Anda di halaman 1dari 3

1

Kuliah 6, Dasar-Dasar Logika, Oktober’23 fisip-hi unpas


a.herlambang@fisip-unpas.org

Hasrat Ingin Tahu Manusia

Tidak dari permulaan adanya manusia itu sudah banyak tahu. Untuk memiliki
pengetahuan segera ia dapat memaparkan isi hatinya dengan bahasa, bagaimana pun
sederhananya, segera pula ia bertanya mengenai sesuatu yang menjadi ganjalan dalam
fikirannya. Berbagai pertanyaan yang ada dalam dirinya bisa saja disampaikan kepada orang lain
atau dicobanya untuk dijawab sendiri dengan mengadakan perenungan dan penyelidikan
sendiri. Makin lanjut, kemungkinan untuk menyelidiki sendiri ini lebih banyak. Hasilnya tentu
lebih banyak pula, bahkan lebih mendalam. Makin banyak dan makin mendalam yang
diketahuinya, biasanya makin besar pula usahanya untuk tahu dan ingin tahu bagi manusia
hanya berakhir pada akhir kesadarannya.
Walaupun demikian harus juga diakui bahwa indra manusia dirangsang oleh alam
sekitarnya untuk tahu dan indralah yang pertama-tama bersentuhan dengan alam. Persentuhan
dengan alam inilah yang disebut pengalaman. Jangan kita kira bahwa hanya penciuman saja
yang tersentuh oleh bau, atau pendengaran saja yang tersentuh oleh bunyi. Biasanya segenap
indra, hanya ada salah satu yang terutama terkena oleh objeknya sehingga yang mencium,
mendengar atau merasa ialah manusianya. Dalam pada itu manusia tidak pasif, ia mengadakan
reaksi sehingga tahu yang tercetus lewat putusan.
Salah satu perdebatan besar adalah diskusi yang mempersoalkan sumber-sumber dan
asal-usul pengetahuan dengan meneliti, mempelajari dan mencoba mengungkapkan prinsip-
prinsip primer kekuatan struktur pikiran yang dianugerahkan kepada manusia. Dengan itu, ia
dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: bagaimana pengetahuan itu muncul dalam
diri manusia? Bagaimana kehidupan intelektualnya tercipta, termasuk setiap pemikiran dan
konsep-konsep yang muncul sejak dini? Dan apakah sumber yang memberikan kepada manusia
arus pemikiran dan pengetahuan ini?
Setiap manusia tentu mengetahui berbagai hal dalam kehidupan, dan dalam dirinya
terdapat bermacam-macam pemikiran dan pengetahuan. Dan tidak diragukan lagi bahwa
banyak pengetahuan manusia itu muncul dari pengetahuan lainnya. Karena itu, ia akan
meminta bantuan pengetahuan terdahulu (yang sudah dimiliki) untuk menciptakan
pengetahuan baru. permasalahannya adalah bagaimana kita “meletakkan tangan kita” di atas
“garis-garis primer” pemikiran dan atas sumber umum pengetahuan pada umumnya.
Ilmu Pengetahuan berawal pada kekaguman manusia akan alam yang dihadapinya, baik
alam besar (macro cosmos), maupun alam kecil (micro cosmos). Manusia sebagai animal
relational dibekali hasrat ingin tahu, yang dapat disaksikan sejak manusia masih kanak-kanak.
Pertanyaan-pertanyaan seperti “apa ini?”, “apa itu?’ telah keluar dari mulut anak-anak.
Kemudian timbul pertanyaan “mengapa begini?”, “mengapa begitu?”, dan selanjutnya
berkembang pertanyaan-pertanyaan semacam “bagaimana hal itu terjadi?”, “bagaimana
pemecahannya?”, dan sebagainya. Bentuk pertanyaan tersebut telah ditemukan sepanjang
sejarah manusia. Manusia berusaha mencari jawab atas pertanyaan tersebut. Dari dorongan
ingin tahu manusia berusaha mendapatkan pengetahuan mengenai hal yang dipertanyakannya.
Di dalam sejarah perkembangan fikir manusia ternyata yang dikejar itu esensinya adalah
pengetahuan yang benar, atau secara singkat disebut kebenaran.
Kebenaran adalah persesuaian antara pengetahuan dengan objeknya. Kebenaran ini
ada pula yang menyebutnya objektivitas, jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan objektif.
Yang amat penting, setidak-tidaknya pengetahuan itu harus sesuai dengan aspek objek yang
diketahui.

