MAKALAH
Oleh:
Kelompok 11
(1) Nurbani Jusuf (170331863532)
(2) Putri Qori Utami (170331863520)
(3) Putu Anindita W.P. (170331863537)
(4) Robi’atus Sholihah (170331863516)
A. Latar Belakang
Salah satu contoh molekul protein yang memiliki fungsi spesifik yaitu enzim karena
memiliki aktivitas katalitik. Enzim mempercepat reaksi kimiawi spesifik tanpa pembentukan
produk samping dan molekul ini berfungsi pada larutan encer pada keadaan suhu dan pH
normal. Enzim memiliki kemampuan katalitik yang jauh lebih besar daripada katalisator
sintetik (Lehninger, 1982: 235).
Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel. Melalui aktivitasnya, sistem
enzim terkoordinasi dengan baik menghasilkan suatu hubungan antara sejumlah aktivitas
metabolik berbeda yang diperlukan untuk menunjang kehidupan. Kelebihan atau kekurangan
satu atau lebih enzim pada jaringan dapat menyebabkan beberapa penyakit terutama ganguan
genetik yang sifatnya menurun. Pada keadaan abnormal lainnya aktivitas yang berlebihan dari
suatu enzim tertentu dapat dikontrol oleh obat yang dibuat untuk menghambat aktivitas
katalitiknya.
Pada awal tahun 1800 ditemukan beberapa aktivitas katalitik yang terjadi dalam sistem
biologis yaitu pada pencernaan daging oleh sekresi lambung dan perubahan pati menjadi gula
oleh air liur dan berbagai ekstrak tumbuhan. Kemudian, pada tahun 1850 Louis Pasteur
menyimpulkan bahwa proses fermentasi gula menjadi alkohol oleh ragi dikatalis oleh fermen.
Beliau menyebutkan bahwa fermen ini yang kemudian dinamakan enzim dan tidak dapat
dipisahkan dari struktur sel ragi hidup.
Selanjutnya, pada tahun 1897 Eduard Buchner berhasil mengekstrak bentuk aktif dari
sel ragi ke dalam larutan yaitu serangkaian enzim yang mengkatalis fermentasi gula menjadi
alkohol. Penemuan ini membuktikan bahwa enzim dapat tetap berfungsi jika dipindahkan dari
struktur sel hidup. Pada awal abad ke-20, Emil Fischer melakukan penelitian pertama
mengenai spesifisitas enzim. Peneliti lain mempelajari kinetika aktivitas enzim dan menyusun
teori kerja enzim. Tetapi, baru pada tahun 1926 enzim dapat diisolasi dalam bentuk kristal
yaitu enzim urease sesuai penelitian yang dilakukan oleh James Sumner. Sumner menemukan
bahwa keseluruhan bagian dari kristal urease merupakan protein. Pernyataan tersebut juga
didukung oleh John Northrop dan rekannya setelah mengkristalkan pepsin dan tripsin. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa pepsin dan tripsin merupakan protein. Saat ini banyak
sekali jenis enzim yang telah teridentifikasi dan setiap enzim mengkatalis reaksi-reaksi kimia
yang berbeda. Dan ratusan enzim telah diperoleh dalam bentuk kristal murni. Gambar 1
merupakan contoh struktur tiga dimensi enzim pepsin.
1
Gambar 1. Struktur tiga dimensi enzim peptin 3A berdasarkan aplikasi Cn3D
B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu mengetahui:
1. Sifat dan fungsi biologis enzim sebagai katalisator
2. Klasifikasi dan tatanama enzim, serta macam-macam gugus fungsi enzim
3. Mekanisme kerja enzim dan kinetika reaksi enzim
4. Faktor – faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi enzimatik
5. Pengertian dan jenis kofaktor, koenzim, proenzim, dan isoenzim
6. Uji aktifitas enzim
7. Pengertian dan jenis inhibitor dan mekanisme kerja inhibitor dalam enzim
2
BAB II
PEMBAHASAN
Sukrase, yaitu enzim yang mengubah sukrosa (gula tebu) menjadi Glukosa dan
fruktosa.
