Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH WAWASAN DAN KAJIAN MIPA

LOGIKA INDUKTIF

Disusun oleh :

Kharisma Arethusa Maisaroh (16308141016)

Evi Retno Wulan (16308144 )

Fauzi Fandy Setiawan (16308144 )

Biologi E

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Struktur
Fungsi Membran ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami
berterima kasih pada Bapak Slamet Suyanto selaku Dosen mata kuliah Wawasan dan Kajian
MIPA yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai berpikir (logika) induktif. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa
di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan
makalah ini di waktu yang akan datang.

Yogyakarta, 24 Maret 2018

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Akal dan pikiran merupakan perlengkapan yang paling sempurna yang
dianugerah Tuhan kepada manusia. Dengan akal dan pikiran, manusia dapat mengubah
dan mengembangkan taraf kehidupannya dari tradisional menjadi modern. Sifat yang
tidak puas secara alamiah ada dalam diri manusia mendorong manusia untuk selalu ingin
merubah keadaan. Ketidakpuasan tersebut menimbulkan perubahan-perubahan sehingga
tercipta peradapan dunia yang maju. Sehingga adanya metode berpikir logika yaitu logika
deduktif dan logika induktif.
Logika adalah pengetahuan yang sistematis sekaligus mempelajari tentang aturan-
aturan atau hukum-hukum berpikir, yang dapat mengantarkan manusia pada kebenaran
berpikir.Salah satu yang menjadi pembahasan dalam ilmu logika yaitu tentang logika
induktif dan logika deduktif. Logika induktif dan logika deduktif satu dengan yang
lainnya tidak dapat dipisahkan. Karena keduanya saling berkaitan dan saling melengkapi
dalam hal penalaran berpikir. Dari berbagai metode berpikir secara logika, logika
deduktif, dan logika induktif tersebut merupakan suatu metode dalam berpikir untuk
menunjukkan kebenaran ilmu pengetahuan yang benar dan sahih. Oleh karena itu,
sebagai seorang saintis, kita perlu memahami cara berpikir (logika) deduktif dan induktif
tersebut. Dalam makalah ini, pembahasan akan dikhususkan pada logika induktif.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan logika?
2. Apa yang dimaksud dengan logika induktif?
3. Apa saja macam variasi proses penelitian induktif?
4. Bagaimana penyimpulan logika induktif?
C. TUJUAN
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan logika
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan logika induktif
3. Mengetahui macam variasi proses penelitian induktif
4. Mengetahui bagaimana cara penyimpulan logika induktif
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Logika

Logika adalah bidang pengetahuan dalam bidang filsafat yang mempelajari


secara teratur asas – asas dan aturan – aturan penalaran yang betul (correct reasoning).
Secara historis, logika muncul sejak zaman Yunani kuno yang dipelopori oleh
Aristoteles (Suryadarma, 2016: 26).

Istilah logika diambil dari bahasa Yunani logikos, yang berarti ‘mengenai
sesuatu yang diutarakan, mengenai suatu pertimbangan akal (pikiran), mengenai kata,
mengenai percakapan, atau berkenaan dengan bahasa‘ (Jan Hendrik Rapar, 2005:
52). Dalam bahasa Latin logika disebut dengan logos, berarti perkataan atau sabda
(Mundiri, 2003: 8).
Poedjawijatna (1996: 15) menjelaskan bahwa logika merupakan kajian
filsafat yang mengkaji manusia yang biasanya dikenal dengan filsafat budi, dimana
budi disini adalah akal sebagai alat penyelidikan dalam mengambil suatu tindakan atau
keputusan.
Logika adalah sarana untuk berpikir sistematis, valid, dan dapat
dipertanggungjawabkan. Karena itu, berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan
aturan-aturan berpikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar daripada satu.
Logika merupakan cabang filsafat yang bersifat praktis berpangkal pada
penalaran, dan sekaligus sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu. Dengan fungsi
sebagai dasar filsafat dan sarana ilmu logika merupakan “jembatan penghubung”
antara filsafat dan ilmu, yang secara terminologis logika didefinisikan sebagai teori
tentang penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari suatu
pangkal-pikir tertentu, yang kemudian ditarik suatu kesimpulan. Penyimpulan yang
sah, artinya sesuai dengan pertimbangan akal dan runtut sehingga dapat dilacak
kembali yang sekaligus juga benar, yang berarti dituntut kebenaran bentuk sesuai
dengan isi. Contoh: Kupu-kupu mengalami fase metamorfosa. Karena sebelum
menjadi kupu-kupu adanya tahap-tahapan yang dilalui yaitu yang pertama fase telur
kemudian menetas menjadi ulat lalu berubah menjadi kepompong dan selanjutnya
menjadi kupu-kupu. Penyimpulan di atas dikatakan penyimpulan yang sah karena
sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak dibuat-buat (masuk akal).
Berdasarkan proses penalaran dan sifat kesimpulan yang dihasilkan, logika
dibedakan menjadi dua macam yaitu logika induktif dan logika deduktif.
B. Logika Induktif
Induktif adalah cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa
khusus untuk menentukan hukum yang umum (W.J.S.Poerwadarminta, 2006). Penalaran
secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai
ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan
pernyataan yang bersifat umum (Suriasumantri, 2005). Menurut Dr. IGP. Suryadarma, M.
S. (2016), logika induktif membahas tentang prinsip – prinsip penarikan kesimpulan yang
kuat yang bersifat umum berdasarkan hal – hal yang bersifat khusus.

Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan
bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Proses penalaran ini mulai bergerak dari penelitian
dan evaluasi atas fenomena yang ada, maka disebut sebagai sebuah corak berpikir yang
ilmiah karena perlu proses penalaran yang ilmiah dalam penalaran induktif.

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering bergumentasi menggunakan penalaran


induktif. Contohnya ketika saya ke Malang dan disajikan buah apel Malang untuk
dimakan, apel tersebut terasa manis, garing, dan segar. Ketika seorang sahabat saya
datang dari Malang dan membawa oleh-oleh apel Malang, saya pun memakannya dan
ternyata enak. Ketika sakit saya dibawakan apel Malang oleh teman yang datang
membesuk. Saya memakannya dan rasanya manis, renyah, dan segar. Maka saya
simpulkan behwa semua apel Malang itu manis, garing, dan segar. Yang saya lakukan
disini adalah penalaran induktif. Dari sekelompok apel Malang yang saya makan, dan
ternyata manis, garing, dan segar, saya membuat kesimpulan bahwa semua apel Malang
itu manis, garing, dan segar.

Contoh lain dari penalaran induktif yaitu: Burung gereja bertelur. Burung perkutut
bertelur. Burung beo bertelur. Burung kutilang bertelur. Ayam bertelur. Itik bertelur. Jadi,
kesimpulannya adalah setiap jenis binatang unggas bertelur.
C. Macam Variasi Proses Penelitian Induktif

Proses penalaran induktif dapat dibedakan lagi atas bermacam-macam variasi


yaitu: generalisasi, hipotesa dan teori, analogi induktif, kausal, dan sebagainya.

a. Analogi Induktif

Menurut Dr. Gorys Keraf, analogi induktif adalah suatu proses penalaran yang
bertolak dari dua peristiwa khusus yang mirip satu sama lain, kemudian menyimpulkan
bahwa apa yang berlaku untuk suatu hal akan berlaku pula untuk hal yang lain. Analogi
pada dasarnya membandingkan dua hal, dan mengambil kesamaan dari dua hal tersebut.

Contoh mengenai analogi induktif diatas nampak dalam kasus berikut ini: Nina
adalah tamatan fakultas ekonomi Universitas Lampung, ia telah memberikan prestasi
yang luar biasa pada perusahaan tempat ia bekerja. Pada waktu penerimaan pegawai baru,
direktur perusahaan langsung menerima Dodi, karena Dodi sama lulusan fakultas
ekonomi Universitas Lampung. Semua pelamar-pelamar lain diabaikan. Direktur
perusahaan ini menggunakan penalaran analogi. Contoh lain dari analogi induktif yaitu:
Yudi mahasiswa asal Palembang, orangnya baik. Hendy mahasisiwa asal Palembang,
orangnya baik. Latif mahasisiwa asal Palembang, orangnya baik. Boby mahasiswa asal
Palembang juga, berarti dia orang baik. Berdasarkan analogi dengan tiga orang
sebelumnya, saya bisa menyimpulkan bahwa Boby juga orang baik.

