Anda di halaman 1dari 12

LOGIKA INDUKSI DAN PENERAPANNYA

Oleh:
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

ABSTRAK
Tujuan dari ditulis dan disusunnya artikel ilmiah ini ialah sebagai berikut: 1) Untuk
mengetahui dan memahami secara lebih mendalam mengenai apa yang dimaksud dengan
logika induksi; 2) Untuk mengetahui dan memahami secara lebih mendalam perbedaan antara
logika induksi dengan logika deduksi; 3) Untuk mengetahui dan memahami secara lebih
bagaimanakah metode penalaran dengan mempergunakan logika induksi. Dan untuk
mencapai keseluruhan tujuan tersebut, maka dilakukanlah penelitian dengan metode pustaka-
kualitatif atau yang memiliki definisi sebagai penelitian yang dilaksanakan dengan
menganalisis literatur (kepustakaan) baik literatur yang berupa catatan, buku, maupun laporan
hasil penelitian terlebih dahulu. Yang mana, proses dan makna akan lebih difokuskan dalam
penulisan ini dan tinjauan teori akan dipergunakan sebagai pemandu guna membuat fokus
peneliti sejalan dengan fakta yang terjadi di lapangan. Hingga kemudian hasil daripada
penelitian pustaka-kualitatif tersebut disusun menjadi sebuah artikel ilmiah. Dimana hasil
penelitian ialah sebagai berikut: 1) Logika induksi adalah sistem penalaran yang menelaah
prinsip-prinsip penyimpulan yang sah dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu
kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi; 2) Perbedaan antara logika deduksi ialah logika
induksi memiliki definisi sebagai suatu kemampuan menarik kesimpulan umum berdasarkan
dari berbagai skenario yang spesifik. Sedangkan logika deduksi memiliki definisi sebagai
suatu kemampuan menarik kesimpulan yang didukung oleh berbagai skenario yang ada; 3)
Menurut John Stuart Mill, terdapat 5 (lima) metode penalaran dan penelitian induktif.
Dimana harus terus untuk selalu diingat bahwa logika induksi merupakan suatu bentuk
penalaran dengan kompleksitas yang cukup tinggi, sehingga untuk memahaminya tidak lah
cukup dengan hanya membaca satu atau dua buah referensi.

PENDAHULUAN
Perkembangan logika pada saat sekarang ini sangat pesat sekali dan hampir setiap saat
ada teori-teori baru logika yang tidak dapat diuraikan keseluruhan dalam modul ini. Logika
pada dasarnya dibedakan antara logika deduktif dan logika induktif, adapun yang akan
diuraikan dalam kesatuan beberapa modul ini hanya logika deduktif, dan yang berlaku pada
saat sekarang ini bukan logika selogistik atau juga bukan logika tradisional, yang sering
disebut dengan logika modern atau logika simbolik. Logika modern menggunakan teori
himpunan sebagai pangkal dan sekaligus sebagai bentuk penalarannya. Logika sebagai teori
penyimpulan menggunakan bahasa sebagai ungkapan konsep maupun pendapat karena
pendapat yang terdiri atas hubungan dua konsep tidak dapat diketahui oleh orang lain
sehingga membutuhkan bahasa sebagai ungkapannya, baik bahasa alami maupun bahasa
ilmiah. Fungsi bahasa salah satu, di antaranya logika dan komunikatif, serta fungsi inilah
ilmu pengetahuan dapat berkembang dengan pesat sesuai dengan perkembangan pemikiran
manusia. Bahasa yang digunakan dalam logika adalah berbentuk kalimat yang dapat dinilai
benar atau salah, yang disebut juga dengan kalimat berita. Kalimat ini hanya dua
kemungkinan nilainya, benar atau salah yang berdasar pertimbangan akal, tidak ada penilaian
setengah benar atau setengah salah. Selanjutnya, untuk mendukung pengenalan terhadap
logika ini perlu juga dikemukakan sejarah ringkas logika sehingga dapat diketahui bentuk
logika yang bagaimana perkembangan saat sekarang ini karena jika belajar logika sekarang
berarti logika yang dikembangkan saat sekarang ini bukan logika tradisional atau logika
selogistik, sama halnya jika belajar matematika adalah matematika yang berlaku saat ini
bukan matematika tradisional. Dalam logika selogistik atau logika tradisional banyak
kelemahan-kelemahannya. Bahkan hukum-hukum yang dikemukakan setelah diterapkan
dengan menggunakan teori-teori yang terbaru banyak yang tidak tepat. Dengan dasar sejarah
logika tersebut, dalam makalah mengenai logika induksi ini akan menggunakan teori-teori
yang berlaku saat sekarang, yang kebenaran bentuk logikanya sesuai dengan isi sehingga
materi-materi yang tidak mendukung dalam penalaran tidak diuraikan dalam makalah ini.
