Anda di halaman 1dari 7

ENZIM

Tujuan

Setelah mengikuti praktikum ini, mahasiswa akan dapat menentukan sifat dan susunan air
liur, menentukan aktivitas amilase air liur pengaruh suhu, menentukan titik akromatik suatu
polisakarida dan menentukan pH optimum bekerjanya enzim.

Hasil Pengamatan

Tabel 1 Sifat fisik dan susunan air liur

Parameter Hasil Pengamatan Keterangan


+ = Basa
Uji lakmus FF-MO +
- = Asam
+ = Berubah keunguan
Uji Biuret +
- = Tidak berubah warna
+ = Berwarna merah bata
Uji Millon -
- = Tidak berubah warna
+ = Ada cincin merah
Uji Molisch +
- = Tidak ada perubahan
+ = Berubah warna
Uji Klorida +
- = Tidak berubah warna
+ = Berubah warna
Uji Sulfat -
- = Tidak berubah warna
+ = Berubah warna
Uji Fosfat -
- = Tidak berubah warna
+ = Ada endapan
Uji Musin +
- = Tidak ada endapan

Tabel 2 Aktivitas amilase air liur pengaruh suhu

Hasil Pengamatan
Sampel Suhu ( 0c )
Uji Yodium Uji Benedict
Tabung 1 10 - -
Tabung 2 25 - -
Tabung 3 37 - -
Tabung 4 100 + -

Tabel 3 Aktivitas amilase air liur pengaruh pH

Hasil Pengamatan
Sampel pH
Uji Yodium Uji Benedict
Tabung 1 1 - +
Tabung 2 5 - +
Tabung 3 7 - -
Tabung 4 9 - -

Tabel 4 hidrolisis pati matang oleh amilase air liur

Hasil Pengamatan
Menit ke-
Uji Yodium Uji Benedict
1 + -
2 + -
3 + -
4 + -
5 + -
6 + -
7 + -
8 + -
9 + -
10 - +
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Tabel 5 Hidrolisis pati mentah oleh amilase air liur


Hasil Pengamatan
Menit ke-
Uji Yodium Uji Benedict
1 -
2 -
3 -
4 - -
5 - -
6 - -
7 - -
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Pembahasan

Saliva merupakan gabungan dari berbagai cairan dan komponen yang diekskresikan ke


dalam rongga mulut. Saliva dihasilkan oleh tiga pasang kelenjar saliva mayor (parotid,
submandibular, dan sublingual) serta sejumlah kelenjar saliva minor, dan cairan dari eksudat
ginggiva. Saliva terdiri dari 94%-99,5% air, bahan organik, dan anorganik. Komponen anorganik
dari saliva antara lain Na+, K+, Ca2+, Mg2+, Cl-, SO42-, H+, PO4, dan HPO42-. Komponen
anorganik yang memiliki konsentrasi tertinggi adalah Na+ dan K+. Sedangkan komponen
organik utamanya adalah protein dan musin. Selain itu ditemukan juga lipida, glukosa, asam
amino, ureum amoniak, dan vitamin. Komponen organik ini dapat ditemukan dari pertukaran zat
bakteri dan makanan. Protein yang secara kuantitatif penting adalah α-amilase, protein kaya
prolin, musin, dan imunoglobulin.

Saliva memiliki pH dalam keadaan normal rata-rata pH 6,7. saliva biasa bersifat alkalis
(basa). (Haryani et al. 2016). Berdasarkan hasil percobaan Tabel 1 menunjukkan hasil negative
terjadi pada uji Millon, uji sulfat, dan uji fosfat. Hasil uji biuret menunjukkan bahwa air liur
memiliki/mengandung amylase. Enzim amylase tergolong protein yang mana mengandung
ikatan peptida (Poedjiardi dan Supriyanti 2009). Hasil positif yang diberi kertas lakmus FF
menandakan saliva tidak ber-pH basa dan mengandung amylase, begitupun dengan saliva ynag
diberi MO (Methyl Orange). Hal ini sesuai dengan literature yang mana saliva memilki sifat
asam/tidak ber-pH basa karena memiliki pH dibawah 7 (Girindra 1986). Air liur tidak
mengandung karbohidrat dengan uji Molisch (Lehninger 1998). Seharusnya hasil yang diberikan
adalah negative pada percobaan. Hasil table uji Musin sesuai literature, yaitu saliva positif
mengandung musin (Kidd 1992). Uji sulfat dan fosfat menunjukkan hasil yang negative,
seharusnya hasil yang didapat adalah positif, katena saliva mengandungkomponen anorganik,
yaitu Na+, K+, Ca2+, Mg2+, Cl-, SO42-, H+, PO4, dan HPO42- (Rizqi et al. 2013). Uji klorida
menunjukkan hasil yang positif. Uji Millon menunjukkan hasil negative, yaitu tidak adanya
protein. Hal ini tidak sesuai dengan literature, bahwa saliva mengandung protein (Rizqi et al.
2013).