Prinsip yang menjadi dasar penalaran analogi induktif itu dapat dirumuskan:
karena D itu analogi dengan A, B, dan C, maka apa yang berlaku untuk A,B, dan C, dapat
diharapkan juga berlaku untuk D. Analogi induktif tentu berbeda dengan generalisasi
induktif.

b. Generalisasi Induktif

Menurut Dr. Gorys Keraf, generalisasi adalah suatu proses penalaran yang
bertolak dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan yang
bersifat umum yang mencakup semua fenomena itu.
Pada generalisasi induktif penalaran terdiri dari premis-premis yang analog tetapi
kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum. Artinya, dari sifat-sifat individual
yang analog dapat ditarik satu generalisasi umum atas semua individu itu. Misalnya
setelah saya menemukan hal-hal yang analog pada orang Jawa sebagai
kelompok/individual, saya menarik satu kesimpulan umum (general) tentang semua
orang Jawa. Di Yogya saya bertemu dengan orang Jawa yang halus dan santun. Di Solo
saya bertemu dengan orang Jawa yang halus dan santun, di Semarang saya
bertemu dengan orang Jawa yang halus dan santun, di Salatiga pun saya bertemu dengan
orang Jawa yang halus dan santun. Maka saya menarik kesimpulan dengan generalisasi
bahwa semua orang Jawa itu halus dan santun. Atau dengan contoh yang sama diatas
bisa dikemukakan: Yudi mahasiswa asal Palembang, orangnya baik. Hendy mahasiswa
asal Palembang, orangnya baik. Latif mahasiswa asal Palembang, orangnya baik Semua
mahasiswa asal Palembang adalah orang yang baik. Berdasarkan ciri dari tiga orang
Palembang sebelumnya, saya tarik kesimpulan umum (generalisasi) untuk semua orang
Palembang.

c. Analogi Deklaratif
Analogi deklaratif merupakan metode untuk menjelaskan atau menegaskan
sesuatu yang belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal. Cara
ini sangat bermanfaat karena ide-ide baru menjadi dikenal atau dapat diterima apabila
dihubungkan dengan hal-hal yang sudah kita ketahui atau kita percayai. Contoh analogi
deklaratif yaitu deklaratif untuk penyelenggaraan negara yang baik diperlukan sinergitas
antara kepala negara dengan warga negaranya. Sebagaimana manusia, untuk mewujudkan
perbuatan yang benar diperlukan sinergitas antara akal dan hati.
d. Hubungan Kausal
Hubungan kausal adalah penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling
berhubungan. Hal ini terlihat ketika tombol ditekan yang akibatnya bel berbunyi. Dalam
kehidupan kita sehari-hari, hubungan kausal ini sering kita temukan. Hujan turun dan
jalan-jalan becek. Ia kena penyakit kanker darah dan meninggal dunia. Dalam kaitannya
dengan hubungan kausal ini, tiga hubungan antar masalah yaitu sebagai berikut:
1. Sebab-Akibat
Sebab akibat ini berpola A menyebabkan B. Disamping ini pola seperti ini juga
dapatmenyebabkan B, C, D dan seterusnya. Jadi, efek dari suatu peristiwa yang
diaanggap penyebabkadang-kadang lebih dari satu. Dalam kaitannya dengan
hubungan kausal ini, diperlukankemampuan penalaran seseorang untuk
mendapatkan simpulan penalaran. Hal ini akan terlihatpada suatu penyebab yang
tidak jelas terhadap suatu akibat yang nyata. Contohnya yaitu belajar menurut
pandangan tradisional adalah usaha untuk memperoleh sejumlah ilmu
pengetahuan. ‘Pengetahuan´ mendapat tekanan yang penting, oleh sebab
pengetahuanmemegang peranan utama dalam kehidupan manusia. Pengetahuan
adalah kekuasaan. Siapa yang memiliki pengetahuan, ia mendapat kekuasaan.
2. Akibat-Sebab
Akibat sebab ini dapat kita lihat pada peristiwa seseorang yang pergi ke dokter.
Kedokter merupakan akibat dan sakit merupakan sebab. Jadi hampir mirip dengan
entimen. Akan tetapidalam penalaran jenis akibat sebab ini, Peristiwa sebab
merupaka simpulan. Contoh: dewasa ini kenakalan remaja sudah menjurus ke
tingkat kriminal. Remaja tidak hanya terlibat dalam perkelahian-perkelahian biasa,
tetapi sudah berani menggunakan senjata tajam.Remaja yang telah kecanduan obat-
obat terlarang tidak segan-segan merampok bahkan membunuh. Hal ini selain
disebabkan kurangnya perhatian dari orang tua dan pengaruhmasyarakat, pengaruh
televisi dan film cukup besar.
3. Akibat-Akibat
Akibat-akibat adalah suatu penalaran yang menyiratkan penyebabnya. Peristiwa
“akibat” langsung disimpulkan pada suatu akibat yang lain. Contoh: ketika pulang
dari pasar, Ibu Sonya melihat tanah di halamannya becek, ibu langsung
menyimpulkan bahwa kain jemuran di belakang rumahnya pasti basah. Dalam kasus
itu penyebabnya tidak ditampilkan yaitu hari hujan.
D. PENYIMPULAN LOGIKA INDUKTIF
Penyimpulan yang dilakukan berdasarkan premis-premis berupa kebenaran
individual kemudian ditarik kesimpulan sebagai kebenaran baru dengan cara analogi atau
generalisasi.
Pada prinsipnya penyimpulan induktif dan penyimpulan deduktif sama-sama
menggunakan premis-premis dari proposisi kategoris. Namun kesimpulan yang ditarik
dalam penyimpulan induktif selalu lebih besar daripada premis. Maka dalam
penyimpulan induktif kita tidak bisa bicara tentang sahih dan tidak sahih, melainkan
tingkat probabilitas. Kalau kesimpulan yang berkualitas dari penyimpulan deduktif adalah
kesahihan (validitas), kualitas penyimpulan induktif terletak pada tingkat probabilitasnya.
Karena penyimpulan induktif hanya berujung pada tingkat probabilitas itulah maka
kebenaran-kebanran dari penyimpulan induktif selalu hanya bersifat sementara. Misalnya,
bahwa Jakarta selalu kebanjiran setiap tahun, membuat orang Jakarta selalu siap untuk
menyambut banjir setiap musim hujan. Tetapi kebenaran ini hanya bersifat probabilitas,
karena kita tidak bisa memastikan apa yang akan terjadi tahun depan, tetapi kemungkinan
(probabilitas) itu ada, berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya.

