Anda di halaman 1dari 13

DefinisiBerpikirKritis,LogikaDanKesesatanBerpikir

BERPIKIR KRITIS

Pengertian Berpikir Kritis (CRITICAL THINKING )

Berpikir adalah kegiatan mental untuk menarik kesimpulan. Disamping kegiatan


mengindera dan dari wahyu, berpikir merupakan salah satu sumber pengetahuan.
Definisi berpikir kritis banyak dikemukakan para ahli. Menurut Halpen (1996),
berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam
menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan,
mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran merupakan bentuk
berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah,
merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat
keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif
dalam konteks dan tipe yang tepat.
Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi,mempertimbangkan
kesimpulan yang akan diambil manakala menentukan beberapa faktor pendukung
untuk membuat keputusan.
Berpikir kritis juga biasa disebut directed thinking,sebab berpikir langsung
kepada fokus yang akan dituju. Pendapat yang sama dikemukakan Anggelo (1995:6),
Berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional,kegiatan berpikir yang tinggi,
yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis,mengenal permasalahan dan
pemecahannya,menyimpulkan, dan mengevaluasi. Dari dua pendapat tersebut, tampak
adanya persamaan dalam hal sistematika berpikir yang ternyata berproses.
Berpikir kritis harus melalui beberapa tahapan untuk sampai kepada sebuah kesimpulan
atau penilaian.Penekanan kepada proses dan tahapan berpikir dilontarkan pula oleh Scriven,
berpikir kritis yaitu proses intelektual yang aktif dan penuh dengan keterampilan dalam
membuat pengertian atau konsep, mengaplikasikan, menganalisis,membuat sintesis,
dan mengevaluasi.
Semua kegiatan tersebut berdasarkan hasilobservasi, pengalaman, pemikiran,
pertimbangan,
dan komunikasi, yang akanmembimbing dalam menentukan sikap dan tindakan (Walker,
2001:1).

LOGIKA
Pengertian Logika (LOGIC)
Logika tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan keseharian kita, untuk mencapai
sebuah kebenaran
seseorang harus menggunakan logika, tanpamenggunakan sebuah alat yang disebut
logika dalam
kehidupannya makamanusia akan semakin jauh dari kebenaran. Dalam definisi
verbal, terdapat
berbagai macam definisi tentang logika, namun hampir semua definisi
menyimpulkan,
Logika adalah aturan berpikir benar. Logika berasal dari kataYunani kuno logos)
yang berarti
hasil pertimbangan akal pikiran yangdiutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam
bahasa.
Logika adalah salah satu cabang filsafat.
1.Kata logos berarti sesuatu yang diutarakan, suatu pertimbangan akal (pikiran), kata,
percakapan,
atau ungkapan lewat bahasa. Kata logikos berarti mengenai sesuatu yang diutarakan,
mengenai suatu pertimbangan akal, mengenaikata, mengenai percakapan atau yang berkenaan
lewat bahasa.
2 Sebagai ilmu,logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau
ilmu logika
(ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus,tepat,
dan teratur.
3 Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan
mengacu
pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan.
Kata logis yang
dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.
Logika merupakan cabang filsafat yang bersifat praktis berpangkal pada penalaran, dan
sekaligus
juga sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu.Dengan fungsi sebagai dasar
filsafat dan
sarana ilmu karena logika merupakanjembatan penghubung antara filsafat dan
ilmu, yang
terminologis logikadidefinisikan: Teori tentang penyimpulan yang sah.
Penyimpulan pada dasarnya
bertitik tolak dari suatu pangkal-pikir tertentu yng kemudian di tarik suatu
kesimpulan.penyimpulan
yang sah artinya sesuai dengan pertimbangan akal dan runtut sehingga dapat
dilacak kembali yang
sekaligus juga benar yang berarti dituntut kebenarannya

KESESATAN BERPIKIR

Pengertian Kesesatan Berpikir/Penalaran (Fallacy)


Kesesatan adalah kesalahan yang terjadi dalam aktivitas berpikir karena
penyalahgunaan bahasa
(verbal) dan/atau relevansi (materi). Kesesatan (fallacia, fallacy) merupakan
bagian dari logika
yang mempelajari beberapa jenis kesesatan penalaran sebagai lawan dari
argumentasi logis.
