Anda di halaman 1dari 14

Kata Pengantar

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wataala, karena berkat
rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Kesesatan Berpikir. Makalah ini
diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Logika.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah
ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah
ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Jakarta , Oktober 2015

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Logika mempelajari hukumhukum, patokanpatokan dan rumusrumus berfikir.
Psikologi juga membicarakan aktivitas berfikir. Karena itu kita hendaklah berhatihati melihat
persimpangan dengan logika.1[1]
Berfikir adalah aktivitas yang dilakukan oleh seluruh manusia. Suatu aktivitas yang
berhubungan erat dengan kerja akal. Akal manusialah yang menjadi salah satu alat menyerap
pengetahuan, menemukan dan membedakan mana yang benar atau keliru.
Namun, manusia yang memiliki pengetahuan terbatas ataupun belum memaksimalkan
fungsi akalnya terkadang terjebak kepada kekeliruan atau kerancuan dalam berpikir. Hal ini
wajar, karena akal bekerja berdasarkan hukum-hukum universal tertentu. Ketidaktaatan terhadap
hukum-hukum universal dalam berpikir, menjadikan seseorang melakukan kekeliruan atau
kesalahan. Dalam ungkapan yang lebih ekstrem, seseorang yang tidak menaati hukum berpikir
dapatlah dikatakan sebagai seseorang yang tidak rasional (irrasional).
Orang kemudian mengenal hukum-hukum berpikir rasional yang universal itu dengan
istilah Logika. Suatu istilah yang diperkenalkan oleh Aristoteles, filsuf Yunani kuno. Di dunia
Arab (Islam), Logika kemudian populer dengan istilah Mantiq. Dan kekeliruan berpikir adalah
salah satu bagian penting yang dibahas dalam studi tentang logika
Bagi setiap orang, apalagi kaum cendekiawan, menghindari melakukan kekeliruan
dalam berpikir ini menjadi suatu keharusan. Sebab dari proses berpikirlah kehidupan, budaya,
tradisi, bahkan sebuah peradaban dibangun. Bukankah peradaban yang berakar dan dibangun
dari cara berpikir yang salah akan menyengsarakan manusia. Jalaludin Rahmat, cendekiawan
muslim Indonesia itu bahkan menempatkan kekeliruan berpikir sebagai salah satu penghambat
pertama dan utama proses rekayasa sosial dalam masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Dari Latar belakang tersebut, maka perlu kiranya penulis untuk menjelaskan secara rinci
mengenai

1. pengertian kesalahan
2. pengertian kesalahan informal
3. macam-macam kesalahan informal.

C. Tujuan
Pembahasan makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan:

1. Pengertian kesalahan

2. Pengertian kesalahan informal

3. Macam-macam kesalahan informal


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesalahan dan Jenis Kesalahan

