Anda di halaman 1dari 4

Nama : Naparin Jurusan : Administrasi Negara

NIM : 041771625 Tugas Logika Sesi Ketiga (Tugas.1)

Pengertian Kesesatan Berpikir

Ilmu logika bersamaan dengan lahirnya Filsafat Barat di Yunani. Dalam usaha untuk
menyebar luaskan pemikiran-pemikirannya, para filusuf Yunani banyak yang mencoba
membantah pemikirannya dengan filusuf lainnya dengan menunjukkan kesesatan
penalarannya. Sejak awal, logika telah menaruh perhatian atas kesesatan penalaran
tersebut. Kesesatan penalaran ini disebut dengan kesesatan berpikir ( fallacia/fallacy).
Kesesatan berpikir adalah proses penalaran atau argumentasi yang sebenarnya tidak logis,
salah arah dan menyesatkan. Ini karena adanya suatu gejala berpikir yang disebabkan oleh
pemaksaan prinsip-prinsip logika tanpa memperhatikan relevansinya. Mengikuti John Locke,
mengidentifikasi beberapa kesesatan berpikir yang pada akhirnya termanifestasi dalam
perilaku yang juga sesat.

1. Pertama, kesesatan yang terjadi karena subjek sesungguhnya jarang berpikir sendiri dan
berpikir atau bertindak sesuai dengan apa yang dipikirkan dan dilakukan orang lain.

2. Kedua, kesesatan di mana subjek bertindak seakan sangat menghargai rasio, tetapi
kenyataannya tidak menggunakan rasionya dengan baik.

3. Ketiga, adalah kesesatan yang terjadi akibat subjek tidak terbuka untuk melihat persoalan
secara komprehensif, terpaku hanya pada pendapat atau pendekatan orang tertentu, atau
sumber tertentu.

Menurut Lorens Bagus, sesat pikir mengakomodir enam hal yaitu : Pertama, menyatakan
bahwa suatu gagasan adalah sesat yang berarti fakta yang diacuh oleh gagasan itu tidak
ada. Kedua, tidak sesuai dengan kebenaran. Ketiga, tidak mempunyai evidensi (fakta) yang
baik. Keempat, berarti salah. Kelima, basis dari dua perangkat nilai kebenaran yang
menyangkal nilai kebenaran yang ditentukan bagi suatu kenyataan. Dan keenam, lain dari
kebenaran. Apabila melihat pengertian-pengertian sesat berpikir versi Lorens Bagus maka
sesat berpikir terjadi dengan dua hal yaitu ketika tidak terjadi kesesuaian antara pernyataan
dengan kenyataan serta ketidakkonsistenan pada penggunaan alur-alur formal dalam logika.

Dalam sejarah perkembangan logika terdapat berbagai macam tipe kesesatan dalam
penalaran. Walaupun model klasifikasi kesesatan yang dianggap baku hingga saat ini belum
disepakati para ahli, mengingat cara bagaimana penalaran manusia mengalami kesesatan
sangat bervariasi, tetapi secara sederhana kesesatan dapat dibedakan dalam dua kategori,
yaitu kesesatan formal dan kesesatan material.
Kesesatan formal adalah kesesatan yang dilakukan karena bentuk (forma) penalaran yang
tidak tepat atau tidak sahih. Kesesatan ini terjadi karena pelanggaran terhadap prinsip-
prinsip logika mengenai term dan proposisi dalam suatu argumen.

Kesesatan material adalah kesesatan yang terutama menyangkut isi (materi) penalaran.
Kesesatan ini dapat terjadi karena faktor bahasa (kesesatan bahasa) yang menyebabkan
kekeliruan dalam menarik kesimpulan, dan juga dapat teriadi karena memang tidak adanya
hubungan logis atau relevansi antara premis dan kesimpulannya (kesesatan relevansi).
Setiap kata dalam bahasa memiliki arti tersendiri, dan masing-masing kata itu dalam sebuah
kalimat mempunyai arti yang sesuai dengan arti kalimat yang bersangkutan. Maka,
meskipun kata yang digunakan itu sama, tetapi dalam kalimat yang berbeda, kata tersebut
dapat bervariasi artinya. Ketidakcermatan dalam menentukan arti kata atau arti kalimat itu
dapat menimbulkan kesesatan penalaran.

ada beragam jenis sesat berpikir yang umumnya terjadi, yaitu :

1. Hasty Generalization (Overgeneralization)

Jenis sesat berpikir yang pertama ini berkaitan dengan menyamaratakan suatu hal
berdasarkan kejadian yang pernah dialami. Biasanya kejadian tersebut terjadi atau ditemui
secara berulang-ulang, sehingga membentuk stereotip atau lekat pada suatu kesan.

Contohnya, pada tahun ini kamu sudah tiga kali putus cinta. Kebetulan permasalahannya
sama, kamu menilai ketiga pasanganmu sebelumnya adalah perempuan yang materialistik.
Dampak dari kejadian tersebut, kamu membuat kesimpulan bahwa semua perempuan itu
materialistik.

2. Slippery Slope

Sesat berpikir tipe ini menghubungkan proses yang panjang antara satu hal ke suatu hal
yang lain. Proses yang panjang tersebut adalah suatu hal yang runtut namun pada akhirnya
menimbulkan kesimpulan yang kurang tepat atau cenderung ngawur.

