com
Soal :
1. Apakah pengertian Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi dalam filsafat?
Jawab :
dijawab dengan sains dan dapatkah kita mengetahui pikiran dan perasaan orang
lain. Pengkajian dari epistemologi adalah hakekat pengetahuan yang terdiri empat
pokok persoalan pengetahuan seperti keabsahan, struktur, batas dan sumber.
Aksiologi dan Estetika. Aksiologi atau etika studi tentang prinsip-prinsip
dan konsep yang mendasari penilaian terhadap prilaku manusia. Contohnya
tindakan yang membedakan benar atau salah menurut moral, apakah kesenangan
merupakan ukuran dapat dikatakan sebagai ukuran yang baik, apakah putusan
moral bertindak sewenang-wenang atau bertindak sekehendak hati. Sedangkan
estetika studi yang mendasarkan prinsip yang mendasari penilaian kita atas
berbagai bentuk seni. Apakah tujuan seni, apa peranan rasa dalam pertimbangan
estetis, bagaimana kita mengenal sebuah karya besar seni.
Soal :
2. Apakah paradigma? Apakah peran paradigma dalam pengembangan ilmu?
Jawab :
paradigma akan sering menggantikan berbagai gagasan yang dikenal, maka lebih
banyak yang perlu dikatakan tentang alasan penggunaannya.
Pemisahan bidang-bidang yang di dalamnya telah terdapat paradigma yang
mantap sejak zaman prasejarah, seperti matematika dan astronomi, dan juga
bidang-bidang yang muncul dengan pembagian dan penggabungan ulang, seperti
biokimia, keadaan di atas merupakan kekhasan historis. Namun sejarah juga
mengemukakan beberapa alasan bagi kesulitan yang dijumpai di jalan itu. Dalam
ketiadaan paradigma atau calon paradigma, semua fakta yang mungkin dapat
merupakan bagian dari perkembangan sains tertentu cenderung tampak sama
relevannya.
3. Sifat Sains yang Normal
Dalam penggunaannya yang telah mapan, paradigma adalah model atau
pola yang diterima, dan aspek maknannya itu telah memungkinkan, karena tidak
memiliki kata yang lebih baik untuk mengambil paradigma, bagi keperluan sendiri
disini. Akan tetapi tidak lama lagi akan jelas bahwa pengertian model dan pola
yang memungkinkan pengambilan paradigma itu tidak sama benar dengan
pengertian yang biasa digunakan untuk mendefinisikan paradigma. Dalam
penerapan yang baku ini, paradigma berfungsi dengan memperbolehkan replikasi
contoh-contoh yang masing-masing pada prinsipnya dapat menggantikannya. Di
pihak lain, dalam sebuah sains paradigma jarang merupakan obyek dari replikasi,
akan tetapi, seperti keputusan yudikatif yang diterima dalam hukum tak tertulis, ia
adalah objek bagi pengutaraan dan rincian lebih lanjut dalam keadaan yang baru
atau lebih keras.
Untuk mengetahui bagaimana hal itu bisa terjadi, kita harus ingat betapa
sangat terbatasnya suatu paradigma, baik dalam cakupannya maupun dalam
ketepatannya, pada saat pertama kali muncul. Paradigma memperoleh statusnya
karena lebih berhasil darpada saingannya dalam memecahkan beberapa masalah
yang mulai diakui oleh kelompok pemraktek bahwa masalah-masalah itu rawan.
Tiga fokus penyelidikan sains yang aktual yaitu :
- Pertama adalah kelas fakta-fakta yang telah diperlihatkan oleh paradigma
bahwa sangat menyingkapkan sifat tertentu.
- Kedua yang biasa tetapi lebih kecil dari penetapan-penetapan fakta ditujukan
kepada fakta-fakta yang, meskipun sering tanpa banyak kepentingan hakiki,
dapat dibandingkan secara langsung dengan prakiraan-prakiraan teori
paradigma.
- Ketiga adalah yang ditujukan untuk mengartikulasikan suatu paradigma.
Eksperimen ini, lebih dari yang lain-lain, dapat menyerupai eksplorasi, dan
terutama sangat sering digunakan dalam periode-periode itu dan dalam sain-
sains yang lebih banyak berurusan dengan aspek-aspek kualitatif daripada
aspek-aspek kuantitatif dari regularitas alam.
tak langsung atau bukti berupa prilaku yang oelh ilmuwan dengan paradigma baru
terlihat berbeda dari yang telah dilihatnya sebelum itu.
11. Tampaknya Bukan sebagai Revolusi
Sampai disini saya telah mencoba memperagakan revolusi-revolusi dengan
ilustrasi, dan contoh-contohnya dapat dilipat gandakan sampai tingkat yang
memuakkan. Akan tetapi, jelas bahwa kebanyakan diantarannya, yang dengan
sengaja dipilih karena sudah dikenal, biasanya dipandang bukan sebagai revolusi,
melainkan tambahan kepada pengetahuan sains.
