kromatografi. Bandung: Penerbit ITB.

Harold, H. (2003). Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.


Khopkar, S. (2003). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.

Lehninger, A. L. (1982). Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Jakarta : Penerbit


Erlangga.

Matsjeh, d. (1996). Kimia Organik II. Jakarta: Depdikbud.

Rodiatning, W., & Kartini, N. (1981). Analisis Asam Amino dengan


Kromatgrafi Cairan Kinerja Tinggi secara Derivariasi Prakolom dan
Pascakolom. Proceedinh 1773 , 41-59.

Soebagio, d. (2003). Kimia Analitik II. Malang: Jurusan Kimia FMIPA


Universitas Negeri Malang.

L. Jawaban Pertanyaan
1. Apakah keuntungan dan kerugian dalam metode pemisahan dengan
Kromatografi Kertas ?
Jawab :
Keuntungan :
 Pada kromatografi Kertas peralatan yang dipakai tidak perlu alat-
alat yang teliti. Hasil-hasil yang baik dapat diperoleh dengan
peralatan dan materi-materi yang sangat sederhana.
 Senyawa-senyawa yang terpisahkan dapat dideteksi pada kertas
dan dapat segera diidentifikasikan.
 Harganya lebih murah jika dibandingkan dengan KLT.
 Kromatografi kertas preparatif diperlukan kertas yang lebih besar
dari pada untuk analisis, Keuntungannya yaitu bilangan Rf menjadi
besar sehingga pengukuran Rf merupakan parameter yang berharga
dalam memaparkan senyawa baru.
Kerugian :
 Tidak bisa melakukan analisis kuantitatif pada komponen-
komponen sampel, hanya terbatas pada analisis kualitatif saja.
 Waktunya lebih lama daripada adsorben lain, tapi lebih singkat
daripada KLT
 Tidak bisa menggunakan pereaksi H2SO4 karena selulosa akan
terdekomposisi.
2. Apakah metode kromatografi kertas dapat digunakan untuk analisis
kuantitatif ?
Jawab :
Ya dapat, metode kromatografi kertas dapat digunakan baik untuk
analisis yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Analisis kuantitatif
dilakukan berdasarkan perbandingan Rf dari zat sampel dengan harga
Rf zat standar. Agar analisis kuantitatif dapat berhasil baik perlu
diperhatikan hal – hal berikut :
a. Kondisi percobaan harus sama, karena harg a Rf tergantung pada
kondisi tersebut
b. Adanya noda pada kromatogram belum berarti adanya zat tunggal
dalam sampel.
c. Harus dicoba dengan berbagai pelarut.
Analisis Kualitatif dilakukan dengan mengidentifikasi komponen
asam amino dari sampel terhadap suatu larutan asam amino yang telah
diketahui sebelumnya berdasarkan nilai Rf, Pada percobaan ini
ditandai dengan adanya warna ungu serta dari harga Rf sampel yang
diselidiki lalu dibandingkan dengan harga Rf standarnya.
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi Rf ?
Jawab :
 Pelarut à disebabkan oleh pentingnya koefisien partisi, maka
perubahan-perubahan yang sangat kecil dalam komposisi pelarut
dapat menyebabkan perubahan- perubahan harga Rf.
 Kehadiran ion lain, misalnya adanya klorida dalam pemisahan yang
dilakukan dengan larutan-larutan nitrat.
 Sifat dari campuranberbagai senyawa mengalami partisi diantara
volume-volume yang sama dari fasa tetap dan bergerak. Sifat
campuran hampir selalu mempengaruhi karakteristik dari kelarutan
satu terhadap lainnya hingga berpengaruh juga terhadap harga Rf.
 Kertas à pengaruh utama kertas pada harga Rf timbul dari perubahan
ion dan serapan, yang berbeda untuk macam-macam kertas. Kertas
mempengaruhi kecepatan aliran dan mempengaruhi kesetimbangan
partisi.
 Suhu à perubahan dalam suhu merubah koefisien partisi dan juga
kecepatan aliran.
 Ukuran dari bejana à volume dari bejana mempengaruhi
homogenitas dari atmosfer sehingga mempengaruhi kecepatan
penguapan dari komponen-komponen pelarut dari kertas. Jika bejana
besar digunakan, ada tendensi perambatan lebih lama, seperti
perubahan komposisi pelarut sepanjang kertas, maka koefisien
partisi akan berubah juga. Dua faktor yaitu penguapan dan kompisisi
mempengaruhi harga Rf.
 Kualitas adsorben
 Ketebalan lapisan , semakin tebal lapisan Rf nya semakin kecil
 Kejenuhan ruang kromatografi
 Suhu, perubahan dalam suhu merubah koefisien partisi dan juga
kecepatan aliran.
 Ukuran dari bejana, volume dari bejana mempengaruhi homogenitas
dari atmosfer jadi mempengaruhi kecepatan penguapan dari
komponen-komponen pelarut dari kertas. Jika bejana besar
digunakan, ada tendensi perambatan lebih lama, seperti perubahan
komposisi pelarut sepanjang kertas, maka koefisien partisi akan
berubah juga. Dua faktor yaitu penguapan dan kompisisi
mempengaruhi harga Rf.
 Sifat dari campuran, berbagai senyawa mengalami partisi diantara
volume-volume yang sama dari fasa tetap dan bergerak. Mereka
hampir selalu mempengaruhi karakteristik dari kelarutan satu
terhadap lainnya hingga terhadap harga Rf mereka.
M. Lampiran Perhitungan

