Anda di halaman 1dari 43

Pertemuan I

LOGIKA
A. DEFINISI LOGIKA SEBAGAI ILMU PENALARAN SISTEMATIS
1. Dari sisi etimologis, “logika” adalah istilah yang dibentuk dari kata  yang
berasal dari kata benda  , artinya “sesuatu yang diutarakan, sesuatu yang
dipertimbangkan dengan akal (pikiran), kata, percakapan, ungkapan melalui
bahasa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa logika adalah “suatu
pertimbangan akal atau pikiran yang diutarakan melalui kata-kata dan
dinyatakan dalam bahasa.
2. Sebagai ilmu, logika disebut  η atau dalam bahasa Latin disebut
logica scientia, yaitu ilmu pengetahuan tentang kecakapan atau ketrampilan
untuk berpikir lurus, tepat, dan teratur.
B. KEGUNAAN LOGIKA
3. Membantu kita berpikir rasional (berdasarkan akal sehat), kritis, lurus, tepat,
tertib, metodis, dan koheren.
4. Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
5. Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam,
sistematis (terstruktur), dan mandiri (independen)
6. Meningkatkan kecintaan pada kebenaran sekaligus mencegah/menghindarikan
kita dari kekeliruan atau sesat berpikir.
FENOMENA SESAT BERPIKIR

DEFINISI:
 Sesat pikir (Latin: fallacia/ Inggr. fallacy) ialah kekeliruan
penlaran yang disebabkan oleh pengambilan kesimpulan
yang tidak valid/sahih dengan melanggar ketentuan-
ketentuan logika atau susunan dan penggunaan bahasa
serta penekanan kata yang, secara sengaja atau tidak, telah
menyebabkan pertautan gagasan yang tidak tepat.
 Jika pelaku sesat pikir tidak menyadari akan sesat pikir
yang dilakukan-nya, disebut paralogisme.
 Jika sesat pikir itu dengan sengaja untuk menyesatkan
orang lain, disebut sofisme.
 Pada umumnya terdapat tiga jenis sesat pikir: Karena
bahasa, sesat pikir formal, dan sesat pikir material
(kekeliruan argumen).
SESAT BERPIKIR-AMBIGUITAS ARGUMEN

SESAT BERPIKIR INI TERJADI DALAM ARGUMEN-ARGUMEN YANG SUSUNANNYA


TERDIRI ATAS KATA-KATA DAN PERNYATAAN YANG AMBIGU, MENDUA ARTI, ATAU
MEMILIKI MAKNA GANDA, ATAU MALAH BERUBAH-UBAH.

ADA EMPAT JENIS KEKELIRUAN ARGUMENTASI YANG DISEBABKAN OLEH


AMBIGUITAS TERSEBUT:
1. EKUIVOKASI: ORANG MENGGUNAKAN KATA-KATA YANG MEMILIKI SIFAT
EKUIVOK, YAKNI KATA-KATA YANG SAMA BUNYINYA NAMUN MEMILIKI ARTI
YANG BERBEDA (GENTING= ATAP RUMAH, KONDISI GAWAT DARURAT)
CONTOH: AKHIR DARI SEBUAH BENDA ADALAH KESEMPURNAANNYA
MAUT ADALAH AKHIR DARI KEHIDUPAN
JADI, MAUT ADALAH KESEMPURNAAN HIDUP
ARGUMEN INI KELIRU KARENA DUA KATA YANG BERBEDA DARI KATA
“AKHIR” DICAMPURADUKKAN PENGERTIANNYA. AKHIR, MEMANG BISA
BERARTI TUJUAN NAMUN BELUM TENTU AKHIR=SEMPURNA.
AMBIGUITAS ARGUMEN

2. AMPHIBOLY: SESAT BERPIKIR JENIS INI TERDAPAT DALAM ARGUMEN YANG


DI DALAMNYA PREMIS-PREMIS MEMILIKI KONSTRUKSI YANG AMBIGU.
ARTINYA, DI SATU SISI, PERNYATAAN ITU BENAR, NAMUN DI SISI LAIN, BISA
SALAH. PADA HAKIKATNYA DIGUNAKAN UNTUK MENGORBANKAN
KEBENARAN DEMI SEBUAH SENSASI.
CONTOH: “PENCULIKAN AKTIVIS TERJADI KARENA KESALAHAN
PROSEDUR”, ATAU AMIR DIBUNUH KARENA TEMBAKAN SALAH SASARAN.

3. ACCENT: PERNYATAAN YANG BERSIFAT MENIPU PENDENGAR/PEMBACA


KARENA ADANYA PERUBAHAN MAKNA MELALUI PEMBERIAN TEKANAN
KHUSUS.
Contoh: Kita tidak boleh berkata-kata yang bernada melecehkan teman
sendiri.
AMBIGUITAS ARGUMEN
4. KOMPOSISI: SUSUNAN TATA BAHASA DARI SEBUAH PERNYATAAN YANG
DAPAT MEMBUAT ORANG KELIRU DALAM BERARGUMEN.
 PENALARAN DAPAT KELIRU KARENA ATRIBUT ATAU KETERANGAN DARI
BAGIAN-BAGIAN ARGUMEN DIJADIKAN SEBAGAI KETERANGAN
PERNYATAAN SECARA KESELURUHAN.
Contoh:
TOKOH AGAMA ADALAH PEMBERI TELADAN
SEMUA YANG KITA LAKUKAN ADALAH KARENA SURUHAN TOKOH
AGAMA
 KEKELIRUAN PENALARAN DAPAT TERJADI KARENA ATRIBUT ATAU
KETERANGAN BAGIAN TERTENTU DARI SEBUAH ARGUMEN DIANGGAP
IDENTIK DENGAN ATRIBUT PADA BAGIAN-BAGIAN YANG LAIN.
CONTOH:
BUS “ALMASAR” MEMBUTUHKAN 100 LITER PREMIUM
SEMUA BUS MEMBUTUHKAN 100 LITER PREMIUM
AMBIGUITAS ARGUMEN