Berdasarkan pada apa yang telah dipaparkan diatas, maka penulis memutuskan untuk
menetapkan 4 (empat) rumusan masalah, yang antara lain adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan logika?
2. Apa yang dimaksud dengan logika induksi?
3. Apa yang membedakan antara logika induksi dengan logika deduksi?
4. Bagaimanakah metode penalaran dengan menggunakan logika induksi?

PEMBAHASAN
1. Logika
Secara etimologis, logika berasal dari kata Yunani logikos yang berarti
“berhubungan dengan pengetahuan”, “berhubungan dengan bahasa”.1 Kata Latin
logos (logia) berarti perkataan atau sabda. David Stewart dan H. Gene Blocker dalam
buku Fundamentals of Philosophy merumuskan logika sebagai thinking about
thinking.2 Patterson merumuskan logika sebagai “aturan tentang cara berpikir lurus”
(the rules of straight thinking). Irving M. Copi dalam buku Introduction to Logic
merumuskan logika sebagai ‘ilmu yang mempelajari metode dan hukum-hukum yang
digunakan untuk membedakan penalaran yang betul dari penalaran yang salah’.3
Logika adalah sarana untuk berpikir secara sistematis, valid, dan dapat
dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, sejak kecil manusia telah diajarkan untuk
bisa berpikir menggunakan logika dan akal sehat. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), logika adalah pengetahuan tentang kaidah berpikir. Selain itu,
logika juga bisa diartikan sebagai jalan pikiran yang masuk akal. 4 Sementara bedanya
dengan penalaran adalah kegiatan akal budi dalam memahami makna setiap term
dalam suatu proposisi, menghubungkan suatu proposisi dengan proposisi lain dan
menarik kesimpulan atas dasar proposisi-proposisi tersebut. Dengan demikian jelas
bahwa penalaran merupakan sebuah bentuk pemikiran.5 Objek material dari logika
adalah berpikir. Berpikir adalah kegiatan berpikir manusia dalam mengolah dan
mengerjakan pengetahuan yang telah diperolehnya. Pengolahan ini dilakukan dengan
memper-timbangkan, menguraikan, membandingkan, dan menghubungkan pengertian
yang satu dengan pengertian yang lain.
Dalam logika, berpikir dipandang dari sudut kelurusan dan ketetapannya. Oleh
karena itu berpikir lurus dan tepat merupakan obyek formal logika. Kapan suatu
pemikiran disebut lurus dan tepat? Yaitu apabila pemikiran itu sesuai dengan hukum-
hukum serta aturan-aturan yang ditetapkan dalam logika. Suatu jalan pikiran yang
tepat dan jitu, yang sesuai dengan patokan-patokan seperti yang dikemukakan dalam
hukum-hukum logika, disebut ‘logis’. Pemikiran manusia sesungguhnya terdiri atas
tiga unsur. Unsur yang pertama adalah pengertian-pengertian. Kemudian pengertian-
1
Harry Hamersma, Pintu Masuk ke Dunia Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 2008), h. 21.
2
Lihat David Stewart dan H. Gene Blocker, Fundamentals of Philosophy, 4th e., New Jersey: Prentice Hall, 1996, h. 45.
