Anda di halaman 1dari 13

ILMU SEBAGAI SARANA BERPIKIR ILMIAH

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu yang dibina oleh Dr.
Diding Nurdin, M.Pd.

Oleh:
ALIFYA
HENNI SIDABUNGKE - NIM: 2012952

PROGRAM STUDI S2 ADMINISTRASI PENDIDIKAN


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG
SEPTEMBER 2022
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam penulisan makalah ini adalah;
1. Apa itu Hakekat Ilmu?
2. Apa itu Hakekat Berpikir Ilmiah
3. Bagaimana Ilmu sebagai Sarana berpikir Ilmiah?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah


Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan;
1. Hakekat Ilmu
2. Hakekat Berpikir Ilmiah
3. Ilmu Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kajian Literature

2.1.1 Pengertian Ilmu


Asal kata ilmu adalah dari bahasa Arab, ‘alama.’ Arti dari kata ini adalah
pengetahuan. Dalam bahasa Indonesia, ilmu sering disamakan dengan sains yang
berasal dari bahasa Inggris “science”. Kata “science” itu sendiri berasal dari bahasa
Yunani yaitu “scio”, “scire” yang artinya pengetahuan. “Science” dari bahasa Latin
“scientia”, yang berarti “pengetahuan” adalah aktivitas yang sistematis yang
membangun dan mengatur pengetahuan dalam bentuk penjelasan dan prediksi tentang
alam semesta.
Berdasarkan Oxford Dictionary, ilmu didefinisikan sebagai aktivitas
intelektual dan praktis yang meliputi studi sistematis tentang struktur dan perilaku
dari dunia fisik dan alam melalui pengamatan dan percobaan”. Dalam kamus bahasa
Indonesia ilmu didefinisikan sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun
secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan
gejala tertentu di bidang pengetahuan. Pengertian ilmu pengetahuan adalah sebuah
sarana atau definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan kedalam bahasa yang

2
bisa dimengerti oleh manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan mengingat tentang
sesuatu. Dalam kata lain dapat kita ketahui definisi arti ilmu yaitu sesuatu yang
didapat dari kegiatan membaca dan memahami benda-benda maupun peristiwa,
diwaktu kecil kita belajar membaca huruf abjad, lalu berlanjut menelaah kata-kata
dan seiring bertambahnya usia secara sadar atau tidak sadar sebenarnya kita terus
belajar membaca, hanya saja yang dibaca sudah berkembang bukan hanya dalam
bentuk bahasa tulis namun membaca alam semesta seisinya sebagai usaha dalam
menemukan kebenaran.
Dengan ilmu maka hidup menjadi mudah, karena ilmu juga merupakan alat
untuk menjalani kehidupan. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
ilmu bukan sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi merupakan rangkuman dari
sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati / berlaku umum dan
diperoleh melalui serangkaian prosedur sistematik, diuji dengan seperangkat metode
yang diakui dalam bidang ilmu tertentu.1

2.1.2 Pengertian Berpikir Ilmiah


Berpikir adalah suatu proses yang tidak tampak (intangible process) yang
berlangsung di dalam otak manusia. Kemampuan berpikir ilmiah (logis) yang sehat
yakni kemampuan berpikir yang selaras dengan kematangan emosional sehingga
luaran hasil pemikirannya merupakan ide atau gagasan atau tindakan yang bersifat
konstruktif yang bernilai guna bagi dirinya, lingkungan sekitarnya atau masyarakat
sekelilingnya. Untuk meningkatkan kemampuan berpikir, seseorang tiada cara lain
harus berlatih berpikir secara gigih yang dipandu oleh seorang mentor atau guru yang
anda; sehingga kemampuan berpikirnya akan meningkat dengan cepat.2
Berfikir menurut Salam adalah suatu aktifitas untuk menemukan pengetahuan
yang benar atau kebenaran. Berfikir juga dapat diartikan sebagai proses yang

1
Dafrita, I. (online). Diakses dari https://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/alhikmah/article/download/322/272 .

2
Ridwan, Affandi, Membangun Kemampuan Berpikir, (Bogor : Ikapi, 2020) hal 2

3
dilakukan untuk menentukan langkah yang akan ditempuh. Ilmiah adalah ilmu. Jadi
berfikir ilmiah adalah proses atau aktifitas manusia untuk menemukan atau
mendapatkan ilmu yang bercirikan dengan adanya kausalitas, analisis dan sintesis.
Berpikir ilmiah dilihat sebagai kemampuan individu dalam mencari ilmu
dengan penalaran induktif dan deduktif untuk memikirkan sebuah jawaban melalui
identifikasi serta mengeksplorasi penyelidikan ilmiah terhadap fakta. 3
Menurut
Gamlunglert, et al. berpikir ilmiah dianggap sebagai kemampuan idividu dalam
mencari sebuah jawaban melalui identifikasi yang dapat mengeksplorasi penyelidikan
ilmiah terhadap fakta-fakta yang sudah ada.4
Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini
merupakan serangkaian gerak pemikiran dengan mengikuti jalan pemikiran tertentu
agar sampai pada sebuah kesimpulan yaitu berupa pengetahuan (Suriasumantri, 1997:
1). Oleh karena itu, proses berpikir memerlukan sarana tertentu yang disebut dengan
sarana berpikir ilmiah. Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang membantu
kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Pada langkah tertentu
biasanya diperlukan sarana tertentu pula. Tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah
kita tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah yang baik.
Terdapat empat aspek kemampuan berpikir ilmiah yang dapat diukur,
diantaranya yaitu: (1) aspek penyelidikan (inquiry); (2) aspek analisis; (3) aspek
inferensi; dan (4) aspek argumentasi. Aspek penyelidikan (inquiry) merupakan aspek
untuk mencari jawaban melalui proses penyelidikan berupa observasi. Aspek analisis
berupa kegiatan mengidentifikasi dari permasalahan yang telah diujikan. Aspek
inferensi merupakan kegiatan menyimpulkan suatu permasalahan dari hasil observasi.