5. PEMBAGIAN: YAKNI KEKELIRUAN ARGUMEN ATAS DASAR KONSEP PEMBAGIAN


YANG KEMILIKI DUA KEMUNGKINAN:
 SESUATU YANG BENAR SECARA KESELURUHAN PASTI BENAR UNTUK SELURUH
BAGIANNYA.
CONTOH: BONAR ADALAH BUPATI YANG SANGAT DIHORMATI.
BONAR ADALAH PUTRA DARI BU DINA
BU DINA HARUS DIHORMATI LAYAKNYA SEORANG BUPATI.
 SESUATU YANG BENAR BAGI SETIAP BAGIAN, DIANGGAP BENAR UNTUK
BAGIAN-BAGIAN LAINNYA.
CONTOH: SEMUA BINATAG BUAS ADALAH PEMAKAN DAGING
BERUANG PANDA ADALAH BINATANG BUAS
JADI, BERUANG PANDA ADALAH PEMAKAN DAGING.
STRATEGI MENGHADAPI SESAT BERPIKIR
STRATEGI KEDUA

1. UNTUK MENGHINDARI KEKELIRUAN TERSEBUT KITA HARUS


BERPIKIR KRITIS TENTANG SETIAP ARGUMEN.
2. DALAM KONTEKS INI, PENELITIAN ATAS PERAN BAHASA
SERTA PENGGUNAANNYA MERUPAKAN UPAYA YANG SANGAT
MENOLONG BAHKAN PENTING.
3. KELENTURAN DAN KEBERAGAMAN BAHASA DAPAT KITA
MANFAATKAN SECARA KRITIS DAN LOGIS DEMI
MEMPEROLEH KESIMPULAN YANG BENAR DARI SEBUAH
ARGUMEN.
STRATEGI KETIGA

1. SESAT BERPIKIR KARENA AMBIGUITAS KATA ATAU KALIMAT


TERJADI SECARA SANGAT “HALUS”.
2. BANYAK KATA YANG MENYEBABKAN KITA MUDAH TERGELINCIR
KARENA KATA-KATA TERSEBUT MEMILIKI RASA DAN MAKNA
YANG BERBEDA-BEDA.
3. UNTUK MENGHINDARI TERJADINYA SESAT BERPIKIR, KITA HARUS
DAPAT MENGUPAYAKAN AGAR SETIAP KATA ATAU KALIMAT ITU
MEMILIKI SUSUNAN SERTA MAKNA YANG TEGAS DAN JELAS.
4. SUPAYA DEMIKIAN MAKA KITA HARUS MAMPU MENDEFINISIKAN
SETIAP KATA ATAU TERM (ISTILAH) YANG KITA PERGUNAKAN.
STRATEGI PERTAMA

INGATLAH: SESAT BERPIKIR ADALAH JEBAKAN BAGI PROSES


PENALARAN KITA. SEPERTI HALNYA RAMBU-RAMBU LALU
LINTAS YANG DIPASANG SEBAGAI PERINGATAN BAGI PARA
PEMAKAI JALAN, RAMBU ITU DITAWARKAN KEPADA KITA AGAR
JELI DAN CERMAT TERHADAP KESALAHAN-KESALAHAN DALAM
MENALAR. JUGA, AGAR KITA MAMPU MENGIDENTIFIKASI DAN
MENGANALISIS KESALAHAN-KESALAHAN TERSEBUT SEHINGGA
MUNGKIN KITA TERSELAMATKAN DARI PENALARAN PALSU.
BEBERAPA LANDASAN POKOK PENALARAN

TERKAIT DENGAN FUNGSI LOGIKA:


 MEMBANTU KITA UNTUK BERPIKIR RASIONAL, KRITIS, LURUS,
TERTIB, METODIS, DAN KOHEREN.
 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR SECARA ABSTRAK,
CERMAT, DAN OBJEKTIF.
 MENAMBAH KECERDASAN DAN MENINGKATKAN
KEMAMPUAN BERPIKIR SECARA TAJAM DAN MANDIRI.
 MENINGKATKAN RASA CINTA AKAN KEBENARAN SEKALIGUS
MENGHINDARI KEKELIRUAN DAN KESESATAN BERPIKIR DAN
BERBAHASA/BERBICARA.
PERTEMUAN III
BEBERAPA LANDASAN PENALARAN

A. LOGIKA DAN BAHASA


1. Penalaran adalah kegiatan berpikir. Kegiatan ini tidak dapat berlangsung
tanpa bahasa. Penalaran selalu bersangkut-paut dengan bahasa. Jadi,
bahasa adalah alat atau sarana bernalar/berpikir.
2. Bahasa juga adalah tanda/penanda untuk mengungkapkan dan
menyatakan sesuatu yang kita pikirkan.
3. Namun, bahasa sebagai alat bernalar dan tanda untuk mengungkapkan isi
pemikiran memiliki keterbatasan. Penyebabnya ialah, kita tidak dapat
menemukan bahasa yang tepat untuk mengemukakan pikiran kita. Sebagai
akibat, buah pikiran yang kita sampaikan melalui bahasa bukan saja tidak
dipahami oleh kita tetapi juga oleh orang lain.
4. Tata bahasa juga perlu dikaji. Tata bahasa membahas persyaratan-
persyaratan yang perlu wajib dipenuhi demi kebenaran berbahasa, yakni
fonologi, morfologi, dan sintaksis. Logika membantu kita dalam upaya
menalar secara benar.
PERTEMUAN III
BEBERAPA LANDASAN PENALARAN

B. MATERI DAN BENTUK PIKIRAN


1. Pikiran yang digunakan dalam penalaran dan yang diungkapkan melalui
bahasa, juga memiliki materi dan bentuk. Tidak mungkin ada materi tanpa
bentuk. Jika kita mengatakan “bola itu bundar” maka materinya ialah “isi”
dan “makna” kata itu sendiri, sedangkan bentuknya adalah positif. Tetapi jika
kita mengatakan “tidak bundar” maka bentuknya negatif.
2. Jika kita mengatakan “semua bola adalah bundar”, materinya adalah isi atau
makna kalimat itu, sedangkan bentuknya disebut “universal afirmatif”
(penegasan yang bersifat umum/universal).
3. Bentuk dapat benar atau salah, demikianpun materi. Contoh: “semua
manusia adalah pohon”. Dari segi bentuk, proposisi kalimat ini benar.
Bentuknya disebut universal afirmatif. Namun materinya tidak benar karena
tidak ada seorang manusia pun yang pohon.
4. Logika yang membahas kebenaran bentuk disebut “logika formal” (formal
logic), sedangkan logika yang membahas kebenaran materi disebut “logika
material” (material logic).
PERTEMUAN III
BEBERAPA LANDASAN PENALARAN