Dalam logika dikenal istilah strategems atau fallacies; yakni kesalahan argumentasi
karena kerancuan menggunakan bahasa atau kekeliruan berpikir. Bila logika mengajarkan
kepada kita tehknik berpikir kritis, strategems adalah teknik berpikir tidak kritis.2[2]
Yang dimaksud Fallacy (Kesalahan) adalah pemikiran yang menyesatkan. Menyesatkan
nampaknya benar, tetapi sebenarnya tidak. Pengertian kesalahan juga dapat diterapkan pada
setiap aksi akal budi yang tidak sah karena sebenarnya kesalahan itu disebabkan tidak mematuhi
hukumhukum atau aturan pemikiran kesalahan dalam berfikir ialah kekeliruan penalaran yang
disebabkan pengambilan kesimpulan yang tidak sahih dengan melanggar ketentuan-ketentuan
logika atau susunan dan pengunaan bahasa serta penekanan katakata yang secara sengaja atau
tidak pertautan atau asosiasi gagasan yang tidak tepat.
Menurut Sumarsono, seasat piker adalah proses penalaran atau argumentasi yang
sebenarnya tidak logis, salah arah, menyesatkan, suatu gejala berpikir yang salah yang
disebabkan pemaksaan prinsipprinsip logika tanpa memperhatikan relevansinya. Kesesatan
penalaran terdapat pada siapa saja bukan kesesatan dalam faktafakta, tetapi dari bentuk
penarikan kesimpulan yang salah karena tidak dari premispremis yang menjadi acuan.
Banyak pengelompokan yang dilakukan oleh berbagai pemikir terhadap aspek-aspek
yang termasuk ke dalam kekeliruan berpikir, baik secara umum maupun secara detail. Tapi dari
berbagai pembagian aspek yang berhubungan dengan kekeliruan itu, pembagian oleh Mundiri
(Logika, 1994), sepertinya merupakan salah satu pembagian yang cukup akurat dan sederhana.
Mundiri membagi jenis-jenis kekeliruan itu ke dalam 3 kelompok besar ; kekeliruan formal yang
berhubungan dengan bentuk dari premis-premis dalam silogisme, kekeliruan informal yang
berhubungan dengan aspek materi dari suatu kesimpulan logis, dan kekeliruan penggunaan
bahasa yang berhubungan dengan pelak-pelik ungkapan dan tata bahasa yang kemudian

2[2] http://filsafat-misbah.blogspot.com/2007/10/kekeliruan-berpikir.html
menyebabkan kesalahan penafsiran. Ketiga kelompok besar ini, memerlukan uraian tersendiri
untuk dapat kita ketahui bagian-bagiannya.3[3]
Namun dalam makalah ini, penulis hanya membahas lebih mendalam mengenai
kesalahan berfikir secara informal saja.

B. Pengertian Kesalahan Secara Informal


Kesesatan informal (informal fallacy) atau kesesatan material adalah kekeliruan yang
terjadi akibat kekacauan konotasi atau denotasi term-term yang dipakai karena asumsi-asumsi
yang salah atas fakta atau realitas.
Kesesatan informal bisa juga karena ketidaktahuan terhadap permasalahan yang ada.

C. Macam-macam Kesalahan Berfikir Informal

1. Fallacy of Hasty Generalization (Kekeliruan Karena Membuat Generalisasi yang Terburu-buru)


Kekeliruan berfikir karena tergesa-gesa membuat generalisasi, yaitu mengambil
kesimpulan umum dari kasus individual yang terlampau sedikit, sehinggga kesimpulan yang
ditarik melampau batas lingkungannya, seperti :
Dia orang Islam mengapa membunun. Kalau begitu orang Islam memang jahat.
Panen di kabupaten itu gagal, kalau begitu tahun ini Indonesia harus mengimpor beras.
2. Fallacy of Forced Hypothesis (Kekeliruan Karena Memaksakan Praduga)
Kekeliruan berfikir karena menetapkan kebenaran suatu dugaan, seperti :
Seorang pegawai datang ke kantor dengan luka goresan di pipinya. Seseorang menyatakan
bahwa istrinyalah yang melukainya dalam suatu percekcokan karena diketahuinya selama ini
orang itu kurang harmonis hubungannya dengan istrinya, padahal sebenarnya karean goresan
besi pagar.
Dua orang tengah berbicara dengan berbisik-bisik. Kemudian datang seseorang yang kebetulan
mempunyai hugungan tidak baik dnegan salah satu di antara mereka. Orang yang datang ini
kemudian berkata ; Kau memang tidak suka padaku. Kejelakanku kau siarkan ke mana-mana.
(Padahal dua orang yang berbincang itu tengah merundingkan masalah lain)
3. Fallacy of Begging the Question (Kekeliruan Kerna Mengundang Permasalahan)

