Anda di halaman 1dari 16

Pengertian Logika Menurut Para Ahli

Pengertian logika menurut para ahli memang bermacam-macam dan sangat banyak tetapi
memiliki keutamaan yang sama. pengertian logika menurut para ahli akan di jelaskan sebagai
berikut:

1. The Liang Gie

Logika adalah suatu bidang pengetahuan di dalm lingkungan filsafat yang dapat mempelajari
tentang asas-asas dan aturan-aturan penalaran yang benar.

2. Mundiri

Logika adalah ilmu yang mempelajari tentang metode dan hukum-hukum yang di gunakan
sebagai pembeda penalaran yang benar dari penalaran yang salah.

3. Estimologi

Logika adalah suatu pertimbangan tentang akal atau pikiran yang di utarakan dengan kata dan
di nyatakan dalam bahasa.

Secara umum logika adalah merupakan suatu cabang filsafat yang bersifat praktis yang
berpangkal pada penalaran, dan juga sekaligus sebagai dasar filsafat dan merupak sarana
ilmu. Dengan demikian fungsi dasar filsafat dan juga sarana ilmu berguna sebagai jembatan
penghubung diantara filsafat dan ilmu. Penyimpulan dengan sah diartikan sebagai
pertimbangan akal dan rutut sehingga dengan demikian dapat di lacak kembali dengan benar
dan sesuai dengan isinya.

Logika

“Logika” berasal dari kata Yunani “logos” yang berarti ucapan, kata, akal budi, dan ilmu.
Sedangkan ditinjau dari makna esensialnya, maka logika adalah ‘cabang dari filsafat ilmu
pengetahuan dan logika juga merupakan bagian yang sangat mendasar dalam kerangka
berfikir filsafat’. Berdasarkan pengertian tersebut maka logika merupakan bagian yang sangat
penting atau mendasar dalam studi filsafat ilmu pengetahuan (Oesman, A. 1978; Copi, I.M.
1978).
Pengertian Logika Menurut Para Ahli

 Logika adalah ilmu dan kecakapan menalar, berpikir dengan tepat.W. Poespoprodjo,
Ek. T. Gilarso. (2006: 13)
 Logika adalah suatu metode atau teknik yang diciptakan untuk meneliti ketepatan
nenalar. Soekadijo, (1983-1994: 3)
 Aristoteles : logika adalah ajaran tentang berpikir yang secara ilmiah membicarakan
bentuk pikiran itu sendiri dan hukum-hukum yang menguasai pikiran.(Harun, 1980)

