KESESATAN RELEVENSI
Disusun oleh:
31.Muhammad Nour Aldin Shaffi
32. Mohammad Rifqi
33. Muhammad Rifqi Mubarrok
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan kesempatan pada kami
untuk menyelesaikan makalah ini.
Atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kesesatan
Relevensi”
Makalah [Kesesatan Relevensi] disusun guna memenuhi tugas Dosen pada matkul “Filsafat
Ilmu”
Selain itu, kami juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca
tentang kesesatan relevensi
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak selaku Dosen mata kuliah
“Filsafat Ilmu”
Kami sadar bahwa makalah yang kami buat jauh dari kata sempurna
Kurang lebihnya kami mohon maaf yang sebesar besarnya bila ada mesalahan dalam penulisan
kata yang kami buat.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..............................................................................................................................I
Daftar Isi.........................................................................................................................................I
Bab 1 Pendahuluan........................................................................................................................I
Bab 3 Penutup.............................................................................................................................III
3.1 Kesimpulan................................................................................................................III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada pemikiran awam sering ketika mendengar istilah sesat pikir dipahami sesuatu yang
mengerikan karena segera dijumbuhkan dengan kekacauan. Namun dalam pandangan logika
sesat pikir itu bisa terjadi karena dalam penarikan kesimpulan terdapat kaidah-kaidah logis yang
dilanggar, hal itu kemudian akan membawa kepada suatu kesimpulan yang sesat. Sesat pikir
(fallacy) dalam pandangan logika berarti sebuah kesalahan logika.
Begitu banyak manusia yang terjebak dalam lumpur fallacy, sehingga diperlukan sebuah
aturan baku yang dapat memandunya agar tidak terperosok dalam sesat pikir yang berakibat
buruk terhadap pandangan dunianya. Seseorang yang berpikir tapi tidak mengikuti aturannya,
terlihat seperti berpikir benar dan bahkan bisa mempengaruhi orang lain yang juga tidak
mengikuti aturan berpikir yang benar.
B. Rumusan Masalah
Dalam paparan diatas dapat dijadikan sumber pembahasan yaitu bagaimana kesesata-
kesesatan berpikir dalam ilmu logika?
C. Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami kesesatan berpikir dalam ilmu logika.
.
BAB II
PEMBAHASAN
Mengikuti John Locke, mengidentifikasi beberapa kesesatan berpikir yang pada akhirnya
termanifestasi dalam perilaku yang juga sesat.
1. Pertama, kesesatan yang terjadi karena subjek sesungguhnya jarang berpikir sendiri dan berpikir
atau bertindak sesuai dengan apa yang dipikirkan dan dilakukan orang lain.
2. Kedua, kesesatan di mana subjek bertindak seakan sangat menghargai rasio, tetapi kenyataannya
tidak menggunakan rasionya dengan baik.
3. Ketiga, adalah kesesatan yang terjadi akibat subjek tidak terbuka untuk melihat persoalan secara
komprehensif, terpaku hanya pada pendapat atau pendekatan tertentu orang tertentu, atau sumber
tertentu.[2]
Menurut Lorens Bagus, sesat pikir mengakomodir enam hal yaitu : Pertama, menyatakan
bahwa suatu gagasan adalah sesat yang berarti fakta yang diacu oleh gagasan itu tidak ada.
Kedua, tidak sesuai dengan kebenaran. Ketiga, tidak mempunyai evidensi (fakta) yang baik.
Keempat, berarti salah. Kelima, basis dari dua perangkat nilai kebenaran yang menyangkal nilai
kebenaran yang ditentukan bagi suatu kenyataan. Dan keenam, lain dari kebenaran. Apabila
melihat pengertian-pengertian sesat berpikir versi Lorens Bagus maka sesat berpikir terjadi
dengan dua hal yaitu ketika tidak terjadi kesesuaian antara pernyataan dengan kenyataan serta
kedidakkonsistenan pada penggunaan alur-alur formal dalam logika.[3]
1. Kekeliruan Formal
a. Kekeliruan Karena Menggunakan Empat Term.
Kekeliruan berpikir karena menggunakan empat term dalam silogisme. Ini terjadi karena term
penengah diartikan ganda, sedangkan dalam patokan diharusakan hanya terdiri tiga term, seperti:
Semua perbuatan mengganggu orang lain dianca, dengan hukuman. Menjual barang di bawah
harga tetangganya adalah mengganggu kepentingan orang lain. Jadi menjual haraga di bawah
tetangganya diancam dengan hukuman.[6]
b. Kekeliruan Karena Kedua Term Penegak Tidak Mencakup.
Kekeliruan berpikir karena tidak satupun dari kedua term penengah mencakup, seperti:
Semua anggota PBB adalah Negara merdeka. Negara itu tentu menjadi anggota PBB karena
memang Negara merdeka.
c. Kekeliruan Karena Proses Tidak Benar
Kekeliruan berpikir karena term premis tidak mencakup (undis tributed) tetapi dalam konklusi
mencakup, seperti:
Kura-kura adalah binatang melata. Ular bukan kura-kura, karena itu dia bukan binatang
melata.
d. Kekeliruan Karena Menyimpulkan Dari Dua Premis Yang Negative
Kekeliruan berpikir karena mengambil kesimpulan dari dua premis negative. Apabila terjadi
demikian sebenarnya tidak bisa ditarik konsklusi.[7]
Tidak satupun barang yang murah baik itu murah dan semua barang di toko itu tidak murah,
jadi semua brang di toko itu baik.
e. Kekeliruan Karena Mengakui Akibat.