C. HUKUM DASAR LOGIKA


HDL ialah “Kebenaran umum yang berlaku dalam bidang logika sebagai
patokan berpikir atau kaidah pemikiran. John Stuart Mill (1806-1873)
menyebutnya sebagai “postulat/dalil universal penalaran” (universal
postulates of all reasonings); Friedrich Uberweg (1826-1871) menyebutnya
sebagai “aksioma inferensi” (axioms of inference). Terdapat empat jenis:
1. Pricipium identitatis (low of identity): Hukum kesamaan. Kaidah pemikiran
yang menyatakan bahwa sesuatu hanya sama dengan “sesuatu itu sendiri”.
2. Pricipium contradictionis (law of contradiction): Hukum kontradiksi, adalah
kaidah pemikiran yang menyatakan bahwa tidak bagi sesuatu untuk pada
waktu yang sama adalah “sesuatu itu dan bukan sesuatu itu”. Artinya,
mustahil bagi sesuatu untuk pada saat bersamaan saling bertentangan. Sir
William Hamilton (1788-1856) menyebutnya sebagai “hukum tanpa
pertentangan” (law of no contradiction): Tidak ada sesuatu yang pada saat
yang sama saling bertentangan
PERTEMUAN III
BEBERAPA LANDASAN PENALARAN

C. HUKUM DASAR LOGIKA

3. Pricipium exculsi tertii (law of excluded middle): “Hukum penyisihan jalan


tengah”, adalah kaidah/norma yang menjelaskan bahwa sesuatu haruslah
“sesuatu” itu sendiri, bukan “yang lain”. Tidak ada kemungkinan ketiga.

4. Principium rationis sufficientis (law of sufficient reason): “Hukum cukup


alasan” yaitu kaidah/norma yang melengkapi hukum kesamaan (no. 1). Hukum
cukup alasan menyatakan bahwa jika perubahan terjadi pada sesuatu, maka
perubahan itu haruslah memiliki alasan yang cukup. Ini berarti bahwa tidak ada
perubahan yang dapat terjadi begitu saja tanpa alasan rasional(masuk akal/
logis) yang cukup sebagai penyeb dari perubahan itu.
PERTEMUAN III
BEBERAPA LANDASAN PENALARAN

D. KATEGORI berasal dari kata Yunani katηgoria yang pada mulanya berarti penguraian
fakta yang dikemukakan oleh seorang penuntut umum di hadapan mahkamah rakyat
(dikastria) terhadap seorang terdakwa di zaman Yunani Kuno. Dalam perkembangan
kemudian, kategori didefinisikan sebagai penguraian yang dilakukan secermat mungkin
untuk mengenal atau memahami suatu keberadaan, baik bersifat material maupun non-
material.
Terdapat 10 kategori:
1. Substansi: Apakah substansinya? Terkait jenisnya.
2. Kuantitas: Berapa? Jumlah.
3. Kualitas: Bagaimana mutunya? Sifat.
4. Relasi: Apa hubungannya? Keterhubungan.
5. Tempat: Di mana? Tempat.
6. Waktu: Kapan?
7. Aksi: Apa aksi/tindakan?
8. Pasivitas: Semangat atau pasif?
9. Posisi: Bagaimana posisinya?
10. Kondisi: Bagaimana keadaannya?
PERTEMUAN III
BEBERAPA LANDASAN PENALARAN

E. PREDIKABEL
Predikabel adalah pengertian-pengertian yang dinyatakan oleh predikat tentang
subjeknya. Terdapat empat jenis predikabel:
1. Genus (jenis): jenis yang merupakan himpunan benda, perorangan, atau
sesuatu yang lain, yang meliputi kelompok-kelomok terbatas di bawahnya
yang disebut species.
2. Differentia (ciri pembeda): Ciri pembeda yang membedakan sesuatu spesies
dengan spesies lainnya dalam genus yang sama (pembeda manusia dan
monyet adalah akal budi).
3. Proprium (sifat khusus): sifat khusus yang merupakan kelanjutan atau
konsekuensi logis dari differentia: ciri pembeda manusia dari monyet adalah
kemampuan akal budi untuk memecahkan masalah.
4. Accidentia (sifat sampiran): sifat sampiran ini tidak termsuk di dalam
differentia atau proprium. Ia merupakan suatu sifat yang tidak khusus yang
melekat pada genus atau spesies. Dapat berubah namun tidak berpengaruh
pada sifat hakiki (misalnya rambut hitam menjadi uban).
PERTEMUAN IV
BAHASA DAN LOGIKA

B. BAHASA DAN FUNGSINYA


1. Bahasa adalah produk pemikiran manusia yang paling besar. Tanpa bahasa,
isi atau hasil pemikiran itu tidak dapat diungkapkan/diwujudkan. Melalui
bahasa, manusia mengembangkan penemuan-penemuan ilmiah dan
teknologi. Bahkan, melalui bahasa, para leluhur mewariskan budaya dan
peradaban kepada generasi penerusnya.
2. Pada dasarnya, bahasa merupakan bentuk verbal dari pikiran manusia,
bahkan sebagai alat komunikasi. Manusia dapat saling berkomunikasi hanya
melalui bahasa.
3. Jadi, bahasa dapat didefinisikan sebagai “rangkaian simbol-simbol yang
dapat dipergunkan untuk mengkomunikasikan gagasan, pendapat, serta
perasaan seseorang kepada orang lain.
PERTEMUAN V
BAHASA DAN LOGIKA

B. BENTUK-BENTUK UMUM BAHASA


Ludwig Wittgenstein (Kehidupan adalah panggung permainan bahasa/kata-kata)
1. LISAN: Bahasa lisan terdiri atas pola-pola suara (terdengar). TULISAN: Bahasa
tertulis terdiri atas pola-pola visual (terlihat).
2. Karena masyarakat manusia yang satu mempergunakan pola-pola suara dan
pola-pola visual yang berbeda dari masyarakat lainnya, maka terbentuklah
berbagai jenis bahasa di bumi ini.
3. Jenis-jenis kata: Dua ucapan dari gramatika yang sama dapat memiliki struktur
logis yang berbeda. contoh: Ada seminar teologi hari ini; Ada seminar teologi
sosial di Aula STT GMI BB. Setiap kata akan bermakna jika ia dihubungkan
dengan sebuah “konteks permainan” tertentu (Ludwig Wittgenstein).
4. Bahasa Ideal: Adalah sebuah pernyataan atau ungkapan yang tidak bermakna
apa-apa jika hanya dibaca tanpa mengungkapkan makna yang terkandung di
dalamnya. Contoh: “Terima kasih, Anda tidak merokok di tempat ini.”
PERTEMUAN V
BAHASA DAN LOGIKA