Namun, sebagai wahana pedagogis untuk melestarikan sains yang normal,
buku teks harus ditulis ulang seluruhnya atau sebagian apabila bahasa, struktur
masalah, atau standar sains yang normal berubah. Singkat kata, buku teks harus
ditulis ulang setelah revolusi sains dan, setelah ditulis ulang, mau tak mau ia akan
menyamarkan bukan hanya peran, melainkan juga adanya revolusi yang
menghasilkannya. Kecuali jika masa hidupnya pribadi mengalami revolusi,
kesadaran historis ilmuwan yang berkarya maupun orang awam pembaca
kepustakaan buku teks hanya memperluas akibat revolusi yang paling baru dalam
bidangnya.
Lebih dari aspek manapun dari sains, bentu pedagogis itu lebih menekankan
citra kita tentang sifat sains dan tentang peran penemuan dan penciptaan dalam
kemajuan.
12. Pemecahan Revolusi
Buku-buku teks yang baru saja kita bahas hanya dihasilkan sebagai akibat
revolusi sains. Mereka merupakan dasar tradisi baru sains yang normal. Tak dapat
dihindarkan pada masa-masa revolusi nampaknya keyakinan tangguh dan bandel,
dan kadang-kadang memang menjadi demikian. Akan tetapi, ia juga suatu
kelebihan. Keyakinan yang sama itulah yang memungkinkan adanya sains yang
normal atau sains yang memecah teka-teki. Dan hanya yang melalui sains yang
normallah masyarakat profesional para ilmuwan berhasil, pertama dalam
memanfaatkan lingkup potensial dan petisi paradigma yang lama, dan kemudian
dalam mengisolasi kesukaran melalui studi yang bisa memunculkan paradigma
baru.
Ini tidak menyatakan bahwa paradigma baru pada akhirnya meraih
kemenangan melalui estetika mistik. Sebaliknya, sangat sedikit orang yang
meninggalkan tradisi hanya karena alasan-alasan ini. Seringkali mereka yang
berbalik itu disesatkan. Akan tetapi jika suatu paradigma bagaimanapun harus
menang, ia harus memperoleh beberapa pendukung, yakni orang-orang yang akan
mengembangkannya sampai titik ketika argumen-argumen yang keras kepala itu
dapat dibuat dan dilipat gandakan.
Soal :
3. Mengapakah satu paradigma dalam ilmu pengetahuan berubah? Tuliskan
contoh untuk mendukung argumen Saudara!
Jawab :
Berawal dari kesadaran tentang realitas atas tangkapan indra dan hati
yang kemudian diproses akal untuk menentukan sikap mana yang benar dan mana
yang salah terhadap suatu objek atau realitas. Cara seperti ini bisa disebut sebagai
proses rasionalitas dalam limu. Sementara itu, proses rasionalitas itu mampu
mengantarkan seseorang untuk memahami metarsional sehingga muncul suatu
kesadaran baru tentang realitas metafisika yakni apa yang terjadi di balik objek
rasional yang bersifat fisik itu.
Para ilmuwan dalam ilmu normal biasanya bekerja dalam kerangka
seperangkat aturan yang sudah dirumuskan secara jelas berdasarkan paradigma
dalam bidang tertentu, sehingga pada dasarnya solusinya sudah dapat diantisipasi
terlebih dahulu. Dengan demikian, kegiatan ilmiah dalam kerangka ilmu noprmal
adalah seperti kegiatan “puzzle solving”. Implikasinya adalah bahwa kegagalan
menghasilkan suatu solusi terhadap masalah tertentu lebih mencerminkan tingkat
kemampuan ilmuwannya ketimbang sifat dari masalah yang bersangkutan atau
metode yang digunakan.
Jika paradigma baru itu diterima oleh komunitas ilmiah, maka hal itu
berarti bahwa paradigma terdahulu ditolak atau ditinggalkan. Paradigma yang
baru akan diterima sebagai pengganti yang lama, jika paradigma baru itu mampu
memberikan penyelesaian terhadap anomali yang ditemukan dan tidak
terselesaikan dalam kerangka paradigma lama, memiliki lebih banyak prefisi
kuantitatif dan dapat meramalkan fenomena baru, memiliki kualitas estetika
tertentu atau idukung oleh sejumlah anggota komunitas yang berpengaruh.
Diterimanya paradigma baru berarti terbentuk ilmu normal baru yang akan
berkembang sampai terjadi lagi revolusi ilmiah. Demikianlah bahwa dalam
dinamika kegiatan ilmiah, para ilmuwan dapat menyadari adanya peningkatan
anomali yang penyelesaiannya menyimpang dari paradigma yang berlaku.
Perubahan paradigma itu menimbulkan berbagai perubahan dalam
kegiatan ilmiah. Hal itu akan menimbulkan redefinisi ilmu yang bersangkutan.
Beberapa masalah dinyatakan sebagai masalah yang termasuk dalam disiplin lain
atau dinyatakan bukan masalah ilmiah lagi. Dengan demikian, yang sebelumnya
dianggap bukan masalah atau hanya masalah kecil, kini menjadi masalah pokok.
Standar dan kriteria untuk menentukan keabsahan masalah dan keabsahan solusi
masalah dengan sendirinya juga berubah. Secara umum dapat dikatakan bahwa
perubahan paradigma itu membawa transformasi dalam “ the scientific
imagination” dan dengan itu juga terjadi “transformation of the world”.