A. Pendekatan Untuk Memperoleh Kebenaran


Hasrat ingin tahu manusia terpuaskan kalau dia memperoleh pengetahuan mengenai
hal yang dipertanyakannya. Dan pengetahuan yang diinginkannya adalah pengetahuan ang
benar yang secara inherent dapat dicapai manusia, baik melalui pendekatan yang non-ilmiah
maupun ilmiah, selain filsafat dan agama (teologi). Pendekatan ilmiah menuntut dilakukan cara-
2
cara tertentu dengan perurutan tertentu agar dapat dicapai pengetahuan yang benar. Namun
tidak semua orang melewati tertib pendekatan ilmial itu untuk sampai kepada pengetahuan
yang benar mengenai hal yang dipertanyakannya. Bahkan di kalangan masyarakat banyak
pendekatan yang non ilmiah inilah yang banyak terjadi.

1. Pendekatan non Ilmiah (alamiah)


a. Akal Sehat (common sense)
Akal sehat dan ilmu adalah dua hal yang berbeda sekalipun dalam batas tertentu
keduanya mengandung persamaan. Menurut Conant dalam Program Akta Mengajar V Metode
Penelitian Depdikbud, 1982-1983, Akal sehat adalah serangkaian konsep dan bagan konseptual
(conseptual schemes) yang memuaskan untuk penggunaan praktis bagi kemanusiaan. Konsep
adalah kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus. Bagan
konsep adalah seperangkat konsep yang dirangkaikan dengan dalil-dalil hipotesis dan teoritis.
Walaupun akal sehat yang berupa konsep dan bagan itu dapat menunjukkan hal yang benar,
namun dapat pula menyesatkan.
Suatu contoh misalnya akal sehat mengenai peranan hukum dan ganjaran dalam
pendidikan. Pada abad ke sembilan belas menurut akal sehat yang diyakini banyak pendidik
hukuman adalah alat utama dalam pendidikan. Penemuan ilmiah ternyata membantah
kebenaran akal sehat tersebut. Hasil-hasil penelitian dalam bidang psikologi dan pendidikan
menunjukkan bahwa bukan hukuman yang merupakan alat utama dalam pendidikan, melainkan
ganjaran. Akal sehat banyak digunakan oleh orang awam dalam mempersoalkan sesuatu hal.

b. Prasangka
Dengan akal sehat orang cenderung mempersempit pengamatannya dan cenderung
mengkambing hitamkan orang lain atau menyokong sesuatu pendapat. Orang sering tidak
mengendalikan keadaan yang juga dapat terjadi pada keadaan lain. Orang sering cenderung
melihat hubungan antara dua hal sebagai hubungan sebab akibat yang langsung dan sederhana,
padahal sesungguhnya gejala yang diamati itu merupakan akibat dari berbagai hal. Dengan akal
sehat orang cenderung pada pembuatan generalisasi yang terlalu luas yang lalu merupakan
prasangka.

c. Intuitif
Orang menentukan “pendapat” mengenai sesuatu berdasar atas “pengetahuan”yang
langsung atau didapat dengan cepat melalui proses yang tak disadari atau yang tidak difikirkan
lebih dahulu. Dengan intuisi orang memberikan penilaian tanpa didahului suatu renungan.
Pencapaian pengetahuan yang demikian itu sukar dipercaya. Di sini tidak terdapat langkah-
langkah yang sistematik dan terkendali. Ini biasa disebut metode a priori. Dalil-dalil seseorang
.yang a priori cocok dengan penalaran belum tentu cocok dengan pengalaman atau data empiris

d. Penemuan Kebetulan dan Coba-coba


Penemuan secara kebetulan diperoleh tanpa rencana, tidak pasti, serta tidak melalui
langkah-langkah yang sistematik dan terkendali. Penemuan coba-coba (trial and error) diperoleh
tanpa kepastian akan diperolehnya sesuatu kondisi tertentu atau pemecahan sesuatu masalah.
Usaha coba-coba biasanya merupakan serangkaian percobaan tanpa kesadaran akan
pemecahan tertentu. Pemecahan terjadi secara kebetulan setelah dilakukan serangkaian usaha;
usaha yang berikut biasanya agak lain, yaitu lebih maju, daripaada yang mendahuluinya.
Pemecahan secara kebetulan biasanya tidak efisien dan tidak terkontrol.

