Anda di halaman 1dari 4

Apa itu 

logical fallacy?

Logical fallacy dalam bahasa Indonesia disebut dengan sesat pikir. Logical


fallacy adalah penilaian atau argumen berdasarkan pemikiran logis yang
buruk atau kesalahan dalam penalaran. 

Lebih lanjut, American Psychological


Association mendefinisikan fallacy sebagai kesalahan dalam penalaran
atau argumen yang mengarah pada kesimpulan yang terlihat benar,
padahal sebenarnya tidak benar.  

Bisa dibilang, sesat pikir adalah kesalahan dalam penalaran yang


membuat suatu argumen tidak benar dan  tidak masuk akal. Kesalahan
penalaran tersebut umumnya bisa dibuktikan dengan fakta ilmiah. 

Anda mungkin akan lebih banyak menemukan apa itu logical fallacy  di


media sosial. Sesat pikir ini bisa berkaitan dengan isu politik maupun isu
kesehatan, misalnya kasus Covid-19. Ketika mendapat suatu informasi
atau argumen di media sosial tentang Covid-19, Anda harus berpikir kritis
untuk mengetahui informasi tersebut benar atau salah. 

Umumnya, pengguna media sosial akan memberikan argumen tanpa


bukti kredibel, tetapi justru membujuk Anda untuk setuju dan melihat
sesuatu dari sudut pandang mereka. Inilah contoh logical fallacy. 

Padahal, kualitas argumen atau informasi harus berdasarkan pada


kredibilitas, relevansi, kekuatan logis, keseimbangan bukti, dan tingkat
bias. Bukan sekadar opini, apalagi mempromosikan pemikiran yang
salah. 

BACA JUGA: Mythomania, Kebiasaan Suka Berbohong yang Kronis


Macam-macam logical fallacy

Mengetahui dan memahami macam-macam logical fallacy  bisa membantu


Anda mengenali dan menghindari penggunaannya, serta mampu menilai
argumen dengan baik dan terhindar dari hoax. 

Berikut ini macam-macam logical fallacy  yang mungkin sering Anda


temukan di media sosial, khususnya yang berkaitan dengan dunia
kesehatan:

1. Ad hominem

Ad hominem adalah jenis sesat pikir yang menyerang kebenaran dengan


mengungkit atau menunjukkan sisi negatif dari lawan bicara, tanpa
memberikan bukti. 

Contoh: “Saya dengar kita tidak boleh percaya pada vaksin X karena
perusahaannya terlibat dalam isu sosial.” 

Ini adalah contoh ad hominem  karena berfokus pada masalah yang


melibatkan perusahaan pembuat vaksin, bukan pada keamanan vaksin itu
sendiri. 

Pemikiran tersebut sekilas terlihat relevan, padahal justru mengalihkan


lawan bicara dari fakta bahwa vaksin tersebut telah melakukan uji coba
klinis yang baik.

2. Anecdotal evidence

Anecdotal evidence adalah jenis sesat pikir yang menyajikan argumen atau


informasi berdasarkan pengalaman pribadi. 
Contoh: “Saya minum suplemen magnesium sebelum tidur dan itu
membuat saya terjaga sepanjang malam. Saya akan memberitahukan
semua orang untuk jangan minum magnesium sebelum tidur.”

Padahal, bisa saja ia tidak bisa tidur karena faktor lain, seperti minum kopi
atau kondisi kamar yang kurang nyaman. Orang lain mungkin memiliki
pengalaman yang berbeda. 

3. Slippery slope argument

Slippery slope argument  adalah argumen yang menyimpulkan bahwa jika


suatu tindakan diambil, konsekuensi negatif lainnya akan mengikuti. 

Contoh: “Saya dengar, kita wajib vaksin sekarang supaya ketergantungan,


jadi pemerintah bisa terus melakukan vaksinasi setiap tahun.”

Argumen ini termasuk jenis sesat pikir yang menghubungkan situasi saat
ini dengan situasi masa depan yang tidak logis tanpa bukti ilmiah. 

4. Straw man argument

Straw man argument  adalah penggambaran argumen yang salah agar


lebih mudah menyerang lawan bicara. 

Orang-orang yang melakukan straw man argument  biasanya menciptakan


argumen baru dari kekeliruan pemahamannya terhadap argumen lawan
bicara, lalu menganggap argumen baru itu milik lawan bicara sehingga
mudah diserang. 

Contoh: “Metode pengobatan alami (naturopati) menawarkan solusi alami


pencegahan kanker? Jadi, maksud Anda naturopati menentang
pengobatan medis seperti kemoterapi dan radiasi?”
Padahal, praktisi naturopati merekomendasikan beberapa cara mencegah
perkembangan kanker, tanpa mengganti pengobatan medis yang sudah
teruji klinis. 

BACA JUGA: Pengertian Perilaku Manipulatif, Ciri, dan Cara


Menghadapinya

5. False dichotomy

False dichotomy  adalah jenis sesat pikir yang hanya menghadirkan dua
pilihan atau dua sisi, padahal ada banyak sisi atau perspektif lain. 

Contoh: “Jika vaksin tidak mencegah seseorang terinfeksi dan menularkan


virus Covid-19, mengapa harus vaksinasi?”

Argumen ini termasuk contoh false dichotomy  karena hanya


mengasumsikan dari dua pilihan, yaitu vaksin bekerja ampuh atau tidak
ampuh. Padahal, ada sisi lain yang menunjukkan bahwa meski tidak
sepenuhnya mencegah infeksi, penggunaan vaksin bisa mengurangi
keparahan penyakit dan risiko kematian. 

Kini, Anda sudah lebih mengenal apa itu logical fallacy  beserta jenis dan
contohnya yang mungkin sering Anda temukan di media sosial. 

Berpikir kritis menjadi cara ampuh untuk menghadapi argumen yang


bersifat logical fallacy.  Dengan mengenali jenis logical fallacy,  Anda juga
bisa terhindar dari melakukan sesat pikir atau menerima informasi yang
salah atau hoax. 

Anda mungkin juga menyukai