Berdasarkan deskripsi perkembangan aliran filsafat ilmu yang
berpengaruh tersebut di atas, kiranya dapat dikemukakan argumen sebagai
berikut:
Pertama, bahwa apa yang dikemukakan oleh Thomas Kuhn adalah sebagai suatu
pengungkapan sejarah perkembangan sains yang secara analitis dapat diketahui
secara pasti kategoris-kategoris yang terkandung dalam suatu pilihan objek
perkembangan sains itu sendiri. Dari segi metodologis apa yang dikemukakan oleh
Thomas Kuhn tersebut dapat menambah pemahaman kita tentang suatu proses
perkembangan ilmu pengetahuan dalam hal ini sains secara revolusioner dengan
paradigma sebagai citra pencarian kebenaran.
Kedua, sumbangan terbesar Thomas Kuhn di bidang disiplin ilmu lainnya adalah
tawaran suatu telaah baru terhadap ketatnya konstruksi metodologi yang
mungkin dapat membelenggu perkembangan ilmu itu sendiri walaupun disadari
hal itu tidaklah mudah manakala keberanian menampilkan suatu perspektif
paradigma baru dalam menatap persoalan suatu disiplin ilmu tidak juga
memunculkan persoalan-persoalan mendasar untuk ditelaah. Dalam hal ini
disinyalir adanya kebebasan untuk secara berani menelaah perkembangan disiplin
ilmu dan implementasinya terhadap masyarakat.
Ketiga, Indonesia saat ini sedang dilanda krisis multi dimensional, hal ini ditandai
dengan munculnya berbagai persoalan hidup yang kompleks dan tak kunjung
terselesaikan. Pendekatan secara sistematik masing-masing disiplin ilmu kiranya
tidak cukup untuk mengatasi multi krisis tersebut. Untuk itu perlunya suatu
dimensi paradigma baru yang mampu menciptakan keterkaitan antara berbagai
disiplin ilmu tanpa harus kehilangan jati diri masing-masing dalam bentuk lahirnya
sebuah terapi ilmiah baru guna memecahkan berbagai krisis tersebut. Telaah
alternatif yang dikemukakan oleh Thomas Kuhn tersebut di atas kemungkinan bisa
dijadikan solusi bagi pencapaian tujuan yang dimaksud.
Soal :
4. Uraikan hubungan filsafat dengan ilmu?
Jawab :
· Filsafat adalah induk semua ilmu pengetahuan. Dia memberi sumbangan dan
peran sebagai induk yang melahirkan dan membantu mengembangkan ilmu
pengetahuan hingga ilmu pengetahuan itu itu dapat hidup dan berkembang.
(1985), yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat,
sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut.
Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya,
dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi
perbedaan yang muncul. Oleh karena itu, maka bidang filsafatlah yang mampu
mengatasi hal tersebut. Hal ini senada dengan pendapat Immanuel Kant (dalam
Kunto Wibisono dkk., 1997) yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin
ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan
manusia secara tepat. Oleh sebab itu Francis Bacon (dalam The Liang Gie, 1999)
menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the
sciences).
Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa
ini tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat
tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Dengan mengutip ungkapan dari
Michael Whiteman (dalam Koento Wibisono dkk.1997), bahwa ilmu kealaman
persoalannya dianggap bersifat ilmiah karena terlibat dengan persoalan-persoalan
filsafati sehingga memisahkan satu dari yang lain tidak mungkin. Sebaliknya,
banyak persoalan filsafati sekarang sangat memerlukan landasan pengetahuan
ilmiah supaya argumentasinya tidak salah. Lebih jauh, Jujun S. Suriasumantri
(1982:22), –dengan meminjam pemikiran Will Durant– menjelaskan hubungan
antara ilmu dengan filsafat dengan mengibaratkan filsafat sebagai pasukan marinir
yang berhasil merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan
infanteri ini adalah sebagai pengetahuan yang diantaranya adalah ilmu. Filsafatlah
yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan. Setelah itu, ilmulah
yang membelah gunung dan merambah hutan, menyempurnakan kemenangan ini
menjadi pengetahuan yang dapat diandalkan.
Untuk melihat hubungan antara filsafat dan ilmu, ada baiknya kita lihat pada
perbandingan antara ilmu dengan filsafat dalam bagan di bawah ini, (disarikan
dari Drs. Agraha Suhandi, 1992)
Ilmu Filsafat
Segi-segi yang dipelajari dibatasi Mencoba merumuskan pertanyaan atas
agar dihasilkan rumusan-rumusan jawaban.
yang pasti
Mencari prinsip-prinsip umum, tidak
Obyek penelitian yang terbatas membatasi segi pandangannya bahkan
cenderung memandang segala sesuatu
secara umum dan keseluruhan
Soal :
5. Ada 5 kriteria yang digunakan unuk menentukan teori ilmiah. Uraikanlah
kelima kriteria itu dengan menuliskan contoh
Jawab :
Filsafat ilmu memiliki tiga cabang kajian yaitu ontologi, epistemologi dan
aksiologi. Ontologi membahas tentang apa itu realitas. Dalam hubungannya
dengan ilmu pengetahuan, filsafat ini membahas tentang apa yang bisa
dikategorikan sebagai objek ilmu pengetahuan. Dalam ilmu pengetahuan modern,
realitas hanya dibatasi pada hal-hal yang bersifat materi dan kuantitatif. Ini tidak
terlepas dari pandangan yang materialistik-sekularistik. Kuantifikasi objek ilmu
pengetahuan berari bahwa aspek-aspek alam yang bersifat kualitatif menjadi
diabaikan. Epistemologis membahas masalah metodologi ilmu pengetahuan.