Kesesatan karena ketidaktepatan bahasa antara lain disebabkan oleh pemilihan
terminologi
yang salah sedangkan ketidaktepatan relevansi bisa disebabkan oleh
(1) pemilihan premis yang tidak tepat (membuat premis dari proposisi yang salah),
atau
(2) proses penyimpulan premis yang tidak tepat (premisnya tidak berhubungan
dengan
kesimpulan yang akan dicari).
Perlu diperhatikan bahwa pelanggaran terhadap prinsip-prinsip logis menyebabkan
terjadinya kesesatan atau kesalahan dalam penalaran. Kesesatan adalah suatu
penalaran yang salah
yang kelihahtan memiliki kebenaran. Kesesatan adalah suatu argumen yang tidak
logis, yang
menyesatkan, yang memperdaya.
Suatu kesesatan yang dilakukan dengan maksud memperdayai disebut sofism
(sophism).
Jika kesesatan dipakai karena ketidaktahuan tentang peraturan-peraturan penalaran,
hal itu disebut paralogisme.
Logika lahir salah satunya berusaha mencoba membantah pikiran-pikiran lain
dengan cara
menunjukan kesesatan penalarannya. Kesesatan penalaran ini ada yang disengaja
ada pula
yang tidak disengaja. Kesesatan yang tidak disengaja muncul sebagai bukti bahwa
kemampuan berpikir manusia terbatas, atau karena ketidaksadaran pelaku itu.
Istilah kesesatan merupakan terjemahan dari fallacia atau fallacy.
Dalam percakapan sehari-hari, kita sering mendengar ujaran yang kalau dihayati
secara logis ternyata tidak benar atau menyesatkan. Kesesatan berlogika ini bukan
disebabkan oleh kesalahan data atau fakta, melainkan kesalahan dalam mengambil
konklusi.
Konklusi yang diambil bukan atas dasar logika atau penalaran yang sehat.
Contoh pernyataan yang menyesatkan, Bertani itu menyehatkan, oleh karena itu,
setiap petani pasti sehat.
Berdasarkan paparan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kesesatan merpakan
suatu
akibat pengambilan konklusi yang bertentangan dengan pikiran yang logis.
Soekadijo
menyebutkan bahwa kesesatan dalam penalaran dapat terjadi karena yang sesat itu
disebabkan
oleh beberapa hal yang tampaknya masuk akal. Jika seeorang mengemukakan
sebuah penalaran
yang sesat dan dia sendiri tidak melihatnya sebagai sesuatu kesesatan, maka
penalaran sesat
seperti itu disebut paralogis. Sebaliknya, jika penalaran yang sesat itu sengaja
dilakukan
untuk menyesatkan orang lain disebut sofisme.
Ada dua macam kesesatan, yaitu kesesatan formal dan kesesatan informal.
Kesesatan formal adalah kesalah yang terjadi akibat pelanggaran terhadap
peraturan-peraturan
, pembagian, konversi, obversi, silogisme kategoris dan silogisme hipotetis.
Adapun kesesatan
informal atau kesesatan material adalah kesesatan yang terjadi akibat kekacauan
konotasi atau
denotasi term-term yang dipakai karena asumsi-asumsi yang salah tentang fakta,
atau karena
ketidaktahuan tentang masalah yang ada.
Kesesatan karena Bahasa
Bahasa pada dasarnya merupakan seperangkat kaidah atau sistem. Sebuah bahasa
pada
hakikatnya unik. Tidak ada dua bahasa yang memiliki sistem yang persis, betapa
pun dekatnya
rumpun atau kerabat bahasa tersebut.
Namun, kesamaan yang utama adalah bahwa bahasa pada prinsipnya sebagai alat
komunikasi yang
terdiri atas lapisan fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat dan terbesar
wacana.
Satuan terkecil bahasa yang mampu mewadahi konsep secara lengkap sebenarnya
kalimat.