3[3] Mundiri, Logika, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003), Cet ke-8, h. 211-224
Kekeliruan berfikir karena mengambil konklusi dari premis yang sebenarnya harus
dibuktikan dahulu kebenarannya, seperti :
Allah itu mesti ada karena ada bumi (di sini orang akan membuktikan bahwa Allah itu ada
dengan dasar adanya bumi, tetapi tidak dibuktikan bahwa bumi adalah ciptaan Allah).
Surat kabar X merupaka sumber informasi yang reliable, karena beritanya tidak pernah basi. (Di
sini orang hendak membuktikan bahwa surat kabar X memang merupakan sumber informasi
yang dapat dipercaya berdasarkan pemberitaannya yang up to date, tanpa dibuktikan
pemberitaannya memang dapat diuji kebenarannya).
4. Fallacy of Circular Argument (Kekeliruan Karena Menggunakan Argumen yang Berputar)
Kekeliruan berfikir karena menarik konklusi dari satu premis kemudian konklusi
tersebut dijadikan premis sedangkan premis semula dijadikan konklusi pada argumen berikutnya,
seperti ;
Sarjana-sarjana lulusan perguruan tinggi Omega kurang bermutu Karen organisasinya kurang
baik. Mengapa organisasi perguruan tinggi itu kurang baik? Dijawab karean lulusan perguruan
tinggi itu kurang bermutu.
Ekonomi Negara X tidak baik karena banyak pegawai yang korupsi. Mengapa banyak pegawai
yang korupsi? Jawabnya karena ekonimi Negara kurang baik.
5. Fallacy of Argumentative Leap (Kekeliruan Karena Berganti Dasar)
Kekeliruan berfikir karena mengambil kesimpulan yang tidak diturunkan dari
premisnya. Jadi mengambil kesimpuulan melompat dari dasar semula, seperti:
Ia kelak menjadi mahaguru yang cerdas, sebab orang tuanya kaya.
Pantas ia cantik Karena pendidikannya tinggi.
Bentuk tulisannya bagus, jadi ia adalah anak yang pandai.
6. Fallacy of Appealing to Authority (Kekeliruan Karena Mendasarakan pada Otoritas)
Kekeliruan berfikir karena mendasarkan diri pada kewibawaan atau kehormatan
seseorang tetapi dipergunakan untuk permasalahan di luar otoritas ahli tersebut, seperti:
Pisau cukur ini sangat baik, sebab Rudi Hartono selalu menggunakannya. (Rudi Hartono adalah
seorang olah ragawan, ia tidak mempunyai otoritas untuk menilai bagusnya logam yang dipakai
untuk membuat pisau cukur).
Bangunan ini sungguh kokoh, sebab dokter Haris mengatakan demikian. (Dokter Haris adalah
ahli kesehatan, bukan insinyur bangunan).
7. Fallacy of Appealing to Force (Kekeliruan Karena Mendasarkan Diri pada Kekuasaan)
Kekeliruan berfikir karena berargumen dengan kekuasaan yang dimiliki, seperti
menolak pendapat/argumen seseorang dengan menyatakan:
Kau maswih juga membantah pendapatku. Kau baru satu tahun duduk dibangku perguruan
tinggi, aku sudah lima tahun.
Ketika ditanyakan kepada Stalin tentang kemungkinan perwakilan Paus dari Roma dalam
konferensi-konferensi Internasional, ia menjawab: Berapa divisi tentara yang dimiliki Paus dari
Roma itu untuk suatu perang terbuka? (Di sini Stalin hendak menolak usul itu dengan
menunjukkan bahwa Paus tidak mempunyai kekuatan militer yang cukup).
8. Fallacy of Abusing (Kekeliruan Karena Menyerang Pribadi)
Kekeliruan berfikir karena menolak argumen yang dikemukakan seseorang dengan
menyerang pribadinya, seperti:
Dia adalah seseorang yang brutal, jangan dengarkan pendapatnya.
Jangan dengarkan gagasan dia tentang konsep kemajuan desa ini. Waktu ia menjabat kepala desa
di sini ia menyelewengkan uang Bandes (Bantuan Desa).
9. Fallacy of Ignorance (Kekeliruan Karena Kurang Tahu)
Kekeliruan berfikir karena menganggap bila lawan bicara tidak bisa membuktikan
kesalahan argumentasinya, dengna sendirinya argumentasi yang dikemukakannya benar, seperti :
Sudah beberapa kali kau kemukakan alasanmu tetapi tidak terbukti gagasanku salah. Inilah
buktinya bahwa pendapatku benar.
Kalau kau tidak bisa membuktikan bahwa hantu itu ada maka teranglah pendapatku benar,
bahwa hantu itu tidak ada.
10. Fallacy of Complex Question (Kekeliruan Karena Pertanyaan yang Ruwet)
Kekeliruan berfikir karena mengajukan pertanyaan yang bersifat menjebak, seperti :
Jam berapa kau pulang semalam? ;(Yang ditanya sebenarnya tidak pergi. Penanya hendak
memaksakan pengakuan bahwa yang ditanya semalam pergi).
Jadi, anda sekarang berhenti dari kebiasaan menganiaya istri anda? (Penanya hendak
memaksakan pengakuan bahwa yang ditanya pernah menganiaya istrinya). Jika pertanyaan ini