Dalam ilmu pengetahuan modern, jalan bagi diperolehnya ilmu pengetahuan
adalah metode ilmiah dengan pilar utamanya rasionalisme dan empirisme.
Aksiologi menyangkut tujuan diciptakannya ilmu pengetahuan,
mempertimbangkan aspek pragmatis-materialistis.
Dari semua pengetahuan, maka ilmu merupakan pengetahuan yang aspek
ontologi, epistemologi, dan aksiologinya telah jauh lebih berkembang
dibandingkan dengan pengetahuan-pengetahuan lain, dilaksanakan secara
KESIMPULAN
Uraian dan ulasan mengenai berbagai teori kebenaran di atas telah menunjukkan
kelebihan dan kekurangan dari berbagai teori kebenaran.
Teori Kebenaran Kelebihan Kekurangan Korespondensi sesuai dengan
fakta dan empiris kumpulan fakta-fakta Koherensi bersifat rasional dan Positivistik
Mengabaikan hal-hal non fisik Pragmatis fungsional-praktis tidak ada kebenaran
mutlak Performatif Bila pemegang otoritas benar, pengikutnya selamat Tidak
kreatif, inovatif dan kurang inisiatif Konsensus Didukung teori yang kuat dan
masyarakat ilmiah Perlu waktu lama untuk menemukan kebenaran.
Teori kebenaran yang menurut penulis paling sesuai pada masa kini
adalah Teori Kebenaran Konsensus. Dengan kekuatan paradigma dan masyarakat
sains pendukungnya, diharapkan kebenaran konsensus dapat menjawab berbagai
problema kehidupan manusia di masa depan. Krisis global berupa krisis lingkungan
dan krisis kemanusiaan yang selama ini telah dialami oleh manusia karena Sains
Modern, cepat atau lambat akan dijawab oleh konsensus baru dengan paradigma
yang menghasilkan metode yang lebih tepat dalam mengantisipasi krisis global
tersebut.
Teori kebenaran yang paling lemah argumennya, adalah kebenaran
performatif. Kebenaran yang kuat adalah yang didasari oleh rasio, logika dan fakta
empiris serta fungsional bagi umat manusia. Kebenaran yang didukung luas oleh
masyarakat ilmiah, dan menjadi rujukan kebenaran tidak hanya dalam sains tetapi
juga masalah budaya dan sosial lebih baik dan kuat lagi.
Kelima macam teori kebenaran di atas adalah berbagai cara manusia
memperoleh kebenaran yang sifatnya relatif atau nisbi. Kebenaran absolut atau
kebenaran mutlak berasal dari Tuhan yang disampaikan kepada manusia melalui
wahyu. Alam dan kehidupan merupakan sumber kebenaran yang tersirat dari
tuhan untuk dipelajari dan diobservasi guna kebaikan umat manusia.
Soal :
6. Satu teori dalam ilmu pengetahuan tidak mungkin mutlak kebenarannya.
Dengan kata lain, teori ilmu pengetahuan harus memiliki kesalahan. Uraikan
pengertian dan interpretasi pernyataan ini.
Jawab :
Karl R. Popper (1902-1994) seorang pemikir Jerman yang sebenarnya aktif di
Lingkaran Wina, namun ia menolak prinsip verifikasi (pembuktian teori lewat
cocoknya fakta-fakta). Teori merupakan salah satu teori utama dalam Lingkaran
Wina, melalui teori ini, Lingkaran Wina menentukan batas antara pengetahuan
dan non-pengetahuan. Bila suatu pengetahuan tidak ditemukan fakta
pendukungnya atau tidak bisa di verifikasi, maka ia bukanlah pengetahuan.
Popper menolak verifikasi dan mengajukan penggantinya, yaitu falsifikasi.
Falsifikasi adalah kebalikan dari verifikasi, yaitu pengguguran suatu teori lewat
fakta.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa inti pemikiran Popper. Popper
menegaskan bahwa ilmu pengetahuan tidak hanya dihasilkan dan bekerja dengan
logika induksi semata. Logika induksi adalah logika penarikan kesimpulan umum
melalui pengumpulan fakta-fakta konkret. Fakta-fakta konkret yang terkumpul
atau dikumpulkan digunakan untuk membenarkan suatu teori. Popper menolak
logika ini dan mengajukan kelemahannya.
Menurut Popper, logika induksi akan menuntut ilmuwan berfokus pada
fakta-fakta yang mendukung saja sembari mengabaikan fakta-fakta yang
P1 TT EE
P2
(P2) -tidak peduli apakah kita menghendaki atau tidak) dan P2 kembali harus
diselesaikan dengan prosedur pada P1 dan begitu seterusnya.