5 DEFINISI LOGIKA

1.      Logika berasal dari bahasa Yunani“ logos “ yang berarti kata atau pikiran. Diperkenalkan
pertama kali oleh Aristoteles lewat karyanya yang berjudul The Organon yang berartialat,
maksudnya alat untuk berpikir. Lebih jauh logos diartikan sebagai pikiran yang benar.
(Sumber:http://blogbagi2.blogspot.com/2012/05/logika-sebagai-cabang-ilmu-
filsafat.html).
Pandangan saya:    Pernnyataan diatas lebih mengartikan logika sebagai cara atau metode
berfikir dengan benar.
2.      The Liang Gie dalam bukunya Dictionary of Logic (KamusLogika) menyebutkan:
Logika adalah bidang pengetahuan dalam lingkungan filsafat yang mempelajari secara
teratur asas-asas dan aturan-aturan penalaran yang betul (correct reasoning).
(Sumber:Gie, the Liang, Kamuslogika (Dictionary of Logic), Nur Cahaya 1975
Yogyakarta).
Pandangan saya:    pernyataan diatas lebih mendefinisikan logika sebagai pengetahuan
atau ilmu.
3.      Menurut Mundiri dalam bukunya menyebutkan Logika didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari metode dan hukum-hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran
yang betul dari penalaran yang salah. (Sumber: Mundiri. Logika, Rajawali Press, cet.ke-4
2000, Semarang).
Pandangan saya:    Pernyataan diatas lebih mendefinisikan logika sebagai ilmu yang
mempelajari metode dan hokum-hukum untuk membedakan mana
yang benar dan mana yang salah.
4.      Secara etimologis, logika adalah istilah yang dibentuk dari kata logikos yang berasal dari
kata benda logos. Kata logos berarti: sesuatu yang diutarakan, suatu pertimbangan akal
(fikiran), kata, atau ungkapan lewat bahasa. Kata logikos berarti mengenai sesuatu yang
diutarakan, mengenai suatu pertimbangan akal, mengenai kata, mengenai percakapan atau
yang berkenaan dengan ungkapan lewat bahasa. Dengan demikian, dapatlah dikatakan
bahwa logika adalah suatu pertimbangan akal atau pikiran yang diutarakan lewat kata dan
dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu, logika disebut logike episteme atau dalam bahasa
latin disebut logicascientia yang berarti ilmu logika, namun sekarang lazim disebut
dengan logika saja. (Sumber:Rapar, Jan Hendrik, Pengantar Logika, Asas-asas penalaran
sistematis, cet.ke-1 1996, Kanisius Yogyajakta).
Pandangan saya:    Pernyataan diatas lebih mendefinisikan logika sebagai sesuatu yang
diutarakan atau diungkapkan yang lebih dulu dipertimbangkan oleh
akal dan pikiran.
5.      Definisi umumnya logika adalah cabang filsafat yang bersifat praktis berpangkal pada
penalaran, dan sekaligus juga sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu. Dengan
fungsi sebagai dasar filsafat dan sarana ilmu karena logika merupakan “jembatan
penghubung” antara filsafat dan ilmu, yang secara terminologis logika didefinisikan:
Teori tentang penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari suatu
pangkal-pikir tertentu, yang kemudian ditarik suatu kesimpulan. Penyimpulan yang sah,
artinya sesuai dengan pertimbangan akal dan runtut sehingga dapat dilacak kembali yang
sekaligus juga benar, yang berarti dituntut kebenaran bentuk sesuai dengan isi.
(Sumber:http://imtaq.com/definisi-dan-pengertian-ilmu-logika-kalam/)
Deduktif

Metode berpikir deduktif adalah suatu metode berpikir yang menerapkan hal-hal umum
terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagian yang khusus. Hal ini
adlah suatu sistem penyusunan fakta yang telah diketahui sebelumnya guna mencapai suatu
kesimpulan yang logis. Dalam penalaran deduktif, dilakukan melalui serangkaian peryataan
yang disebut silogisme dan terdiri dari beberapa unsur yaitu:

a.       Dasar pemikiran utama (premis mayor)


b.      Dasar pemikiran kedua (premis minor )
c.       Kesimpulan

Contoh :

a.       Semua makhluk mempunyai mata. ( premis mayor)


b.      Si Polan adalah seorang makhluk . (premis minor )
c.       Jadi, si Polan mempunyai mata. (kesimpulan)

Metode-metode Penalaran

Deduktif

Metode berpikir deduktif adalah suatu metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum
terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagian yang khusus. Hal ini
adalah suatu sistem penyusunan fakta yang telah diketahui sebelumnya guna mencapai suatu
kesimpulan yang logis. Dalam penalaran deduktif, dilakukan melalui serangkaian pernyataan
yang disebut silogisme dan terdiri atas beberapa unsur yaitu:

1. Dasar pemikiran utama (premis mayor)


2. Dasar pemikiran kedua (premis minor)
3. Kesimpulan

Contoh:
Premis mayor: Semua siswa SMA kelas X wajib mengikuti pelajaran Sosiologi.
Premis minor: Bob adalah siswa kelas X SMA
Kesimpulan: Bob wajib mengikuti jam pelajaran Sosiologi
Induktif

Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari
hal-hal yang bersifat khusus untuk menentukan kesimpulan yang bersifat umum. Dalam
penalaran induktif ini, kesimpulan ditarik dari sekumpulan fakta peristiwa atau pernyataan
yang bersifat umum.

Contoh:

Bukti 1: logam 1 apabila dipanaskan akan memuai


Bukti 2: logam 2 apabila dipanaskan akan memuai
Bukti 3: logam 3 apabila dipanaskan akan memuai
Kesimpulan: Semua logam apabila dipanaskan akan memuai.