3
Anggraini, A., Suciati, Maridi. Identifikasi Kemampuan Berpikir Ilmiah Siswa Kelas XI IPA Di SMA Negeri 1
Turi, Sleman. Dalam PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika FITK UNSIQ. Wonosobo: UNSIQ,
2020), hal 48-52.

4
Gamlunglert., Thitima., Chaijaroen., and Sumalee. 2012. Scientific Thinking of the Learners
Learning with the Knowledge Construction Model Enhancing Scientific Thinking. Procedia-Social and
behavioral Science. 46(2012) 3771-3775.

4
Aspek yang terakhir yaitu aspek argumentasi berupa kegiatan diskusi dalam mencari
keakuratan data sehingga data dapat diperoleh hasil akhir. (Khun, 2004).
Dalam epistemology atau perkembangan untuk mendapatkan ilmu, diperlukan
adanya sarana berfikir ilmiah. Sarana berfikir ilmiah ini adalah alat bagi metode
ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik. Jadi fungsi sarana berfikir ilmiah
adalah membantu proses metode ilmiah dalam mendapat ilmu atau teori yang lain.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dari sarana berfikir ilmiah adalah:
a. Sarana berfikir ilmiah bukanlah ilmu, melainkan kumpulan pengetahuan yang
didapatkan berdasarkan metode ilmiah.
b. Tujuan mempelajari metode ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan
penelaahan ilmiah secara baik.
Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana
berupa bahasa, logika, matematika dan statistika. Salah satu langkah ke arah
penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana
berpikir tersebut dalam keseluruhan proses ilmiah

2.2 Ilmu sebagai Sarana Berpikir Ilmiah


Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir.
Tersedianya sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara
teratur dan cermat. Pengunaaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang
bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan
ilmiah yang baik tidak dapat dilakukan. Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat
yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Untuk
dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yang
berupa bahasa, matematika dan statistika, agar dalam kegiatan ilmiah tersebut dapat
berjalan dengan baik, teratur dan cermat.
Manusia disebut sebagai homo faber yaitu makhluk yang membuat alat; dan
kemampuan membuat alat dimungkinkan oleh pengetahuan. Berkembangnya

5
pengetahuan juga memerlukan alat-alat. Sarana merupakan alat yang membantu kita
dalam mencapai suatu tujuan tertentu, sedangkan sarana berpikir ilmiah merupakan
alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik, dengan demikian
fungsi sarana ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah, bukan merupakan ilmu
itu sendiri (Bachtiar, 2011).
Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan
sarana yang berupa bahasa, matematika dan statistika. Bahasa merupakan alat
komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah dimana bahasa
merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran
tersebut kepada orang lain. Ditinjau dari pola berpikirnya maka ilmu merupakan
gabungan antara berpikir deduktif dan berpikir induktif. Untuk itu maka penalaran
ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif.
Matematika mempunyai peranan yang sangat penting dalam berpikir deduktif ini
sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif Berdasarkan
pemikiran ini, maka tidak sukar untuk dimengerti mengapa mutu kegiatan keilmuan
tidak mencapai taraf yang memuaskan, sekiranya sarana berfikir ilmiahnya memang
kurang dikuasai. Melakukan kegiatan ilmiah dengan baik, diperlukan sarana yang
berupa bahasa, matematika dan statistik. Hal ini dapat dipahami dengan beberapa
pernyataan mengapa bahasa, matematika dan statistika diperlukan dalam kegiatan
ilmiah, seperti; Bagaimana mungkin seorang bisa melakukan penalaran yang cermat,
tanpa menguasai struktur bahasa yang tepat? Bagaimana seseorang bisa melakukan
generalisasi tanpa menguasai statistik5

5
Nurroh, S. (2017). FILSAFAT ILMU Studi Kasus: Telaah Buku Filasafat Ilmu (Sebuah Pengantar
Populer) oleh Jujun S. Suriasumantri. [Online]. Diakses dari
https://www.academia.edu/31397156/Filsafat_IImu_Point_of_Review.

6
BAB III
PENUTUP

SIMPULAN

7
DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Ridwan. (2020). Membangun Kemampuan Berpikir. Bogor: Ikapi, hal 2.


Anggraini, A., Suciati, Maridi. (2018). Identifikasi Kemampuan Berpikir Ilmiah
Siswa Kelas XI IPA Di SMA Negeri 1 Turi, Sleman. Dalam PROSIDING Seminar
Nasional Pendidikan Fisika FITK UNSIQ ( hal 48-52). Wonosobo: UNSIQ.
Gamlunglert., Thitima., Chaijaroen., and Sumalee. 2012. Scientific Thinking of the
Learners Learning with the Knowledge Construction Model Enhancing Scientific
Thinking. Procedia-Social and behavioral Science. 46(2012) 3771-3775.

Anggraini, A., Suciati, Maridi. (2018). Identifikasi Kemampuan Berpikir Ilmiah


Siswa Kelas XI IPA Di SMA Negeri 1 Turi, Sleman. Dalam PROSIDING Seminar
Nasional Pendidikan Fisika FITK UNSIQ ( hal 48-52). Wonosobo: UNSIQ.

Sari, D. (2016). Berpikir Matematis Dengan Metode Induktif, Deduktif, Analogi,


Integratif Dan Abstrak. Delta-Pi: Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika, 5
(1), 79-89.

Dafrita, I. (online). Diakses dari


https://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/alhikmah/article/download/322/272.

Berpikir ilmiah berbeda dari berfikir commonsense. Meskipun kcduanya sama - sama
rnenghasilkan "pengetahuan", tetapi masing-masingnya berbeda bukan saja dalam
cara memperolehnya, melainkan juga hasilnya. Common sense diperoleh dari tradisi
dan pengalaman sehari- hari. Hasilnya ialah apa yang disebut "pengetahuan"
(knowledge) dan ini berbeda dengan pengetahuan ilmiah" (science), yang didapatkan
melalui proses tertentu, yaitu apa yang dinamakan metode keilmuan.

8
Metode keilmuan memberitahukan kepada kita bagaimana "dunia" (segala sesuatu
yang menjadi objek penyelidikan ilmiah) berprilaku atau berproses dan bukan
bagaimana segala sesuatu sebaiknya ber-prilaku atau berproses. Ilmu bekerja dengan
metode, bukan dengan terkaan atau fikiran-fikiran mendadak, atau khayalan (Wishful
thinking). Ilmu (science) diperoleh melalui metode keilmuan.
Tujuan tertinggi dari ilmu pengetahuan dan penerapannya adalah untuk kesejahteraan
hidup manusia dan mengubah dunia agar menjadi lebih baik.
Apa yang ingin dicapai ilmu adalah “Kebenaran Ilmiah”. Ini hanya mungkin lewat
jalan atau metode ilmiah. Berfikir ilmiah, karenanya adalah cara berfikir yang
didisiplinkan dan diarahkan kepada sasaran penyelidikannya.6

Menurut penegak hukum yang saat itu menangani perdebatan antara ilmu dan agama,
teori keilmuan harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut: 1. Ada kendali dari
hukum alam. 2. Harus ada penjelasan yang referensinya adalah dari hukum alam. 3.
Bisa diuji untuk menanggapi atau menguji teori empiris. 4. Kesimpulannya masih
bisa diperdebatkan dan bukan kesimpulan final. 5. Sesuatu bisa dikatakan ilmu jika
bisa dimodifikasi.7

Ilmu adalah adalah hal sistematis yang membangun dan mengatur pengetahuan dalam
bentuk penjelasan serta prediksi yang dapat diuji melalui metode ilmiah tentang alam
semesta (Mirriam Webster dictionary, 2018). Ilmu terdiri dari dua hal, yaitu bagian
utama dari pengetahuan, dan proses di mana pengetahuan itu dihasilkan. Proses
pengetahuan memberikan individu cara berpikir dan mengetahui dunia.

6
Zed, M. (1999). Dasar- dasar Metodologi Ilmiah, Beberapa Catatan tentang Penelitian Ilmiah dan
Berfikir Ilmiah. Pelatihan Penelitian Tingkat Dasar bagi dosen PTAIS, Kopertais VI wilayah Sumatera
Barat dan Kerinci. Universitas Negeri Padang.
7
Malicha, L. (2018). Hakikat Ilmu dan Pengetahuan. [Online]. Diakses dari
https://www.researchgate.net/publication/327307040.

9
Dalam bukunya yang berjudul Methods in Psychological Research, Evans dan
Rooney (2008) berpendapat dengan orientasi psikologi yang mempelajari individu
sebagai subject matter-nya, bahwa ilmu memiliki empat fungsi, antara lain: a. To
Describe (mendeskripsikan) b. To Explain (menjelaskan) c. To Predict
(memprediksikan) d. To Control (mengontrol atau mengendalikan)

Berbicara mengenai berpikir, dalam pandangan islam sendiri berpikir merupakan


suatu sarana agar manusia bisa disebut sebagai makhluk yang berakal. cara berpikir
yang benar dalam islam dikenal dengan istilah tafakkur.

10

Anda mungkin juga menyukai