dijawab dengan ya berarti orang yang ditanya setidak-tidaknya pernah menganiaya istrinya.
Bila dijawab tidak berarti yang ditanya terus melaksanakan kebiasaan jeleknya menganiaya
istrinya; padahal orang yang ditanya barangkali memang belum pernah melakukan penganiayaan
kepada istrinya.
11. Fallacy of Oversimplification (Kekeliruan Karena Alasan Terlalu Sederhana)
Kekeliruan berfikir karena berargumentasi dengan alasan yang tidak kuat atau tidak
cukup bukti, seperti :
Kendaraan buatan Honda adalah terbaik, karena paling bnyak peminatnya.
Marilah kita jaga agar pikiran kita yang suci ini jangan sampai dikotori oleh jalan pikiran ahli
teologi, karena permasalahn teologi adalah meyesatkan pikiran kita. Coba pikir dalam
permasalahan kejahatan berarti Tuhan adalah jahat; sedangkan bika Tuhan tidak menghendaki
kejahatan berarti Tuhan itu lemah, karena di dunia ini kejahatan selalu ada. Coba tuan-tuan milih
alternatif mana. Inilah bukti ilmu teolog adalah menyesatkan. (di sini seseorang hendak
mengajak orang lain agar menjauhi penyelidika di bidang teolog dengan mengajukan bukti yang
belum cukup kuat bahwa teolog memang harus dihindari).
12. Fallacy of Accident (Kekeliruan Karena Menetapkan Sifat)
Kekeliruan berfikir karena menetapkan sifat bukan keharusan yang ada pada suatu
benda bahwa sifat itu tetap ada selamanya, seperti :
Daging yang kita makan hari ini adalah dibeli kemarin. Daging yang dibeli kemarin adalag
daging mentah. Jadi hari ini kita makan daging mentah.
13. Fallacy if Irrelevent Argument (Kekeliruan Karena Argumen yang TIdak Relevan)
Kekeliruan berfikir karena mengajukan argument yang tidak ada hubungannya dengan
masalah yang menjadi pokok pembicaraan, seperti :
Pisau silet itu berbahaya daripada peluru, karena tangan kita seringkali teriris oleh pisau silet dan
tidak pernah oleh peluru.
Kau tidak mau mengenakan baju yang aku belikan. Apakah engkai mau telanjang berangkat ke
perjamuan itu?
14. Fallacy of False Analogy (Kekeliruan Karena Salah Mengambil Analogi)
Kekeliruan berfikir karena menganalogikan dua permasalahan yang kelihatannya mirip,
tetapi sebenarnya berbeda secara mendasar, seperti :
Saya heran mengapa banyak orang takut menggunakan kapal terbang dalam bepergian karena
banyak orang tewas kerana kecelakaan kapal terbang. Kalau begitu sebaiknya orang jangan tidur
di tempat tidur, karena hampir semua orang menemui ajalnya di tempat tidur.
Seniman patung memerlukan bahan untuk menciptakan karya-karya seni, maka Tuhan pun
memerlukan bahan dalam menciptakan alam semesta.
15. Fallacy of Appealing to Pity (Kekeliruan Karena Mengundang Belas Kasihan)
Kekeliruan berfikir karena menggunakan uarain yang sengaja menarik belas kasihan
untuk mendapatkan konklusi yang diharapkan. Uraian itu sendiri tidak salah tetapi menggunakan
uraian-uraian yang menarik belas kasihan agar kesimpulan menjadi lain. Padahal masalahnya
berhubungan dengan fakta, bukan dengan perasan inilah letak kekeliruannya. Kekeliruan pikir
ini sering digunakan dalam peradilan oleh pembela atau terdakwa, agar hakim memberikan
keputusan yang sebaik-baiknya, seperti pmbelaan Clarence Darrow, seorang penasihat hukum
terhadap Thomas I Kidd yang dituduh bersekongkol dalam beberapa perbuatan criminal dengan
mengatakan sebagai berikut :
Saya sampaikan pada anda (para yuri), bukan untuk kepentingan Thomas Kidd tetapi
menyangkut permasalahan yang panjang, ke belakang ke masa yang sudah lampau maupun ke
depan masa yang akan datang, yang menyangkut seluruh manusia di bumi. Saya katakan pada
anda bukan untuk Kidd, tetapi untuk mereka yang bangun pagi sebelum dunia menjadi terang
dan pulang pada malam hari setelah langit diteraingi bintang-bintang, mengorbankan kehidupan
dan kesenangnnya, bekerja berat demi terselenggarakannya kemakmuran dan kebesaran, saya
sampaikan pada anda demi anak-anak yang sekarang hidup maupun yang akan lahir.
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Yang dimaksud Fallacy (Kesalahan) adalah pemikiran yang menyesatkan. Menyesatkan
nampaknya benar, tetapi sebenarnya tidak.
Kesesatan informal (informal fallacy) atau kesesatan material adalah kekeliruan yang
terjadi akibat kekacauan konotasi atau denotasi term-term yang dipakai karena asumsi-asumsi
yang salah atas fakta atau realitas.
Kesesatan informal bisa juga karena ketidaktahuan terhadap permasalahan yang ada.