Pendekatan Ilmiah (gabungan antara deduktif dan induktif)

Metode berpikir pendekatan ilmiah adalah penalaran yang menggabungkan cara berpikir
deduktif dengan berpikir induktif. Dalam pendekatan ilmiah, penalaran disertai dengan
hipotesis.
Contoh :
Seorang siswa yang apabilal sebelum beramgkat kesekolah telah ssarapan terlebih dahulu
dalam porsi yang banyak, dia tidak akan kelaparan hingga jam pelajaran berakhir. Secara
deduktif, akan disimpulakan bahwa setipa naka yang makan banyak tidak akan cepat lapar.
Untuk menjawab kasus seperti ini, kita akan mengajukan pertanyaan mengapa seorang siswa
cepat lapar? Untuk itu, kita ajukan hepotesis bahwa siswa akan cepat lapar jika makanan
yang dimakan kurang memenuhi standar gizi dan energi yang dihasilkan oleh makanan
tersebut sedikit. Kemudai secara induktif  kita uji untuk mengetahui apakah hasil pengujian
mendukung atau tidak mendukung hipotesis yang diajukan tersebut.
Pendekatan Ilmiah (Gabungan antara Deduktif dan Induktif)

Metode berpikir pendekatan ilmiah adalah penalaran yang menggabungkan cara berpikir


deduktif dengan cara berpikir induktif. Dalam pendekatan ilmiah, penalaran disertai dengan
suatu hipotesis.

Misalkan seorang siswa yang apabila sebelum berangkat sekolah telah sarapan terlebih
dahulu dalam porsi yang banyak, dia tidak akan kelaparan hingga jam pelajaran
berakhir. Secara deduktif, akan disimpulkan bahwa setiap anak yang makan banyak tidak
akan cepat lapar.

Untuk menjawab kasus seperti ini, kita ajukan pertanyaan mengapa seorang siswa cepat
lapar? Untuk itu, kita ajukan hipotesis bahwa siswa akan cepat lapar jika makanan yang
dimakan kurang memenuhi standar gizi dan energi yang dihasilkan oleh makanan tersebut
sedikit. Kemudian secara induktif  kita uji untuk mengetahui apakah hasil pengujian
mendukung atau tidak mendukung hipotesis yang diajukan tersebut.

Pengertian Metode Induktif (Teori Empirisme) Menurut Francis

Bacon Dan Aliran-Aliran Pemikiran Filsafatnya

Masrizal ar-rira 1 year ago Aliran-aliran Pemikiran Filsafatnya, Francis Bacon, Metode Induktif

1. Metode Induktif (Teori Empirisme) Menurut Francis Bacon

Dalam buku Novum Organum atau New Instrument pada dasarnya Francis Bacon

menyempurnakan metode ilmiah induktif. Praktek ilmiah yang saat itu bertumpu

sepenuhnya pada logika deduktif Aristoteles yang dipandang tidak ada gunanya dan

merosot. Karena itu diperlukan metode penelaahan baru, yaitu suatu metode induktif.

Ilmu pengetahuan bukanlah sesuatu titik tempat bertolak dan mengambil kesimpulan

darinya tetapi ilmu pengetahuan adalah sesuatu tempat sampai ke tujuan. Salah satu
gagasan yang termasyhur dari Francis Bacon dalam Novum Organum adalah konsep

Idola. Konsep ini dikemudian hari dianggap sebagai cikal bakal konsep “ideologi”

dalam ilmu-ilmu humaniora. Yang dimaksud dengan Idola adalah rintangan-rintangan

bagi kemajuan manusia sebagaimana tampak dalam perkembangan masyarakat dan

perilaku bodoh para individunya. Idola adalah unsur-unsur tradisi yang dipuja-puja

seperti berhala. Idola ini merasuki pemikiran manusia sehingga menghambat manusia

berpikir kritis dan maju karena terkekang pada idola/mitos sehingga manusia tidak bisa

berpikir tentang perubahan.