Laktase, yaitu enzim yang mengubah laktase menjadi glukosa dan galaktosa.
Selulase, emzim yang menguraikan selulosa ( suatu polisakarida) menjadi selobiosa
( suatu disakarida).
Pektinase, yaitu enzim yang menguraikan pektin menjadi asam-pektin.
2. Esterase, yaitu enzim-enzim yang memecah golongan ester. Contoh-contohnya:
Lipase, yaitu enzim yang menguraikan lemak menjadi gliserol dan asam lemak.
Fosfatase, yaitu enzim yang menguraikan suatu ester hingga terlepas asam fosfat.
3. Proteinase atau Protease, yaitu enzim enzim yang menguraikan golongan protein. Contoh-
contohnya:
Peptidase, yaitu enzim yang menguraikan peptida menjadi asam amino.
Gelatinase, yaitu enzim yang menguraikan gelatin.
Renin, yaitu enzim yang menguraikan kasein dari susu.
5
B. Kofaktor dan Koenzim
Sebagian besar enzim terdiri dari protein, yaitu serangkaian asam amino yang terikat
dengan ikatan peptida, dan gugus lain yang merupakan komponen non protein. Komponen
non protein pada enzim ini disebut sebagai kofaktor. Kofaktor dapat berupa ion anorganik
(logam) dan ion/molekul organik (koenzim); dengan kata lain, koenzim merupakan kofaktor,
sedangkan kofaktor bisa saja bukan koenzim melainkan ion logam. Beberapa contoh kofaktor
diberikan pada Tabel 1.
Logam
Zn2+ Carbonic anhydrase
Zn2+ Carboxypeptidase
Mg2+ EcoRV
Mg2+ Hexokinase
Ni2+ Urease
Mo Nitrate reductase
Se Glutathione peroxidase
Mn Superoxide dismutase
K+ Propionyl CoA carboxylase
Enzim yang strukturnya sempurna dan aktif mengkatalisis, serta lengkap mengikat
kofaktor, disebut dengan holoenzim (Gambar 2). Apabila kofaktor pada kompleks kofaktor-
enzim terlepas, maka enzim menjadi tidak aktif lagi. Bagian protein tersebut disebut dengan
apoenzim atau apoprotein. Namun demikian, ada beberapa enzim yang hanya terdiri dari
polipeptida dan tidak mengandung gugus lain selain residu asam amino, contohnya adalah
ribonuklease pankreas.
Gambar 2. Holoenzim
6
C. Proenzim
Beberapa macam enzim disintesis di dalam tubuh dalam bentuk enzim yang belum
aktif (inactive enzymes). Enzim-enzim yang belum aktif ini sering disebut sebagai prekusor
enzim atau proenzim atau zimogen. Contoh dari proenzim adalah pepsinogen, tripsinogen,
kimotripsinogen, dan prokarbopeptidase. Protein pada calon enzim harus diaktivasi terlebih
dahulu agar menjadi enzim yang aktif, yaitu dengan cara memutus atau memodifikasi ikatan
peptida yang ada di dalamnya. Setelah aktif, koenzim-koenzim tersebut akan menjadi enzim
pepsin, tripsin, kimotripsin, dan karbopeptidase. Aktivator yang digunakan dalam
mengaktifkan proenzim sebagian besar berupa ion-ion logam, molekul, dan enzim lain.
Contohnya, pepsinogen membutuhkan HCl untuk menjadi pepsin, tripsinogen membutuhkan
enzim enterokinase untuk menjadi tripsin, protombin membutuhkan ion Ca2+ untuk menjadi
trombin, serta fibrinogen membutuhkan enzim trombin untuk menjadi fibrin.
D. Isoenzim
Isoenzim atau isozim merupakan enzim-enzim yang memiliki bentuk berbeda tetapi
mengkatalisis reaksi yang sama. Bentuk berbeda dari isoenzim biasanya diperoleh dari gen
yang berbeda dan juga terjadi pada jaringan yang berbeda dalam tubuh. Contoh enzim yang
memiliki beberapa isoenzim yaitu laktat dehidrogenase (LDH) dengan koenzim NADH yang
mengkatalisis perubahan reversibel dari piruvat menjadi laktat. LDH merupakan suatu
molekul tetramer yang memiliki 4 sub unit dari 2 bentuk, yaitu tipe H (heart, terdapat di
dalam organ jantung) dan M (muscle, terdapat di dalam otot). Kedua bentuk sub unit ini
berkombinasi membentuk lima isoenzim sebagai berikut.
a. LDH1 (HHHH) terdapat di jantung, eritrosit, dan otak
b. LDH2 (HHHM) terdapat di jantung, eritrosit, dan otak
c. LDH3 (HHMM) terdapat di paru, otak, ginjal, limpa, pankreas, adrenal, dan tiroid
d. LDH4 (HMMM) terdapat di hati, otot rangka, dan ginjal
e. LDH5 (MMMM) terdapat di hati, otot rangka, dan ileum
Meskipun demikian, kelima isoenzim tersebut dapat dipisahkan dengan menggunakan
elektroforesis karena memiliki perbedaan fisik dan kinetik seperti titik isoelektrik, pH
optimum, afinitas terhadap substrat, dan efek terhadap inhibitor.
(1)
di mana E , S, dan P mlambangkan enzim , substrat , dan produk, ES dan EP adalah kompleks
sementara enzim -substrat dan kompleks sementara enzim-produk.
Cara kerja enzim yaitu dengan menurunkan energi yang diperlukan untuk
berlangsungnya reaksi kimia melalui pembentukan kompleks ES yang konformasinya mirip
dengan keadaan transisi tetapi memiliki energi yang lebih rendah serta menurukan energi
aktivasi. Enzim berperan sebagai biokatalisator dalam reaksi kimia. Zat yang akan dikatalis
oleh enzim disebut substrat. Substrat akan berikatan dengan enzim pada daerah tertentu
disebut sisi aktif enzim. Sisi aktif enzim ini mampu mengenali ataupun menseleksi jenis
substrat dengan kecocokan titik ikatan substratnya dengan sisi aktif enzim sehingga enzim
bekerja secara spesifik.
Ada dua macam teori yang dapat menjelaskan kerja enzim (E) terhadap substrat (S).
1. Teori Lock and Key (Gembok-Kunci)
Teori ini dikemukakan oleh Emil Fischer. Beliau mengemukakan bahwa substrat yang
mampu berikatan dengan enzim ialah substrat yang memiliki bentuk serupa dengan sisi aktif
(pengikatan) enzim. Sisi aktif enzim bersifat kaku, statis dan sangat spesifik. Teori ini
digambarkan dengan mekanisme kerja gembok dan kunci yaitu hanya kunci yang sesuai
dengan bentuk lubang gembok yang mampu membuka gembok tersebut. Enzim diibaratkan
sebagai gembok yang memiliki sisi aktif sedangkan substratnya diibaratkan sebagai kunci.
Substrat memasuki sisi aktif enzim seperti halnya kunci memasuki gembok terlihat Gambar 3.
Substrat dan sisi aktif enzim yang sesuai membentuk kompleks enzim-substrat. Kemudian
substrat tersebut diubah menjadi produk tertentu yang dilepaskan dari sisi aktif enzim.