C. CIRI KHAS BAHASA


Dalam setiap bahasa selalu terdapat empat unsur pokok:
1. SIMBOL yaitu kata, nama, atau frase yang dipergunakan untuk menyebut sesuatu.
Semua simbol bersifat konvensional, artinya,makna yang dibawanya bergantung
pada subjek. Simbol merupakan wujud persetujuan antarsubjek dalam
menyebut/menamai benda-benda, hasil pikiran, dsb. Mis. “Pisang” disepakati
umum dalam bhs. Indonesia. Inggris, banana.
2. OBJEK yaitu benda yang disebut dengan simbol
3. REFERENSI yaitu makna yang menjembatani hubungan antara simbol dan objek
yang disimbolkan.
4. SUBJEK yaitu individu pelaku yang menciptakan simbol dan menggunakannya pada
sesuatu (kasus) yang khusus.
DI DALAM KONTEKS INI, BAHASA MENGGAMBARKAN SEBUAH REALITAS. Dalam
“permainan bahasa” kata-kata tidak dapat bermakna secara aprioris. Makna kata
tergantung pada penggunaannya di dalam konteks/waktu tertentu yang di dalamnya
bahasa/kata itu difungsikan.
PERTEMUAN V
BAHASA DAN LOGIKA

D. FUNGSI BAHASA (KHUSUS) DALAM LOGIKA


Bahasa dipergunakan atas dasar berbagai alasan, maksud/tujuan, dan sasaran. Karena
itulah, bahasa memiliki beberapa fungsi antara lain sebagai berikut:
1. FUNGSI INFORMATIF, dipergunakan sebagai sarana untuk membawa informasi. Dalam
fungsi ini bentuk bahasanya deklaratif, misalnya bahasa ilmiah/akademis
2. FUNGSI PRAKTIS, dipergunakan dengan maksud untuk menghasilkan efek tertentu.
Fungsi ini juga disebut fungsi dinamis karena dipergunakan dalam bentuk pernyataan
imperatif (perintah, instruksi, permohonan
3. FUNGSI EKSPRESIF, menyatakan perasaan seseorang atau memberi tanggapan secara
emosional: keluhan, humor, marah, kecewa, dsb.
4. FUNGSI PERFORMATIF, menunjukkan wujud dari sesuatu yang dikatakan: “dengan ini
sidang Dewan resmi dibuka”, mengetok palu tiga kali.
5. FUNGSI SEREMONIAL, dipergunakan sehari-hari dalam persahabatan, keluarga,
kekerabatan. Fungsinya, menyatakan keakraban: sapaan, teguran, pujian.
6. FUNGSI LOGIS, dipergunakan untuk membuat penalaran analisis, eksplanatoris
(penjelasan), menyelesaikan masalah, atau memberi argumen. Fungsinya ialah
membuktikan kesalahan atau kebenaran sebuah pernyataan/putusan.
PERTEMUAN V
GAGASAN, TERM, DAN TANDA

A. PENGANTAR
1. PEMBENTUKAN IMAGINASI: Gambaran konseptual tentang sesuatu benda
atau realitas yang dipikirkan yag semua hanyalah angan-angan (perseptual).
Pancaindera menangkap objek tersebut dan pikiran kita mengabstraksi esensi
atau hakikatnya. Pancaindera dan pikiran bekerjasama untuk membentuk ide.
2. DEFINISI IDE ATAU GAGASAN: Gambaran akal budi (rasio) tentang realitas atau
objek tertentu; atau pemahaman pikiran kita tentang sesuatu benda/objek.
Jadi, di sini ada perbedaan antara pengertian dan gagasan: pengertian terkait
dengan pengetahuan tentang sesuatu yang konkret, khusus, dan individual.
Pengertian terarah kepada sebuah objek konkret dan individual sebagaimana
ditangkap dengan pancaindera. Gagasan berhubungan dengan sesuatu yang
abstrak dan universal.
3. TERM (KATA-KATA): Pernyataan verbal tentang suatu gagasan. Term adalah
bunyi yang diartikulasikan dan berfungsi sebagai simbol atau tanda gagasan;
atau sekumpulan gagasan yang dinyatakan dalam wujud kata-kata. MESKIPUN
DEMIKIAN, TIDAK SEMUA KATA DAPAT DISEBUT TERM, sebab ada kata-kata
yang tidak memiliki sesuatu yang menjadi objeknya (jika, dan, oleh, dalam).
PERTEMUAN V
GAGASAN, TERM, DAN TANDA

B. KONOTASI DAN DENOTASI


1. KONOTASI: Unsur-unsur hakiki/sejumlah unsur hakiki dari pemikiran manusia yang
diperlukan untuk membentuk sebuah kata atau term; sejumlah kualitas yang
dapat membentuk sebuah gagasan atau ide. Kata/sebutan lain bagi konotasi
adalah KOMPREHENSI, ESENSI, atau ISI PENGERTIAN. Misalnya: unsur-unsur hakiki
yang membentuk gagasan/ide IBU adalah seorang perempuan, dengan seorang
anak, yakni anak kandungnya.
2. DENOTASI: Segala sesuatu, benda atau barang, yang dapat diwujudkan dalam
sebuah term. Kata lain dari denotasi adalah EKSTENSI, LUAS PENGERTIAN. Dari
sudut pandang contoh di atas, individu-individu yang memiliki ciri-ciri hakiki, yang
membentuk konotasi term IBU juga membentuk denotasi term, misalnya Bu Tu,
Bu Bar, Bu Lus, Bu Rick.
3. Hubungan KONOTASI dan DENOTASI: Hubungan antara keduanya “berbanding
terbalik.” Artinya, semakin dalam isi atau semakin dalam konotasinya, semakin
kecil denotasinya. Dengan kata lain, semakin abstrak/universal sesuatu (kata atau
term), semakin tidak konkret sesuatu dan sulit dicari contoh objeknya (misalnya
“Tuhan”). Sebaliknya, semakin dangkal sesuatu, semakin konkret objeknya
(misalnya, “petir”).
PERTEMUAN V
GAGASAN, TERM, DAN TANDA