Menurut Francis Bacon terdapat empat macam Idola penghalang metode induktif. Pertama,

adalah Idols of the Tribus (Bangsa), adalah menarik kesimpulan tanpa dasar

secukupnya, berhenti pada sebab-sebab yang diperiksa secara dangkal, sehingga

orang tak sanggup memandang alam secara objektif. Perkecualian-perkecualian

dianggap ajaib, mukjizat disingkirkan dan tidak dipelajari atau tanpa percobaan dan

pengamatan yang memadai. Umpamanya: awan yang mendung agar bumi

mendapatkan air, kulit makhluk hidup perlu untuk melindungi manusia terhadap panas

dan dinginnya udara. Kedua, Prasangka Individual atau Idols of the Cave. Yang

dimaksudkan disini adalah pengalaman-pengalaman dan minat-minat pribadi kita

sendiri mengarahkan cara kita melihat dunia, sehingga dunia objektif dikaburkan.

Ketiga, Idola Fora (Forum/Pasar) atau Idols of the Marketplace adalah idola yang

paling berbahaya. Yang diacu disini adalah pendapat atau kata-kata orang yang

diterima begitu saja sehingga mengarahkan keyakinan-keyakinan dan penilaian-

penilaian kita yang tak teruji. Keempat, Idola Theatra (panggung) atau idols of the

theatre. Dengan konsep ini, Francis Bacon memperlihatkan sistem-sistem filsafat

tradisional adalah kenyataan subjektif para filsufnya. Sistem-sistem ini dipentaskan,

lalu tamat, seperti sebuah teater. Pemikiran Francis Bacon sangat mempengaruhi

tradisi empirisme Inggris (hobbes, Locke) serta pemikir pencerahan Prancis, seperti

Antone Destutt de Tracy (1997), yang akhirnya menghasilkan konsep ideologi, yang
dikemukakan dalam buku Elements d’ideologie yang ditulis antara tahun 1801 dan

1815.

Francis Bacon menegaskan bahwa, kita tidak boleh seperti laba-laba yang gemar memintal

jaringnya dari apa yang ada di dalam tubunya, atau seperti semut yang semata-mata

tahu mengumpulkan makanannya saja, melainkan kita harus seperti lebah yang tahu

bagaimana mengumpulkan tetapi juga tahu bagaimana menatanya. Metode deduktif

yang digambarkan oleh Francis Bacon seperti laba-laba dan, sedangkan metode

induktif tradisional seperti semut, metode induktif medernlah (yang telah

disempurnakan) yang sama dengan lebah. Francis Bacon penaruh perhatian besar

pada metode induksif yang tepat untuk memperoleh kebenaran, berdasarkan pada

pengamatan empiris, analisis data, penyimpulan yang terwujud dalam hipotesis

(kesimpulan sementara), dan verifikasi hipotesis melalui pengamatan dan eksperimen

lebih lanjut. Metode induksif yang bertitik tolak pada eksperimen yang teliti terhadap

data-data partikuler menggerakkan rasio maju menuju penafsiran atas alam

(interpretation natural).

Berdasarkan penjelasan di atas, metode induktif menurut pemikiran Francis Bacon dapat

dilihat pada gambar dibawah ini:

Jadi, relevansinya dari Idola ini, kita dapat menyaksikan bagaimana Francis Bacon mau

membersihkan pengetahuan kita dari macam-macam prasangka yang menghambat


kemajuan. Usaha semacam ini jelas sejalan dengan cita-cita Renaisance, yakni tak

lain dari objektivisme, yaitu pandangan bahwa pengetahuan tentang objek di luar diri

pengamat itu dapat dicapai semaksimal mungkin. Idola bagaikan debu yang mengotori

mata untuk melihat objek pada dirinya, maka harus dibersihkan.