Dari uraian Popper ini dapat dikemukakan beberapa kesimpulan. Pertama,
teori dijelaskan dalam hubungannya dengan masalah, karena pengetahuan selalu
dimulai dengan masalah. Untuk mengatasi masalah itu harus dimunculkan teori
tentatif. Teori tentatif berarti teori yang diduga dapat menyelesaikan masalah,
yang baru terbukti setelah ia secara empiris dapat menyelesaikan masalah. Kedua,
fungsi teori tentatif adalah “menyingkirkan kontradiksi” antara teori dan
kenyataan yang diamati. Bila teori tentatif sanggup menyingkirkan kontradiksi
maka teori tentatif itu dapat terus digunakan. Teori tentatif merupakan hipotesis
atau prognosis (rumusan yang bisa benar atau salah) yang diturunkan dari teori
utama untuk menyelesaikan suatu masalah. Bila teori tentatif tidak terbukti
menyelesaikan masalah, maka teori utamanya dianggap gagal atau tidak berlaku.
Falsifikasi adalah pengujian pengetahuan secara asimetris, dimana
kebenaran teori tersebut hanya sekedar dugaan sedangkan perkiraan kesalahan
merupakan suatu kepastian. Falsifikasi dijalankan menurut aturan logika modes
tollens, yang berarti bahwa konsekuensi yang ditarik dari suatu teori terbukti salah
maka teori itu sendiri pun pasti salah.
Dari teori falsifikasi ini, Popper menyimpulkan bahwa data positif tidak
pernah menjadi dasar pengetahuan. Yang menjadi dasar pengetahuan,
terciptanya teori baru atau runtuhnya teori lama, adalah kemampuan teori untuk
di falsifikasi. Kemudian Popper menjelaskan bahwa data se-objektif apapun selalu
sudah hasil interpretasi berdasarkan teori tertentu. Disinilah kemudian Popper
memperkenalkan apa yang dinamakannya sebagai dunia satu, yaitu dunia
pengetahuan objektif. Dunia tiga dibedakan dari dunia satu (dunia fisik) dan dunia
dua (dunia kesadaran). Bagi Popper yang benar-benar objektif (terlepas dari
pengaruh subjek dan nilai) adalah dunia tiga. Karena dunia satu (dunia benda-
benda) yang diamati adalah benda-benda yang dipilih dan ditafsirkan berdasar
dunia satu. Dunia dua (kesadaran) juga demikian, kesadaran manusia tidak pernah
merupakan kesadaran hampa melainkan selalu berupa kesadaran yang terisi oleh
pelbagai teori, kepercayaan, dam pengetahuan yang berasal dari dunia tiga.
Dunia tiga dinamakan dunia pengetahuan objektif, karena pengetahuan
pengetahuan yang terkumpul dalam dunia tiga tidak lagi dapat di kontrol akibat-
akibatnya oleh subjek yang melahirkannya. Dia berkembang menurut hukumnya
sendiri.
Konsep-konsep Popper ini kemudian banyak dikritik oleh Thomas Kuhn,
seorang filsuf yang menuliskan gagasannya dalam buku The Structure of Scientific
Refolution (1962). Kuhn mengatakan, Popper dianggap sebagai pendukung
muncul bila suatu hipotesis tidak terbukti dalam suatu tes empiris, namun
hipotesis tersebut tidak langsung dibatalkan melainkan dimasukkan dalam
kelompok anomali, dan apabila anomali itu mulai bertambah banyak dan kian
menumpuk, barulah kemudian timbul krisis.
Ketiga, Popper tidak membedakan dua jenis kerja ilmiah, yaitu kerja ilmiah
normal dan kerja ilmiah revolusioner. Ilmu normal adalah tahap pengembangan
dan penerapan suatu teori. Kekeliruan Popper adalah menganggap seluruh kerja
ilmiah sebagai kerja revolusi yang mengetes suatu teori kemudian
menggugurkannya. Popper mengabaikan cara kerja ilmiah normal, padahal banyak
ilmuwan yang disiapkan untuk mengikuti cara kerja ilmiah normal ketimbang cara
kerja ilmiah revolusioner. Kerja ilmiah normal merupakan dasar dari kerja ilmiah
revolusioner, karena prosedur experimentum crucis direncanakan justru pada
tahap ilmiah normal; jadi tanpa kerja ilmiah normal, revolusi ilmiah sama sekali
tidak mungkin ada.
Simpulnya, revolusi ilmiah bagaikan rencana-rencana baru yang membawa
perubahan penting, sedangkan ilmu normal kerja rutin keilmuan yang bila tidak
ada akan mengakibatkan proyek ilmiah tak dapat terpikirkan.
Keempat, setiap teori dengan sendirinya mengandung sifat kebal terhadap
falsifikasi. Kekebalan terhadap falsifikasi ini disebabkan karena setiap teori selalu
mengandung unsur hukum utama dan hukum empiris. Hukum utama merupakan
unsur logis dari suatu teori, sedangkan unsur empiris menetapkan seberapa luas
penerapan teori itu dalam kenyataan. Bidang terapan suatu teori sebenarnya
dapat diperluas ke segala arah, namun ketika penerapann itu tidak berhasil, tidak
serta merta teori utama (unsur hukum) di falsifikasi. Bila teori terapan gagal maka
ada dua kemungkinan yang terjadi :
(1) Teori bersangkutan belum bisa diperluas ke bidang terapannya
(2) Bidang bersangkutan ternyata bukan bidang yang tepat untuk penerapan
teori tersebut.
Maka dengan dua kemungkinan ini, kegagalan teori terapan dalam tes empiris
bukan menggugurkan teori inti, melainkan memperluas atau mempersempit
bidang terapan suatu teori.