Diketahui:

Jarak Eluen = 3,5 cm

Jarak Noda A= 3 cm

Jarak Noda B = 2,8 cm

Jarak Noda C= 2,9 cm

Jarak Noda D= 2,9 cm

Nilai Rf, Jawab:


𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑛𝑜𝑑𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Rf A = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛

3,5 𝑐𝑚
= 3 𝑐𝑚

= 0,857
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑛𝑜𝑑𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Rf B = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛

2,8 𝑐𝑚
= 3 𝑐𝑚

= 0,8
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑛𝑜𝑑𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Rf C = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛

2,9 𝑐𝑚
= 3 𝑐𝑚

= 0,828
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑛𝑜𝑑𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Rf D = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛

2,9 𝑐𝑚
= 3 𝑐𝑚

= 0,828
N. Dokumentasi

No. Dokumentasi Keterangan


1. Pembuatan Larutan n-butanol yang berupa larutan
Pengemulsi tidak berwarna dimasukkan ke
dalam chamber sebanyak 2,5 mL.

Asam asetat glasial yang tidak


berwarna ditambahkan sebanyak
0,6 mL.

Ditambahkan aquades sebanyak


2,5 mL kemudian dimasukkan ke
dalam lemari kromatografi dan
dijenuhkan.

2. Menentukan Komponen Kertas kromatografi ukuran 4x5


Asam Amino cm ditandai batas atas, kiri, dan
kanan 0,5 cm sedangkan batas
bawah 1 cm.
Krertas kromatografi dioven
selama 1 menit dengan suhu 100-
105℃.

Kertas kromatografi ditotoli


sampel secara berurutan A, B, C,
dan D dengan jarak 1 cm per
nodanya dengan mneggunakan
pipa kapiler.

Kertas kromatografi diangin-


anginkan kemudian totolan
diulangi lagi hinggan 3 kali.

Kertas kromatografi digantung


dalam chamber hingga eluen
sampai pada batas atas kertas.

Setelah dialiri eluen, kertas


kromatografi dikeluarkan dan
dikeringkan pada suhu 100-105℃
selama 3 menit.
kertas kromatografi disemprot
dengan ninhidrin.

Kertas kromatografi kembali


dikeringkan pada suhu 100-105℃
selama 3 menit.

Noda yang terbentuk ditandai


dengan pensil dan dihitung Rf-
nya.

Anda mungkin juga menyukai