Dengan kalimatlah kita dapat menuangkan ide, pikiran, perasaan, kehendak atau
hayal sehingga
dapat dipahami oleh orang lain. Namun satuan kita dapat dijadikan lambang
sebuah konsep.
Kata-kata dalam bahasa dapat mempunyai makna yang berbeda-beda. Sebuah kata
dapat
saja mempunyai makna sebanyak lima buah jika digunakan dalam lima kalimat.
Oleh karena itu, makna sebuah kata yang sebenarnya terdapat dalam sebuah
kalimat.
Namun dalam kalimat sendiri, kadang-kadang kita dapat menginterpretasikan
makna lebih dari satu.
Tentu saja, semua ini akan dapat menimbulkan kesesatan.
Dalam buku Drs. Surajiyo, dkk. Dasar-Dasar Logika, kesesatan karena bahasa
dapat dibedakan atas:
1) kesesatan karena term ekuivokal, 2) kesesatan karena aksen atau tekanan,
3) kesesatan karena arti kiasan, dan 4) kesesatan karena amfiboli .
Sedangkan dalam buku Drs.Munduri dan Rafael Raga Maran, kesesatan karena
bahasa
dapat dibedakan atas: 1) kesesatan karena term ekuivokal, 2) kesesatan karena
tekanan,
3) kesesatan karena komposisi, 4) kesesatan divisi/pembagian, dan 5) kesesatan
karena amfiboli.
1) Kesesatan karena term ekuivokal (Fallacy of Equivocation )
Term ekuivokal yaitu term yang dialmbangkan oleh kata yang memiliki struktur
fonologis
yang sama tetapi mempunyai makna yang berbeda. Jika dalam suatu penalaran
terjadi
pergantian makna dari term yang sama, maka akan menimbulkan kesesatan
penalaran.
Contoh: (1) Abadi adalah sifat Allah
(2) Adam adalah mahasiswa abadi
Jadi Adam adalah mahasiswa yang memiliki sifat Allah.
2) Kesesatan karena tekanan (Fallacy of Accent)
Maksudnya, sebuah term apabila diucapkan dengan tekanan yang berbeda, maka
maknanya pun
akan berbeda. Hal seperti ini dapat dilihat dalam bebebrapa bahasa Barat,
misalnya bahasa Inggris
dan Belanda. Apabila tekanan keras pada suatu bagian (segmen) sebab kata
dipindahkan ke bagian lain, maka makna kata itu akan berubah.
Contohnya:
refuse = sampah
refuse = menolak (Inggris)
doorlopen = berjalan terus
doorlopen = menjalani (belanda)
Dalam bahasa Indonesia tidak ada tekanan yang berfungsi untuk membedakan
makna.
Namun ada pula bentuk-bentuk yang memiliki struktur fonologis yang sama tetapi
merupakan
dua buah kata yang berbeda.
Contoh: (1a) Dia itu beruang (ber-u-ang)
(1b) Dia itu beruang (be-ru-ang)
(2a) Amir sedang memetik jambu monyet
(2b) Amir sedang memetik jambu/monyet (tanda / sebagai jeda)
3) Kesesatan karena komposisi (Fallacy of Composition)
Kekeliruan berfikir karena menetapkan sifat yang ada pada bagian untuk menyifati
keseluruhannya.
Contoh:
*Setiap kapal perang telah siap tempur, maka keseluruhan angkatan laut negara itu
sudah siap tempur.
*Mur ini sangat ringan, karena itu mesinnya tentu ringan juga.
4) Kesesatan karena pembagian (Fallacy of Division)
Kekeliruan berfikir karena menetapkan sifat yang ada pada keseluruhannya, maka
demikian
juga setiap bagiannya.
Contoh: *Kompleks ini dibangun di atas tanah yang luas, tentulah kamar-kamar
tidurnya juga luas.
*Di perguruan tinggi para mahasiswa belajar hukum, ekonomi, filsafat, sastra,
teknik, kedokteran,
karena itu setiap mahasiwa tentulah mempelajari semua ilmu-ilmu tersebut.
5) Kesesatan karena Amfiboli (Fallacy of Amphiboly)
Amfiboli akan terjadi jika sebuah struktur kalimat mempunyai makna ganda atau
bercabang.
Perbedaan penfsiran itu karena aksen atau jeda, tetapi karena pembicara atau
penulis membuat
kalimat yang memang sedemikian rupa sehingga maknanya bercabang.
Contohnya:
Mahasiswa yang duduk di atas kursi yang paling belakang itu putra Pak Camat.
Membaca kalimat tersebut kita mungkin akan menafsirkan apa yang paling
belakang itu?
Mahasiswanya atau mejanya. Soekadijo memberikan contoh kalimat bahasa
Inggris yang
beliau kutip dar tulisan Shakespeare, The duke yet lives that Henry shall depose.
Apakah the duke yang akan menjatukan Raja Henry atau sebaliknya Raja Henry
yang akan
menjatuhkan the duke?
Jika dalam sebuah penalaran kalimat amfiboli di dalam premis digunakan untuk
arti yang satu,
sedangkan di dalam konklusi artinya berbeda, maka terjadilah kesesatan karena
amfiboli.
Disini dituntut kehati-hatian pembicara atau penulis untuk menggunakan kalimat-
kalimat sejenis itu.
Kesesatan Relevansi
Kesesatan relevansi timbul kalau orang menurunkan suatu kesimpulan yang tidak
relevan dengan
premisnya, artinya secara logis kesimpulan tidak terkandung atau tidak merupakan
implikasi dari
premisnya.
Kesesatan Relevansi adalah sesat pikir yang terjadi karena argumentasi yang
diberikan tidak tertuju
kepada persoalan yang sesungguhnya tetapi terarah kepada kondisi pribadi dan
karakteristik personal
seseorang (lawan bicara) yang sebenarnya tidak relevan untuk kebenaran atau
kekeliruan isi
argumennya. Kesesatan ini timbul apabila orang menarik kesimpulan yang tidak
relevan dengan
premis nya.
Artinya secara logis kesimpulan tersebut tidak terkandung dalam/ atau tidak
merupakan implikasi dari
premisnya.
Jadi penalaran yang mengandung kesesatan relevansi tidak menampakkan adanya
hubungan logis
antara premis dan kesimpulan, walaupun secara psikologis menampakkan adanya
hubungan -
namun kesan akan adannya hubungan secara psikologis ini sering kali membuat
orang terkecoh.
Kesesatan relevansi timbul jika orang menurunkan suatu konklusi yang tidak
relevan dengan premisnya.
Maksudnya, secara logis konklusi tidak terkandung atau tidak merupakan imflikasi
dari premisnya.
Soekadijo (1997), selanjutnya memaparkan bentuk-bentuk kesesatan relevansi
yang banyak terjadi
seperti berikut ini.
1) Argumentum ad hominem
Kesesatan ini terjadi jika kita berusaha agar orang lain menerima atau menolak
sesuatu usulan,
tidak berdasarkan alasan penalaran, akan tetapi karena alasan yang berhubungan
dengan kepentingan
si pembuat usul.
2) Argumentum ad Verecundiam atau Argumentum Auctoritatis
Kesesatan ini juga disebabkan oleh penolakan terhadap sesuatu tidak berdasarkan
nilai penalarannya,
akan tetapi karena disebabkan oleh orang yang mengemukakannya adalah orang
yang berwibawa,
dapat dipercaya, seorang pakar. Secara logis tentu dalam menerima atau menolak
sesuatu tidak
bergantung kepada orang yang dianggap pakar. Kepakaran, kepandaian, atau
kebenaran justru harus
dibuktikan dengan penalaran yang tepat. Pepatah latin berbunyi, Tantum valet
auctoritas, quantum
valet argumentation ; yang maknanya, Nilai wibawa itu hanya setinggi nilai
argumentasinya.
Contoh: *Apa yang dikatakan ulama A pada kampanye itu pasti benar.
*"Saya yakin apa yang dikatakan beliau adalah baik dan benar karena beliau
adalah
seorang pemimpin yang brilian, seorang tokoh yang sangat dihormati, dan seorang
dokter yang jenius"
3) Argumentum ad baculum
Baculum artinya tongkat. Maksudnya, kesesatan ini timbul kalau penerimaan
atau penolakan suatu
penalaran didasarkan atas adanya ancaman hukuman. Jika, kita tidak menyetujui
sesuatu
maka dampaknya kita akan kena sanksi.kita menrima sesuatu itu karena terpaksa,
karena takut
bukan karena logis.
Contoh:
Seorang anak yang belajar bukan karena ia ingin lebih pintar tapi karena kalau ia
tidak terlihat sedang
belajar, ibunya akan datang dan mencubitnya.
4) Argumentum ad misericordiam
Penalaran ini disebabkan oleh adanya belas kasihan. Maksudnya, penalaran ini
ditujukan untuk
menimbulkan belas kasihan sehingga pernyataan dapat diterima. Argumen ini
biasanya berhubungan
dengan usaha agar sesuatu perbuatan dimaafkan. Misalnya, seorang pencuri yang
tertangkap basah
mengatakan bahwa ia mencuri karena lapar dan tidak mempunyai biaya untuk
menembus bayinya
di rumah sakit, oleh karena itu ia meminta hakim membebaskannya.
5) Argumentum ad populum
Argumentum populum ditujukan untuk massa. Pembuktian sesuatu secara logis
tidak perlu.
Yang diutamakan ialah menggugah perasaaan massa sehingga emosinya terbakar
dan akhirnya
akan menerima sesuatu konklusi tertentu. Yang seperti ini biasanya terdapat pada
pidato politik,
demonstrasi, kampanye, propaganda dan sebagainya.
Contoh:
Satu juta orang Indonesia menggunakan jasa layanan seluler X, maka sudah pasti
itu layanan yang
bagus.
Semua orang yang saya kenal bersikap pro Presiden. Maka saya juga tidak akan
mengkritik Presiden.
Mana mungkin agama yang saya anut salah, lihat saja jumlah penganutnya paling
banyak di muka
bumi.
6) Kesesatan non cause pro cause
Kesesatan ini terjadi jika kita menganggap sesuatu sebagai sebab, padahal
sebenarnya bukan sebab,
atau bukan sebab yang lengkap. Contohnya yaitu suatu peristiwa yakni Amir jatuh
dari sepeda dan
meninggal dunia. Orang menyebutnya bahwa Amir meninggal dunia karena jatuh
dari sepeda.
Akan tetapi menurut visum et repertum dokter, Amir meninggal dunia karena
serangan penyakit
jantung.
7) Kesesatan aksidensi
Kesesatan ini terjadi jika kita menerapkan prinsip-prinsip umum atau pernyataan
umum kepada
peristiwa-peristiwa tertentu yang karena keadaanya yang bersifat aksedential
menyebabkan penerapan
itu tidak cocok. Contohnya, seseorang member susu dan buah-buahan kepada
bayinya meskipun bayi
itu sakit, dengan pengrtian bahwa susu dan buah-buahan itu baik bagi bayi, maka si
ibu itu melakukan
penalaran yang sesat karena aksidensinya. Contoh lain, yaitu makan itu pekerjaan
yang baik.
Akan tetapi jika kita makan ketika berpuasa, maka penalaran kita sesat karena
aksidensi.
8) Kesesatan karena komposisi dan devisi
Ada predikat-predikat yang hanaya mengenai individu-individu suatu kelompok
kolektif.
Kalau kita menyimpulkan bahwa predikat itu juga berlaku untuk kelompok
kolektif seluruhnya,
maka penlaran kita sesat karena komposisi. Misalnya, ada beberapa anggota-
anggota polisi
yang menggunakan senjatanya untuk menodong, kita simpulkan bahwa korps
kepolisian
itu terdiri atas penjahat. Sebaliknya, jika ada predikat yang berlaku untuk
kelompok kolektif
dan berdasarkan hal itu disimpulkan bahwa setiap anggota dari kelompok kolektif
itu tentu
juga menyandang predikat itu, maka penalaran itu sesat karena devisi.
9) Kesesatan karena pertanyaan yang kompleks
Sebuah pertanyaan atau perintah, sering kali bersifat kompleks yang dapat dijawab
oleh lebih dari
satu pernyataan, meskipun kalimatnya sendiri tunggal. Contohnya, jika ada
pertanyaan,
Coba sebutkan macam-macam kalimat!, maka jawabannya anatara lain:
Kalimat tunggal dan kompleks ; kalimat berita, perintah, dan pertanyaan ;
kalimat aktif dan pasif ; kalimat susun normal dan inversi.
10) Argumentum ad ignorantum
Argumentum ad ignorantum adalah penalaran yang menyimpulkan suatu konklusi
atas dasar bahwa
negasinya tidak terbukti salah, atau yang menyimpulkan bahwa sesuatu konklusi
itu salah karena
negasinya tidak terbukti benar.
Contohnya, jika kita menyimpulkan bahwa mahluk berbadan halus itu tidak ada
karena tidak dapat
kita lihat, hal ini sama saja dengan pernyataan bahwa di Kepulauan Paskah tidak
ada piramida
karena kita tidak mengetahui adanya piramida di sana.
Banyak dari kesesatan-kesesatan relevansi diidentifikasikan oleh para pakar logika
abad pertengahan
dan renaisans. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau nama-nama Latin
dipakai untuk
kesesatan-kesesatan yang dimaksud.
Rasionalitas Kesesatan
Istilah fallacy uang kita Indonesiakan dengan kesesatan adalah istilah yang
sudah mapan
dalam logika, akan tetapi sebenarnya dapat menyesatkan. Dalam hal ini harus
diperhatikan bahwa
ada implikasi logis, implikasi definisional, kausal atau empirik, dan intensional.
Penalaran yang
berdasarkan implikasi logis tidak sahih, mungkin dapat di susun demikian rupa
sehingga mengandung
implikasi kausal, misalnya. Dan berdasarkan implikasi kausal ini mungkin
penalaran itu sahih/benar.
Kesesatan berpikir itu adalah hal yang bisa saja terjadi, bukan hanya sekali bahkan
bisa berkali kali.
Oleh sebab itu, perlu kiranya kita belajar lebih mendalam lagi mengenai hal itu
guna menghindarinya.
Kesesatan berpikir juga akan mengakibatkan kita salah paham dan salah dalam
mengambil sebuah
kesimpulan yang jika hal itu terjadi akan berakibat fatal bagi argumen kita. Maka
dari pada itu,
kesesatan berpikir yang banyak terjadi karena bahasa yang kadang kala
mempunyai makna arti ganda,
dan cara pengambilan kesimpulan yang diluar logis, ataupun argumen yang kadang
berputar
putar sehingga tidak mempunyai akhir tujuan yang jelas, kita harus bisa
meminimalisir hal itu
agar tidak terjadi kesesatan berpikir.
Penalaran
Didalam bernalar, kita harus lebih jeli lagi dalam melakukannya. Hal itu diperlukan
guna menghindari
kesesatan itu sendiri. Oleh sebab itu, sangatlah perlu logika dan berpikir kritis
Sebab, penalaran adalah sebuah peroses untuk menentukan sebuah argumen.
Argumen tidak akan
muncul begitu saja tanpa melalui proses yang panjang dan salah satunya adalah
penalaran ini.
Hubungan dengan materi logika
Sudah jelas, banyak sekali yang dapat menjadi pelajaran dalam mendalami logika.
Sebab antar kesesatan berpikir dan penalaran merupakan bagian dari mata
pelajaran logika itu sendiri.
Tidak akan ada logika kalu tidak ada penalaran, serta penalaran itu sendiri dapat
terjadi disebabkan
karena orang mau berpikir logis/berpikir kritis
Kesesatan juga terjadi karena salah dalam penalaran. Selain itu juga terjadi karena
belum mampu
berpikir logis.
REFERENSI
https://www.scribd.com/doc/52701887/BERPIKIR-KRITIS
https://www.scribd.com/doc/57575160/PENGERTIAN-LOGIKA
https://www.scribd.com/doc/95519925/Makalah-Kesesatan-Berfikir-Kelompok-4

Anda mungkin juga menyukai