B. Saran
Pada kenyataannya, pembuatan makalah ini masih bersifat sangat sederhana
dan simpel. Serta dalam Penyusunan makalah inipun masih memerlukan kritikan dan
saran bagi pembahasan materi tersebut. Dan saran dari teman mahasiswa dianggap
lebih kredibel, tetapi tentu saja merupakan sumber informasi yang objektif.
DAFTAR PUSTAKA

Mundiri, Logika, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003, Cet ke-8


Abu, Drs. Ahmadi dan Drs. Umar Muhammad, Logika, Semarang : PT Bina Ilmu,1982.
Agung, Drs. Sujanto, Psikologi Umum, Jakarta : PT Bani Aksara, 2009 cet 15
Burhan, J. dan P.S. Mehra, Pengantar Logika Ttradisional, bandung, 1968.
Copi, Irving, M. dan James A. Gould, Reading on Logic, New York. 1971.
Muhadjir, Noer, Pengantar Logika Seri A,B,C, Yogyakarta : Rak Press, 1975.
Mundiri, Drs. H, Logika, Jakarta : Rajawali Pers, 2009.
Pentiot, H. Introduction a la Philosophietraditionnelle ou ciassique, Paris, 1914.
Suharto, Heru, Kesesatan kesesatan dalam penalaran, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1994.
Sumaryono, E, Dasar dasar Logika, Yogyakarta : Kanisius, 1999.

4[1] Noer Muhadjir. Pengantar Logika Seri A,B,C, Yogyakarta : Rak Press, 1975, hal. 8
5[2] http://filsafat-misbah.blogspot.com/2007/10/kekeliruan-berpikir.html
6[3] Mundiri, Logika, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003), Cet ke-8, h. 211-224

Anda mungkin juga menyukai