2. Aliran-Aliran Pemikiran Filsafat Francis Bacon

Induktif

Prancis Bacon dikenal sebagai bapak metode induktif (empiris-eksperimental). Induktif

adalah cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa khusus

untuk menemukan hukum. Secara umum induktif dijelaskan sebagai proses berpikir di

mana orang berjalan dari yang kurang universal menuju yang lebih universal, atau

secara lebih ketat lagi dari yang individual atau partikular menuju ke yang umum atau

universal. Induktif bisa mengantarkan manusia pada tingkatan inderawi dan individual

menuju ke tingkatan intelektual dan universal. Dalam segala bentuknya yang lebih

khusus induktif merupakan persoalan generalisasi empiris, yakni kita berargumen

bahwa karena adanya sesuatu yang telah terbukti benar dalam sejumlah kasus yang

diamati. Oleh karena itu, argumen ataupun penelitian ilmiah yang bertitik tolak dari

pengetahuan-pengetahuan khusus untuk sampai kepada suatu kesimpulan berupa

pengetahuan yang umum. Dalam segala bentuknya yang lebih khusus induktif

merupakan persoalan generalisasi empiris, yakni kita berargumen bahwa karena

adanya sesuatu yang telah terbukti benar dalam sejumlah kasus yang diamati. Oleh

karena itu, argumen ataupun penelitian ilmiah yang bertitik tolak dari pengetahuan-

pengetahuan khusus untuk sampai kepada suatu kesimpulan berupa pengetahuan

yang umum.
Menurut Francis Bacon metode induktif adalah proses pemikiran dengan cara mengamati

dan meneliti fenomena-fenomena yang terjadi dan kemudian digeneralisasikan

sebagai kesimpulan. Dengan kata lain metode induksif adalah cara berpikir dari hal-hal

yang bersifat kusus (particular) menuju ke hal-hal yang bersifat umum. Contoh: logam

besi dipanaskan memuai, logam perak dipanaskan memuai, logam emas dipanaskan

memuai, jadi semua logam dipanaskan memuai.

Francis Bacon menekankan bahwa segala wewenang yang ada dalam hal-hal intelektual

dan sekular harus ditolak, bahkan yang terdapat dalam gereja sekalipun, semuanya itu

harus digantikan dengan penelitian induktif tentang alam secara bebas. Semua

kebenaran harus diketahui secara pasti, disimpulkan, dibandingkan dan dipakai

sebagai satu-satunya patokan bagi suatu kesimpulan atau dasar-dasar pengetahuan.

Lebih jauh lagi ia menyatakan bahwa hal-hal tersebut harus diuji, karena bila terdapat

satu saja hasil yang negative akan dapat mengakibatkan tidak berlakunya suatu

kesimpulan, walaupun terdapat fakta berbagai fakta sekalipun. Metode semacam itu

juga harus diterapkan dalam semua bidang pelajaran. Tidak boleh ada pemakaian hal

alkimia, takhayul, teori-teori atau penjelasan yang belum terbukti, dongeng atau hal-hal

magis, diskusi yang bertele-tele tentang suatu kebenaran yang mutlak, dan

ketergantungan terhadap buku-buku atau para ahli dalam bidang apapun. Seorang

murid harus percaya akan penelitian dan percobaannya sendiri dalam mencari

kebenaran-kebenaran yang nyata, hasil berlaku dan hal-hal yang diamati, bukannya

teori-teori aneh tentang gejala alam.

Francis Bacon mengatakan bahwa seorang murid harus sadar akan adanya kelemahan

dalam pikiran yang sering mengubah dan salah dalam menafsirkan kejadian-kejadian

alam yang sebenarnya. Ia harus menolak prasangka atau gagasan-gagasan yang

merugikan dan berbagai konsepsi tradisional yang belum terbukti, jangan menganggap

sesuatu telah benar bila belum diuji kebenarannya, jangan sampai tersesat oleh hal-hal

yang salah, berarti ganda, ragu-ragu, dogmatis, kesimpulan yang tidak didasarkan

pada kenyataan, dan penjelasan-penjelasan salah tentang suatu gejala, walaupun


masuk akal. Ia tidak boleh hanya menghafalkan kata-kata dan buku-buku milik para

cendikiawan serta menganggapnya sebagai kebenaran mutlak tetapi harus melihat

kepada alam sebagai kebenaran-kebenaran yang dapat dibuktikan. Ia harus

menghindari masalah-masalah mistik yang sia-sia atau hal-hal yang tidak berguna dan

persoalan-persoalan yang tidak memiliki arti praktis dalam masyarakat.