e. Pendapat Otoritas Ilmiah dan Fikiran Kritis


Otoritas ilmiah adalah orang-orang yang biasanya telah menempuh pendidikan formal
tertinggi atau yang mempunyai pengalaman kerja ilmih dalam suatu bidang cukup banyak.
Pendapat-pendapat mereka sering diterima orang tanpa diuji karena dipandang benar. Padahal
pendapatnya itu tidak selamanya benar. Ada kalanya atau bahkan kadang sering, pendapat
mereka itu kadang tidak benar karena pendapat tersebut tidak diasalkan dari penelitian.,
melainkan hanya didasarkan atas pemikiran logis. Kiranya jelas, bahwa pendapat-pendapat
sebagai hasil pemikiran yang demikian itu akan benar kalau preimis-premisnya benar.
3
2. Pendekatan Ilmiah
Pengetahuan yang diperoleh dengan pendekatan ilmiah diperoleh melalui penelitian
ilmiah dan dibangun di atas teori tertentu. Teori itu berkembang melalui penelitian ilmiah, yaitu
penelitian yang sistematik dan terkontrol berdasar atas data empiris. Teori itu dapat diuji dalam
hal keajegan dan kemantapan internalnya. Artinya, jika penelitian ulang dilakukan orang lain
menurut langkah-langkah yang serupa pada kondisi yang sama akan diperoleh hasil yang ajeg
(consistent), yaitu hasil yang sama atau hampir sama dengan hasil terdahulu. Langkah-langkah
penelitian yang teratur dan terkontrol itu telah terpolakan dan, sampai batas tertentu, diakui
umum. Pendekatan ilmiah akan menghasilkan kesimpulan yang serupa hampir bagi setiap
orang, karena pendekatan tersebut tidak diwarnai oleh keyakinan pribadi, bias dan perasaan.
Cara penyimpulannya bukan subjektif, melainkan objektif.
Dengan pendekatan ini orang berusaha untuk memperoleh kebenaran ilmiah, yaitu
pengetahuan benar yang kebenarannya terbuka untuk diuji oleh siapapun yang menghendaki
untuk mengujinya.
Kata Ilmiah berarti bersifat ilmu; secara ilmu pengetahuan; memenuhi syarat atau
kaidah ilmu pengetahuan. Ilmiah Populer1: menggunakan bahasa umum sehingga mudah
difahami oleh masyarakat awam (tentang artikel, gaya penulisan karya ilmiah).
Ilmu adalah2: 1) pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut
metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di
bidang (pengetahuan) itu. 2) pengetahuan atau kepandaian (tentang soal duniawi, akhirat,
lahir, batin, dsb). Ilmu Pengetahuan: gabungan berbagai pengetahuan yang disusun secara logis
dan bersistem dengan memperhitungkan sebab dan akibat. Ilmu Pengetahuan Modern: ilmu
pengetahuan pada zaman modern yang menampilkan penemuan-penemuannya dengan
landasan teori modern dan analisis bersistem terhadap data lapangan tertentu.

3. Filsafat
Secara definitif filsafat ialah ilmu yang mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi
segala sesuatu yang ada dan mungkin ada (Poedjawijatna: 1991, 46). Ilmu membatasi diri
dalam pembuktiannya dengan pengalaman. Pengetahuan yang tidak membatasi diri pada
pengalaman ini tidak termasuk ilmu, pengetahuan ini tidak menolak sifat ilmiah, ia pun bercita-
cita mencapai kebanaran, bermetodos, hendak bersistem dan universal. Jadi pengetahuan ini
hendak merupakan ilmu juga dan sebagai ilmu ia pun mencari sebab, tapi tidak kenal akan
batas, sehingga sebab yang dicari boleh disebut sebab yang sedalam-dalamnya. dalam filsafat
yang dibahas adalah mengenai etika, estetika dan logika.
Karakteristik berfikir filsafat:
a. Sifat menyeluruh
b. Sifat mendasar. Dia tidak lagi percaya begitu saja bahwa ilmu itu benar
c. Bersiafat spekulatif. Semua pengetahuan yang sekarang ada dimulai dari spekulasi

4. Agama (teologi)
Agama sering dijadikan sandaran kebenaran yang bersifat absolut, apalagi ketika
manusia menghadapi kebuntuan berfikir untuk mencari sebab yang sedalam-dalamnya dari
filsafat. Akan tetapi hendaknya jangan dipertentangkan antara kebenaran agama dengan
kebenaran filsafat atau ilmiah sebab semuanya memiliki wilayah kewenangannnya masing-
masing. Dengan kata lain ada hal-hal yang mungkin itu sudah berada di luar batas kewenangan
akal (nalar manusia). Atau biasa disebut sebagai sesuatu yang bersifat supra natural, immaterial,
khususnya berkenaan dengan masalah ketuhanan.

1
Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi Kedua, tim penyusun kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,
Dep. P & K, Balai Pustaka, Jakarta, 1999, h. 370—371.
2
Ibid, h. hal 371

Anda mungkin juga menyukai