Kekeliruan berpikir dalam silogisme hipotetika karena menggunakan akibat kemudian
membenarkan pula sebabnya, seperti:
Bila kita bisa berkendaraan seperti cahaya, maka kita bsa mendarat di bulan. Kita telah dapat
mendarat di bulan brarti kita telah dapat berkendaraan seperti cahaya.
f. Kekeliruan Karena Menolak Sebab.
Kekeliruan berpikir dalam silogisme hipotetika karena mengingkari sebab kemudian
disimpulkan bahwa akibat juga tidak terlaksana, seperti:
Bila permintaan bertambah harga naik. Nah, sekarang permintaan tidak bertambah jadi harga
tidak naik.[8]
g. Kekeliruan Dalam Bentuk Disyungtif.
Kekeliruan berpikir terjadi dalam silogisme disyungtif karena mengingkari alternatife pertama,
kemudian membenarkan alternatife lain. Padahal menurut patokan, pengingkaran alternatife
pertama bisa juga terlaksananya alterantif yang lain, seperti:
Dia menulis cerita atau pergi ke Surabaya. Di tidak pergi ke Surabaya, jadi ia tentu menulis
cerita.
h. Kekeliruan Karena Tidak Konsisten.
Kekeliruan berpikir karena tidak runtutnya pernyataan yang satu dengan pernyataan yang di
akui, seperti:
Anggaran Dasar organisasi kita sudah kita perlu melengkapi beberapa fasal agar komplit.
2. Kekeliruan Informal
a. Kekeliruan Karena Membuat Generalisasi Yang Terburu-Buru.
Yaitu mengambil kesimpulan umum dari kasus individual yang terlampau sedikit, sehingga
kesimpulan yang ditarik melampaui batas lingkungannya, seperti[9] :
Dia orang Islam mengapa membunuh. Kalau begitu orang islam memang jahat.
b. Kekeliruan Karena Memaksakan Praduga
Kekeliruan berfikir karena menetapkan kebenaran suatu dugaan, seperti :
Seorang pegawai datang ke kantor dengan luka goresan di pipinya. Seseorang menyatakan
bahwa istrinyalah yang melukainya dalam suatu percecokan karena diketahuinya selama ini
orang itu kurang harmonis hubungannya dengan istrinya, padahal sebenarnya karena goresan
besi pagar.
c. Kekeliruan Karena Mengundang Permasalahan
Kekeliruan berpikir karena mengambil konklusi dari premis yang sebenarnya harus dibuktikan
dahulu kebenarannya, seperti[10] :
Allah itu mesti ada karena ada bumi. (di sini orang akan membuktikan bahwa Allah itu ada
dengan dasar adanya bumi, tetapi tidak dibuktikan bahwa bumi ciptaan Allah).
d. Kekeliruan Karena Menggunakan Argumen Yang Berputar.
Kekeliruan berpikir karena menarik konklusi dari satu premis kemudian konklusi tersebut
dijadikan sebagai premis sedangkan premis semula dijadikan konklusi pada argumen berikutnya,
seperti :
Ekonomi negara X tidak baik karena banyak pegawai yang korupsi. Mengapa banyak pegawai
yang korupsi ? jawabnya karena ekonomi negara kurang baik.
e. Kekeliruan Karena Berganti Dasar
Mengambil kesimpulan melompat dari dasar-dasar semula, seperti :
pantas ia cantik karena pendidikannya tinggi.
f. Kekeliruan Karena Mendasarkan Pada Otoritas
Kekeliruan berfikir karena mendasarkan diri pada kewibawaan atau kehormatan seseorang tetapi
dipergunakan untuk permasalahan di luar otoritas ahli tersebut, seperti
Bangunan ini sungguh kokoh, sebab dokter Haris mengatakan demikian. (dokter Haris adalah
ahli Kesehatan, bukan insinyur bangunan)
A. Kesimpulan
Fallacy berasal dari bahasa Yunani dan Latin yang berarti “sesat
pikir”. Fallacy didefinisikan secara akademis sebagai kerancuan pikir yang di akibatkan oleh
ketidak disiplinan pelaku nalar dalam menyusun data dan konsep, secara sengaja maupun tidak
sengaja. Dalam pembahasan terkait kesesatan berpikir (fallacy), Ada dua pelaku, yaitu Sofisme
dan Paralogisme. secara sederhana kesesatan dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu
kesesatan formal dan kesesatan material.
Kesesatan merupakan kesalahan yang terjadi dalam aktivitas berpikir dikarenakan
penyalah gunaan bahasa atau penyalahan relevansi. Kesesatan merupakan bagian dari logika, di
kenal juga sebagai fallacia/falaccy, di mana beberapa jenis kesesatan penalaran dipelajari
sebagai lawan dari argumentasi logis. Kesesatan terjadi karena dua hal: ketidak tepatan bahasa:
pemilihan terminology yang salah, dan ketidaktepatan relevansi.