Jadi, metode induktif yang diperkenalkan oleh Francis Bacon telah memberikan

sumbangan pemikiran yang penting dalam menembus metode berfikir deduktif yang

dipergunakan secara berlebihan, hingga menyebabkan dalam waktu yang lama ilmu

pengetahuan mengalami kematian panjang. Bacon menekankan kepada semua

sarjana, dalam menyusun ilmu, megumpulkan sebanyak mungkin fakta pengalaman

(empirical brute facts) untuk selanjutnya dianalisis, hingga menghasilkan sebuah

temuan hukum baru, yang nantinya digunakan menguasai kekuatan-kekuatan alam

dengan penemuan dan penciptaan ilmiah. Sudah saatnya meninggalkan metode

deduktif dan beralih ke induktif.

Reference

C. Verhaak dan R. Haryono Imam, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta: PT Gramedia

Pusaka Utama, 1997.

Ewing, Persoalan-persoalan Mendasar Filsafat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002

Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangan di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 2010.

Kamus umum bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadarminta, Balai pustaka, 2006.

Suhartono Suparlan, Dasar-Dasar Filsafat, Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2004.

Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu: Klasik Hingga Kontemporer, Cet. 2, Jakarta: Raja Wali

Pers, 2015.

Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsaafat, Yogyakarta: Kanisius, 1996.

Smith, Samuel, Gagasan-gagasan Tokoh-tokoh Dalam Bidang Pendidikan, Jakarta: Bumi

Aksara, 1990.
Pendekatan Ilmiah (Gabungan antara Deduktif dan Induktif)

Metode berpikir pendekatan ilmiah adalah penalaran yang menggabungkan cara berpikir


deduktif dengan cara berpikir induktif. Dalam pendekatan ilmiah, penalaran disertai dengan
suatu hipotesis.

Misalkan seorang siswa yang apabila sebelum berangkat sekolah telah sarapan terlebih
dahulu dalam porsi yang banyak, dia tidak akan kelaparan hingga jam pelajaran
berakhir. Secara deduktif, akan disimpulkan bahwa setiap anak yang makan banyak tidak
akan cepat lapar.

Untuk menjawab kasus seperti ini, kita ajukan pertanyaan mengapa seorang siswa cepat
lapar? Untuk itu, kita ajukan hipotesis bahwa siswa akan cepat lapar jika makanan yang
dimakan kurang memenuhi standar gizi dan energi yang dihasilkan oleh makanan tersebut
sedikit. Kemudian secara induktif  kita uji untuk mengetahui apakah hasil pengujian
mendukung atau tidak mendukung hipotesis yang diajukan tersebut.

Pengertian Rasionalitas Menurut Para Ahli Terlengkap– Tindakan, keyakinan, atau


keinginan rasional jika kita harus memilih. Rasionalitas merupakan konsep normatif yang
mengacu pada kesesuaian keyakinan seseorang dengan seseorang alasan untuk percaya, atau
tindakan seseorang dengan alasan seseorang untuk bertindak. Namun, istilah “rasionalitas”
cenderung digunakan secara berbeda dalam berbagai disiplin ilmu, termasuk diskusi spesifik
ekonomi, sosiologi, psikologi, biologi evolusioner dan ilmu politik.

Pengertian Rasionalitas

Sebuah keputusan yang rasional adalah salah satu yang tidak hanya beralasan, tetapi juga
dioptimalkan untuk mencapai suatu tujuan atau memecahkan masalah. Menentukan optimal
untuk perilaku rasional membutuhkan formulasi diukur dari masalah, dan membuat beberapa
asumsi utama. Ketika tujuan atau masalah melibatkan membuat keputusan, faktor rasionalitas
dalam berapa banyak informasi yang tersedia (misalnya lengkap atau pengetahuan yang tidak
lengkap).

Secara kolektif, perumusan dan latar belakang asumsi model rasionalitas mana yang berlaku.
Menggambarkan relativitas rasionalitas: jika seseorang menerima model optimal yang
menguntungkan diri mereka sendiri, maka rasionalitas disamakan dengan perilaku egois
untuk titik yang egois; sedangkan jika seseorang menerima model menguntungkan optimal,
maka perilaku murni egois tidak rasional. Oleh karena itu sarana untuk menegaskan
rasionalitas tanpa juga menentukan asumsi dari model yang menggambarkan bagaimana latar
belakang masalah dibingkai dan dirumuskan.
  Pengertian Filsafat

Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yang berasal dari kata philosophia yang
berarti cinta pengetahuan. Terdiri dari kata philos yang berarti cinta, senang dan suka,
serta kata sophia berarti pengetahuan, hikmah dan kebijaksanaan ( Hamdani Ali,1986:7).

1. Hasan Shadily (1984:9) mengatakan bahwa filsafat menurut asal katanya adalah cinta
akan kebenaran. Dengan demikian, dapat ditarik pengertian bahwa filsafat adalah
cinta pada ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka kepada hikmah dan kebijaksanaan.
Jadi, orang yang berfilsafat adalah orang yang cinta kebenaran, berilmu pengetahuan,
ahli hikmah dan bijaksana.
2. Sudarsono(1993:11-12) mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang menyelidiki
segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia,
sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang
dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah
mencapai pengetahuan itu.
3. Rene Descrates, filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam
dan manusia menjadi pokok penyelidikan.
4. Langeveld, filsafat adalah berpikir tentang masalah-masalah yang akhir dan yang
menentukan, yaitu masalah-masalah yang mengenai makna keadaan, Tuhan,
keabadian, dan kebebasan.
5. Plato, filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran
yang asli.
 
B.  Pengertian Rasionalisme
Secara etimologis Rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris rationalism. Kata ini
berakar dari kata bahasa Latin ratio yang berarti “akal”. Menurut A.R. Lacey bahwa
berdasarkan akar katanya Rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegangan
bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran. Rasionalisme adalah
merupakan faham atau aliran atau ajaran yang berdasarkan ratio, ide-ide yang masuk akal.
Selain itu, tidak ada sumber kebenaran yang hakiki.
Sementara itu, secara terminologis aliran ini dipandang sebagai aliran yang berpegang
pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam penjelasan. Ia menekankan
akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan
bebas (terlepas) dari pengamatan inderawi. Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui
akal yang memenuhi syarat semua pengetahuan ilmiah. Pengalaman hanya dipakai untuk
mempertegas pengetahuan yang diperoleh akal. Akal tidak memerlukan pengalaman. Akal
dapat menurunkan kebenaran dari dirinya sendiri, yaitu atas dasar asas-asas pertama yang
pasti.
Rasionalisme tidak mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman hanya
dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Karenanya, aliran ini yakin bahwa
kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide, dan bukannya di dalam barang sesuatu. Jika
kebenaran bermakna sebagai mempunyai ide yang sesuai dengan atau yang menunjuk
kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat
diperoleh dengan akal saja.
Kaum Rasionalisme mulai dengan sebuah pernyataan yang sudah pasti. Aksioma dasar
yang dipakai membangun sistem pemikirannya diturunkan dari ide yang menurut
anggapannya adalah jelas, tegas dan pasti dalam pikiran manusia. Pikiran manusia
mempunyai kemampuan untuk mengetahui ide tersebut, namun manusia tidak
menciptakannya, maupun tidak mempelajari lewat pengalaman. Ide tersebut kiranya sudah
ada “di sana” sebagai bagian dari kenyataan dasar dan pikiran manusia.
Dalam pengertian ini pikiran menalar. Kaum rasionalis berdalil bahwa karena pikiran
dapat memahami prinsip, maka prinsip itu harus ada, artinya prinsip harus benar dan
nyata. Jika prinsip itu tidak ada, orang tidak mungkin akan dapat menggambarkannya.
Prinsip dianggap sebagai sesuatu yang apriori, dan karenanya prinsip tidak dikembangkan
dari pengalaman, bahkan sebaliknya pengalaman hanya dapat dimengerti bila ditinjau dari
prinsip tersebut.

C.  Rasionalisme Dalam berfikir filsafat


Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat
terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut aliran rasionalisme suatu
pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir.
Latarbelakang munculnya rasionalisme adalah keinginan untuk membebaskan diri dari
segala pemikiran tradisional (scholastic), yang pernah diterima, tetapi ternyata tidak
mampu mengenai hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi. Pada tokoh aliran
Rasionalisme diantaranya adalah Descartes (1596- 1650 M ).
1.      Rene Descartes ( 1596- 1650 M )
Descartes disamping tokoh rasionalisme juga dianggap sebagai bapak filsafat,
terutama karena dia dalam filsafat-filsafat sungguh-sungguh diusahakan adanya
metode serta penyelidikan yang mendalam. Ia ahli dalam ilmu alam, ilmu hukum, dan
ilmu kedokteran.
Ia yang mendirikan aliran Rasionalisme berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang
dapat dipercayai adalah akal. Ia tidak puas dengan filsafat scholastik karena dilihatnya
sebagai saling bertentangan dan tidak ada kepastian. Adapun sebabnya karena tidak ada
metode berpikir yang pasti.
Descartes merasa benar-benar ketegangan dan ketidak pastian merajalera ketika itu
dalam kalangan filsafat. Scholastic tak dapat memberi keterangan yang memuaskan
kepada ilmu dan filsafat baru yang dimajukan ketika itu kerapkali bertentangan satu
sama lain.
Descartes mengemukakan metode baru yaitu metode keragu-raguan. Seakan- akan ia
membuang segala kepastian, karena ragu-ragu itu suatu cara berpikir. Ia ragu- ragu
bukan untuk ragu-ragu, melainkan untuk mencapai kepastian. Adapun sumber
kebenaran adalah rasio. Hanya rasio sejarah yang dapat membawa orang kepada
kebenaran. Rasio pulalah yang dapat memberi pemimpin dalam segala jalan pikiran.
Adapun yang benar itu hanya tindakan budi yang terang-benderang, yang disebutnya
ideas claires et distinctes. Karena rasio saja yang dianggap sebagai sumber kebenaran,
maka aliran ini disebut Rasionalisme.

2.Spinoza (1632- 1677 M)


Spinoza dilahirkan pada tahun 1632 M. Nama aslinya adalah barulah Spinoza ia
adalah seorang keturunan Yahudi di Amsterdam. Ia lepas dari segala ikatan agama
maupun masyarakat, ia mencita- citakan suatu sistem berdasrkan rasionalisme untuk
mencapai kebahagiaan bagi manusia.menurut Spinoza aturan atau hukum ynag terdapat
pada semua hal itu tidak lain dari aturan dan hukum yang terdapat pada idea. Baik
Spinoza maupun lebih ternyata mengikuti pemikiran Descartes itu, dua tokoh terakhir
ini juga menjadikan substansi sebagai tema pokok dalam metafisika, dan kedua juga
mengikuti metode Descantes.
3.Leibniz
Gottfried Eilhelm von Leibniz lahir pada tahun 1646 M dan meninggal pada tahun
1716 M. ia filosof Jerman, matematikawan, fisikawan, dan sejarawan. Lama menjadi
pegawai pemerintahan, pembantu pejabat tinggi Negara. Waktu mudanya ahli piker
Jerman ini mempelajari scholastik.
Ia kenal kemudian aliran- aliran filsafat modern dan mahir dalam ilmu. Ia menerima
substansi Spinoza akan tetapi tidak menerima paham serba tuhannya (pantesme).
Menurut Leibniz substansi itu memang mencantumkan segala dasar kesanggupannya,
dari itu mengandung segala kesungguhan pula. Untuk menerangkan permacam- macam
didunia ini diterima oleh Leibniz yang disebutnya monaden. Monaden ini semacam
cermin yang membayangkan kesempurnaan yang satu itu dengan cara sendiri.

Anda mungkin juga menyukai