Air liur membawa mineral yang membantu membangun kembali permukaan gigi enamel,
memperkuat gigi. Air liur juga membantu menetralkan asam di mulut selama dan setelah makan
yang memecah enamel gigi. Pada Tabel 2 uji yodium dan uji Benedict untuk melihat
optimumnya suatu enxim pada suhu tertentu. Pada uji yodium hasil positif didapatkan ketika
enzim diperlakuan 1000C. Seharusnya enzim optimum di suhu 370C, karena enzim saliva
memiliki suhu optimal antara 350C – 400C (Sloane 2003). Pada uji benedict semua hasil yang
didapat adalah negative, yang berarti bahwa pati pada saliva tidak terhidrolisis menjadi
disakarida dan dekstrin-dekstrin.

Enzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel hidup
dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia yang secara kolektif
membentuk metabolisme-perantara dari sel (Wirahadikusumah, 2001). Dengan adanya enzim,
molekul awal yang disebut substrat akan dipercepat perubahannya menjadi molekul lain yang
disebut produk (Grisham et al. 1999). Sebuah kofaktor adalah senyawa kimia non-protein yang
terikat erat atau longgar dengan enzim (protein), dalam rangka meningkatkan aktivitas biologis
senyawa. Hal ini sangat penting dan digunakan sebagai katalis dalam reaksi. Koenzim
didefinisikan sebagai molekul kecil, organik, non-protein, seperti vitamin, yang membawa
kelompok kimia antara enzim. Meskipun, itu tidak dianggap sebagai bagian dari struktur enzim,
koenzim ditindaklanjuti oleh enzim untuk reaksi.

Prinsip uji pengaruh suhu terhadap aktifitas enzim amilase air liur adalah menentukan
suhu optimum bekerjaanya enzim amilase air liur dengan cara menempatkan air liur pada 4
kondisi suhu yang berbeda yaitu 100C, suhu kamar, 370C, 1000C. Suhu optimum adalah suhu saat
enzim mempunyai aktivitas maksimal. Aktivitas enzim amilase air liur dapat dilihat dengan
pengujian iod dan Benedict. Uji Benedict digunakan untuk menentukan ada dan tidaknya gula
pereduksi dalam sampel. Gula pereduksi yaitu karbohidrat yang mempunyai gugus aktif bebas
dan memiliki kemampuan untuk mereduksi larutan-larutan tembaga yang basa seperti kupri
sulfat, natrium karbonat, dan natrium sitrat. Sifat mereduksi ini disebabkan oleh adanya gugus
aldehida dan keton bebas dalam molekul karbohidrat (Poedjiadi 2009). Larutan uji ditambahkan
pereaksi benedict yang merupakan larutan tembaga yang basa mengandung kupri sulfat, natrium
karbonat, dan natrium sitrat kemudian dipanaskan. Fungsi pereaksi Benedict sebagai larutan
yang akan direduksi gugus aldehida dan keton bebas dalam molekul karbohidrat. Proses
pemanasan berfungsi untuk mempercepat reaksi reduksi. Prinsip percobaan ini adalah reaksi
reduksi-oksidasi (redoks) yang terjadi antara pereaksi Benedict dengan gugus aldehida dan keton
bebas dalam molekul karbohidrat.
Mekanisme kerja enzim α-amilase pada amilosa dibagi dalam dua tahap, pertama
degradasi secara cepat molekul amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara
acak. Pada tahap ini terjadi penurunan kekentalan dengan cepat. Tahap kedua, degradasi α-
amilase pada amilosa menghasilkan glukosa dan maltosa dengan laju lebih lambat dan tidak
secara acak (Winarno, 1995). Aktivitas α-amilase dapat diukur berdasarkan penurunan kadar pati
yang larut, kadar dekstrin yang terbentuk, dan pengukuran viskositas atau jumlah gula pereduksi
yang terbentuk (Judoamidjojo et al.1989).

Setiap enzim memiliki suhu optimum, yaitu suhu dimana enzim memiliki aktivitas
maksimal. Enzim yang terdapat di dalam tubuh manusia mempunyai suhu optimum sekitar 37 0C.
Di bawah atau di atas suhu optimum, aktivitas enzim menurun. Pada suhu mendekati nol, enzim
menjadi tidak aktif, tetapi secara stuktural enzim tersebut tidak rusak. Jika suhu dinaikan
aktivitas enzim kembali meningkat. Namun demikian kenaikan suhu yang cukup besar dapat
menyebabkan enzim mengalami denaturasi sehingga aktivitas katalitiknya hilang. Interaksi
substrat terhadap sisi aktif enzim juga terganggu, karena sisi aktif pada enzim akan berubah,
sehingga tidak bisa menempel pada substrat (Pratama 2012). Suhu optimum enzim pada
percobaan adalah 1000. Hal ini tidak sesuai dengan literature.

Tabel 3 menunjukka pengaruh pH terhadap amylase. Hasil uji iod pada liur ber-pH 1, 5,
7, 9, semuanya menunjukkan hasil yang negative. Pada uji Benedict hanya sampel ber-pH 1 dan
5 yang memiliki hasil positif. Data tersebut menunjukkan bahwa pH optimum amylase berada
pada pH 1-5. pH amylase pada saliva yang optimum yaitu 5,6-7,0 (Soesilo et al. 2005).

Keadaan pereaksi iod yang tidak positif dapat ditentukan melalui titik akromatik. Pada
praktikum ini, titik akromatik juga digunakan untuk menentukan kecepatan hidrolisis pati
matang dan pati mentah yang dapat menentukan bekerja atau tidaknya enzim amylase. Pati
matang yang dipanaskan selama sepuluh menit pada suhu 370C, dan tiap menitnya satu tetes pati
matang ditambhakan satu tetes pereaksi iod menunjukkan hasil positif, hingga pada menit ke 10
dan tetes ke 10 menunjukkan hasil yang negative. Sedangkan, uji Benedict menunjukkan hasil
yang positif setelah dipanaskan selama 10 menit pada suhu 1000C, hal ini menunjukkan bahwa
laritan mengandung gula pereduksi dan amylase pada saliva bekerja. Amylase ini bekerja dengan
menghidrolisis pati yang ada. Sedangkan pati mentah yang di uji iod dengan prosedur yang sama
dengan pati matang menunjukkan hasil yang semuanya negative, baik pada uji iod maupun
Benedict. Kemampuan hidrolisis enzim amylase pada pati mentah lebih lambat dari pati matang
karena pati mentah memiliki struktur ikatan yang lebih kuat (Nisa et al. 2013)

Simpulan

Enzim saliva memiliki sifat sedikit asam, mengandung klorida, sulfat, fosfat, dan
mengandungprotein, serta musin. pH optimum enzim yaitu 6,7 dan memiliki suhu optimum,
yaitu 370C. pH optimum amylase pada percobaan adalah 1-5 dan teori yaitu 5,6-7,0. Titik
akromatik pati mentah memiliki waktu yang lebih lama dari pati matang, karena pati mentah
memiliki struktur ikatan yang lebih kuat sehingga sulit untuk dihidrolisis.
Daftar Pustaka

Girindra A. 1993. Biokimia 1. Jakarta(ID) : Gramedia Pustaka Utama.


Grisham, Charles M, dan Reginald H. Garrett. 1999. Biochemistry. Philadelphia(PDP): Saunders 
College Pub.
Haryani W, Siregar I, Ratnaningtyas LA. 2016. Mentimun dan tomat meningkatkan derajat
keasaman (pH) saliva dalam rongga mulut. Jurnal Riset Kesehatan. 5(1): 21-24.
Judoamidjojo RM, Said EG dan Hartoto L. 1989. Biokonversi. Bogor(ID) : IPB Press
Kidd BSJ. 1992. Dasar-dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya. Jakarta(ID) : PT
Gramedia.
Lehninger AL. 1998. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta(ID) : Erlangga.
Nisa K, Wuryanti, Taslimah. 2013. Isolasi, karakterisasi, dan amobilisasi α-amilase dari
Aspergilus niger FnnC 6018. Chem Info. 1(1):141-144.
Poedjiardi A, Supriyanti FMT. 2009. Dasar-dasar Biokimia, Jakarta(ID) : Universitas Indonesia
Press.
Pratama AP. 2012. Pengaruh suhu dan pH terhadap aktivitas enzim. Jurnal Kimia Indonesia.
1(1): 22-27.
Rizqi A, Wibisono G, Ngestiningsih D. 2013. Pengaruh pemerian permen karet yang
mengandung xylitol terhadap penurunan keluhan pada lansia penderita xerostomia.
Jurnal Media Medika Muda. 1(1):6.
Sloane E. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta (ID) : EGC.
Soesilo D, Santoso RE, Diyanti I. 2005. Peranan sorbitol dalam mempertahankan kestabilan pH
pada proses-proses pencegahan karies. Maj Ked Gigi (Dent J). 38(1):25-28.
Winarno FG. 1995. Enzim Pangan. PT. Jakarta(ID) : Gramedia Pustaka Utama.
Wirahadikusuma M. 2001. Biokimia Protein, Enzim dan Asam Nukleat. Bandung(ID): ITB Press.

Jawab Pertanyaan

1. a. Mendeteksi penyakit yang ada dimulut


b. Mencegah munculnya bakteri pada mulut
2. 40-43, Karena pada suhu tersebut enzim bekerja secara maksimal
3. Polisakarida
Gula perduksi
Uji Benedict, warna coklat
Uji Benedict, warna biru
4. Uji Molisch, Uji Biuret
5. pH 8, karena menunjukkan reaksi yang paling optimum
6. Polisakarida
Gula pereduksi
Uji Benedict, warna coklat
Uji Benedict, warna biru
7. Asam: NH3+CH(CH3)COOH + H+
Basa: NH3OHCH(CH3)COO- + OH-

Anda mungkin juga menyukai