Untuk lebih memahami pemikiran Kuhn, ada baiknya kita bicarakan Kuhn
secara terstuktur :
P1 SN A K
P2
P1 : Paradigma 1
SN : Ilmu Pengetahuan Normal
A : Anomali
K : Krisis
P2 : Paradigma 2
Soal :
7. Jelaskan pegertian logika positivistik.
Jawab :
Emile Durkheim adalah salah satu tokoh yang menghasilkan karya klasik
yang menjadi tumpuan teori positivistik. Ia menyebut konsep di atas sebagai
“fakta sosial”. Dan fakta sosial itu adalah sesuatu konsep yang memiliki realitas
empiris di dalam imajinasi individu. Fakta sosial antara lain meliputi : status
perkawinan, usia, agama, kondisi ekonomi, tingkat bunuh diri dan kejahatan.
Fakta sosial atau variabel itu konkrit, dapat diamati dan dapat diukur.
Tujuan akhir dari penelitian yang dilakukan pada positivisme logis ini
adalah untuk mengorganisasikan kembali pengetahuan ilmiah di dalam suatu
sistem yang dikenal dengan ”kesatuan ilmu” yang juga akan menghilangkan
perbedaan-perbedaan antara ilmu-ilmu yang terpisah. Logika dan matematika
dianggap sebagai ilmu-ilmu formal.
Bagi Comte untuk menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif
yang kepastiannya tidak dapat digugat. Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu :
Hal yang dikritik oleh Popper pada Positivisme Logis adalah tentang
metode Induksi, ia berpendapat bahwa Induksi tidak lain hanya khayalan belaka,
dan mustahil dapat menghasilkan pengetahuan ilmiah melalui induksi. Tujuan
Ilmu Pengetahuan adalah mengembangkan pengetahuan ilmiah yang berlaku dan
benar, untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan logika, namun jenis penalaran
yang dipakai oleh ias ivism logis adalah induksi dirasakan tidak tepat sebab jenis
penalaran ini tidak mungkin menghasilkan pengetahuan ilmiah yang benar dan
berlaku, karena elemahan yang ias terjadi adalah kesalahan dalam penarikan
kesimpulan, dimana dari premis-premis yang dikumpulkan kemungkinan tidak
lengkap sehingga kesimpulan atau generalisasi yang dihasilkan tidak mewakili
fakta yang ada. Dan menurutnya agar pengetahuan itu dapat berlaku dan bernilai
benar maka penalaran yang harus dipakai adalah penalaran deduktif.
Soal :
8. Apakah ciri dan asumsi ilmu pengetahuan?
Jawab :
Ciri-ciri Ilmu Pengetahuan Ilmiah
Filsafat Ilmu Pengetahuan merupakan cabang filsafat yang menelaah baik
ciri-ciri ilmu pengetahuan ilmiah maupun cara-cara memperoleh ilmu
pengetahuan ilmiah. Ciri-ciri Ilmu Pengetahuan Ilmiah adalah sebagai berikut:
1) Sistematis.
Ilmu pengetahuan ilmiah bersifat sistematis artinya ilmu pengetahuan
ilmiah dalam upaya menjelaskan setiap gejala selalu berlandaskan suatu
teori. Atau dapat dikatakan bahwa teori dipergunakan sebagai sarana untuk
menjelaskan gejala dari kehidupan sehari-hari. Tetapi teori itu sendiri
bersifat abstrak dan merupakan puncak piramida dari susunan tahap-tahap
proses mulai dari persepsi sehari-hari/ bahasa sehari-hari, observasi/konsep
ilmiah, hipotesis, hukum dan puncaknya adalah teori.
Ciri-ciri yang sistematis dari ilmu pengetahuan ilmiah tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:
teori
hukum
hipotesa
2) Dapat dipertanggungjawabkan.
Ilmu pengetahuan ilmiah dapat dipertanggungjawabkan melalui 3 (tiga)
macam sistem, yaitu:
a) Sistem axiomatis
Sistem ini berusaha membuktikan kebenaran suatu fenomena atau
gejala sehari-hari mulai dari kaidah atau rumus umum menuju rumus
khusus atau konkret. Atau mulai teori umum menuju fenomena/gejala
konkret. Cara ini disebut deduktif-nomologis. Umumnya yang
menggunakan metode ini adalah ilmu-ilmu formal, misalnya
matematika.
b) Sistem empiris
Sistem ini berusaha membuktikan kebenaran suatu teori mulai dari
gejala/ fenomena khusus menuju rumus umum atau teori. Jadi bersifat
induktif dan untuk menghasilkan rumus umum digunakan alat bantu
statistik. Umumnya yang menggunakan metode ini adalah ilmu
pengetahuan alam dan sosial.
c) Sistem semantik/linguistik
Dalam sistem ini kebenaran didapatkan dengan cara menyusun
proposisi-proposisi secara ketat. Umumnya yang menggunakan metode
ini adalah ilmu bahasa (linguistik).