8
Gambar3. Teori Lock and Key
Fungsi katalis adalah untuk meningkatkan laju reaksi. Katalis tidak mempengaruhi
kesetimbangan reaksi. Dalam memahami reaksi katalisis enzimatik dapat melihat perbedaan
penting antara kesetimbangan reaksi dan laju reaksi. Laju reaksi mencerminkan energi
aktivasi: energi aktivasi yang lebih tinggi sesuai dengan reaksi yang lebih lambat. Laju reaksi
dapat ditingkatkan dengan meningkatkan suhu, yang berperan dalammeningkatkan jumlah
9
molekul dengan energi yang cukup untuk mengatasi hambatan energi. Energi aktivasi dapat
diturunkan dengan menambahkan katalis sehingga katalis berperan meningkatkan laju reaksi
dengan menurunkan energi aktivasi (Gambar 5).
Enzim tidak ada pengecualian seperti halnya katalis lain, enzim tidak mempengaruhi
kesetimbangan reaksi. Tanda panah dua arah pada persamaan 1 menyatakan bahwa setiap
enzim yang mengkatalisis reaksi S↔P juga mengkatalisis reaksi P↔S. Peran enzim adalah
untuk mempercepat interkonversi S dan P. Enzim tidak digunakan dalam proses, dan titik
ekuilibrium tidak terpengaruh. Namun, reaksi mencapai kesetimbangan jauh lebih cepat bila
enzim yang tepat hadir, karena laju reaksi meningkat.
11
Double reciprocal dari persamaan Michaelis Menten menghasilkan persamaan Lineweaver-
Burk berikut :
12
Gambar 8. Kurva Eadie-Hofstee hubungan V/[S] dengan V
13
Terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan reaksi enzimatik yaitu:
a. pH
Efisiensi suatu enzim dipengaruhi oleh nilai pH karena muatan komponen asam amino
enzim berubah dengan perubahan nilai pH. Secara umum, enzim tetap stabil dan bekerja baik
pada kisaran pH 6 atau 8. Namun ada juga enzim tertentu yang dapat bekerja dengan baik di
lingkungan asam atau basa. Ketika nilai pH menjadi terlalu tinggi atau rendah, maka struktur
dasar enzim dapat mengalami perubahan. Sehingga sisi aktif enzim tidak dapat mengikat
substrat dengan benar, sehingga aktivitas enzim menjadi sangat terpengaruhi.
b. Suhu
Enzim membutuhkan suhu yang cocok agar dapat bekerja dengan baik. Laju reaksi
meningkat seiring kenaikan suhu. Hal ini karena suhu dapat meningkatkan energi kinetik dari
molekul sehingga menyebabkan jumlah tabrakan diantara molekul-molekul meningkat.
Dalam suhu rendah, reaksi menjadi lambat karena hanya terdapat sedikit kontak antara
substrat dan enzim.
c. Inhibitor atau Aktivator
Inhibitor enzim merupakan zat yang dapat menghambat enzim baik melalui kompetitif
maupun non-kompetitif. Aktivator sebagai suatu zat yang dapat mengaktifkan enzim yang
semula belum aktif.
d. Konsentrasi Substrat
Konsentrasi substrat yang lebih tinggi berarti lebih banyak jumlah molekul substrat
yang terlibat dengan aktivitas enzim. Sedangkan konsentrasi substrat yang rendah berarti
lebih sedikit jumlah molekul substrat yang dapat melekat pada enzim, menyebabkan
berkurangnya aktivitas enzim. Ketika laju enzimatik sudah mencapai maksimum dan enzim
sudah dalam kondisi paling aktif, peningkatan konsentrasi substrat tidak akan memberikan
perbedaan dalam aktivitas enzim. Dalam kondisi seperti ini, di sisi aktif semua enzim terus
terdapat substrat, sehingga tidak ada tempat untuk substrat ekstra.
e. Konsentrasi Enzim
Semakin besar konsentrasi enzim maka kecepatan reaksi akan semakin cepat pula.
Konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi, tentunya selama masih ada
substrat yang perlu diubah menjadi produk.