3
Irving M. Copi & Cohen Carl, Introduction to Logic, Richmond-Tx., Prentice Hall, 1997, h. 3.
4
Ilham Fikriyansyah, Logika Adalah Akal Pikiran, Bagaimana Cara Berpikir dan Contohnya, 10 Januari 2023, Detik Bali,
Diakses pada 6 Mei 2023 pukul 14.00 WIB melalui: https://www.detik.com/bali/berita/d-6508635/logika-adalah-akal-
pikiran-bagaimana-cara-berpikir-dan-contohnya
5
Renata Christha Auli, Logika, Penalaran Hukum, dan Argumentasi Hukum, 13 Juli 2022, Diakses pada 6 Mei 2023 pukul
14.16 WIB melalui: https://www.hukumonline.com/klinik/a/logika-penalaran-hukum-dan-argumentasi-hukum-
lt62ce4939aaf00
pengertian disusun sedemikian rupa sehingga menjadi keputusan-keputusan.
Akhirnya, keputusan-keputusan itu disusun sedemikian rupa menjadi penyimpulan-
penyimpulan. Berikut adalah manfaat dari logika bagi manusia:
a. Membantu seseorang untuk berpikir lurus, tepat, dan teratur. Dengan
berpikir lurus, tepat, dan teratur seseorang akan memperoleh kebenaran
dan terhindar dari kesesatan.
b. Semua bidang kehidupan manusia membutuhkan keteraturan dalam
tindakan-tindakannya yang berdasar atas kemampuan berpikirnya.
c. Semua filsafat dan ilmu pengetahuan hampir tidak bisa dipisahkan dari
analisa-analisa logika.
2. Logika Induksi
Induksi adalah bentuk penalaran dari khusus ke universal. Premis-premis yang
digunakan dalam penalaran induktif terdiri atas proposisi-proposisi partikular,
sedangkan kesimpulannya adalah proposisi universal. Karena proses penalaran yang
ditempuh bertolak dari yang sifatnya khusus ke yang bersifat universal, atau dari
khusus ke umum, pada hakikatnya induksi adalah suatu proses generalisasi. Pertama,
yang dikenal dengan istilah induksi lengkap, yaitu generalisasi yang dilakukan dengan
diawali hal-hal partikular yang mencakup keseluruhan jumlah dari suatu peristiwa
yang diteliti. Seperti dalam kasus: penelitian bahwa di depan setiap rumah di desa ada
pohon kelapa, kemudian digeneralisasikan dengan pernyataan umum “setiap rumah di
desa memiliki pohon kelapa”. Maka generalisasi macam ini tidak bisa diperdebatkan
dan tidak pula ragukan.6 Kedua, yang dilakukan dengan hanya sebagian hal partikular,
atau bahkan dengan hanya sebuah hal khusus. Poin kedua inilah yang biasa disebut
dengan induksi tidak lengkap.7 Dalam penalaran induksi atau penelitian ilmiah sering
kali tidak memungkinkan menerapkan induksi lengkap, oleh karena itu yang lazim
digunakan adalah induksi tidak lengkap. Induksi lengkap dicapai manakala seluruh
kejadian atau premis awalnya telah diteliti dan diamati secara mendalam. Namun jika
tidak semua premis itu diamati dengan teliti, atau ada yang terlewatkan dan terlanjur
sudah diambil suatu kesimpulan umum, maka diperolehlah induksi tidak lengkap.
Bahkan manakala seseorang seusai mengamati hal-hal partikular kemudian
menggeneralisasikannya, maka sadar atau tidak, ia telah menggunakan induksi.
Generalisasi di sini mungkin benar mungkin pula salah, namun yang lebih perlu

6
Jan Hendrik Rapar, Pengantar Logika: Asas-asas Penalaran Sistematis (Yogyakarta: Kanisius, t.th.), 86.