Asumsi
Walaupun begitu tidak mungkin kita menuntut adanya kelestarian yang absolut,
sebab alam perjalanan waktu tiap benda akan mengalami perubahan. Oleh sebab
itu ilmu hanya menuntut adanya kelestarian yang relatif, artinya sifat-sifat pokok
dari suatu benda tidak berubah dalam jangka waktu tertentu. Tercakup dalam
pengertian ini adalah pengakuan bahwa benda-benda dalam jangka panjang akan
mengalami perubahan dan jangka waktu ini berbeda-beda untuk tiap benda.
Soal :
9. Uraikan perbedaan antara fakta dan teori dan antara fenomena dan konsep?
Jawab :
Soal :
10. Uraikan perbedaan Numena dari Phenomena. Yang manakah menjadi data
dalam kajian ilmu sosial dan kajian ilmu pengetahuan alam?
Jawab :
Soal :
11. Apakah perbedaan utama ilmu sosial dari ilmu pengetahuan alam? Patutkah
dikatakan bahwa kajian ilmu sosial lebih rendah daripada kajian ilmu
penetahuan alam?
Jawab :
Ilmu-ilmu alam membagi diri kepada dua kelompok lagi yakni ilmu alam
(the physical sciences) dan ilmu hayat (the biological sciences). Ilmu alam
bertujuan mempelajari zat yang membentuk alam semesta, sedangkan ilmu alam
kemudian bercabang lagi menjadi fisika (mempelajari massa dan energi), kimia
(mempelajari substansi zat), astronomi (mempelajari benda-benda langit, dan
ilmu bumi yang mempelajari bumi (Jujun S. Suriasumantri, 2005: 93). Tiap-tiap
cabang kemudian membikin ranting-ranting baru seperti fisika berkembang
menjadi mekanika, hidrodinamika, bunyi, cahaya, panas, kelistrikan dan
magnetisme, fisika nuklir dan kimia fisik (ilmu-ilmu murni).
Hindes Barry (Tim Dosen Filsafat Ilmu, 2007: 47) menyatakan bahwa
keabsahan yang merupakan bukti bahwa suatu ilmu adalah benar secara
epistemologis bukanlah sesuatu yang didatangkan dari luar, melainkan hasil dari
metode penyelidikan dan hasil penyelidikan. Oleh karena itu masalah keabsahan
apakah ukurannya cocok tergantung pada metode dan karakter objek, sehingga
jenis ilmu yang satu dan lainnya tidak sama. Dengan kata lain seseorang tidak bisa
menguji metode dan hasil ilmu yang satu dengan menggunakan ilmu lainnya.
Kajian tersebut dapat menjadi dasar perbedaan ilmu-ilmu alam dan sosial
berdasarkan perspektif epistimologi yaitu:
1. Ilmu-Ilmu Alam
2. Ilmu-ilmu Sosial
Ilmu sosial adalah ilmu yang mempelajari manusia dalam segala aspek
hidupnya, ciri khasnya, tingkah lakunya, baik perseorangan maupun bersama,
dalam lingkup kecil maupun besar. Objek material ilmu sosial lain sama sekali
dengan objek material dalam ilmu alam. Objek material dalam ilmu sosial adalah
berupa tingkah laku dalam tindakan yang khas manusia, bebas dan tidak
deterministik (Tim Dosen Filsafat Ilmu, 2007: 49).
Gejala sosial lebih kompleks dibandingkan dengan gejala alam. Ahli ilmu
alam berhubungan dengan satu jenis gejala yakni gejala yang bersifat fisik. Gejala
sosial juga mempelajari karakteristik fisik namun diperlukan penjelasan yang lebih
dalam untuk mampu menerangkan gejala tersebut. Guna menjelaskan hal ini
berdasarkan hukum-hukum seperti yang terdapat dalam ilmu alam tidaklah cukup.
Ahli ilmu alam berhubungan dengan gejala fisik yang bersifat umum.
Penelaahannya meliputi beberapa variabel dalam jumlah yang relatif kecil yang
dapat diukur secara tepat. Ilmu-ilmu sosial mempelajari manusia selaku
perseorangan maupun selaku anggota dari suatu kelompok sosial yang
menyebabkan situasi yang bertambah rumit. Variabel dalam penelaahan sosial
adalah relatif banyak kadang-kadang membimbingkan peneliti.
Apabila seorang ahli kimia mencampurkan dua buah zat kimia dan
meledak, hal itu dapat dijelaskan dengan tepat dalam ilmu alam, namun apabila
terjadi kejahatan, maka kajiannya terdapat faktor yang banyak sekali untuk
dijelaskan. Faktor-faktor penjelas yang dimaksud antara lain, apa latar belakang
kejahatan, bagaimana latar belakang psikologi orang, mengapa harus memilih
melakukan kejahatan dan sebagainya. Tingkat-tingkat kejadian suatu peristiwa
sosial selalu menyulitkan ahli ilmu sosial untuk menetapkan aspek-aspek apa saja
yang terlibat, pola pendekatan mana yang paling tepat dan variabel-variabel apa
saja yang termasuk di dalamnya.
Gejala fisik pada umumnya bersifat seragam dan gejala tersebut dapat
diamati sekarang. Gejala sosial banyak yang bersifat unik dan sukar untuk terulang
kembali. Abstraksi secara tepat dapat dilakukan terhadap gejala fisik melalui
perumusan kuantitatif dan hukum yang berlaku umum. Masalah sosial sering kali
bersifat spesifik dan konteks historis tertentu. Kejadian tersebut bersifat mandiri.