C. JENIS-JENIS TERM
Term-term dapat dikelompokkan menurut jumlah kuantitas objeknya, asas
perlawananan gagasan dasarnya, ketepatan maknanya, dan kodrat (sifat dasar)
objek pendukungnya. Pengelompokan dimaksud adalah sebagai berikut:
1. MENURUT KUANTITAS OBJEKNYA
 Term singular: hanya menyebut satu objek individu (contoh: Ini Partogi).
 Term partikular: menyebut sebagaian/sejumlah/sekelompok objek (contoh:
beberapa mahasiswa, tim bola basket SMA 32).
 Term Universal: menyebut kelompok objek tertentu sebagai keseluruhan
konsep yang mencakup masing-masing individu objek sebagai anggota atau
bagiannya (contoh: mahasiswa, dosen, polisi).
 Term Kolektif: menggambarkan sekelompok/sekumpulan objek sebagai sebuah
unit (contoh: Keluarga, GMKI, GMI). Partikular=Ayah, Ketua, Bishop. Universal:
Kabinet.
PERTEMUAN V
GAGASAN, TERM, DAN TANDA

C. JENIS-JENIS TERM
Term-term dapat dikelompokkan menurut jumlah kuantitas objeknya, asas
perlawananan gagasan dasarnya, ketepatan maknanya, dan kodrat (sifat dasar)
objek pendukungnya. Pengelompokan dimaksud adalah sebagai berikut:

2. MENURUT ASAS PERLAWANAN GAGASAN DASARNYA


 Term contradictioris (Kontradiktif): pasangan term yang padanya saling
mempertegas makna melalui pengingkaran (negasi). Contoh: hidup-mati.
 Term contraris (kontras): pasangan term yang menunjukkan sudut-sudut
ekstrem di antara objek-objek yang tersusun dalam satu kelas tertentu.
Contoh: panas-dingin (suhu), hitam-putih (warna).
 Term relatif: pasangan term yang padanya yang satu tidak dapat dipahami
tanpa adanya yang lain sebagai lawannya. Contoh: Ibu-anak, guru-murid,
suami-isteri.
PERTEMUAN V
GAGASAN, TERM, DAN TANDA

C. JENIS-JENIS TERM
Term-term dapat dikelompokkan menurut jumlah kuantitas objeknya, asas perlawananan
gagasan dasarnya, ketepatan maknanya, dan kodrat (sifat dasar) objek pendukungnya.
Pengelompokan dimaksud adalah sebagai berikut:

3. MENURUT KETEPATAN MAKNANYA


 Term INVOK: term yang menerangkan hanya satu objek tertentu atau dalam arti yang
persis sama.
Contoh: pohon, air, rumah.
 Term EKUIVOK: term yang memungkinkan tebentuknya makna ganda, atau term-term
yang memiliki bunyi yang persis sama, namun arti yang terkandung di dalam masing-
masing term berbeda satu dari lainnya.
Contoh: bisa (racun, mampu).
 Term ANALOG: term yang dapat menerangkan dua entitas atau lebih dalam arti yang
berbeda satu dari lainnya, namun kadang-kadang ada juga kesamaannya.
Contoh: kaki (bagian tubuh kita, bagian yang berfungsi sebbagai “kaki” (kiasan
artinya penyanggah) misalnya kaki meja.
PERTEMUAN V
GAGASAN, TERM, DAN TANDA

C. JENIS-JENIS TERM
Term-term dapat dikelompokkan menurut jumlah kuantitas objeknya, asas perlawananan
gagasan dasarnya, ketepatan maknanya, dan kodrat (sifat dasar) objek pendukungnya.
Pengelompokan dimaksud adalah sebagai berikut:

4. MENURUT KODRAT REFERENSINYA


 Term KONKRET: term yang objeknya mudah diamati.
Contoh: Kacamata, ballpoint, buku, dsb.
 Term ABSTRAK: term yang objek barunya dapat dipahami setelah melalui abstraksi.
Contoh: cinta, kasih, kebenaran, keadilan.
 Term NIHIL: term yang sama sekali tidak memiliki objek rujukan sebab bersifat imaginatif,
fiktif, tidak berwujud.
Contoh: malaikat, bidadari, setan, jin.
PERTEMUAN V
GAGASAN, TERM, DAN TANDA

D. SUPOSISI TERM
Suposisi term adalah ketepatan makna yang dimiliki oleh sebuah term dalam sebuah
proposisi (anggapan) atau pernyataan. Sayangnya, tidak ada satu term yang memiliki
makna yang tepat secara mutlak. Ada enam jenis proposisi.

1. MATERIAL: term yang maknanya=yang ditulis/diucapkan. Contoh: “cinta” adalah


kata/term yang tersusun dari lima huruf: c-i-n-t-a.
2. FORMAL: term menunjuk kepada bentuk atau forma objek yang dimaksud. Contoh: buku
adalah alat tulis yang terbuat dari kertas.
3. LOGIS: term yang menuntun akal budi atau pikiran kita kepada konsep-konsep abstrak
dan melulu rasional (masuk akal). Contoh: Alkitab adalah pedoman hidup orang Kristen.
4. RIIL: term yang menyebutkan sesuatu yang memang benar-benar ada (nyata/konkret).
Contoh: manusia adalah makhluk sosial.
5. METAFORIS: penggunaan term dalam konotasi analogis.
Contoh: Ombak di pantai bergulung dan berkejar-kejaran.
PERTEMUAN V
GAGASAN, TERM, DAN TANDA

E. TANDA
Sebuah tanda adalah sesuatu yang membimbing kita kepada pengetahuan tentang
sesuatu yang lain, yang berbeda dari tanda itu sendiri. Secara umum, terdapat tiga jenis
tanda:

1. ALAMIAH: menunjuk kepada sesuatu yang berbeda dari keadaan dan sifat kodratnya.
Contoh: langit mendung, sebentar lagi pasti turun hujan.

2. KONVENSIONAL: menunjuk kepada sesuatu yag lain berdasar kesepakatan antarmanusia


atau antarwarga masyarakat. Contoh: rambu-rambu lalu-lintas, nilai ujian.