7
Protasius Hardono Hadi, dan Kenneth T. Gallagher, Epistemologi, Filsafat Pengetahuan (Yogyakarta: Kanisius, 1994), 135
dicermati adalah agar tidak terjadi sebuah kecerobohan generalisasi. Misalnya
“sarjana luar negeri lebih berkualitas daripada sarjana dalam negeri.”
Jenis induksi tidak lengkap inilah yang sering kita dapati. Dimana sebenarnya
alasan dibaliknya cukup sederhana, yakni dikarenakan adanya keterbatasan manusia.
Induksi sering pula diartikan dengan istilah logika mayor, karena membahas
penyesuaian pemikiran dengan dunia empiris, ia menguji hasil usaha logika formal
(deduktif), dengan membandingkannya dengan kenyataan empiris. 8 Sehingga
penganut paham empirisme yang lebih sering mengembangkan pengetahuan bertolak
dari pengalaman konkret. Yang akhirnya mereka beranggapan satu-satunya
pengetahuan yang benar adalah yang diperoleh langsung dari pengalaman nyata.
Dengan demikian secara tidak langsung penggiat aliran inilah yang sering
menggunakan penalaran induktif. Karena Penalaran ini lebih banyak berpijak pada
observasi indrawi atau empiris. Dengan kata lain penalaran induktif adalah proses
penarikan kesimpulan dari kasus-kasus yang bersifat individual nyata menjadi
kesimpulan yang bersifat umum. Inilah alasan atas eratnya ikatan antara logika
induktif dengan istilah generalisasi, serta empirisme. Penarikan kesimpulan secara
induktif menghadapkan kita kepada suatu dilema tersendiri, yaitu banyaknya kasus
yang harus diamati sampai mengerucut pada suatu kesimpulan yang general atau
umum.9 Sebagai contohnya jika kita ingin mengetahui berapa rata-rata tinggi badan
anak umur 9 tahun di Indonesia tentu cara paling logis adalah dengan mengukur
tinggi seluruh anak umur 9 tahun di Indonesia. Proses tersebut tentu akan memberikan
kesimpulan yang dapat dipertanggung jawabkan namun pelaksanaan dari proses ini
sendiri sudah menjadi dilema yang tidak mudah untuk ditanggulangi. Di samping itu,
guna menghindari kesalahan yang disebabkan karena generalisasi yang terburu,
Bacon menawarkan 4 (empat) macam idola atau godaan dalam berpikir: 10 Pertama,
idola tribus, yaitu menarik kesimpulan, tanpa dasar yang cukup. Artinya, kesimpulan
diperoleh dari pengamatan yang kurang mendalam, dan memadai, sehingga ia diambil
dari penelitian yang masih dangkal. Kedua, idola spesus, yakni, kesimpulan yang
dihasilkan bukan berdasarkan pengamatan yang cukup, namun lebih sebagai hasil dari
prasangka belaka. Ketiga, idola fori, poin ketiga ini cukup menarik, karena
kesimpulan lahir hanya sebatas mengikuti anggapan ataupun opini public secara

8
Julia Branner, Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif (Samarinda: Pustaka Pelajar, 2002)
9
Mudji Sutrisno, Teks-teks Kunci Estetika: Filsafat Seni (T.t.: Galangpress Group, 2005), 19
10
Mark B. Woodhouse, Berfilsafat: Sebuah Langkah Awal (Yogyakarta: Kanisius, 2000), 49.