Bervariasinya kejadian-kejadian sosial ditambah dengan sulitnya pengamatan
secara langsung waktu penelaahan dilakukan menyebabkan sukarnya
mengembangkan dan menguji hukum-hukum sosial.
Ahli ilmu alam menyelidiki proses alami dan menyusun hukum yang
bersifat umum mengenai proses. Ahli alam tidak bermaksud untuk mengubah
alam atau harus setuju dan tidak setuju dengan proses tersebut. Ahli ilmu alam
hanya berharap bahwa pengetahuan mengenai gejala fisik dari alam akan
memungkinkan manusia untuk memanfaatkan proses alam. Ahli ilmu sosial
tidaklah bersikap sebagai penonton yang menyaksikan suatu proses kejadian
sosial.
1. Ditinjau dari perspektif ontologi, perbedaan ilmu-ilmu alam dan sosial yaitu
ilmu-ilmu alam merupakan cabang cari filsafat alam (the natural sciences)
sedangkan ilmu-ilmu sosial merupakan cabang dari filsafat moral (the social
sciences). Ilmu-ilmu alam kemudian terbagi menjadi ilmu alam dan ilmu
hayat. Ilmu alam terbagi lagi menjadi fisika, kimia, astronomi dan ilmu bumi.
Ilmu-ilmu sosial terbagi menjadi antropologi, psikologi, ekonomi, sosiologi,
dan ilmu politik.
2. Ditinjau dari perspektif epistemologi, perbedaan ilmu-ilmu alam dan sosial
terletak pada penggunaan prosedur ilmiah. Ilmu alam terkait secara pokok
dalam positifistik, mempelajari yang objektif, tidak hidup, dan dunia fisik.
Objek ilmu alam dianggap serupa, tidak mengalami perubahan dalam
jangka tertentu, dan setiap gejala terpola. Ilmu-ilmu sosial merupakan hasil
akal manusia, subjektif, dan emotif. Objek material ilmu sosial adalah
tingkah laku khas manusia dan tidak desterministik.
3. Pengetahuan tentang perbedaan ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial
ditinjau dari aspek ontologis memberi pemahaman bahwa ilmu alam dan
ilmu sosial tersegmentasi dalam karakter yang sama. Perbedaan secara
ontologis menjadikan kejelasan batasan mengenai karakter ilmu yang lebih
bersifat ilmu alam atau ilmu sosial.
4. Tinjauan epistemologi tentang perbedaan ilmu-ilmu alam dan ilmu sosial
memberikan wacana tentang metode yang digunakan dalam mengkaji
masalah ilmu alam dan sosial. Metode yang digunakan harus disesuaikan
dengan karakter objeknya baik ilmu alam atau ilmu sosial. Ketepatan
metode menjadikan ilmu dapat dikaji secara benar
Soal :
12. Dapatkah ilmu pengetahuan bebas dari nilai? Apakah kritik para pendukung
kelompok Feminisme, Sosiologi Ilmu dan Posmodernisme terhadap konsep
ilmu pengetahuan bebas dari nilai?
Jawab :
Menurut saya ilmu itu bebas nilai karena dilihat dari dua aspek.
Pertama yaitu etika teologis dan yang kedua yaitu ontologis. Maka ilmu dalam
penempatan teoritis bebas nilai. Kegiatan ilmiah dapat dilakukan oleh siapa
saja tanpa memandang agama, etnis, ideologi, dan bangsa. Kecuali nilai yang
bisa mengikat, adalah kebenaran atau hikmah. kebenaran ilmu dalam
penempatan yang praktis adalah ilmu harus tunduk kepada nilai-nilai yang
bersifat menyeluruh atau universal yaitu mengabdi untuk kebenaran sehingga
tidak mungkin ilmu itu tidak bebas nilai.
Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2003335-ilmu-bebas-
nilai-atau-tidak/#ixzz1dozlwOld
Contoh : Kenapa ilmu dikatakan bebas nilai?. Karena ilmu itu hanyalah suatu
pengetahuan belaka yang membuat manusia bisa mengetahui segala sesuatu
dan bisa bertindak (meskipun itu terbatas) dengan ilmu tersebut. Ilmu apa saja
tetap dikatakan bebas nilai; karena pada dasarnya, ilmu itu tidak mempunyai
tempat (mau dikatakan ilmu itu baik atau tidak baik, karena tergantung
pemakainya). Contoh ilmu hukum (yurisprudensi); ilmu hukum itu sendiri
bertempat dimana? Dan apakah ilmu hukum itu sendiri baik?. Kalau toh ilmu
hukum itu betempat pada kebaikan atau kebenaran, lalu kenapa orang yang
tidak bersalah harus di klaim salah, malah yang benar-benar terbukti salah
dianggap benar, itu kan konyol namanya. Makanya, ilmu itu diktakan bebas
nilai. Ilmu dinilai baik karena konsumennya baik, sebaliknya ilmu dinilai tidak
baik (buruk) karena pemakai salah menempatkan, meskipun esensinya ilmu itu
baik.
Soal :
13. Menurut David Hume ada 6 langkah dalam metode induktif. Uraikan
keenam langkah itu dengan menuliskan contoh.
Jawab :
Metode Induktif