Contoh: Pulpen hilang, gak bisa nulis -> gak bisa nulis, gak ngerjain tugas -> gak ngerjain
tugas, nilai jelek -> nilai jelek, gak lulus -> gak lulus, susah dapet kerja -> susah dapet kerja
-> pengangguran -> pengangguran, gapunya uang buat makan -> gapunya uang buat
makan, kelaparan -> kelaparan, meninggal. Konklusi, pulpen hilang = meninggal.
Padahal kejadian hilangnya pulpen tidak mungkin sampai pada tahap akhir. Kesalahan
berpikir ini sebetulnya hanya untuk candaan saja, tapi bakal berbahaya juga kalau sampai
dianggap serius. Contoh dampak buruknya yaitu membuat orang jadi overthinking. 

3. False Dichotomy

Istilah jenis sesat berpikir ini adalah “hitam ya hitam, putih ya putih, tidak ada abu-abu”.
Biasanya orang yang berpikir dengan cara ini adalah orang yang wawasannya sempit atau
cenderung close minded.

Contohnya, si A mendukung penuh kebijakan pemerintah terkait dengan kartu prakerja.


Berbeda dengan si B yang menolak kebijakan tersebut dikarenakan suatu hal.  Si B menilai
si A adalah buzzer, sedangkan si A menilai si B orang yang rebel alias anarki.

Walaupun si A mendukung kebijakan pemerintah, bukan berarti si A adalah buzzer


pemerintah. Begitupula si B, walaupun menolak kebijakan tersebut tidak membuat si B
adalah anti pemerintah sepenuhnya.

4. Strawmam

Pemikiran ini biasanya terjadi pada dua orang yang saling berdebat dalam suatu forum.
Ketika masuk pada sesi argumentasi, argumen lawan bicara seolah-olah direspon dengan
argumen baru yang tidak nyambung sama sekali.

Contohnya, Pada forum diskusi pemilihan ketua BEM Amir berargumen bahwa BEM perlu
memangkas biaya operasional kantin untuk dialokasikan pada kegiatan sosial BEM. Budi
merespon argumen Amir dan menilai Amir tidak ingin memajukan kantin kampus.

Padahal belum tentu begitu maksud dari Amir. Argumen Budi seolah-olah membuat Amir
menjadi orang yang tidak peduli dengan kemajuan kantin, padahal Amir tidak berargumen
demikian.

5. Ad Hominem

Tipe sesat berpikir yang ini tidak fokus pada topik yang dibicarakan. Orang tipe ini biasanya
lebih memerhatikan orang yang berbicara ketimbang apa yang dibicarakan.

Contohnya, Reza sedang menyampaikan ide tentang memajukan pendidikan Indonesia


lewat pendidikan karakter dengan Ahmad. Si Ahmad malah meresponnya dengan kalimat
“Alah kamu kan cuma pengangguran, tau apa tentang pendidikan Indonesia?”
Sikap ini betul-betul harus kita hilangkan dalam diri. Cobalah memahami dan mendengar
argumen orang lain tanpa menyerang urusan pribadi atau karakter orang yang diajak
berbicara.

6. Circular Reasoning

adalah kesesatan dimana pemikir memulai dengan apa yang mereka coba akhiri.
Komponen argumen circular reasoning valid secara logis karena jika premisnya benar,
kesimpulannya pasti benar. Penalaran melingkar bukanlah kekeliruan logis formal tetapi
cacat pragmatis dalam argumen di mana premisnya sama membutuhkan bukti atau bukti
sebagai kesimpulan, dan sebagai akibatnya argumen tersebut gagal untuk meyakinkan.
Cara lain untuk mengungkapkan hal ini adalah bahwa tidak ada alasan untuk menerima
premis kecuali seseorang sudah mempercayai kesimpulannya, atau bahwa premis tersebut
tidak memberikan dasar atau bukti independen untuk kesimpulan tersebut. Mengemis
pertanyaan terkait erat dengan penalaran melingkar, dan dalam penggunaan modern
keduanya umumnya mengacu pada hal yang sama.

Contohnya, kamu bertanya pada seseorang dimana rumah Pak Budi. Orang tersebut
menjawab disamping masjid nurul ikhlas. Lalu kamu bertanya, dimana letak masjid nurul
ikhlas? Orang tersebut menjawab disamping rumah pak Budi.

Untuk menghindari sesat pikir atau menghindari kekeliruan berpikir perlu kiranya
mempelajari ilmu logika (filsafat) khususnya bagi mahasiswa, dengan logika membantu kita
berpikir lurus, efisien, tepat dan teratur untuk mendapatkan kebenaran dan menghindari
kekeliruan. Ilmu yang berasal dari Aristoteles ini menyampaikan berpikir benar, lepas dari
berbagai prasangka dan emosi; karena ilmu logika mendidik pikiran manusia bersikap
obyektif tegas dan berani.

Sumber referensi :

Massing, RI. 2019. Diktat Logika Kesesatan Berpikir. Surabaya:Kalangan Sendiri


Sumaryono, E. 1999. Dasar-dasar Logika, Yogyakarta : Kanisius
https://lintasgayo.co/2018/12/27/kuliah-logika-sesat-pikir-dalam-berpikir/
https://id.wikipedia.org/wiki/Kesesatan
https://cariilmu.co.id/sesat-berpikir-yang-harus-segera-kamu-hindari/

Anda mungkin juga menyukai