umum. Dan yang terakhir ialah idola theari, dimana dalam ini terdapat anggapan
bahwa dunia ini hanyalah sebatas panggung sandiwara, oleh karena itulah kesimpulan
yang diambil hanya berdasarkan mitos, doktrin, ataupun lainnya. Jika seandainya
keempat idola ini dapat dihindari oleh seorang peneliti, maka kesimpulan yang
dihasilkan dapat dikategorikan sebagai sebuah hasil yang valid. Seperti halnya hal
yang lain, Pengambilan kesimpulan secara induktif juga tidak luput dari kekeliruan. Ia
juga tidak bisa menghindari adanya error seperti adanya tidak telitian dalam
pengamatan. Yang dipengaruhi banyak faktor, sebut saja alat atau panca indra yang
memang tidak sempurna. Hal yang sama juga terjadi pada statistika, dimana ia
notabenenya bertujuan untuk memberikan keringanan dalam kerja penggiat penalaran
induktif dengan metode pengambilan sampelnya, namun akhirnya kesadaran statistika
yang menganggap kebenaran absolut tidak mungkin dapat dicapai walaupun ada
kemungkinan bahwa kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan dapat dicapai
telah membawa manusia ke dalam suatu sikap relativis.
Definisi lain dari logika induktif adalah sistem penalaran yang menelaah
prinsip-prinsip penyimpulan yang sah dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu
kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi. 11 Logika ini sering disebut juga logika
material, yaitu berusaha menemukan prinsip-prinsip penalaran yang bergantung
kesesuaiannya dengan kenyataan, oleh karena itu kesimpulannya hanyalah
kebolehjadian, dalam arti selama kesimpulannya itu tidak ada bukti yang
menyangkalnya maka kesimpulan itu benar, dan tidak dapat dikatakan pasti. Misal:
Emas adalah logam, besi adalah logam, perak adalah logam.
Emas besi dan perak dipanaskan memuai.
Maka logam dipanaskan memuai.
Contoh tersebut berpangkal pada sejumlah hal khusus, yaitu dari tiga materi
yang berupa logam, besi, dan perak. Oleh karena berpangkal pada materi maka tepat
jika disebut dengan logika material dan kesimpulannya bersifat kemungkinan atau
kebolehjadian, boleh jadi benar boleh jadi tidak benar. Logika induktif merupakan
pokok bahasan metodologi ilmiah, atau dengan kata lain metodologi ilmiah
merupakan perluasan dari logika induktif sehingga logika induktif disebut juga
“Metode-metode Ilmiah”.

11
Urbanus Ura Weruin, Logika, Penalaran, dan Argumentasi Hukum, Jurnal Konstitusi, Vol. 4, No. 2, (2017), h. 374 – 395.
3. Perbedaan Dengan Logika Deduksi
Logika induksi adalah kemampuan menarik kesimpulan umum berdasarkan
dari berbagai skenario yang spesifik. Sedangkan yang membuat logika induksi ini
berbeda dengan logika deduksi adalah adalah kemampuan menarik kesimpulan yang
didukung oleh berbagai skenario yang ada.12 Baik penalaran induktif ataupun deduktif
kesemuanya memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Yang mana
keduanya telah ikut memberikan corak cara berpikir ilmiah modern saat ini. Jika
berpijak pada induktif semata maka ilmu pengetahuan akan berada dalam suatu
“kegelapan ilmiah” begitu pula jika hanya pada deduktif belaka maka ia tidak akan
maju. Maka dari itu dengan berkaca pada aspek positif dan negatif dari keduanya,
orang kemudian mencoba mengkolaborasikan, memodifikasi, dan mengembangkan
keduanya menjadi sebuah sistem penalaran ilmiah modern saat ini (scientific method),
atau dalam istilah John Dewey dikenal dengan berpikir reflektif (reflective thinking).
4. Metode Penalaran Induksi
Menurut John Stuart Mill, setiap fenomena merupakan akibat dari suatu sebab
yang tersembunyi. Induksi adalah penalaran atau penelitian untuk menemukan sebab-
sebab yang tersembunyi itu. Selanjutnya, Mill menyusun 5 (lima) metode penalaran
dan penelitian induktif, yaitu: 13
1. Metode persesuaian (method of agreement)
Dalam metode Persesuaian (method of agreement) ini terdapat
penyataan sebagai berikut:
“Jika dua hal atau lebih dari fenomena yang diteliti memiliki hanya satu
sirkumtansi yang sama, maka sirkumtansi satu-satunya di mana hal itu
bersesuaian adalah sebab (atau akibat) dari fenomena yang diteliti itu”.
Misal:
Ada suatu pesta pernikahan dan terdapat puluhan orang yang
keracunan makanan. Kemudian ditelitilah semua makanan yang dimakan oleh
mereka yang hadir di pesta pernikahan tersebut. Selanjutnya, diketahui pula
ada makanan yang disediakan oleh perusahaan katering A dan B. Fenomena
yang diteliti adalah ‘keracunan makanan’, sedangkan hal-hal yang diteliti dari
fenomena itu ialah 2 makanan yang disediakan oleh perusahaan katering A dan
B. Hasil penelitiannya ialah sebagai berikut:

12
M. Ichsan Medina. Beda Penalaran Induktif dan Deduktif: Arti dan Cara Melakukannya. 1 Oktober 2022. Glints. Diakses
6 Mei 2023 pukul 15.57 WIB melalui: https://glints.com/id/lowongan/penalaran-induktif-deduktif/#.ZFYWPXZBzb0
13
I Made Dira Swantara, 2015, Filsafat Ilmu, Denpasar: Universitas Udayana, h. 32.
Pak Aman, menyantap semua jenis makanan yang disediakan oleh perusahaan
katering A, tidak keracunan.
Pak Amin, menyantap sebagian jenis makanan yang disediakan oleh
perusahaan katering A, tidak keracunan.
Pak Iman, menyantap sebagian jenis makanan yang disediakan oleh
perusahaan katering A dan menyantap sebagian jenis makanan yang
disediakan oleh perusahaan katering B, ternyata keracunan.
Pak Eman, menyantap sebagian jenis makanan yang disediakan oleh
perusahaan katering B, ternyata keracuan.
Pak Oman, menyantap semua jenis makanan yang disediakan oleh perusahaan
katering B, ternyata keracunan.
Sirkumtansi yang sama di mana hal-hal yang diteliti dari fenomena itu
bersesuaian, yaitu menyantap makanan yang disediakan oleh perusahaan
katering B, dan itulah yang menjadi penyebabnya, yaitu menyantap makanan
yang disediakan oleh perusahaan katering B.
2. Metode perbedaan (method of difference)
Dalam metode ini terdapat pernyataan sebagai berikut:
“Jika satu hal terjadi dalam fenomena yang diteliti, dan satu hal lain tidak
terjadi dalam suatu fenomena yang diteliti itu, memiliki semua sirkumtansi
yang sama terkecuali satu yang terjadi pada hal yang pertama, maka satu-
satunya sirkumtansi di mana kedua hal itu berbeda adalah akibat atau sebab
atau sebagian yang sangat menentukan sebab dari fenomena tersebut”
Apabila menggunakan contoh pada kasus ‘peristiwa pesta pernikahan’
di atas, metode perbedaan dapat disusun sebagai berikut ini:
Pak Aman, menyantap semua jenis makanan yang disediakan oleh perusahaan
katering A, dan menyantap semua jenis makanan yang disediakan oleh
perusahaan katering B, ternyata keracunan.
Pak Amin, menyantap semua jenis makanan yang disediakan oleh perusahaan
katering A -- tidak keracunan.
Pak Iman, menyantap sebagian jenis makanan yang disediakan oleh
perusahaan katering A -- tidak keracunan.
Tanda “—“ menunjukkan sirkumtansi yang berbeda yang menjadi
penyebab atau bagian yang sangat menentukan sebab dari fenomena yang
diselidiki itu. Dalam hal ini, yang berbeda ialah bahwa Pak Amin dan Pak
Iman tidak menyantap makanan yang disediakan oleh perusahaan katering B.
Jadi, makanan yang disediakan oleh perusahaan katering B tersebut adalah
penyebab terjadinya keracunan.
3. Metode Gabungan Persesuaian dan Perbedaan (joint method of agreement and
difference)
Metode ini menyatakan:
“Apabila ada dua hal atau lebih di mana suatu fenomena terjadi hanya
memiliki satu sirkumtansi yang sama, sedangkan dua hal atau lebih di mana
fenomena itu tidak terjadi tidak memiliki persamaan apa pun terkecuali
absennya sirkumtansi tersebut, maka sirkumtasi satu-satunya di mana
terdapat kedua hal yang berbeda itu adalah akibat, atau sebab, atau bagian
yang sangat menentukan sebab dari fenomena tersebut”.
Misal:
Peristiwa keracunan di pesta pernikahan sebagaimana berikut ini: Pak
Aman menyantap nasi (P), ikan goreng (Q), daging (R), yang disediakan oleh
perusahaan katering A, dan ayam goreng (S) yang berasal dari perusahaan
katering B, ternyata keracunan. Pak Amin menyantap ayam panggang (T),
udang goreng mentega (U), ikan asam (W) yang disediakan oleh perusahaan
katering A, dan ayam goreng (S) yang berasal dari perusahaan katering B,
ternyata keracunan. Pak Iman menyantap nasi (P), ikan goreng (Q), daging (R)
yang disediakan perusahaan katering A, dan tidak menyantap ayam goreng (S)
yang berasal dari perusahaan katering B, ternyata tidak keracunan. Jadi,
makan ayam goreng yang berasaldari perusahaan katering B mengakibatkan
keracunan.
Proses penalarannya adalah sebagai berikut:
P Q R S x T U W S x Jadi: S x 7.
4. Metode Residu (method of residues)
Dimana dalam metode ini mengandung pernyataan:
“Dari suatu fenomena, hilangkanlah bagian yang lewat (melalui) berbagai
induksi yang telah dilakukan sebelumnya diketahui sebagai akibat dari 4
anteseden-anteseden tertentu, dan residu dari fenomena itu adalah hasil dari
anteseden-anteseden yang masih tertinggal”.
Misal:
Pak Aman makan nasi goreng dari Katering A (P), Pak Amin makan
mie goreng dari Katering A (Q), Pak Iman makan sate dari Katering A (R),
ternyata ketiga-tiganya tidak keracunan (x). Pak Eman makan nasi goreng (P),
mie goreng (Q), dan sate (R) dari perusahaan Katering A, serta makan ayam
goreng yang berasal dari perusahaan Katering B, ternyata keracunan (y). Jadi,
keracunan itu disebabkan karena menyantap ayam goreng yang berasal dari
perusahaan Katering B.
Bentuk penalarannya adalah sebagai berikut:
P, Q, R x yang berarti P x Q x R x P, Q, R, S y Karena P, Q, R x , maka yang
tinggal ialah anteseden S dengan fenomena y. Jadi, S y.
5. Metode variasi Kesamaan (method of concomitant variations)
Dalam metode yang satu ini terdapat pernyataan sebagai berikut:
“Fenomena apapun juga yang dengan suatu cara mengalami perubahan kapan
pun fenomena lainnya dengan suatu cara tertentu mengalami perubahan adalah
sebab atau pun akibat dari fenomena tersebut atau berhubungan dengan
fenomena tersebut selaku fakta yang menyebabkan perubahan itu”.
Misal:
Pak Aman makan nasi goreng (P), mie goreng (Q), dan sate (R) dari Katering
A, dan sedikit makan ayam goreng yang berasal dari Katering B (S-), ternyata
keracunan ringan (y-). Pak Iman makan nasi goreng (P), mie goreng (Q), dan
sate (R) dari Katering A, serta banyak makan ayam goreng yang berasal dari
Katering B (S+), ternyata keracunan berat (y+). Jadi, antar ayam goreng yang
berasal dari Katering B dengan keracunan memiliki hubungan kausal.
Bentuk penalarannya adalah sebagai berikut:
P, Q, R, S- y, P, Q, R, S+ y+ Jadi, S memiliki hubungan kausal dengan y.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pada hasil penelitian sebagaimana yang telah dijabarkan dalam
bab pembahasan di atas, dapat di tarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Bahwa logika induksi memiliki definisi sebagai suatu sistem penalaran yang
menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah dari sejumlah hal khusus
sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi. Misal:
Emas adalah logam, besi adalah logam, perak adalah logam.
Emas besi dan perak dipanaskan memuai.
Maka logam dipanaskan memuai.
2. Perbedaan antara logika deduksi ialah logika induksi memiliki definisi sebagai
suatu kemampuan menarik kesimpulan umum berdasarkan dari berbagai
skenario yang spesifik. Sedangkan logika deduksi sendiri memiliki definisi
sebagai suatu kemampuan menarik kesimpulan yang didukung oleh berbagai
skenario yang ada.
3. Menurut John Stuart Mill, setiap fenomena merupakan akibat dari suatu sebab
yang tersembunyi. Induksi adalah penalaran atau penelitian untuk menemukan
sebab-sebab yang tersembunyi itu. Selanjutnya, John Stuart Mill juga
menyusun 5 (lima) metode penalaran dan penelitian induktif, yaitu:
1) Metode persesuaian (method of agreement)
2) Metode perbedaan (method of difference)
3) Metode Gabungan Persesuaian dan Perbedaan (joint method of
agreement and difference)
4) Metode Residu (method of residues)
5) Metode variasi Kesamaan (method of concomitant variations)

DAFTAR PUSTAKA

Branner, Julia. 2002. Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Samarinda:
Pustaka Pelajar.
Copi, Irving M, & Cohen Carl. 1997. Introduction to Logic. Richmond-Tx: Prentice Hall.
Hamersma, Harry. 2008. Pintu Masuk ke Dunia Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.
Hadi, Protasius Hardono dan Kenneth T. Gallagher. 1994. Epistemologi, Filsafat
Pengetahuan. Yogyakarta: Kanisius.
Stewart, David dan H. Gene Blocker. 1996. Fundamentals of Philosophy. New Jersey:
Prentice Hall.
Sutrisno, Mudji. 2005. Teks-teks Kunci Estetika: Filsafat Seni. Jakarta: Galangpress Group.
Rapar, Jan Hendrik. Pengantar Logika: Asas-asas Penalaran Sistematis. Yogyakarta:
Kanisius, t.th.), 86.
Swantara, I Made Dira. 2015. Filsafat Ilmu. Denpasar: Universitas Udayana.
Weruin, Urbanus Ura. 2017. Logika, Penalaran, dan Argumentasi Hukum. Jurnal Konstitusi.
Vol. 4, No. 2.
Woodhouse, Mark B. 2000. Berfilsafat: Sebuah Langkah Awal. Yogyakarta: Kanisius.
Ilham Fikriyansyah, Logika Adalah Akal Pikiran, Bagaimana Cara Berpikir dan Contohnya,
10 Januari 2023, Detik Bali, Diakses pada 6 Mei 2023 pukul 14.00 WIB melalui:
https://www.detik.com/bali/berita/d-6508635/logika-adalah-akal-pikiran-bagaimana-
cara-berpikir-dan-contohnya
Renata Christha Auli, Logika, Penalaran Hukum, dan Argumentasi Hukum, 13 Juli 2022,
Hukumonline Diakses pada 6 Mei 2023 pukul 14.16 WIB melalui:
https://www.hukumonline.com/klinik/a/logika-penalaran-hukum-dan-argumentasi-
hukum-lt62ce4939aaf00
Soekadijo, R. G. 2003. Logika Dasar: Tradisional, Simbolik, Dan Induktif. cet. Ke-3. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
M. Ichsan Medina. Beda Penalaran Induktif dan Deduktif: Arti dan Cara Melakukannya. 1
Oktober 2022. Glints. Diakses 6 Mei 2023 pukul 15.57 WIB melalui:
https://glints.com/id/lowongan/penalaran-induktif-deduktif/#.ZFYWPXZBzb0
R. G. Soekadijo, Logika Dasar: tradisional, simbolik, dan induktif, cet. Ke-3, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2003

Anda mungkin juga menyukai