Walaupun kebenaran dari penyimpulan induktif hanya sampai pada tingkat


probabilitas tidak berarti bahwa kesimpulan-kesimpulan induktif harus ditolak.
Kebenaran-kebenaran induktif tetap harus diterima terutama yang punya tingkat
probabilitas yang tinggi. Kebenaran-kebenaran dengan tingkat probabilitas yang tinggi
akan menciptakan kredibilitas rasuional yang tinggi pula. Artinya akal sehat akan
menerima kesimpulan ini dan bisa menjadikannya sebagai dasar pengandaian. Supaya
kredibiltas nasional terhadap suatu kesimpulan induktif semakin kuat maka tingkat
probabilitas dari kesimpulan induktif itu harus ditingkatkan.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Logika adalah pengetahuan yang sistematis sekaligus mempelajari tentang aturan-
aturan atau hukum-hukum berpikir, yang dapat mengantarkan manusia pada
kebenaran berpikir. Salah satu yang menjadi pembahasan dalam ilmu logika yaitu
tentang logika induktif dan logika deduktif.
Logika induktif adalah logika yang membahas tentang prinsip – prinsip penarikan
kesimpulan yang kuat yang bersifat umum berdasarkan hal – hal yang bersifat
khusus. Logika induktif memiliki variasi proses penyimpulan yaitu dengan
generalisasi induktif, analogi induktif, analogi deklaratif, dan lain – lain.
Penyimpulan yang dilakukan berdasarkan premis-premis berupa kebenaran
individual kemudian ditarik kesimpulan sebagai kebenaran baru dengan cara analogi
atau generalisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Kafie, Jamaluddin. 2009. Ilmu Logika. Sumenep: TMI Press.

Karomani. 2009. Logika. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Molan, Benyamin. 2012. Logika: Ilmu dan Seni Berpikir Kritis. Jakarta: INDEKS.

Suryadarma, IGP. 2016. Wawasan dan Kajian MIPA. Yogyakarta: UNY Press.

Tiam, Sunardji Dahri. 2006. Langkah-langkah Berpikir Logis. Pamekasan: STAIN Pamekasan.

Suriasumantri, S. 2005. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Poerwadarminta, W.J.S. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. 2006. Jakarta: Balai Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai