Sebagai suatu metode, pola pikir ilmiah mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihan
pola berpikir ilmiah adalah antara lain:
1. Karena bersifat faktual, maka untuk memecahkan masalah kehidupan bersifat lebih
operasional
2. Karena sistematikanya jelas dan terstruktur, maka lebih mudah disebarkan dan dikaji
ulang
3. Karena makin terspesialisasi, kajianny menjadi semakin dalam.
2. Kesimpulan ditarik dari kondisi eksperimental yang bersifat artifisial atau buatan
sehingga situasinya tidak mewakili situasi kehidupan nyata dan bisa timbul bias pada
tahap aplikasi
3. Sedalam-dalamnya kajian ilmu, kajiannya masih pada tataran gejala atau fakta
sehingga secara sendirian tidak akan pernah secara tuntas memecahkan masalah
kehidupan. (Putra S T, 2010)
Sumaryono (1999:9) memberikan pengertian sesat pikir adalah proses penalaran atau
argumentasi yang sebenarnya tidak logis, salah arah, dan menyesatkan, suatu gejala berpikir
yang salah yang disebabkan oleh pemaksaan prinsip-prinsip logika tanpa memperhatikan
relevansinya.
Surajiyo (2009:105) mengatakan kesesatan penalaran dapat terjadi pada siapa saja,
bukan karena kesesatan dalam fakta-fakta, tetapi dari bentuk penarikan kesimpulan yang
sesat karena tidak dari premis-premis yang menjadi acuannya.
Sesat pikir dapat terjadi ketika menyimpulkan sesuatu lebih luas dari dasarnya.
Contoh:
Kucing berkumis.
Ali berkumis.
Jadi, Ali Kucing.
Silogisme di atas, merupakan sesat pikir dalam menyimpulkan, karena Ali dikatakan
kucing. Konklusi ini menyesatkan dan bisa marah yang bersangkutan kepada yang
mengatakannya. Ali yang bersangkutan dikatakan kucing yang bukan kucing melainkan
orang atau manusia yang memiliki martabat, bisa emosi dan memukul kepada yang
menyampaikannya karena merasa diturunkan martabatnya.
Bentuk sesat pikir berdasar pembagian, yaitu: musim menurut kegiatannya dapat
dibagi menjadi: musim tanam, musim kemarau, musim menyiangi, musim hujan, dan musim
panen. Dalam pembagian ini ada yang sesat pikir, yaitu musim kemarau dan musim hujan
karena kedua musim itu bukan kegiatan.
Sesat pikir dalam bentuk lain, misalnya Natsir mengatakan Bambang sangat
mencintai istrinya, lalu disambung oleh Dahri dengan kata “dan saya juga”. Ucapan Dahri
mengatakan “dan saya juga” merupakan sesat pikir, yaitu dapat diartikan bahwa Dahri juga
mencintai istrinya Said. Pada hal yang ia maksudkan adalah Dahri juga mencintai istrinya
sendiri.
Dari pengertian dengan tiga contoh sesat pikir yang dikemukakan di atas, dapat
disimpulkan sesat pikir sebagai proses penalaran atau argumentasi yang tidak ketemu, atau
salah arah pada sasaran yang dimaksudkan. Walaupun proses berpikir semacam ini
menyesatkan, tetap juga hal ini sering dilakukan. Atas dasar inilah maka dipandang perlu
untuk mengetahui lebih lanjut, sumber, jenis-jenis dan latar belakang terjadinya proses sesat
pikir tersebut.
1. Kegagalan dapat terjadi karena suatu argumen membuat premis yang terbentuk dari
proposisi yang keliru. Jika sebuah argumen memuat satu premis yang keliru, maka
argumen tersebut akan gagal dalam menempatkan kebenaran konklusinya
Contoh:
Premis 1: ABRI harus menjalankan dwifungsi sipil-militer
Premis 2: Tentara bayaran tidak memperhatikan fungsi sipil
Konklusi: Jadi, ABRI tanpa dwifungsi akan sama dengan tentara bayaran
2. Kegagalan dapat terjadi karfena suatu argumen ternyata memuat premis-premis yang
tidak berhubungan deengan konklusi yang akan dicari. Di sini logika berperanan
penting. Sebuah argumentasi yang premis-premisnya tidak berhubungan dengan
kesimpulannya merupakan argumen yang “sesat” sekalipun semua premisnya itu
mungkin benar. Di dalam jenis kegagalan yang kedua inilah terdapat apa yang disebut
sesat pikir.
Contoh:
Premis 1: Sifat Tuhan adalah kekal abadi
Premis 2: Pancasila memuat nilai-nilai yang kekal abadi
Konklusi: Tuhan dan Pancasila adalah identik
Selanjutnya dalam sumber yang sama, Sumaryono mengemukakan ada banyak jenis
kekeliruan yang dilakukan orang dalam melaksanakan penalaran atau dalam berargumen.
Setiap kekeliruan dalam menalar itu merupakan argumen yang salah.
Rapar (1996:92) mengemukakan pada umumnya sesat pikir di bagi ke dalam tiga
jenis, yaitu sesat pikir karena semantik (bahasa), sesat pikir formal, dan sesat pikir material.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
Sesat pikir karena bahasa dapat terjadi karena kesalahan semantik (bahasa), sebagai berikut:
Term ekuivokal adalah term yang memiliki makna ganda, misalnya jarak dapat berarti
ruang sela antara benda atau tempat, tetapi dapat juga berarti pohon yang sering
ditanam sedemikian rupa dan berfungsi sebagai pagar. Sesat pikir yang disebabkan
oleh penggunaan term ekuivokal disebut sesat pikir ekuivokasi (fallacy of
equivocation).
Ada kata-kata yang apabila aksennya diubah akan memiliki arti yang berbeda.
Misalnya: apel: jika tekanan tgerletak pada huruf “a” artinya ialah pohon/buah apel,
tetapi jika tekanan terletak pada suku kata “pel”, artinya ialah apel bendera, dan
sebagainya. Sesat pikir yang terjadi karena aksen disebut sesat pikir aksen (fallacy of
accent)
Kalimat yang bermakna ganda disebut amfiboli (amphyboly). Amfiboli terjadi apabila
sebuah kalimat disusun sedemikian rupa sehingga arti kalimat itu dapat ditafsirkan
secara berbeda-beda. Contoh: Ali mencintai kekasihnya dan demikian pula saya!
Kalimat itu bisa berarti: Ali mencintai kekasihnya dan saya juga mencintai kekasih
ali. Atau bisa juga berarti: Ali mencintai kekasihnya dan saya mencintai kekasih saya
Sesat pikir formal terjadi karena melanggar ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi bentuk
(form) penalaran yang sahih. Jenis-jenis sesat pikir formal adalah sebagai berikut.
Bentuk silogisme yang sahih ialah silogisme yang hanya memiliki tiga term yang
masing-masing disebut dua kali. Apabila dalam sebuah silogisme terdapat empat
term, benntuk silogisme itu tidak sahih. Hal itu melanggar ketentuan pertama
mengenai term-term silogisme (lihat ketentuan mengenai term-term silogisme)
Sesat pikir yang terjadi karena term premis tidak berdistribusi tetapi term konklusi
berdistribusi. Hal ini melanggar ketentuan keempat mengenai term-term silogisme
(lihat ketentuan mengenai term-term silogisme)
Sesat pikir yang terjadi karena term tengah tiedak berdistribusi, padahal untuk
memeperoleh konklusi yang benar term tengah sekurang-kurang satu kali
berdistribusi. Hal ini melanggar ketentuan ketiga mengenai term-term silogisme (lihat
ketentuan mengenai term-term silogisme)
Sesat pikir ini terjadi karena menarik konklusi dari dua buah premis negatif pada hal
dari dua premis negatif tidak dapat ditarik konklusi yang benar. Hal itu melanggar
ketentuan kedua dari ketentuan-ketentuan menganai premis-premis (lihat ketentuan
premis)
Sesat pikir material ialah sesat pikir yang terjadi bukan karena bahasa atau bentuk
penalaran yang tidak sahih, melainkan yang terjadi pada materi atau isi penalaran itu sendiri.
Surajiyo (2009:111) menyebutnya sebagai kesesatan relevansi. Sesat pikir macam ini sering
kali disengaja guna membangkitkan emosi atau mengalihkan perhatian seseorang ataupun
sekelompok orang dari masalah yang dipersoalkan. Hal seperti ini sering dipergunakan untuk
memperdayakan lawan bicara. Cara penyajiannya yang sering meyakinkan, tetapi faktanya
justru sangat kabur ataupun bukan yang sedang dibahas. Jadi, kesesatan relevansi timbul
kalau orang menurunkan suatu kesimpulan yang tidak relevan dengan premisnya, artinya
secara logis kesimpulan tidak terkandung atau tidak merupakan implikasi dari premisnya.
Jenis-jenis sesat pikir material adalah sebagai berikut:
Istilah strategi adalah suatu akal pikiran untuk mencapai sesuatu yang dimaksud.
Strategi di sini, diartikan sebagai suatu akal pikiran untuk menghindari penalaran yang tidak
logis atau salah arah, menjadi penalaran untuk mencapai sesuatu yang dimaksud.
Salah satu strategi menghindari sesat pikir, yaitu dengan menghindari sumber penyebabnya.
Sumaryono (1999:21) dan Surajiyo (2009:115) mendeskripsikan sesat pikir pada hakikatnya
merupakan jebakan bagi proses penalaran kita. Seperti halnya rambu-rambu lalu lintas
dipasang sebagai peringatan bagi para pemakai jalan di bagian-bagian yang rawan
kecelakaan, maka rambu-rambu sesat pikir ditawarkan kepada kita agar kita jeli dan cermat
terhadap kesalahan-kesalahan dalam menalar, juga agar kita mampu mengidentifikasi dan
menganalisis kesalahan-kesalahan tersebut sehingga mungkin kita akan selamat dari
penalaran palsu
Oleh Karena itu, untuk menghindari kesesatan penalaran dengan berhati-hati terhadap
sumber-sumber sesat pikir misalnya dengan menghindari kesalahan semantik atau bahasa,
senantiasa melakukan penyimpulan sesuai ketentuan silogisme yang benar, dan bersikap
kritis terhadap setiap argumen. Dalam hal ini, peneliti terhadap peranan bahasa dan
penggunaannya merupakan hal yang sangat menolong dan penting. Realisasi keluwesan dan
keanekaragaman penggunaan bahasa dapat dimanfaatkan untuk memperoleh konklusi yang
benar dari sebuah argumen.
Sesat pikir karena ambiguitas kata atau kalimat terjadi secara sangat “halus”. Banyak
kata yang menyebabkan kita mudah tergelincir karena banyak kata yang memiliki rasa dan
makna yang berbeda-beda. Untuk menghindari terjadinya sesat pikir tersebut, kita harus
mengupayakan agar setiap kata atau kalimat memiliki makna yang tegas dan jelas. Untuk itu
kita harus dapat mendefinisikan setiap kata atau term yang dipergunakan.
REFERENSI
Putra ST, 2010. Filsafat Ilmu Kedokteran. Surabaya: Airlangga University Press
Rapar HJ, 1996. Pengantar Logika : asas-asas penalaran sistematis. Yogyakarta : Kanisius