3. AKSIDENTAL: mungkin berupa benda, tempat, atau bahkan seorang pribadi yang erat
berhubungan dengan pengalaman masa lampau.
Contoh:
Cincin sebagai tanda ikatan dalam pernikahan
Monumen Yogya Kembali adalah tanda perjuangan rakyat Yogyakarta.
Soekarno adalah Proklamator Kemerdekaan RI
PERTEMUAN VI
DEFINISI, PUTUSAN, DAN PROPOSISI

A. DEFINISI DAN TUJUANNYA


Dafinisi (DEFINITIO= PENENTUAN ARTI ATAU PEMBATASAN) adalah rumusan batasan atau pengertian
yang terkandung di dalam sebuah term atau kata. Tujuannya adalah agar tidak terjadi sesat berpikir,
salah paham, salah konsep, atau ambiguitas (kerancuan makna). Terdapat lima tujuan dalam
merumusan definisi:
1. MEMPERKAYA KOSA KATA: Definisi merupakan sarana tambahan (suplementer) untuk mengisi
kekosongan dalam mengamati/meniru perilku berbahasa. Dengan demikian ia menambah
(memperluas) makna pada kata-kata yang kita gunakan.
2. MEMBATASI AMBIGUITAS ATAU KERANCUAN MAKNA: Bahasa yang ambigu atau rancu dapat
membawa kita kepada perdebatan verbal, terutama yang berhubungan dengan penggunaan term.
Misalnya “aman dan terkenali”. Makna frase ini akan berbeda jika diucapkan oleh seorang polisi dan
seorang guru. Definisi bermaksud untuk mencegah kerancuan makna “aman” dan “terkendali.”
3. MENGHILANGKAN MAKNA YANG KERING: sebuah term disebut “kering maknanya” jika dalam kasus
khusus, sulit ditentukan tepat atau tidak digunakan. Misalnya “Hak Cipta dilindungi Undang-
undang.” Makna kalimat ini “kering karena ternyata masih banyak memfotocopy buku yang hak
penulisnya sudah dilindungi Undang-undang.
4. MEMBERI PENJELASAN TEORETIS: definisi disusun dengan maksud untuk merumuskan karakteristik
yang secara teoretis meyakinkan dan secara alamiah barguna bagi penjelasan aytas objek-objek
5. MEMENGARUHI PERILAKU: sebuah term didefiniskan dengan maksud untuk memengaruhi perilaku
atau mengendalikan emosi orang lain (pembaca teks, pendengar ceramah, dsb.). Dari aspek ini bisa
dikatakan juga bahwa sebuah definisi yang menjelaskan/menegaskan makna sebuah term sehingga
dapat diketahui maksudnya. Misalnya, misalnya menegaskan profesi seorang rohaniawan yang
berbeda dari seorang ketua partai politik.
PERTEMUAN VI
DEFINISI, PUTUSAN, DAN PROPOSISI

B. KATEGORI DEFINISI
Kategori definisi selalu dilatarbelakangi oleh adanya perdebatan verbal. Ada dua faktor:
 Perbedaan makna terminologis sebuah kata/term karena latar belakang keyakinan/
ideologi.
Misalnya, definisi “HAM” menurut PBB dan Pemerintah RI.
 Semata-mata sebagai akibat dari term yang diperdebatkan memiliki makna tunggal.
Misalnya, “Peraturan.” Apakah ia muncul sebagai perintah penguasa dan
dipaksakan, atau sebagai pernyataan kesadaran dan kehendak rakyat sebagai
pedoman bersama.

DUA UNSUR KATEGORIS DARI DEFINISI


1. DEFIENDUM atau DEFINITUM: Simbol yang harus dberi penjelasan atas batasannya, atau
penjabaran atas makna yang terkandung di dalam sebuah simbol/term.
2. DEFINIENS: sebuah frase atau anak kalimat yang memberi uraian eksplanatoris (bersifat
menjelaskan) bagi definiendum.
Contoh: Alkitab adalah kumpulan tulisan yang berisi pedoman hidup kristiani.
Alkitab: Definiendum, sedangan “kumpulan tulisan…dst.”= definiens.
PERTEMUAN VI
DEFINISI, PUTUSAN, DAN PROPOSISI

C. JENIS-JENIS DEFINISI MENURUT SIFATNYA


1. Definisi STIPULATIF: Definisi yang terdiri atas pernyataan-pernyataan yang secara bebas
memberi makna atas term-term tertentu. Contoh: “perahu adalah alat pelayaran sejak
zaman dahulu kala untuk menyeberangi sungai, danau, dan laut.”
2. Definisi LEKSIKAL: menggunakan kata-kata yang sudah lazim dipakai. Ia bersifat sebagai
pemberi arti. Contoh: “selat adalah kawasan laut yang terletak di antara dua tanjung.”
3. Definisi yang TEPAT: menekankan sebuah makna yang benar-benar leksikal, bukan
mengada-ada/spekulatif (lihat contoh 1 dan 2).
4. Definisi TEORETIS: definisi yang mencoba merumuskan karakteristik yang memadai dari
suatu objek. Merumuskan sebuah definisi teoretis sama artinya dengan menerima
sebuah teori baru. Contoh: “Dalam pandangan klasik, yang dimaksudkan dengan teologi
adalah percakapan tentang dewa. Namun dalam perkembangan sejarah kekristenan,
teologi mendapatkan makna baru sebagai percakapan tentang hakikat dan sifat Allah.”
5. Definisi PERSUASIF: defiinisi yang disusun dengan maksud untuk memengaruhi perilaku
manusia. Definisi ini lebh ekspresif ketimbang informatif karena lebih banyak memakai
kata-kata/frase dalam bahasa/ungkapan emotif. Contoh: “Logika adalah mercusuar
pemahaman.”
PERTEMUAN VI
DEFINISI, PUTUSAN, DAN PROPOSISI

D. JENIS-JENIS MAKNA
1. Makna DENONATIF ATAU EKSTENSIAL: makna sebuah term yang meliputi satu kelas
objek tertentu yang padanya term tersebut diterapkan. Contoh: “Ibu adalah seorang
perempuan yang telah menikah dan memiliki anak kandung.” Term ibu berlaku untuk
semua perempuan dalam kategori yang sama (menikah, memiliki anak, terutma anak
kandung).
2. Makna KONOTATIF ATAU INTENSI: makna yang menggambarkan atribut atau karakteristik
umum dari objek-objek yang terdapat di dalam suatu kelas atau kumpulan tertentu.
3. Ada tiga jenis makna yang berbeda dalam sebuah konotasi: konotasi subjektif,
konotasi subjektif, dan konotasi konvensional.
 Subjektif: jika rangkaian atribut yang pasti terdapat pada objek-objek bervariasi sesuai
interpretasi masing-masing individu dan masa berlakunya. Contoh: Model pakaian entah
kuno atau modis terpergantung pada siapa yang memakai dan kapan ia dipakai.
 Objektif: Jika seluruh rangkaian atribut/karakteristik umum dari sebuah objek berlaku
juga bagi objek-objek lain. Contoh: Manusia adaah homo sapiens. Term homo sapiens
adalah hakikat kodrat yang sama untuk semua manusia.
 Konvensional: persetujuan atau kesepakatan dalam komunikasi dan pemahaman
bersama atas makna sebuah term dan penggunaannya. Contoh: Jalan: bisa berartti
“sarana menuju ke suatu tempat”; juga, “kondisi yag diharapkan, prosedur, cara”.
PERTEMUAN VI
DEFINISI, PUTUSAN, DAN PROPOSISI

D. BEBERAPA JENIS TEKNIK PENYUSUNAN DEFINISI


1. Definisi NOMINAL: definsi semata-mata menjelaskan term sebagaimana adanya tanpa melihat objek
lain yang dikenai term tsb. Ada dua cara penyusunan: Etimologis (menelusuri asal term. Misal.
Teologi berasal dari bahasa Yunani, theos-logos) dan biveral (berdasar sinonim/kata lain yang
popuer. Misalnya, piawai=ahli dan trampil).
2. Definisi KONOTATIF: menjabarkan ciri-ciri hakiki yang umumnya pasti ada pada setiap individu.
Contoh: Logika adalah ilmu pengetahuan dan ketrampilan untuk berpikir lurus.
3. Definisi DENOTATIF: menerangkan makna sbh. term dengan cara menunjukkan contoh-contoh objek
referentnya. Dapat disebut juga definisi ostensif, demonstratif, dgn contoh. Contoh: Apa arti buku?
Jawaban diberikan dengan cara menujukkan objek (buku) tsb.
4. Definisi DESKRIPTIF: menggunakan penjabaran sejumlah keterangan yang meliputi baik ciri-ciri
hakiki maupun tidak hakiki yang terdapat di dalam objek referent (penujuk). Ada dua jenis teknik
penyusunan definisi deskriptif:
 Menyebut semua ciri yang melekat: Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki relasi dengan
sesamanya.
 Menyebut causa efficiens dan causa finalis.
contoh: lukisan adalah gambar yang diciptakan seorang seniman (causa efficiens).
Pesawat telepon adalah alat elektronik yang dipergunakan sebagai alat
percakapan jarak jauh (causa finalis).
PERTEMUAN VII
DEFINISI, PUTUSAN, DAN PROPOSISI

E. HUKUM-HUKUM DEFINISI
1. Definiendum tidak boleh dimasukkan di dalam definiens. Artinya, yang didefiniskan
tidak boleh dimasukkan di dalam jabaran keterangannya. Contoh: Alat tulis adalah alat
untuk menulis.
2. Definiendum harus ekuivalen (sama dan sebangun) dengan definiendum. Artinya,
penjabaran keterangan tidak lebih luas atau lebih sempit pengertiannya daripada yang
didefinisikan. Dengan kata lain, posisi definiens dan definiendum harus dapat dibolak-
balik. Contoh: manusia adalah animal ratinale.
3. Definisi konotatif harus dinyatakan dalam bahasa yang sederhana, jelas, dan univok.
Definiens harus lebih jelas daripada definiendum; tidak boleh dinayatakan dalam
bahasa yang sumir atau kabur, mataforis (kiasan), dan figuratif (melukiskan
figur/tokoh tertentu). Contoh: Cinta adalah emosi jiwa laksana harumnya bunga mawar.
4. Definisi konotatif harus memberikan penjabaran keterangan atau atribut yang hakiki
dari sesuatu (kata) yang didefinisikan. Contoh: Polisi adalah alat negara yang bertugas
menjaga keamanan rakyat.
5. Definisi tidak boleh dalam bentuk negatif. Tujuan utama sebuah definisi adalah
menyatakan makna hakiki dari sebuah term/kata, bukan sesuatu yang lain yang tidak
dimaksudkan. Contoh: Kebaikan adalah BUKAN perbuatan jahat.
PERTEMUAN VIII
PEMBAGIAN DAN KLASIFIKASI
A. PENGANTAR
Pada dasarnya definisi berhubungan dengan makna/konotasi sebuah term, sedangkan
Pembagian dan klasifikasi (pengelompokan) dengan denotasi sebuah term.
PEMBAGIAN berarti:
 Penguraian atas sesuatu ke dalam bagian-bagian yang menjadi komponennya.
Misalnya: Manusia terdiri atas kaki-tangan-badan-kepala-rambut, dsb.
 Penguraian atas sesuatu yang sifatnya umum ke dalam sub-sub. Misalnya, judul-sub
judul buku atau skripsi.
 Penguraian atas suatu kelompok ke dalam anggota-anggotanya secara individual.
 Penguraian atas sesuatu (benda) ke dalam unsur-unsur pembentuknya Misalnya, roti
terbuat dari tepung terigu, gula pasir, ragi, dsb.

KLASIFIKASI (PENGGOLONGAN) adalah sebuah proses yang di dalamnya benda-benda


individual dikelompokkan menurut ciri khasnya yanhg berlaku umum, yang bersama-
sama membentuk sebuah kelas atau golongan.
Misalnya, Propinsi Sumatera Utara dapat dikelompokkan ke dalam Orang Deli, Karo,
Toba, Simalungun, Angkola, Mandailing, dan bukan orang asli Sumatera Utara.
PERTEMUAN VII
PEMBAGIAN DAN KLASIFIKASI

B. JENIS-JENIS PEMBAGIAN

1. Pembagian FISIK: Pembagian dengan cara mengurai sesuatu objek ke dalam


unsur-unsurnya. Contoh: Tubuh manusia dapat dibagi-bagi ke dalam bagian-
bagian kaki, tangan, kepala, perut, dsb.

2. Pembagian LOGIS: pembagian sebuah konsep ke dalam subkonsep-


subkonsep. Misalnya, Manusia (Untung, Bejo, Slamet)– makhluk hidup –
berbadan – berjiwa – rasional – berperasaan…

3. Pembagian METAFISIK: Pembagian sebuah objek ke dalam kualitas


pembentuknya. Misalnya, Manusia adalah substansi rasional yang hidup,
berperasaan, memiliki susunan kodrat (jiwa-badan), sifat kodrat (individu-
sosial), serta kedudukan kodrat (makhluk berdiri sendiri-ciptaan Tuhan).
PERTEMUAN VII
PEMBAGIAN DAN KLASIFIKASI
C. HUKUM PEMBAGIAN
1. Setiap pembagian harus konsisten. Artinya, setiap pembagian harus bertolak dari
basis atau dasar yang sama (lihat contoh pada “Pembagian Metafisik”), BUKAN
membagi-bagi manusia ke dalam mahasiswa, dosen, bangsa Indonesia, pandai, dst.
2. Pembagian harus meyakinkan dan lengkap. Artinya, supaya setiap pembagian harus
tuntas. Semua bagian dari suatu keseluruhan yang dapat dibagi-bagi harus dapat
dijumlahkan kembali tanpa ada yang tersisa. Misalnya, mahasiswa dapat dibagi ke
dalam kelompok mhs. Teknik (26) dan ekonomi (24). Jumlah seluruhnya 50 orang.
3. Pembagian harus tegas dan jelas: Harus tertata, jumlah bagiannya harus masuk akal.
Misalnya, mhs dapat dibagi ke dalam kelompok usia 21 tahun ke atas dan 21 tahun
ke bawah.
Proses pembagian dapat menimbulkan jenis-jenis penggolongan atau klasifikasi.
 Penggolongan atas dasar susunan kodrat: berdasarkan ciri-ciri hakiki. Misalnya,
Binatang dapat dikelompokkan ke dalam herbivora, carnivora, dan omnivora.
 Penggolongan artifisial: penggolongan semata-mata atas dasar kesepakatan tentang
ciri-ciri yang tidak hakiki (alamiah) yang mungkin secara kebetulan terdapat pada
objek tertentu. Misalnya, perempuan dapat dikelompokkan kedalam mereka yang
berjilbab, bercelana jeans, dsb.
PERTEMUAN VII
PEMBAGIAN DAN KLASIFIKASI

D. MANFAAT KLASIFIKASI
1. KLASIFIKASI ADALAH SEBUAH METODE UNIVIKASI (PENYATUAN).

2. KLASIFIKASI MEMBANTU KITA MELIHAT FENOMENA PENGELOMPOKAN


YANG KIRANYA MEMILIKI BANYAK SEKALI VARIAN.

3. KLASIFIKASI JUGA MEMUNGKINKAN PIKIRAN KITA UNTUK MEMAHAMI


“BENANG MERAH” (ALUR) DALAM HUBUNGAN ANTARA OBJEK YANG SATU
DENGAN OBJEK LAIINYA.

4. KLASIFIKASI DAPAT MEMBANTU KITA UNTUK MEMAHAMI BENDA-BENDA


ATAU OBJEK-OBJEK MENURUT STRUKTUR KODRATNYA ATAU JUGA
STRUKTUR ARTIFISIALNYA.
PERTEMUAN VII
PEMBAGIAN DAN KLASIFIKASI
Daru sisi metodologis, terdapat dua jenis klasifikasi:
1. Klasifikasi Logis: Pembagian atau penggolongan dalam suatu kelompok ke
dalam himpunan yang dimulai genus ke spesies terdekat hingga infimae
spesies.
Binatang

Unggas Reptilia dan sejenisnya

Ular Buaya Penyu


PERTEMUAN VII
PEMBAGIAN DAN KLASIFIKASI
2. Klasifikasi dikotomis: pembagian genus ke dalam dua species yang saling
bertentangan, misalnya reptilia dan bukan reptilia.

Binatang

Reptilia Bukan reptilia

Ular bukan ular

Bukan kobra
kobra
LAMPIRAN
BEBERAPA ISTILAH KUNCI DALAM LOGIKA
 PREMIS: Dasar pikiran, alasan, asumsi; Sesuatu yang dianggap benar sebagai
landasan bagi kesimpulan; kalimat/proposisi yang menjadi dasar penarikan
kesimpulan.
 PREMIS MAYOR: Premis yang berisikan term (kata) yang menjadi predikat
bagi sebuah kesimpulan.
 PREMIS MINOR: Premis yang berisikan term (kata) yang menjadi subjek bagi
sebuah kesimpulan.
 ANTESEDEN: Sesuatu yang terjadi dahulu; informasi dan ingatan atas suatu
konteks yang ditunjukkan oleh sebuah ungkapan; unsur terdahulu yang
ditunjuk oleh suatu klausa/kalimat (Mis. Ani cantik tapi kelihatannya jelek).
 SILOGISME: Gabungan dua premis (mayor dan minor) yang mewujudkan
anteseden.
 KOMPREHENSI: Mampu menangkap sesuatu ide/gagasan dengan baik.
 KONOTASI/INTENSI: Luas dan lengkap.
 DENOTASI/EKSTENSI: Perluasan.
LAMPIRAN
BEBERAPA ISTILAH KUNCI DALAM LOGIKA
 PROPOSISI: Ungkapan yang dapat dipercaya, disangsikan, disangkal, atau dapat dibuktikan
benar/tidaknya.
 INFERENSI: Suatu proses penarikan kesimpulan dari satu/lebih proposisi.
 INVERSI: Penalaran langsung dengan cara menegasikan subjek proposisi premis dan menegasikan
atau tidak menegasikan predikat proposisi premis.
 KONVERSI: Jenis penarikan kesimpulan secara langsung dgn. Membalikkan/ mempertukarkan term
predikat menjadi term subjek, dan term subjek menjadi term predikat.
 OBVERSI: Penalaran langsung yang kesimpulannya menunjukkan perubahan kualitas proposisi
meskipun maknanya tidak boleh berubah.
 KONTRAPOSISI: Penarikan kesimpulan secara langsung dengan jalan menukar posisi subjek dan
predikat yang telah dinegasikan lebih dahulu.
 OPOSISI: Penalaran langsung yang posisi konklusinya merupakan oposisi (lawan) dari premis
dengan term predikat dan subjek yang sama.
 UNIVOKAL: Kata (term) yang memiliki makna tunggal.
 EKUIVOKAL: Kata (term) yang sama namun berbeda makna.
 DISFUNGSI HUBUNGAN: Hubungan antara bagian konstruksi yang dipisahkan oleh “atau” dan
“tetapi” yang menunjukkan sebuah kontras atau asosiasi (Contoh: Mereka miskin tetapi selalu
gembira).
 KONJUNGSI: Kata atau ungkapan penghubung antarkata, antarfrase, antarklausa, dan antarkalimat.
 KLAUSA: Satuan gramatika yang mengandung predikat dan berpotensi menjadi sebuah kalimat.

Anda mungkin juga menyukai