Dalam hal ini, argumen tersebut tidak mempunyai keterkaitan antara kesimpulan serta
premis. Kalaupun premis yang disampaikan tepat, tetapi kesimpulannya salah, dapat
dianggap sebagai sesat pikir
Berkaitan dengan logical fallacy, kamu perlu tahu contoh-contoh sesat pikir yang sering
terjadi di masyarakat. Berikut ini adalah beberapa di antaranya:
Strawman
Logical fallacy yang pertama adalah strawman. Dalam kesesatan berpikir ini, lawan bicara
akan menyederhanakan argumen kamu. Hal itu mereka lakukan agar bisa menyerang
argumen kamu dengan lebih mudah. Biasanya, mereka akan menggunakan argumen lain
yang sepenuhnya tidak berkaitan.
Contoh logical fallacy strawman adalah ketika kamu berargumen kalau nelayan dan petani
tidak nyaman dengan praktik koperasi di lapangan. Alasannya, karena manfaat dari koperasi
hanya dirasakan oleh pengurus. Di sisi lain, lawan bicara menganggap kamu menolak
keberadaan koperasi. Bahkan, mereka beranggapan kalau kamu menolak keberadaan
koperasi bagi nelayan dan petani.
Circular argument
Contoh, seseorang menganggap kalau kuliah itu sia-sia kalau ujung-ujungnya bakal jadi
pengangguran. Argumen ini dilontarkannya berdasarkan fakta bahwa ada banyak lulusan
kuliah yang menganggur.
Pernyataan itu sekilas memang terlihat logis. Namun, fakta bahwa ada banyak lulusan
perguruan tinggi yang menganggur tidak secara langsung membuat kuliah yang mereka
jalani sia-sia. Apalagi, proses kuliah tidak hanya bertujuan untuk mencari pekerjaan.
Ad hominem
False dilemma
Appeal to popularity
Berikutnya, kamu perlu mengetahui sesat pikir yang dikenal sebagai appeal to popularity.
Kesesatan berpikir yang satu ini dilakukan dengan menggunakan pernyataan sebagian
besar masyarakat. Contoh, “Banyak orang yang berinvestasi emas. Jadi, emas adalah jenis
investasi yang paling tepat”. Padahal, di sisi lain ada banyak opsi investasi yang menjanjikan
potensi keuntungan tidak kalah dibanding emas.
Gambler’s fallacy
Slippery slope
Dalam kesesatan berpikir ini, seseorang memiliki kecenderungan berasumsi sebab akibat
yang salah. Padahal, tidak ada penalaran yang masuk akal di antara keduanya. Sebagai
contoh, “kalau kamu memberikan minuman gratis untuk satu orang, maka kamu perlu
memberikan perlakuan serupa untuk semua orang”.