F. Akvitas Enzim
Jumlah enzim dalam larutan atau ekstrak jaringan tertentu dapat diuji secara kuantitatif
melalui reaksi katalitiknya dengan cara mengetahui 1) persamaan keseluruhan reaksi yang
dikatalis, 2) suatu prosedur analitik untuk menentukan hilangnya substrat atau munculnya
14
produk reaksi, 3) apakah enzim memerlukan kofaktor ion logam atau koenzim, 4) ketergan-
tungan aktivitas enzim kepada konsentrasi substrat, yaitu KM bagi substrat, 5) pH optimum,
dan 6) suhu yang diperlukan enzim untuk mencapai keadaan stabil dan memiliki aktivitas
tinggi. Biasanya enzim diuji pada pH optimum, suhu yang mudah dicapai yaitu sekitar 25℃
sampai 38℃, dan konsentrasi substrat yang mendekati jenuh (Lehninger, 1982: 282). Analisis
kuantitatif enzim disebut juga uji aktivitas enzim. Tujuan dari uji aktivitas enzim adalah untuk
menentukan aktivitas suatu enzim terhadap substratnya, sehingga dapat ditentukan berapa
banyak enzim yang diperlukan untuk sejumlah substrat tertentu.
Setiap enzim memiliki aktivitas maksimum pada suhu tertentu. Aktivitas enzim akan
semakin meningkat dengan bertambahnya suhu hingga suhu optimum tercapai. Akan tetapi,
kenaikan suhu yang lebih lanjut akan menyebabkan aktivitas enzim menurun (Megiadari,
2009). Aktivitas suatu enzim merupakan jumlah substrat yang mampu diubah oleh sejumlah
enzim (biasanya per gram) dalam satuan waktu (misalnya per menit). Aktivitas suatu enzim
biasanya dinyatakan dalam unit aktivitas (U). Menurut Standar Internasional, 1 unit aktivitas
enzim didefinisikan sebagai jumlah yang menyebabkan pengubahan 1,0 μmol (10−6 mol)
substrat per menit pada suhu dan keadaan optimumnya. Aktivitas suatu enzim per miligram
proteinnya disebut aktivitas spesifik enzim. Aktivitas spesifik merupakan suatu ukuran
kemurnian enzim. Suatu enzim berada pada keadaan optimum saat kemurniaannya tinggi
yaitu memiliki nilai aktivitas spesifik yang tinggi pula.
Bilangan putaran atau bilangan pergantian (Turn Over Number) suatu enzim adalah
jumlah molekul substrat yang dapat diubah oleh satu molekul enzim pada satuan waktu
tertentu pada kondisi optimumnya. Misalnya enzim anhidrase karbonat adalah enzim penting
yang ditemukan di dalam sel darah merah dengan konsentrasi tinggi. Enzim ini merupakan
salah satu enzim paling aktif dengan bilangan putaran 36.000.000 per menit oleh satu molekul
enzim. Anhidrase karbonat mengkatalis reaksi hidrasi CO2 terlarut untuk membentuk H2CO3
(Lehninger, 1982: 249). Beberapa contoh enzim dengan bilangan putarannya dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Contoh enzim dengan bilangan putarannya
No Enzim Bilangan Putaran
1 b-Amilase 17.000.000
2 b-Galaktosidase 1.100.000
3 Fosfoglukomutase 12.500
Uji aktivitas enzim tergantung pada asal enzim, jenis substrat, tujuan dari uji enzim.
Sebab, enzim merupakan biokatalisator yang bekerja dengan spesifitas yang tinggi sehingga
15
metode uji aktivitas berbeda ,reagen yang digunakan, konsentrasi reagen dan volume reagen
yang digunakan juga berbeda. Misalnya, uji aktivitas enzim kolagenase dari Moore dan Stein
(1954) digunakan pada uji aktivitas enzim kolagenase dari ikan makarel (Scromber japanicus)
dan ikan filefish (Novodon modestrus) dan pilorik kaeka ikan tuna (Thunnusthynnus). Uji
aktivitas tersebut tidak dapat digunakan pada penentuan aktivitas kolagenase dari organ dalam
bandeng (Yuniarti et al, 2011).
Supriyatna et al, 2015 telah melakukan uji aktivitas enzim amilase, lipase, dan
protease dari larva. Pada penelitian tersebut, uji aktivitas enzim amilase dan lipase dilakukan
dengan metode spektrofotometri. Sedangkan uji aktivitas enzim protease dilakukan dengan
berdasarkan metode Bergmeyer. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa aktivitas
amilase optimum pada suhu 40℃ dengan aktivitas enzim 0,30 unit/mL, aktivitas lipase
optimum pada suhu 40℃ yaitu 0,8248 unit/mL, dan aktivitas protease optimum pada suhu
45℃ yaitu 0,1855 unit/mL.
G. Inhibisi
Hampir semua enzim dapat diracuni atau dihambat oleh senyawa tertentu. Penelitian
mengenai senyawa penghambat enzim memberikan informasi berguna tentang spesifisitas
substrat enim, sifat-sifat gugus fungsi fungsi pada sisi aktif enzim, dan mekanisme aktivitas
katalitik. Senyawa penghambat enzim juga berguna untuk menjelaskan metabolik dalam sel.
Beberapa obat yang dimanfaatkan bidang kedokteran bekerja dengan menghambat kerja
enzim tertentu yang mengganggu kerja sel (Lehninger, 1982: 251).
1. Pengertian
Berbagai reaksi kimia dalam tubuh laju reaksinya dapat dipercepat dengan enzim.
Fungsi enzim sebagai biokatalisator mampu menurunkan energi aktivasi sehingga dapat
meningkatkan laju reaksi. Akan tetapi, tidak selamanya enzim dapat bekerja optimal atau
bahkan tidak dapat bekerja sama sekali. Ada beberapa molekul yang dapat mempengaruhi
kerja enzim karena adanya inhibitor. Inhibitor merupakan molekul yang dapat menurunkan
atau menghambat laju rekasi yang dikatalis oleh enzim. Contohnya garam-garam logam berat,
seperti air raksa (Hg), senyawa yodium asetat, ion fluorida, sianida, dan karbon monoksida.
Semakin banyak jumlah inhibitor, makin lambat laju reaksi yang dikatalis oleh suatu enzim.
Sebagian besar inhibitor ireversibel menyerang gugus –SH dalam rantai samping sistein yang
sering ditemukan dalam pusat aktif enzim. Gambar 9 merupakan contoh mekanisme inhibitor
reversibel iodoasetamida yang dapat menyerang gugus –SH.
Inhibisi reversibel adalah inhibitor yang reaksinya berjalan dua arah atau dapat balik,
bekerja dengan mengikat sisi aktif enzim secara non-kovalen sehingga dapat dipisahkan atau
dilepaskan kembali dari ikatannya. Ada dua macam jenis inhibisi reversibel, yaitu inhibisi
yang bekerja secara kompetitif dan nonkompetitif.
Inhibisi kompetitif terjadi apabila inhibitor berkompetisi dengan substrat untuk
mengikat sisi aktif enzim, tetapi saat terikat tidak dapat digantikan oleh enzim. Karakteristik
inhibitor kompetitif adalah memiliki struktur yang mirip dengan substrat pada struktur tiga
dimensinya, sehingga inhibitor dan substrat berkompetisi untuk menempati ‘binding-site’
17
yang sama dalam enzim. Sebenarnya, inhibitor kompetitif dapat dianalisis secara kuantitatif
dengan teori Michaelis-Menten. Inhibitor kompetitif ini mengikat enzim dengan reaksi
reversibel membentuk suatu kompleks.
E + I ⇌ EI
Akan tetapi, enzim tidak dapat mengkatalis inhibitor membentuk produk reaksi yang baru.
Misalnya enzim dehidrogenase suksinat dapat dihambat oleh inhibitor kompetitif anion
malonat seperti pada Gambar 10.
18
Gambar 11. Mekanisme inhibitor nonkompetitif
19
BAB III
KESIMPULAN
1. Enzim adalah katalisator pada semua reaksi biokimia (di dalam maupun diluar sel).
Tanpa kehadiran enzim, suatu reaksi kimia sukar terjadi, tapi dengan menggunakan
enzim sebagai katalis kecepatan reaksi jadi meningkat.
2. Nama enzim terdiri dari 2 : Nama substrate+ase atau Jenis reaksi + ase
3. Enzim memiliki gugus reaktif, dimana gugus ini berperan sebagai katalis
4. Kofaktor adalah bagian non-protein yang terikat pada enzim. Kofaktor dapat berupa ion-
ion anorganik (logam) dan ion/molekul organik (koenzim). Jadi, koenzim merupakan
kofaktor, sedangkan kofaktor bisa saja bukan koenzim melainkan ion logam. Enzim yang
strukturnya sempurna dan aktif mengkatalisis, serta lengkap mengikat kofaktor, disebut
dengan holoenzim.
5. Proenzim atau zimogen adalah suatu prekusor enzim, yaitu enzim yang belum aktif
(protein calon enzim). Contoh proenzim adalahpepsinogen, tripsinogen, kimotripsinogen,
dan prokarbopeptidase. Setelah diaktivasi (menggunakan ion logam/ enzim tertentu),
proenzim akan menjadi enzim.
6. Isoenzim atau isozim merupakan enzim-enzim yang memiliki bentuk berbeda tetapi
mengkatalisis reaksi yang sama. Contoh enzim yang memiliki beberapa isoenzim yaitu
laktat dehidrogenase (LDH) dengan koenzim NADH yang mengkatalisis perubahan
reversibel dari piruvat menjadi laktat.
7. Ada dua macam teori yang dapat menjelaskan kerja enzim (E) terhadap substrat (S) yaitu
teori Lock and Key dan teori Induced Fit.
8. Enzim berperan sebagai katalisator dengan menurunkan energi aktivasi yang bersumber
dari energi ikat sebagai penyumbang utama energi bebas yang digunakan enzim. Hal
pertama karena terlihat pada proses penyusunan ulang ikatan kovalen selama reaksi
enzim-katalis. Hal kedua ialah interaksi non kovalen antara enzim dan substrat, Sebagian
besar energi yang dibutuhkan untuk energi aktivasi yang lebih rendah berasal dari
interaksi lemah yaitu interaksi non kovalen antara substrat dan enzim.
9. Reaksi multi subtsrat meliputi Random Substrate Binding, Ordered Substrat Binding, The
Ping-pong mechanism.
10. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan reaksi enzimatik meliputi pH, suhu,
konsentrasi substrat, konsentra enzim, inhibitor dan activator
20
11. Analisis kuantitatif enzim disebut juga uji aktivitas enzim. Tujuan dari uji aktivitas enzim
adalah untuk menentukan aktivitas suatu enzim terhadap substratnya, sehingga dapat
ditentukan berapa banyak enzim yang diperlukan untuk sejumlah substrat tertentu.
12. Kecepatan reaksi kimia yang dikatalis suatu enzim dapat menurun dengan adanya
molekul/ senyawa penghambat kinerja enzim yang disebut inhibitor.
13. Inhibitor bekerja dengan menempati sisi aktif enzim (kompetitif) dan sisi lain enzim
selain sisi aktifnya membentuk kompleks inhibisi-enzim (kompetirif)
21
DAFTAR PUSTAKA
Yuniarti, T., Nurhayati, T., Jacoeb, A. M. 2011. Optimalisasi Uji Aktivitas Enzim Kolagenase
dari Organ dalam Bandeng (Chanos chanos Forskal). Prosiding Pertemuan Ilmiah dan
Seminar Nasional MPHPI
22